Anda di halaman 1dari 2

ASPEK MEDIKOLEGAL DAN KOMPENSASI PENYAKIT AKIBAT KERJA Budi Sampurna Aspek Medikolegal

Pada umumnya, seorang dokter yang mendiagnosis penyakit akibat hubungan kerja diharapkan dapat membuat laporan dan keterangan yang obyektif, kemudian memberitahukannya kepada pihak yang berwenang apabila masyarakat berada dalam bahaya atau risiko, melakukan perawatan dan perlindungan bagi mereka yang menderita penyakit, dan memenuhi kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan. 7 Untuk dapat memberikan keterangan medis berkaitan dengan penyakit akibat hubungan kerja, seseorang dokter haruslah seorang dokter yang memiliki sertifikat kompetensi, terregistrasi dan memiliki ijin praktik, demikian berdasarkan Undang-Undang Praktik Kedokteran. Dalam hal ini belum ada ketentuan khusus yang menyatakan tentang dokter dengan kompetensi apa yang dapat memberikan keterangan tentang apakah penyakit seseorang pekerja adalah penyakit akibat hubungan kerja, demikian pula tentang derajat kecacatannya. Dokter yang memiliki keahlian di bidang kesehatan kerja memang telah mengkhususkan di bidang itu, tetapi lebih ke arah kesehatan pencegahan. Dalam menilai penyakit akibat hubungan kerja mereka tetap membutuhkan para dokter spesialis di bidang penyakitnya tersebut. Membuat keterangan yang menghubungkan sesuatu penyakit dengan pekerjaannya tidaklah selalu mudah. Dalam hal terjadi ketidakpastian (dispute) maka diperlukan penilaian yang lebih mendalam. Di Australia, kesulitan seperti itu dipecahkan melalui suatu proses tertentu yang melibatkan suatu medical panel atau medical referee atau medical tribunal. Keputusan medical panel atau medical tribunal di bidang penentuan penyakit akibat hubungan kerja dan derajat keparahan atau kecacatannya bersifat final. 8 Pada suatu jenis pekerjaan tertentu memang telah terdapat dokter dengan spesialisasi tertentu pula, seperti kedokteran penerbangan dan kedokteran kelautan atau hiperbarik. Namun demikian, mereka tetap memerlukan dokter dengan spesialisasi klinik dalam menentukan penyakit akibat hubungan kerja dan derajat kecacatannya (inkapasitasinya). Dalam kaitannya dengan penentuan inkapasitas dalam pekerjaannya, maka dokter harus merujuk kepada ketentuan dalam keprofesian pekerja yang bersangkutan. Pekerjaan tertentu, seperti penerbang atau penyelam, memiliki kriteria kesehatan tertentu untuk dapat dianggap fit untuk bekerja. Seseorang dengan "pasca stroke" umumnya masih dapat bekerja di berbagai jenis pekerjaan, namun tidak untuk pekerjaan yang kepadanya digantungkan keselamatan banyak orang atau membahayakan dirinya sendiri. Ketiadaan ketentuan seperti medical panel di Indonesia dapat mengakibatkan kesulitan bagi dokter, oleh karena pekerja yang "dirumahkan" atau dimutasikan akibat penyakitnya dapat saja menuntut dokter karena dianggapnya sebagai "penyebab"nya.

Selanjutnya, dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan bagi penderita penyakit akibat hubungan kerja, mulai dari pengobatan awal hingga rehabilitasi, dapat dikatakan bahwa sistem asuransi tenaga kerja telah mengaturnya, namun belum memadai. Jamsostek menjamin pelayanan kesehatan bagi penderita penyakit akibat hubungan kerja, namun jaminan tersebut terbatas hanya hingga angka Rp 8 juta (PP No 64 tahun 2005). Berkaitan dengan kompensasi, pekerja dapat saja melakukan gugatan perdata kepada pemberi kerja apabila dianggapnya terdapat kelalaian di pihak pemberi kerja sehingga penyakit akibat hubungan kerja tersebut seharusnya dapat dicegah. Dalam mengajukan gugatan tersebut tentu saja pekerja membutuhkan keterangan tertulis dari dokter bahwa penyakit tersebut akibat hubungan kerja dan derajat kecacatannya. Tetapi tidak mustahil hakim masih membutuhkan keterangan dokter tentang apakah penyakit tersebut terjadi akibat kelalaian pemberi kerja, apakah benar penyakit tersebut dapat dicegah apabila tidak terdapat kelalaian pemberi kerja, dan seterusnya. Keterangan seperti ini biasanya diajukan di depan sidang pengadilan. Kesimpulan Penyakit akibat hubungan kerja telah diakui oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia dan penderitanya telah memiliki hak kompensasi atas inkapasitasi yang dideritanya. Pengaturan lebih lanjut tentang sertifikasi penyakit akibat hubungan kerja dan kecacatannya yang bersifat final sangat diperlukan di kemudian hari demi kepastian hukum dan perlindungan pekerja.

Anda mungkin juga menyukai