Anda di halaman 1dari 124

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI

PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL


PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA

Oleh:

YOSI DHEMAS LARASATI

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2015

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI

PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL


PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA

Oleh:

YOSI DHEMAS LARASATI


NIM. 101111373

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2015

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

PENGESAHAN

Dipertahankan di Depan Tim Penguji Skripsi


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan
diterima untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM.)
pada tanggal 28 Juli 2015

Mengesahkan
Universitas Airlangga
Fakultas Kesehatan Masyarakat

Dekan,

Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S.


NIP 195603031987012001

Tim Penguji

1. Siti Rahayu Nadhiroh, S.KM., M.Kes.


2. Sho’im Hidayat, dr., M.S.
3. Terubus, S.Kep., Ns., M.KKK

ii

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar


Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM.)
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga

Oleh :

YOSI DHEMAS LARASATI


NIM 101111373

Surabaya, 7 Agustus 2015

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Departemen, Pembimbing,

Mulyono, S.KM., M.Kes. Sho’im Hidayat dr., M.S.


NIP 195509191981031003 NIP 195411271985021001

iii

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:


Nama : Yosi Dhemas Larasati
NIM : 101111373
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenjang : Sarjana (S1)

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
saya yang berjudul:
“PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS
FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA”
Apabila suatu saat nanti terbukti melakukan tindakan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah diterapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surabaya, 14 Juli 2015

Yosi Dhemas Larasati


NIM 101111373

iv

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH
PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU
PEKERJA DI PT X SURABAYA” sebagai salah satu persyaratan akademis
dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga.
Dalam skripsi ini dijabarkan tentang analisis pengaruh debu batubara
terhadap kondisi faal paru pekerja di bagian boiler PT X. Berdasarkan hasil
pengukuran faal paru dan hasil pengukuran kadar debu di bagian boiler serta
dibandingkan dengan kondisi faal paru pekerja bagian lain yang tidak terpapar
debu batubara, maka akan dapat diketahui seberapa besar potensi paparan debu
batubara tersebut untuk menimbulkan risiko gangguan faal paru pada pekerja.
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Sho’im
Hidayat, dr., M.S., selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan
arahan, koreksi, dan saran serta memberikan waktunya untuk berdiskusi melalui
pertemuan langsung hingga terwujudnya skripsi ini.
Terima kasih penulis sampaikan pula kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga.
2. Mulyono, S.KM., M.Kes., selaku Ketua Departemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
3. Ibu, Bapak, Mas Bimo, dan nenek yang selalu memberikan doa, dukungan,
dan semangat kepada penulis.
4. Jajaran direksi PT X yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan
penelitian di PT X.
5. EHFS Team PT X Surabaya, yaitu Bapak Arifin, Pak Intaha, Mas Dedy, Mas
Ardi, Pak Parno, Pak Choirudin, Pak Kosim, Mas Sihab, Mas Dany, Pak Ali,
dan Pak Yanto yang telah memberikan arahan dan bantuan selama penelitian.
6. Bapak Benny dan Bapak Muslikan serta seluruh responden yang terhormat,
terimakasih atas waktu dan kesediaan membantu penelitian ini.
7. Ibu Diah dan Ibu Mahmudah yang dengan sabar memberikan bimbingan
statistik.
8. Sahabat RAS (Risnia, Fara, Marta, Windy, Denov, Santi, Olin, Oma Ifa, Zia,
dan Fenty), Rezza, Marcel, dan Dewi, Adyra, Azzah, Budi, Kirwan, Laila,
Tutus, dan Clairine yang selalu membantu dan menemani di segala situasi.
9. Teman-teman seangkatan 2011 FKM UA.

Semoga Allah SWT. memberikan kebaikan atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga skripsi ini berguna baik bagi diri kami sendiri maupun
pihak lain yang memanfaatkan.

Surabaya, Juli 2015

v
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ABSTRACT

Coal dust can cause impaired lung function and even pneumoconiosis which
led to irreversible lung damage. PT X is one of the industries that use coal as the
fuel for its boiler. Boiler unit’s workers have the risk of impaired lung function
because of the long-term inhalation of coal dust. The objective of this study was to
analyze the effect of coal dust exposure to the worker’s lung function.
This was a desciptive study with cross sectional design. Data was collected
by giving questionnaires, dust levels measurement, and the lung function test. The
population of this study were 11 workers at boiler unit and 11 workers at packaging
warehouse office. Data was analyzed by multiple linear regression to determine the
most dominant variable.
The boiler unit’s workers had three times greater risk than packaging
warehouse office’s workers to experience impaired lung function. But, the coal dust
effect to that damage might be low. The average of the coal dust level at boiler unit
was 0,4174 mg/m3. The multiple linear regression showed the most dominant factor
that affected to the %FEV1 value of boiler unit’s workers was the cigarette dose (β=
-0,522) and the exercise habits (β= -0,779) for %FVC value. Besides, the most
dominant factor that affected to the %FEV1 value of packaging warehouse’s
workers was age (β= -0,515) and duration of employment (β= 0,595) for %FVC
value.
The boiler unit’s workers had three times greater risk than packaging
warehouse office’s workers to experience impaired lung function even though the
effect of coal dust exposure estimated was low. Workers at boiler unit that have
impaired lung function must be rotated to another workplace where there is no coal
dust exposure and highly recommended that they have to stop smoking.

Key words : lung function, coal dust, smoking habit

vi
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ABSTRAK

Batubara adalah bahan bakar fosil yang berpotensi menghasilkan debu


batubara yang dapat menyebabkan gangguan fungsi paru hingga penyakit
pneumokoniosis. PT X merupakan salah satu industri di Surabaya yang
menggunakan mesin boiler berbahan batubara sehingga pekerja di bagian tersebut
yang menginhalasi debu batubara dalam waktu lama berisiko mengalami gangguan
faal paru. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari pengaruh paparan debu batubara
terhadap status faal paru pekerja di PT X.
Penelitian ini merupakan penelitian deskripstif dengan rancang bangun
cross sectional. Data penelitian ini didapatkan dengan memberikan kuisioner,
pengukuran kadar debu di bagian boiler PT X, serta tes faal paru. Populasi
penelitian ini adalah 11 pekerja bagian boiler dan 11 pekerja bagian kantor
packaging warehouse. Data dianalisis menggunakan regresi linier dengan
membaca nilai koefisien regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja bagian boiler tiga kali lebih
berisiko mengalami gangguan faal paru dibandingkan pekerja bagian kantor
packaging warehouse. Namun, pengaruh paparan debu batubara terhadap gangguan
faal paru tersebut diperkirakan kecil. Kadar debu rata-rata di bagian boiler adalah
0,4174 mg/m3. Hasil analisis regresi linier menunjukkan faktor yang paling
dominan mempengaruhi status faal paru responden bagian boiler adalah dosis rokok
untuk %FEV1 (β= -0,522) dan kebiasaan olahraga untuk %FVC (β= -0,779).
Sedangkan, pada responden bagian kantor packaging warehouse yang paling
dominan mempengaruhi nilai %FEV1 adalah usia (β= -0,515) dan masa kerja untuk
nilai %FVC (β= 0,595).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pekerja di bagian boiler berisiko tiga
kali lebih besar untuk mengalami gangguan faal paru dibandingkan pekerja di
bagian kantor packaging warehouse meskipun pengaruh debu batubara terhadap
gangguan tersebut kemungkinannya rendah. Pihak manajemen PT X harus
memindahkan pekerja bagian boiler yang mengalami gangguan faal paru ke lokasi
kerja lain yang tidak terdapat paparan debu dan menyarankan pekerja di bagian
boiler untuk berhenti merokok.

Kata kunci: status faal paru, debu batubara, kebiasaan merokok

vii
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRACT vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi Masalah 6
1.3 Rumusan Masalah 8
1.4 Tujuan Penelitan 8
1.4.1 Tujuan Umum 8
1.4.2 Tujuan Khusus 8
1.5 Manfaat Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
2.1 Debu 10
2.1.1 Pengertian Debu 10
2.1.2 Jenis-Jenis Debu 11
2.1.3 Sifat-Sifat Debu 12
2.1.4 Dampak Paparan Debu terhadap Saluran Pernapasan 12
2.2 Batubara 16
2.2.1 Pengertian Batubara 16
2.2.2 Jenis-jenis Batubara 17
2.2.3 Karakteristik Batubara 18
2.2.4 Nilai Ambang Batas Debu Batubara 20
2.2.5 Penyakit Paru Kerja Akibat Debu Batubara 21
2.3 Anatomi dan Fisiologi Pernapasan Manusia 23
2.3.1 Anatomi Pernapasan Manusia 23
2.3.2 Fisiologi Pernapasan Manusia 27
2.3.3 Patofisiologi 29
2.4 Pemeriksaan Faal Paru 30
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Paru 34
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL 40
BAB IV METODE PENELITIAN 42
4.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian 42
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian . 42
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 42
4.3.1 Populasi Penelitian 42
4.3.2 Sampel Penelitian 43

viii
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

4.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Cara Pengukuran 43


4.5 Teknik dan Instrumen pengumpulan data 46
4.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 51
4.6.1 Teknik Pengolahan Data 51
4.6.2 Teknik Analisis Data 52
BAB V HASIL PENELITIAN 53
5.1 Gambaran Umum PT X 53
5.1.1 Profil PT X 53
5.1.2 Kegiatan di Bagian Boiler dan Packaging WH PT X 54
5.2 Gambaran dan Perbedaan Karakteristik Responden 55
5.2.1 Usia Responden 56
5.2.2 Masa Kerja Responden 57
5.2.3 Status Gizi Responden 58
5.2.4 Kebiasaan Merokok Responden 59
5.2.5 Kebiasaan Olahraga Responden 60
5.3 Hasil Pengukuran Kadar Debu Batubara 61
5.4 Gambaran Status Faal Paru Responden 63
5.5 Pengaruh Karakteristik Responden terhadap Nilai %FEV1
dan %FVC Responden di PT X 64
BAB VI PEMBAHASAN 68
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 78
7.1 Kesimpulan 78
7.2 Saran 78
DAFTAR PUSTAKA 80
LAMPIRAN 83

ix
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR TABEL

Nomor Judul tabel Halaman


2.1 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Faal Paru Berdasarkan Balai 33
UPTK3 Surabaya
4.1 Variabel, Definisi Operasional dan Cara Pengukuran 43
5.1 Distribusi Usia Responden di PT X Tahun 2015 56
5.2 Gambaran Perbedaan Statistik Usia Responden di PT X 56
Tahun 2015
5.3 Distribusi Masa Kerja Responden di PT X Tahun 2015 57
5.4 Gambaran Perbedaan Statistik Masa Kerja Responden di PT 57
X Tahun 2015
5.5 Distribusi Status Gizi Responden di PT X Tahun 2015 58
5.6 Gambaran Perbedaan Statistik IMT Responden di PT X 59
Tahun 2015
5.7 Distribusi Kebiasaan Merokok Berdasarkan Status Perokok 59
Responden di PT X Tahun 2015
5.8 Distribusi Kebiasaan Merokok Berdasarkan Dosis Rokok 60
Responden di PT X Tahun 2015
5.9 Distribusi Kebiasaan Olahraga Responden di PT X Tahun 61
2015
5.10 Hasil Pengukuran Kadar Debu di Area Boiler Batubara PT 61
X Tahun 2015
5.11 Frekuensi Keluhan Subjektif Responden di PT X Tahun 62
2015
5.12 Distribusi Status Faal Paru Responden di PT X Tahun 2015 63
5.13 Gambaran Perbedaan Statistik % FEV1 dan %FVC 64
Responden PT X Tahun 2015
5.14 Pengaruh Karakteristik Responden terhadap Nilai %FEV1 65
dan %FVC pada Kelompok Terpapar dan Tidak Terpapar
Debu Batubara di PT X, Tahun 2015

x
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman


2.1 Kurva aliran volume pada berbagai kondisi: O, kelainan
obstruktif; R(P), kelainan restriktif parenkimial; R(E) kelainan 34
restriktif ekstraparenkimal dengan keterbatasan pada
inspirasi dan ekspirasi.

xi
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman


1 Surat Izin Penelitian dari FKM Universitas Airlangga 84
2 Surat Izin Penelitian dari PT X 84
3 Sertifikat Laik Etik 85
4 Lembar Penjelasan Sebelum Penelitian 86
5 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian 89
6 Kuisioner Penelitian 90
7 Hasil Pengukuran Kadar Debu di Bagian Boiler 93
8 Hasil Pemeriksaan Faal Paru 94
9 Output SPSS 96
10 Dokumentasi Penelitian 109

xii
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Arti Lambang


% = Persen
/ = per
+ = tambah
- = negatif/kurang
≤ = kurang dari sama dengan
> = lebih dari
β = koefisien regresi
β0 = Intercept

Daftar Singkatan
ACGIH = American Conference of Governmental Industrial Hygienist
APP = Alat Pelindung Pernapasan
CDC = Centers for Disease Control and prevention
FEV1 = Forced Expiration Volume 1 second
FVC = Forced Vital Capacity
VC = Vital capacity
TLC = Total Lung Capacity
VT = Volume Tidal
ERV = Expiration Residual Volume
IRV = Inspiration Residual Volume
RV = Residual Volume
IC = Inspiratory Capacity
FRV = Functional Residual Volume
NAB = Nilai Ambang Batas
MVV = Maximal Voluntary Ventilation
ILO = International Labour Organization
IMT = Indeks Masa Tubuh
NIOSH = National Institute of Occupational Safety and Health
SCBA = Self-Contained Breathing Apparatus
SNI = Standar Nasional Indonesia
COPD = Chronic Obstructive Pulmonary Disease

xiii
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Batubara adalah material mudah terbakar berwarna coklat sampai

kehitaman yang terbentuk dari pembusukan tumbuh-tumbuhan dan tertimbun

bebatuan selama jutaan tahun. Batubara merupakan bahan bakar fosil yang

jumlahnya paling melimpah sehingga sering digunakan sebagai bahan bakar

mesin ketel uap (boiler) di industri. Penggunaan batubara sebagai bahan bakar

tersebut menghasilkan debu yang menjadi salah satu sumber polutan udara di

kawasan industri. Paparan debu batubara setiap hari dalam waktu lama dapat

menimbulkan penyakit akibat kerja berupa gangguan saluran pernapasan hingga

penyakit pneumokoniosis (Government of Alberta, 2010).

Beberapa negara di dunia telah menetapkan NAB untuk debu batubara.

Angkanya bervariasi, US menetapkan 2 mg/m3, di Turki 5 mg/m3, dan di United

Kingdom 7 mg/m3. Sementara itu, ACGIH menetapkan NAB yang berbeda untuk

batubara sesuai jenisnya, yaitu 0,4 mg/m3 untuk jenis anthracit dan 0,9 mg/m3

jenis bituminous. Standar internasional menganut ketetapan 2 mg/m3 sebagai NAB

debu batubara (Onder dkk, 2009). Semua ketetapan tersebut lebih rendah

dibanding dengan ketetapan NAB debu umum karena debu batubara lebih

berbahaya dibandingkan debu secara umum. Peraturan SNI 19-0232-2005 tentang

NAB zat kimia di udara tempat kerja juga menyebutkan NAB untuk debu

batubara adalah 2 mg/m3. Namun, banyak industri di Indonesia yang masih

1
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2

mengacu pada NAB debu secara umum yang tercantum dalam Permenakertrans

Nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang NAB faktor fisika dan kimia di tempat

kerja, yaitu 10 mg/m3, untuk area boilernya yang menggunakan batubara. Hal itu

membuat kemungkinan kadar paparan debu batubara di berbagai tempat kerja di

Indonesia lebih tinggi dari 2 mg/m3 sehingga peluang terjadinya gangguan saluran

pernapasan terhadap pekerjanya lebih tinggi.

Gangguan saluran pernapasan yang dialami oleh pekerja yang terpapar

debu batubara secara berulang dalam waktu lama dapat berupa obstruksi, restriksi,

maupun campuran keduanya. Obstruksi merupakan efek nonspesifik dari paparan

debu batubara karena obstruksi dapat pula terjadi karena paparan selain debu

batubara. Obstruksi dapat terjadi jika debu yang terhirup menumpuk di jaringan

epitel saluran pernapasan dan menyebabkan inflamasi. Akibat inflamasi tersebut

saluran pernapasan menyempit sehingga aliran udara terhambat. Debu batubara

bersifat fibrogenik dapat menimbulkan efek spesifik berupa fibrosis jaringan

interstisial paru, yaitu pembentukan jaringan ikat fibrosa yang dapat menurunkan

elastisitas alveolus. Penurunan elasititas alveolus ini membuat volume udara yang

ditampung alveolus berkurang sehingga terjadi restriksi paru (Suyono, 1995).

Restriksi paru merupakan salah satu indikasi terjadinya penyakit

pneumokoniosis. Debu asbes, silika, dan batubara merupakan penyebab utama

pneumokoniosis. Pneumokoniosis merupakan penyakit paru akibat kerja kronis

yang disebabkan oleh inhalasi debu batubara dalam waktu lama, dimana memicu

terjadinya inflamasi alveolus dan akhirnya menghasilkan kerusakan paru (CDC,

2012). Pneumokoniosis pada pekerja yang terpapar debu batubara disebut coal

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3

workers’ pneumokoniosis atau antrakosis. Prevalensi antrakosis diperkirakan akan

meningkat seiring dengan terus meluasnya area pertambangan batubara dan

perkembangan industri. Pada debu batubara sering terdapat pula debu silika

sehingga risiko terjadinya pneumokoniosis menjadi lebih besar. Fibrosis pada

antrakosis tidak akan mengalami regresi, menghilang ataupun berhenti

progresivitasnya meskipun paparan debunya sudah dihilangkan sehingga sering

berujung pada kematian akibat kegagalan fungsi paru (Susanto, 2011).

Pemeriksaan untuk diagnosis antrakosis umumnya mahal dan rumit

sehingga jarang industri yang memfasilitasi pemeriksaan tersebut untuk

pekerjanya yang terpapar batubara. Hal itu membuat jumlah kasus antrakosis di

Indonesia tidak diketahui secara pasti. Terdapat tiga cara diagnosis, yaitu

pemeriksaan faal paru, analisis debu penyebab, dan pemeriksaan radiologi.

Pemeriksaan faal paru merupakan cara diagnosis yang paling sering dilakukan

dibandingkan yang lainnya karena lebih murah dan mudah (Susanto, 2011).

Analisis debu penyebab dilakukan untuk melihat debu mineral atau produk

metabolismenya yang terdapat dalam makrofag. Pemeriksaan radiologi dengan

foto toraks dan CT scan untuk melihat gambaran fibrosis yang terjadi dan ada

tidaknya opasitas halus pada zona paru atas yang merupakan ciri dari antrakosis.

Pemeriksaan faal paru dilakukan dengan menggunakan spirometri. Spirometri

dapat menunjukkan kapasitas volume paru seseorang sehingga dapat mendeteksi

obstruksi, restriksi, maupun campuran keduanya. Antrakosis berhubungan dengan

kelainan restriksi karena terjadi fibrosis pada paru. Namun, pemeriksaan dengan

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4

spirometri ini tidak dapat memberikan kepastian bahwa gangguan faal paru yang

terjadi merupakan akibat dari paparan debu batubara atau bukan (Susanto, 2011).

Data tentang prevalensi antrakosis bervariasi di tiap negara di dunia. Hasil

penelitian di Amerika menunjukkan adanya peningkatan prevalensi kematian

akibat antrakosis pada pekerja tambang batubara, yaitu 471 kasus pada tahun 2008

menjadi 486 kasus pada tahun 2010 (CDC, 2014). Usia pekerja yang terkena

antrakosis berat relatif masih muda, yaitu dibawah 50 tahun (NIOSH, 2011). Di

China, kasus antrakosis sebesar 48% dari total kasus pneumokoniosis (Liu dkk,

2009). Di Australia, terdapat lebih dari 1000 kasus pneumokoniosis dimana 6%-

nya merupakan pneumokoniosis batubara (Smith dan Leggat, 2006).

Di Indonesia, data nasional tentang prevalensi antrakosis masih belum ada.

Data yang ada masih terbatas pada penelitian-penelitian berskala lokal pada

berbagai industri yang berisiko terjadi gangguan saluran pernapasan akibat

batubara. Prevalensi gangguan saluran pernapasan pada pekerja suatu tambang

batubara, yaitu 6% obstruksi dan 7,8% restriksi (Razi dkk, 2008). Sebesar 54,9%

pekerja yang berada di bagian coal handling PT PJB unit pembangkit Paiton

mengalami gangguan faal paru restriktif (Puspita, 2011). Hasil penelitian lain

pada pekerja boiler batubara di PT Indo Aciditama Tbk. sebanyak 25%

mengalami restriksi ringan, 65% mengalami restriksi sedang, dan 10% lainnya

normal (Asna, 2013). Semua hasil penelitian tersebut menunjukkan terdapat

pekerja yang mengalami restriksi paru dan berhubungan dengan paparan debu

batubara. Hal tersebut tidak dapat diabaikan bahwa kemungkinan pekerja tersebut

dapat mengalami antrakosis.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
5

Mengingat bahwa gangguan faal paru akibat inhalasi debu batubara

bersifat irreversible dan dapat berujung fatal, maka mencegah terjadinya paparan

terhadap debu batubara merupakan hal terpenting. Pencegahan dapat dilakukan

dengan melakukan penyemprotan air di area penyimpanan batubara, pengaturan

ventilasi yang bagus, serta regulasi penggunaan alat pelindung pernapasan. Selain

itu juga harus ada program surveilens kesehatan melalui pemeriksaan faal paru

pekerja yang berfungsi untuk diagnosis dini sebagai langkah pencegahan

selanjutnya. Diagnosis dini bermanfaat agar gangguan faal paru yang terdeteksi

segera mendapatkan perawatan untuk mencegah atau memperlambat progesivitas

fibrosis parunya. (Fiswick, 2008).

Telah lama diketahui bahwa pekerja yang bekerja di area berdebu seperti

pengolahan batubara lebih mungkin megalami gangguan faal paru dibandingkan

pekerja di area lain (Jones dkk, 2002). PT X merupakan salah satu industri yang

mempunyai dua buah boiler berbahan bakar batubara yang beroperasi penuh

selama 24/hari. Sebesar 11 orang pekerja boiler PT X yang terbagi ke dalam tiga

shift kerja setiap harinya terpapar langsung debu batubara ketika loading-

unloading batubara, crusher, pemasukan batubara ke dump hopper, dan

pembersihan stop plant boiler. Pekerja di bagian boiler tersebut tidak semuanya

patuh menggunakan respirator secara rutin saat bekerja sehingga risiko

mengalami gangguan faal paru lebih tinggi. Namun, tidak menutup kemungkinan

pekerja di bagian lain yang tidak terpapar debu batubara langsung juga mengalami

gangguan faal paru. Hal tersebut karena kondisi faal paru seseorang dipengaruhi

oleh berbagai faktor lain yang meliputi karakteristik individu. Karakteristik

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
6

individu terdiri dari umur, ukuran tubuh, masa kerja, kebiasaan merokok, dan

kebiasaan olahraga (Harrington, J.M dan Gill, 2005).

Pada masa anak-anak hingga usia 24 tahun paru manusia masih

berkembang seiring pertambahan usia. Namun, pada usia 30 tahun biasanya

fungsi paru sudah mulai menurun secara gradual sekitar 20 ml tiap tahunnya

(Guyton, 1997). Merokok dapat mengakibatkan hipertrofi sel mukosa dan

bertambahnya kelenjar mukus sehingga terjadi obstruksi saluran pernapasan.

Orang yang merokok dengan dosis ≥ 20 batang perhari berisiko enam kali lipat

terkena bronkitis kronis dibandingkan bukan perokok (Menezes dkk, 1994).

Interpretasi hasil pemeriksaan fungsi paru pekerja harus mempertimbangkan

faktor-faktor tersebut untuk menentukan gangguan fungsi paru yang terjadi

disebabkan oleh paparan debu batubara atau bukan.

1.2 Identifikasi Masalah

PT X adalah industri manufaktur dan agribisnis yang memproduksi

minyak goreng dan margarin dari crude palm oil (CPO). PT X menggunakan dua

buah boiler dengan bahan bakar batubara untuk menghasilkan uap panas bagi

mesin produksi di refinery 1, refinery 2 dan refinery 3. Sebanyak 11 orang pekerja

di bagian boiler yang terbagi ke dalam 3 shift, mempunyai risiko lebih besar untuk

mengalami gangguan faal paru dibandingkan pekerja di PT X pada bagian lain

karena setiap hari terpapar debu batubara langsung pada saat melakukan loading-

unloading batubara, crusher, pemasukan batubara ke dump hopper, dan

pembersihan stop plant boiler.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
7

Data dari laporan hasil pengukuran debu semester II tahun 2014 PT X

menunjukkan konsentrasi debu dan partikulat di area boiler batubara < 0,001 mg/

m3, di cerobong batubara 210 mg/Nm3, dan pada gudang penyimpanan batubara

0,033 mg/Nm3. Meskipun kadar debu yang terukur masih di bawah NAB, namun

tidak menutup kemungkinan bahwa pekerja dibagian boiler yang bertahun-tahun

terpapar debu batubara mengalami gangguan faal paru. Gangguan faal paru

diawali dengan adanya gejala gangguan sistem pernapasan. Kemungkinan pekerja

bagian boiler mengalami gangguan faal paru tersebut diperkuat oleh data hasil

monitoring kesehatan rutin maupun data kunjungan karyawan ke poliklinik

perusahaan selama Maret 2014 - Maret 2015 yang menunjukkan bahwa keluhan

penyakit tertinggi pekerja adalah ISPA. Menurut Suma’mur (2011), gejala pada

gangguan faal paru atau pneumokoniosis antara lain batuk kering, sesak napas,

banyak dahak, dan kelelahan umum dimana gejala tersebut mirip dengan ISPA.

Selama ini belum ada data mengenai pemeriksaan kesehatan khusus

terhadap faaal paru pekerja bagian boiler PT X. Berdasarkan Permenaker Trans

No. Per.02/MEN/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam

penyelenggaraan keselamatan kerja, terdapat kewajiban melakukan pemeriksaan

kesehatan khusus yang dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruh dari

pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja tertentu. Pemeriksaan kesehatan khusus

tersebut dapat dilakukan pada tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu

mengenai gangguan kesehatannya.

Selain karena paparan debu batubara, gangguan faal paru pekerja juga

dipengaruhi oleh faktor karakteristik pekerja yang meliputi usia, masa kerja, lama

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
8

paparan, status gizi, kebiasaan merokok, kebiasaan penggunaan alat pelindung

pernapasan, kebiasaan olah raga, dan riwayat penyakit saluran pernapasan. Oleh

karena itu, sebagai pembanding kondisi faal paru pekerja bagian boiler yang

terpapar langsung debu batubara diperlukan pemeriksaan terhadap kondisi faal

paru pekerja lain yang tidak terpapar langsung oleh debu batubara, yaitu pekerja

bagian kantor packaging warehouse, sehingga dapat terlihat risiko relatif

gangguan faal paru pada pekerja bagian boiler dibandingkan dengan pekerja di

bagian lain.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahannya yaitu “Apakah terdapat pengaruh paparan debu

batubara terhadap status faal paru pada pekerja di PT X Surabaya?”.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis

pengaruh paparan debu batubara terhadap status faal paru pekerja di PT X

Surabaya.

1.4.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus pada penelitian ini, antara lain:

1. Mengidentifikasi perbedaan karakteristik pekerja (umur, masa kerja, status

gizi, kebiasaan merokok, dan kebiasaan olahraga) bagian boiler dan bagian

packaging warehouse PT X.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
9

2. Mengidentifikasi konsentrasi paparan debu di bagian boiler dan bagian

packaging warehouse PT X.

3. Mengidentifikasi gambaran faal paru pekerja di bagian boiler dan bagian

packaging warehouse PT X.

4. Menganalisis pengaruh paparan debu batubara, umur, masa kerja, status

gizi, kebiasaan merokok, dan kebiasaan olahraga terhadap status faal paru

pekerja di bagian boiler dan bagian packaging warehouse PT X.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini bagi beberapa pihak, antara lain:

1. Bagi perusahaan

Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai kondisi faal paru

perkerja yang terpapar debu batubara dan faktor-faktor yang

mempengaruhi kondisi faal paru tersebut sehingga dapat menjadi bahan

pertimbangan untuk program kesehatan terkait faal paru pekerja.

2. Bagi penulis

Melatih kemampuan dalam menganalisis permasalahan kesehatan dan

keselamatan kerja serta menambah wawasan peneliti tentang pengaruh

paparan debu batubara terhadap kondisi faal paru pekerja.

3. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan informasi tambahan bagi

penelitian-penelitian terkait pada masa mendatang.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Debu

2.1.1 Pengertian Debu

Debu adalah partikel zat kimia padat yang terbentuk akibat adanya

kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, penghalusan,

pengepakan secara cepat, peledakan dan sejenisnya dari suatu benda organis

maupun anorganis, misalnya batubara, kayu, bijih logam, kapur, dan batu. Sifat

debu tersebut adalah tidak berflokulasi (tidak menggumpal) kecuali jika ada gaya

tarikan elektris, tidak berdifusi, dan dapat mengendap akibat adanya gaya

gravitasi bumi (Suma’mur, 2011). Menurut definisi IUPAC (1990), selain karena

aktifitas mekanis manusia, debu dapat tersebar di udara karena adanya kekuatan

alam seperti angin dan letusan gunung berapi. Partikel debu tersebut biasanya

berdiameter antara 1 – 100 µm.

Lewis (1998) mendefinisikan debu berdasarkan ukuran dan sifatnya yaitu

partikel kering yang halus atau bubuk yang ringan sehingga dapat melayang-

layang di udara dalam beberapa waktu. Partikel debu berdiameter < 10 µm dan

mempunyai sifat toksik dapat berbahaya jika terhirup dalam saluran pernapasan.

Sedangkan dalam ilmu pencemaran udara, debu difinisikan sebagai partikel yang

paling berpengaruh besar terhadap pencemaran udara. Sifat kimia dan sifat fisik

debu tidak berbeda dengan zat asal debu tersebut.

10
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
11

2.1.2 Jenis-jenis Debu

Menurut Mengkidi (2006), jenis debu dapat dikelompokkan berdasarkan

akibat fisiologisnya terhadap manusia atau tenaga kerja yang terpapar debu sesuai

tingkat bahayanya, antara lain:

1) Debu fibrogenik, yaitu debu yang dapat menyebabkan fibrosis pada sistem

pernapasan. Contohnya adalah debu silika, debu asbes, timah putih, dan

batubara.

2) Debu karsinogenik, yaitu debu yang dapat merangsang terbentuknya sel

kanker. Contohnya debu hasil peluruhan radon, arsenik, dan asbes.

3) Debu-debu yang mempunyai sifat toksik terhadap organ atau jaringan

tubuh. Contohnya debu mercury, uranium, radium, torium, mangan,

timbal, arsen, selenium, nikel, dan perak.

4) Debu radioaktif, yaitu debu yang mempunyai radiasi alfa dan beta.

Contohnya bijih-bijih torium, uranium, dan radium.

5) Debu eksplosif, yaitu debu yang mudah meledak pada suhu atau kondisi

teertentu. Contohnya debu metal. Batubara, bijih sulfida, dan debu

organik.

6) debu inert (nuisance dust), yaitu debu yang mengandung < 1% kuarsa.

Debu jenis ini dapat mengganggu kenyamanan dalam bekerja,

menimbulkan iritasi pada kulit dan selaput lendir, serta dapat mengganggu

pandangan mata. Kandungan kuarsanya yang rendah membuat debu jenis

ini tidak dapat menyebabkan fibrosis paru. Contoh nuisance dust adalah

debu dari gypsum, koalin, dan batu kapur.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
12

7) Respirable dust, yaitu partikel debu berukuran < 10 mikron yang dapat

masuk ke dalm hidung hingga ke dalam paru bagian dalam.

8) Inhalable dust atau irrespirable dust, yaitu debu yang tidak dapat masuk

ke saluran pernapasan manusia bagian dalam karena ukurannya > 10

mikron. Debu jenis ini akan tertahan di hidung.

2.1.3 Sifat-sifat Debu

Debu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Pudjiastuti, 2002):

1) Dapat mengendap, yaitu debu mengendap ke permukaan tanah atau benda

karena adanya gaya gravitasi bumi. Namun, untuk debu yang berukuran

relatif sangat kecil cenderung tetap melayang di udara.

2) Permukaannya basah, yaitu permukaan debu dilapisi oleh air yang sangat

tipis. Hal ini berhubungan dengan sifat debu lainnya yaitu dapat

menggumpal.

3) Dapat menggumpal, yaitu cenderung menempel satu sama lain bila

kelembaban udara di atas titik saturasi dan adanya turbulensi di udara.

4) Mempunyai listrik statis, yaitu sifat listrik yang dapat menarik partikel lain

yang berlawanan. Hal tersebut juga mempermudah debu untuk

menggumpal.

5) Bersifat opsis, yaitu partikel yang basah/lembab dapat memancarkan sinar

yang dapat terlihat dalam ruangan gelap.

2.1.4 Dampak Paparan Debu terhadap Saluran Pernapasan

Paparan debu yang terinhalasi dan terdeposit di saluran pernapasan dalam

waktu lama berpotensi menimbulkan gangguan saluran pernapasan. Kemampuan

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
13

debu untuk menimbulkan gangguan terhadap saluran pernapasan tersebut

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1) Solubility

Solubility adalah kemampuan kelarutan debu dalam air. Kelarutan dalam

air ini berpengaruh terhadap lokasi terdepositnya debu tersebut. Debu yang

mudah larut dalam air (soluble) akan terabsorbsi dari seluruh jalur

pernapasan dan langsung masuk ke pembuluh darah kapiler alveoli.

Sedangkan debu insoluble yang berukuran kecil dapat terdeposit di

berbagai tempat. Debu insoluble dapat menembus alveoli lalu masuk ke

saluran limfa atau ruang peribronkhial. Kemungkinan lain adalah debu

insoluble tersebut ditelan oleh sel fagosit. Sel fagosit tersebut kemudian

masuk ke dalam saluran limfa, atau ke ruang peribronkhial melalui

dinding alveoli, atau ke bronkhioli, dimana selanjutnya oleh rambut-

rambut getar (cillia) dipindahkan ke saluran pernapasan atas (Suma’mur,

2011).

2) Jenis debu

Jenis debu merupakan determinan utama terhadap bentuk gangguan

saluran pernapasan yang timbul.

3) Konsentrasi debu

Semakin tinggi konsentrasi debu yang terinhalasi ke dalam saluran

pernapasan maka semakin banyak debu yang terdeposit di sana. Maka,

efek potensial terhadap terjadinya gangguan semakin tinggi dan semakin

parah.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
14

4) Ukuran partikel debu

Ukuran partikel debu menentukan lokasi terdepositnya debu di dalam

saluran pernapasan dimana lokasi terdepositnya debu tersebut menentukan

bentuk gangguan terhadap saluran pernapasannya. Debu berukuran 5-10

mikron akan tertahan di saluran pernapasan bagian atas, ukuran 3-5

mikron akan berada di saluran napas tengah (trakea dan bronkhiolus),

ukuran 1-3 mikron akan mengendap di permukaan alveoli, sedangkan

yang berukuran di bawah 0,1 mikron akan melayang atau bergerak keluar

masuk alveoli karena tidak mengalami pengendapan. Semakin kecil

ukuran partikel debu maka dampak gangguan yang timbul akan semakin

berbahaya (Suma’mur, 2011).

5) Durasi paparan

Pada umumnya, dampak gangguan saluran pernapasan akibat debu akan

nampak setelah paparan dalam waktu bertahun-tahun. Semakin lama

paparan, dosis paparan debu yang diterima juga akan meningkat sehingga

dampak gangguan saluran pernapasan semakin parah.

Debu yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja dibedakan menjadi

dua macam, yaitu debu kerja yang bersifat fibrogenik (dapat menyebabkan

fibrosis jaringan) dan debu kerja nonfibrogenik. Contoh dari debu kerja yang

mempunyai sifat fibrogenik adalah silika, asbes, dan batubara. Pekerja yang

menghirup debu kerja fibrogenik dapat berpotensi menghasilkan lebih banyak

jaringan ikat paru. Sedangkan akumulasi debu nonfibrogenik biasanya hanya

menimbulkan efek kerusakan yang sementara, alveoli tetap utuh, tidak terbentuk

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
15

jaringan ikat, dan efek yang umum adalah iritasi. Debu nonfibrogenik disebut juga

debu inert, contohnya adalah debu kaolin, titanium doiksida, barium sulfat, dan

ferroksida (Harrianto, 2010).

Debu mineral yang bersifat fibrogenik dapat menyebabkan kerusakan paru

sehingga dapat mengakibatkan kematian karena kegagalan napas. Mekanisme

terjadinya kerusakan paru pada pneumokoniosis diawali dengan terjadinya

penimbunan debu berukuran 1 - 3 mikron di alveoli. Adanya endapan debu

tersebut menimbulkan reaksi jaringan berupa perubahan struktur permanen

alveoli, pembentukan kolagen mulai sedang sampai maksimal, serta terbentuknya

jaringan parut permanen dalam paru. Ketika terbentuk nodul-nodul jaringan

kolagen, nodul-nodul tersebut melingkar mengelilingi debu, menarik pembuluh

darah, limfa, dan saluran napas kecil yang ada di sekitarnya sehingga

menyebabkan terjadinya keadaan iskemik paru dan merangsang pembentukan

jaringan parut sekunder. Pembentukan jaringan parut tersebut menurunkan

elastisitas paru untuk mengembang dan mengempis sehingga volume udara yang

ditampung alveolus menurun dan terjadilah restriksi paru (Suma’mur, 2011).

Dampak paparan debu berupa iritasi dan pembengkakan paru biasanya

disebabkan oleh debu nonfibrogenik yaitu beryllium, zinc chloride, boron

hydrides, magnesium, cynamid, dan debu dari pestisida. Bila iritasi tersebut terus

berlanjut dalam waktu lama maka dapat menjadi penyakit bronkitis kronis dan

berkembang menjadi emfisema. Debu organik biasanya dapat menimbulkan efek

alergi pada individu yang sensitif, misalnya debu gandum, spora jamur, teh, kopi,

dan sebagainya. Penyakit kerja akibat debu bersifat alergen tersebut disebut asma

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
16

kerja. Asma kerja merupakan serangan sesak napas paroksimal akibat adanya

peningkatan kepekaan dari trakhea dan bronkhus karena adanya berbagai macam

stimulus yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan secara

menyeluruh. Selain karena debu organik, asma kerja juga dapat terjadi karena

paparan debu logam (platinum, kromium, nikel), senyawa organik (formaldehid,

isosianat, zat pewarna aktif, dan sebagainya), dan obat-obatan (khususnya

antibiotik. Zat-zat alergen tersebut merangsang reaksi imunologis berupa

bronkokonstriksi, pembengkakan mukosa bronkus, dan sekresi lendir yang

berlebihan pada bronkus (Harrianto, 2010).

2.2 Batubara

2.2.1 Pengertian Batubara

Batubara merupakan material mudah terbakar berwarna coklat sampai

kehitaman yang terbentuk dari pembusukan tumbuh-tumbuhan dan tertimbun

bebatuan selama jutaan tahun. Pemrosesan atau pengolahan batubara sebagai

bahan bakar menghasilkan debu batubara. Debu batubara adalah material batubara

yang berbentuk bubuk, berasal dari hancuran batubara saat terjadi proses

pengolahan batubara yang meliputi pemecahan, penghalusan, transportasi, dan

pelapukan. Debu batubara ini mengandung lebih dari 50 zat. Kandungan zat

mineral batubara tersebut bergantung pada besar partikel debunya dan jenis

batubaranya (Government of Alberta, 2010).

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
17

2.2.2 Jenis-Jenis Batubara

Terdapat empat jenis batubara dimana perbedaan dari keempat jenis

tersebut adalah berdasarkan jenis materi tumbuhan penyusun batubara tersebut.

Keempat jenis batubara itu antara lain:

1) Lignite, yaitu batubara berwarna coklat kehitaman dan paling lembab

sehingga tingkat panas yang dihasilkan rendah. Jumlah batubara jenis

lignite ini paling besar di dunia.

2) Sub-Bituminous, yaitu batubara berwarna hitam yang mengandung

kelembaban 15 – 30%. Jenis ini kurang mudah terbakar dibandingkan

jenis bituminous.

3) Bituminous, yaitu jenis batubara yang paling umum dan penting bagi

industri karena nilai panas dan kulitas karbon batubara jenis ini paling

bagus.

4) Anthracite, yaitu batubara berwarna hitam yang terletak di bagian bumi

paling dalam dibandingkan jenis batubara yang lain. Jumlah batubara

anthracite paling sedikit, konsentrasi karbonnya paling tinggi, dan nilai

panasnya juga tinggi.

Kadar debu yang dihasilkan antar jenis batubara berbeda-beda sesuai

tingkatan umur batubaranya. Jenis lignite merupakan yang paling banyak

menghasilkan debu, sedangkan yang paling sedikit menghasilkan debu adalah

jenis anthracite (Government of Alberta, 2010).

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
18

2.2.3 Karakteristik Batubara

Kandungan utama batubara adalah karbon, hidrogen, sulfur, fosfor serta

silika bebas. Komposisi zat-zat tersebut bervariasi tergantung lokasi tambangnya.

Karakteristik batubara meliputi (Aladin, 2011):

1) Berat jenis

Berat jenis batubara berbeda-beda sesuai jenisnya. Berat jenis lignit dan

antrasit 1,5 g/cm3, bituminous 1,25 g/cm3, dan graffit 2,2 g/cm3. Selain

tergantung pada jenis batubaranya, berat jenis batubara juga dipengaruhi

oleh jumlah dan jenis mineral yang dikandung abunya serta kerapatan

porositasnya.

2) Kandungan air/Kelembaban

Baubara yang baik adalah batubara yang kering atau tidak lembab.

Batubara yang lembab akan menjadi lengket sehingga menyulitkan proses

pemecahan batubaranya. Selain itu, kandungan air batubara yang banyak

dapat menurunkan nilai panasnya.

3) Zat terbang (volatile matter)

Zat terbang adalah mineral yang terbentuk jika batubara dipanaskan

sampai suhu 950°C. Zat terbang tersebut terdiri dari campuran gas

senyawa organik yang akan mencair menjadi bentuk minyak dan tar

bertitik didih rendah. Zat terbang ini penting untuk mengendalikan asap

dan pembakaran pada proses pemanfaatan batubara sebagai sumber panas.

Semakin tinggi zat terbang dari suatu pembakaran batubara maka semakin

baik sifat penyalaan dan pembakarannya, semakin bagus nyala apinya

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
19

(lama), semakin mudah melakukan pembakaran rendah Nox, dan mampu

terbakar hingga habis. Sifat batubara yang demikian adalah yang cocok

digunakan untuk bahan bakar boiler. Namun tingginya kandungan zat

terbang juga berbahaya karena dapat terbakar secara spontan (spontaneous

combustation).

4) Porositas

Batubara mengandung dua sistem pori, yaitu pori berukuran rata-rata

500A° dan pori berukuran rata-rata 5-15A°. Porositas ini berkaitan dengan

kemudahan batubara dalam menyerap suatu zat. Contohnya, low volatile

bituminous coal porinya besar, lebih mudah menyerap CH4 sehingga

sering terjadi ledakan dan kebakaran ditambang-tambang jenis batubara

tersebut.

5) Weathering

Weathering adalah sifat kecenderungan batubara untuk pecah bila dalam

kondisi kering. Umumnya setiap batubara cepat atau lambat akan

menunjukkan proses weathering bila kontak dengan atmosfer. Hal ini

menyebabkan batubara di tempat penyimpanan mudah terbakar karena

jumlah panas yang dibebaskan saat proses oksidasi lebih besar

dibandingkan panas yang ada pada proses konduksi atau konveksi.

6) Abu

Abu merupakan residu yang dihasilkan dari pembakaran batubara. Unsur

utama abu tersebut antara lain natrium, kalsium, magnesium, kalium,

aluminium, silikon, besi, dan sulfur.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
20

7) Pecahan

Bentuk potongan batubara dapat menentukan sifat dan mutunya. Misalnya,

batubara dengan kandungan zat terbang yang tinggi bentuk pecahannya

cenderung persegi, balok, atau kubus.

8) Kandungan karbon

Semakin tinggi kandungan senyawa karbonnya, maka semakin tinggi

panas yang dapat dihasilkan. Jumlah karbon batubara meningkat sesuai

derajat batubara, yaitu rendah pada jenis lignit, meningkat pada antrasit

dan hampir 100% pada jenis grafit.

2.2.4 Nilai Ambang Batas Debu Batubara

Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar pemaparan kerja yaitu

pedoman kualitatif dan kuantitatif bagi penerapan perlindungan kesehatan tenaga

kerja terhadap efek pemarapan kerja. NAB adalah standar Indonesia untuk faktor

bahaya kimia dan fisika di tempat kerja yang merupakan pedoman pengendalian

agar tidak mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan. Nilai ketetapan yang

dipakai NAB megadopsi dari Threshold Limit Value (TLV) yang merupakan

standar ketetapan oleh ACGIH dan bisa juga mengacu pada Maximun Allowable

Conentration (MAC) yang merupakan standar Rusia (Suma’mur, 2011).

Peraturan di Indonesia menetapkan NAB untuk kadar debu total di tempat

kerja adalah 10 mg/m3 (Depnakertrans, 2011). Sedangkan nilai ambang batas

untuk debu batubara tidak disebutkan secara spesifik dalam peraturan tersebut. Di

negara lain, NAB yang ditetapkan untuk debu batubara berbeda-beda. Amerika

menetapkan 2 mg/m3, di Turki 5 mg/m3, dan di United Kingdom 7 mg/m3.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
21

Sementara itu, ACGIH menetapkan NAB yang berbeda untuk batubara sesuai

jenisnya, yaitu 0,4 mg/m3 untuk jenis antrachit dan 0,9 mg/m3 jenis bituminous.

Namun, aturan standar internasional menganut ketetapan 2 mg/m3 sebagai NAB

debu batubara (Onder dkk, 2009).

2.2.5 Penyakit Paru Kerja Akibat Debu Batubara

Terdapat beberapa penyakit paru yang diakibatkan oleh paparan debu

batubara, antara lain:

1) Pneumokoniosis batubara

Pneumokoniosis batubara adalah penyakit akibat inhalasi debu batubara

sehingga terjadi penumpukan debu batubara di paru dan menimbulkan reaksi

jaringan paru terhadap tumpukan debu tersebut (ILO, 2002). Pneumokoniosis

batubara disebut juga antrakosis atau coal workers’ pneumoconiosis. Penyakit

ini juga sering disebut black lung disease karena gambaran rontgen paru

menunjukkan adanya warna hitam yang merupakan penumpukan debu

batubara di paru. Rerata lamanya pajanan sekitar 12 tahun baru akan

menimbulkan pneumokoniosis batubara atau tanpa penurunan fungsi paru atau

dapat berkembang menjadi fibrosis masif progresif yang diikuti penurunan

fungsi paru berat (Suma’mur, 2011)

Partikel-partikel batubara berukuran lebih dari 5 µm hingga 15 µm yang

mengendap pada saluran napas menyebabkan iritasi (bronkitis) yang bersifat

dapat sembuh atau kembali pulih. Partikel berukuran 0,5 µm hingga 5 µm

berhasil masuk hingga alveolus, umumnya dibersihkan dan dikeluarkan lagi

oleh makrofag lewat bronkus dan trakea. Namun, paparan dalam intensitas

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
22

tinggi mengakibatkan retensi partikel tersebut di dalam jaringan paru dan

kelenjar limfe. Hanya jika retensi sangat berat (sekurang-kurangnya 50 g/paru)

maka reaksi jaringan derajat rendah baru dapat benar-benar mengakibatkan

gangguan paru (Suyono, 1995). Umumnya, jarang pekerja yang terpapar debu

batubara mengalami kegagalan fungsi paru yang bermakna, karena debu

batubara merupakan debu yang berpotensi fibrogenik rendah (Harrianto, 2010).

Antrakosis mungkin ditemukan dalam tiga gambaran klinis, yaitu

antrakosis murni, silikoantrakosis, dan tubersilikoantrakosis. Apabila terjadi

siliko antrakosis murni disertai emfisema, hal ini sangat berbahaya dan dapat

mengakibatkan kematian. Namun, jika hanya terjadi antrakosis murni tanpa

emfisema biasanya tidak berbahaya dan lambat untuk berkembang menjadi

penyakit yang berat. Masa laten penyakit ini adalah 2-4 tahun. Perjalanan klinis

penyakit ini berlangsung lama, terkadang penderita tidak menunjukkan gejala

meskipun hasil rontgen paru menunjukkan adanya kelainan. Gejala yang

terkadang muncul adalah sesak napas, sering batuk dan mengeluarkan dahak

berwarna hitam dimana hal ini menandakan terjadinya melanoptisis (Suma’mur

2011).

2) Silikosis

Kristalin silica seringkali ditemukan pada debu batubara sehingga

pekerja yang terpapar debu batubara juga berpotensi terkena silikosis. Silikosis

disebabkan oleh debu kristalin silika berukuran < 10 mikron yang terhirup dan

terdeposit di paru. Jaringan paru bereaksi terhadap tumpukan silika tersebut

dengan membentuk jaringan parut dan nodul yang melingkari sekitar debu

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
23

silika di paru. Jika nodul semakin besar dan lukanya menjadi ekstensif, maka

akan terjadi kesulitan bernapas yang dapat mengakibatkan kematian

(Government of Alberta, 2010).

3) Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)

COPD adalah hambatan aliran udara dalam saluran pernapasan karena

adanya bronkitis kronis atau emfisema. Hambatan aliran udara ini dikarenakan

terjadinya inflamasi di saluran pernapasan yang seringkali bersifat progresif

dan tidak dapat sepenuhnya kembali pulih normal. Gejala yang muncul akibat

COPD adalah napas terputus-putus dan pendek. Penurunan fungsi paru timbul

pada saat terjadi peningkatan jumlah pejanan debu batubara dalam tubuh

ditambah dengan adanya kebiasaan merokok (Government of Alberta, 2010).

2.3 Anatomi dan Fisiologi Pernapasan Manusia

2.3.1 Anatomi Pernapasan Manusia

Saluran pernapasan atau tractus respiratorius adalah bagian tubuh

manusia yang berfungsi sebagai jalur lintasan tempat pertukaran gas dalam proses

pernapasan dimana berpangkal pada hidung dan berakhir pada paru-paru.

Pernapasan merupakan proses ganda, yaitu terdiri dari pernapasan dalam

(ekstrinsik) dan pernapasan luar (intrinsik). Pernapasan eksternal adalah proses

resapan oksigen dalam udara di alveoli ke dalam darah di kapiler alveoli serta

proses resapan karbondioksida dalam arah sebaliknya. Sedangkan pernapasan

internal adalah proses pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara kapiler

sistemik dengan sel jaringan. Pada saat bernapas setiap sel dalam tubuh menerima

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
24

persediaan oksigennya dan melepaskan produk oksidasinya (H2O dan CO2) pada

saat yang bersamaan (Pearce, 2009).

Pearce (2009) menyebutkan bahwa saluran pernapasan manusia terdiri

dari:

1) Nares Anterior

Nares anterior adalah saluran-saluran dalam lubang hidung yang

bermuara pada bagian yang disebut vestibulum (rongga) hidung. Verstibulum

ini dilapisi oleh epitelium bergaris yang terhubung dengan kulit. Nares anterior

terdiri dari lapisan yang mengandung kelenjar-kelenjar sebasius dan tertutupi

oleh bulu kasar.

2) Rongga hidung

Hidung merupakan saluran pernapasan udara pertama, terdiri dari dua

lubang (cavum nasi) yang dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Rongga

hidung dilapisi selaput lendir yang mengandung banyak pembuluh darah dan

tersambung dengan lapisan faring serta semua selaput lendir dari semua sinus

yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernapasan

dilapisi oleh epithelium dan sel epitel berambut yang mengandung sel lendir

dimana sel lendir tersebut berfungsi untuk membuat permukaan nares tetap

basah.

Udara yang masuk ke dalam rongga hidung disaring oleh bulu-bulu yang

terdapat dalam vestibulum. Udara tersebut kemudian kontak dengan permukaan

lendir sehingga membuat udara menjadi hangat dan lembab karena terkena

penguapan air dari permukaan selaput lendir tersebut. Rongga hidung juga

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
25

berfungsi menghubungkan lubang-lubang dari sinus udara para-nasalis yang

masuk ke dalam rongga-rongga hidung, dan juga menghubungkan lubang-

lubang nasolakrimal yang menyalurkan air mata dari mata hingga ke dalam

hidung.

3) Faring (tekak)

Faring atau yang juga lebih dikenal dengan nama tekak adalah pipa

berotot yang membujur mulai dari dasar tengkorak sampai persambungannya

dengan osofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Jadi faring terletak di

belakang rongga hidung, mulut, dan laring. Faring merupakan tempat

persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Pada waktu menelan

makanan, laring akan tertutup oleh epigloting (empang tenggorok).

4) Laring (tenggorok)

Laring terletak pada bagian faring terendah yang memisahkan dengan

kolumna vertebrata. Bagian laring terdiri dari kepingan tulang rawan yang

terikat bersama ligamen dan membran. Di dalam laring juga terdapat pita suara

yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Suara dihasilkan karena adanya

getaran pita yang disebabkan oleh udara yang melalui glottis.

5) Trakhea (batang tenggorok)

Trakhea panjangnya sekitar 9 cm, mulai dari laring sampai kira-kira

ketinggian vertebrata torakalis kelima dan selanjutnya bercabang menjadi dua

bronkhus. Trakhea tersusun atas 14 – 20 cincin tulang rawan yang terikat

dengan jaringan fibrosa. Trakhea juga dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri

dari epitelium bersilia dan sel lendir. Silia bergerak ke arah laring, oleh karena

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
26

gerakan silia ini debu dan butiran halus lainnya yang masuk ke dalam saluran

pernapasan dapat dikeluarkan kembali.

6) Bronkhus

Struktur dan lapisan bronkhus serupa dengan struktur dan lapisan pada

trakhea, yaitu struktur tulang rawan dan lapisan epitelium bersilia serta sel

lendir, karena bronkhus merupakan percabangan dari trakhea. Bronkhus kiri

dan kanan tidak simetris. Bronkhus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan

arahnya hampir vertikal dengan trakhea. Sebaliknya, bronkhus kiri lebih

panjang, lebih sempit, dan sudutnya juga lebih langsing. Imlpilasi klinis dari

bentuk anatomi yang demikian adalah jika ada benda asing yang terhirup ke

dalam saluran pernapasan, maka benda tersebut akan lebih mungkin berada di

bronkhus kanan daripada bronkhus kiri karena arah dan bentuknya yang lebih

lebar. Bronkhus kanan mempunyai tiga cabang, yang pertama disebut bronkhus

lobus atas. Cabang kedua disebut bronkhus lobus bawah timbul setelah cabang

utama melalui bawah arteri. Cabang selanjutnya adalah cabang lobus tengah

yang keluar dari bronkus lobus bawah.

Cabang utama bronkhus kiri dan kanan bercabang lagi menjadi bronkhus

lobaris dan kemudian bronkhus segmentalis. Percabangan ini sangat banyak

dan berjalan terus sampai makin lama makin kecil dan akhirnya menjadi

bronkhiolus terminalis. Makin kecil salurannya, susunan tulang rawannya

semakin berkurang dan akhirnya hanya tersusun dari dinding fibrosa berotot

dan silia. Bronkhiolus terminalis masuk ke dalam vestibula, di dalam vestibula

terdapat infundibula yang di dalam dindingnya terdapat kantong udara atau

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
27

alveoli. Alveoli terdiri dari sel epitelium pipih. Di alveoli terjadi pertukaran

gas.

7) Paru

Paru merupakan alat pernapasan utama karena di dalam paru terdapat

alveolus yang merupakan unit fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas

pernapasan. Paru terletak di dalam rongga dada sebelah kanan dan kiri. Paru

kanan terdiri dari tiga lobus sedangkan paru kiri terdiri dari dua lobus. Paru

merupakan organ yang berbentuk kerucut deangn puncak di atas. Pangkal paru

berada di atas diafragma. Setiap paru dilindungi oleh pleura yang terdiri dari

membran serosa rangkap dua. Pleura visceral merupakan selaput yang

langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal adalah selaput yang

melapisi rongga dada sebelah luar. Di antara pleura visceral dan pleura parietal

terdapat sedikit eksudat untuk melumasi permukaannya sehingga dapat

menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu bergerak

karena bernapas.

2.3.2 Fisiologi Pernapasan Manusia

Fungsi paru adalah untuk pertukaran gas oksigen dan karbondioksida

(respirasi). Pernapasan melalui paru disebut ventilasi pulmunari, yaitu proses

pergerakan udara antara atmosfer (udara luar) dengan paru. Pergerakan udara

tersebut terjadi karena adanya perubahan tekanan udara dalam paru. Oksigen

dihirup melalui hidung dan mulut kemudian masuk ke trakhea, ke pipa bronkhial,

dan ke alveoli. Oksigen dalam udara yang terhirup kemudian menembus membran

alveoli-kapiler lalu diikat oleh hemoglobin sel darah merah dibawa ke jantung.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
28

Sementara itu, karbondioksida yang merupakan salah satu hasil buangan

metabolisme menembus membran alveolar-kapiler dari kapiler darah ke alveolus

kemudian dibawa keluar melalui pipa bronkial, trakhea dan terkhir mulut atau

hidung. Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler

darah tersebut dinamakan difusi.

Pearce (2009) menyebutkan empat proses yang berhubungan dengan

pernapasan pulmoner, yaitu:

1) Ventilasi pulmoner, yaitu gerak pernapasan menukar udara dalam

pernapasan dan atmosfer.

2) Arus darah melalui paru-paru.

3) Distribusi arus darah dan arus udara sehingga semua bagian tubuh

mendapat pasokan dalam jumlah yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.

4) Difusi gas menembus membran pemisah kapiler dan alveoli. Gas

karbondioksida lebih mudah berdifusi daripada gas oksigen.

Pada saat keadaan pernapasan normal, darah yang keluar dari paru akan

menerima karbondioksida dan oksigen dalam jumlah yang tepat. Namun, apabila

tubuh bergerak lebih banyak maka darah dari paru akan membawa gas

karbondioksida yang lebih banyak daripada oksigennya. Jumlah karbondioksida

yang terlalu banyak tersebut tidak dapat dikeluarkan sehingga konsentrasinya

dalam darah meningkat. Hal tersebut merangsang peningkatan kecepatan dan

dalamnya pernapasan untuk mengeluarkan lebih banyak karbondioksida dan

mengambil oksigen lebih banyak pula.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
29

2.3.3 Patofisiologi

Debu, aerosol, dan zat iritan kuat merupakan agen yang dapat

menimbulkan terjadinya reflek batuk bahkan spasme laring atau penghentian

napas. Zat-zat tersebut jika dapat masuk hingga ke dalam paru dapat

menyebabkan bronkitis toksis, pembengkakan paru atau pneumonitis. Seseorang

biasanya toleran terhadap paparan zat-zat tersebut dalam kadar rendah karena

adanya mekanisme sekresi mukus yang merupakan mekanisme khas pada

penyakit bronkitis yang juga sering dijumpai pada perokok (Suyono, 1995).

Partikel debu atau aerosol berukuran lebih dari 5 µm – 15 µm hanya

mampu masuk sampai saluran pernapasan bagian atas dan menimbulkan efek

iritasi dan menyebabkan obstruksi atau penyumbatan aliran udara pernapasan.

Sedangkan debu yang berukuran 0,5 µm sampai 5 µm dapat masuk hingga saluran

napas terminal atau alveoli. Sampai di sana, debu tersebut akan dikumpulkan oleh

makrofag dan dibawa kembali menuju mukosiliar (Suyono, 1995).

Penyebab utama terjadinya penyakit saluran pernapasan antara lain adalah

1) mikroorganisme patogen yang mampu melawan makrofag, 2) partikel-partikel

mineral yang mampu menyebabkan kerusakan makrofag sehingga merangsang

reaksi jaringan dengan membentuk jaringan parut, 3) partikel organik yang

merangsang respon imun, 4) sistem pertahanan (imun) saluran pernapasan sudah

kelebihan beban akibat adanya paparan debu respirable dalam kadar tinggi dan

menumpuk di alveoli. Paparan yang terus berulang akan menyebabkan akumulasi

timbunan debu di saluran pernapasan, menyebabkan penebalan dinding bronki,

peningkatan sekresi lendir, semakin sering timbul reflek batuk, serta rentan

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
30

terhadap infeksi. Sementara itu, jika partikel debu yang masuk bersifat fibrogenik

maka akan menyebabkan penebalan dan pembentukan jaringan parut di alveolus.

Akibatnya, terjadi pengerutan dan kekakuan alveolus sehingga kemampuan

alveolus untuk mengembang kempis menampung udara pernapasan menurun

(Suyono, 1995).

2.4 Pemeriksaan Faal Paru

Pemeriksaan faal paru dengan cara yang paling mudah dan sederhana

adalah dengan menggunakan spirometri untuk memeriksa ekspirasi paksa. Tes

faal paru menggunakan spirometri seringkali informatif karena sebagian besar

penderita gangguan faal paru memiliki nilai ekspirasi paksa yang abnormal. Oleh

karena itu, pemeriksaan faal paru yang dilakukan secara rutin dapat berguna untuk

mendeteksi penyakit saluran pernapasan pada tahap dini atau dapat memantau

perjalanan penyakit penderita (West, 2011). Orang yang dianjurkan untuk

melakukan pemeriksaan faal paru dengan spirometri antara lain orang yang

mengeluh sesak napas, pemeriksaan berkala bagi pekerja pabrik, penderita PPOK,

penderita asma, dan perokok. Pemeriksaan spirometri tidak boleh dilakukan pada

penderita hemoptisis, pneumotoraks, kardiovaskuler yang tidak stabil, infrank

miokard, emboli paru, pasca bedah mata, aneurisma serebri dan toraks, serta

kecemasan (mual, muntah, vertigo) (Laboratorium UNSOED, 2015).

Pemeriksaan faal paru menggunakan alat spirometri akan dapat diketahui

kapasitas paru-paru dalam menampung (inspirasi) dan mengeluarkan (ekspirasi)

udara melalui interpretasi dari nilai-nilai dalam pengukuran yang meliputi

(Harrianto, 2010; Guyton, 1997):

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
31

1) Volume paru statis, terdiri dari:

a. Vital capacity (VC), yaitu volume total udara yang dapat dikeluarkan oleh

paru setelah inspirasi penuh. Nilainya merupakan gabungan dari IRV + VT

ERV.

b. Forced Vital Capacity (FVC), yaitu sama dengan VC namun dilakukan

secara paksa.

c. Total Lung Capacity (TLC), yaitu jumlah udara yang ada didalam paru

setelah inspirasi penuh. Nilainya merupakan gabungan dari FRV + VT +

ERV + RV.

d. Volume Tidal (VT), yiatu udara yang dihasilkan dari inspirasi dan ekspirasi

normal. Pada orang dewasa normal jumlah volume tidal adalah 500 ml.

e. Expiration Residual Volume (ERV), yaitu jumlah udara yang dapat

dihembuskan secara maksimal sestelah seseorang menghirup napas biasa.

Besarnya sekitar 1000 ml pada laki-laki dan 700 ml pada perempuan.

f. Inspiration Residual Volume (IRV), yaitu jumlah udara yang dapat dihirup

maksimal setelah menghirup napas biasa. Besarnya sekitar 3300 ml pada

laki-laki dan 1900 ml pada perempuan normal.

g. Residual Volume (RV), yaitu jumlah udara yang masih tetap ada di paru

setelah ekspirasi maksimal. Normalnya 1200 ml pada laki-laki dan 1100 ml

pada perempuan.

h. Inspiratory Capacity (IC), yaitu volume udara total yang masuk ke dalam

paru setelah inspirasi maksimal, nilainya adalah IRV + VT.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
32

i. Functional Residual Volume (FRV), yaitu udara yang masih ada di dalam

paru setelah ekspirasi biasa. Nilainya adalah ERV + RV

2) Volume paru dinamik, terdiri dari:

a. Forced Expiration Volume 1 second (FEV1), yaitu jumlah udara yang dapat

dikeluarkan secara paksa pada detik pertama setelah inspirasi maksimal.

b. Maximal Voluntary Ventilation (MVV), yaitu total volume udara yang

dapat dihirup dan dihembuskan dari paru selama satu menit setelah

bernapas cepat dan maksimal.

Hasil pemeriksaan spirometri dapat digunakan untuk mendeteksi adanya

penyakit paru obstruktif, restriktif, atau campuran keduanya.

a. Obstruksi adalah terjadinya hambatan pada aliran udara yang ditandai

dengan penurunan nilai FEV1 dan kecepatan aliran udara pada saat

ekspirasi. Peningkatan penyumbatan aliran udara dapat terjadi di bagian

lumen (akibat adanya sekresi mukus yang banyak, edema karena iritasi

akibat menghirup alergen), di dalam dinding jalan napas yang terjadi

inflamasi dan hipertrofi kelenjar mukosa, serta di daerah peribronkial

(West, 2011).

b. Restriksi adalah penyakit keterbatasan ekspansi (pengembangan) paru

yang disebabkan oleh perubahan pada parenkim paru, penyakit pada

pleura, dinding dada, atau pada aat neuromaskular. Tanda penyakit

restriksi adalah penurunan kapasitas vital paru sehingga nilai FVC

menurun (West, 2011).

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
33

c. Kelainan gabungan antara obstruksi dan restriksi yaitu kejadian penyakit

yang merupakan kombinasi dari menurunnya nilai volume paru, kapasitas

vital, dan aliran udara sehingga nilai FEV1 maupun FVC sama-sama

menurun.

Pada kasus penyakit restriktif, hasil pengukuran TLC dan volume paru

lainnya akan menurun, sedangkan pada kasus paru obstruktif terjadi hiperinflasi

yang menyebabkan TLC dan rasio RV/TLC meningkat. Paru yang normal

memiliki nilai FEV1 > 80% dari nilai FEV1 prediksi dan rasio FEV1/FVC > 75%.

Pada paru yang mempunyai penyakit obstruksi hasil pengukuran FEV1 berkurang

lebih banyak dibandingkan nilai FVC sehingga rasio FEV1/FVC hasilnya

menurun. Sedangkan pada penyakit paru restriksi hasil pemeriksaan FEV1 dan

FVC sama-sama menurun sehingga rasio FEV1/FVC dapat normal atau

meningkat. Rasio FEV1/FVC pada hasil tes seringkali ditulis sebagai nilai %FEV1

(Harrianto, 2010).

Berikut ini adalah interpretasi hasil penilaian kapasitas faal paru oleh Balai

UPTK3 Surabaya:

Tabel 2.1 Interpretasi hasil pemeriksaan faal paru berdasarkan Balai


UPTK3 Surabaya
Restriksi (%FVC) Interpretasi Osbtruksi (%FEV1)
≥ 80 Normal ≥ 75
60 – 79 Ringan 60 – 74
30 – 59 Sedang 30 – 59
< 30 Berat < 30

Interpretasi hasil pengukuran faal paru menggunakan spirometri juga dapat

dilihat dari kurva yang tercetak dari spirometri. Gambaran kurva tersebut antara

lain seperti gambar 2.1 berikut:

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
34

Gambar 2.1 Kurva aliran volume pada berbagai kondisi: O, kelainan obstruktif;
R(P), kelainan restriktif parenkimial; R(E) kelainan restriktif ekstraparenkimal
dengan keterbatasan pada inspirasi dan ekspirasi.

Sumber : Laboratorium fisiologi Unsoed, tahun 2015


Aplikasi klinis dari kelaian obstruksi dapat terjadi karena adanya penyakit

asma, bronkitis kronis atau emfisema, bronchiestasis, cystic fibrosis, dan

bronchiolitis. Aplikasi klinis restriksi parenkimial dapat disebabkan oleh adanya

sarcoidosis, idiopathic pulmonary fibrosis, pneumocoiosis, dan drug or radiation-

induced interstitial lung disease. Sedangkan aplikasi klinis dari restriksi

ekstraparenkimal adalah karena adanya penyakit neuromaskular (diapragmatic

weakness/paralysis, muscular dystrophies, dan cervical spine injury) atau

gangguan yang berhubungan dengan dinding dada (kyphoscoliosis dan obesitas).

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Paru

Faktor yang mempengaruhi kapasitas paru khususnya yang berhubungan

dengan karakteristik individu antara lain:

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
35

1) Usia

Usia merupakan faktor yang secara alamiah menurunkan kapasitas

fungsi paru. Sistem pernapasan akan berubah secara anatomi dan

imunologi sesuai bertambahnya usia. Daya pengembangan paru, kekuatan

otot pernapasan, kapasitas vital, FEV1, FVC, dan cairan antioksidan

epiteal akan menurun sesuai peningkatan usia (Sharma & Goodwin, 2006).

Seiring bertambahnya usia, mulai dari masa anak-anak hingga dewasa

sekitar 24 tahun kapasitas paru seseorang akan berkembang dan mencapai

optimum. Setelah itu akan menetap (stationer) sampai pada usia 30 tahun,

kemudian menurun secara gradual sesuai pertambahan usia. Rata-rata

penurunan yang terjadi untuk nilai FVC dan FEV1 adalah 20 ml tiap satu

pertambahan usia (Guyton, 1997).

2) Masa kerja

Seseorang yang bekerja di lingkungan kerja yang mengandung

debu atau aerosol kondisi parunya sangat dipengaruhi oleh masa kerja.

Paparan dalam kadar tinggi jika terpejan dalam waktu yang lama maka

akan semakin banyak partikel debu atau aerosol yang akan tertimbun

dalam saluran pernapasan. Akibatnya, risiko terjadinya gangguan fungsi

paru tinggi (Wardhana, 2001).

3) Kebiasaan merokok

Asap rokok adalah salah satu polutan paling penting dalam praktik

karena asap rokok dihirup perokok dalam jumlah yang lebih besar

daripada polutan udara yang ada di atmosfir. Hidrokarbon aromatik dan

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
36

bahan lain yang disebut tar merupakan zat yang berperan penting sebagai

pemicu karsinoma bronkial pada perokok. Seorang pria perokok dengan

dosis 35 batang/perhari berisko 40 kali lebih besar untuk karsinoma

bronkial dibandingkan bukan perokok. Satu batang rokok menyebabkan

peningkatan resistensi jalan napas dan meningkatkan risiko bronkitis

kronis, emfisema serta penyakit jantung koroner (West, 2011). Hasil

penelitian lain menyebutkan perokok usia 30 – 40 tahun dengan dosis

rokok 30 pack-tahun berisiko bronkitis (Ryu dkk, 2001). Penelitian lain

oleh Menezes (1994) menyebutkan perkokok dengan dosis ≥ 20 batang

perhari berisiko enam kali lipat terkena bronkitis kronis dibandingkan

bukan perokok. Perbedaan dosis rokok yang dapat menimbulkan efek

tersebut kemungkinan karena pengaruh tingkat kerentanan individu yang

berbeda-beda, selain itu juga mungkin cara menghisap rokok juga turut

berperan.

Efek toksikologi paparan debu di lingkungan kerja dapat bersinergi

dengan efek dari paparan rokok. Oleh karena itu pekerja dilingkungan

yang berdebu dan perokok akan lebih rentan terkena gangguan faal paru

dibandingkan dengan pekerja dilingkungan yang sama namun tidak

merokok (Mengkidi, 2006).

4) Status gizi

Berdasarkan WHO (2014), status gizi dikategorikan menjadi tiga

kelompok berikut:

a. Gizi Kurang, yaitu jika nilai IMT < 18,50 kg/m².

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
37

b. Gizi Normal, yaitu jika nilai IMT 18,50 – 24,99 kg/m²

c. Gizi Lebih, yaitu jika nilai IMT ≥ 25 kg/m²

Individu dengan tingkat gizi rendah lebih rentan terhadap berbagai

penyakit infeksi karena imunitas tubuh yang lemah. Status gizi yang lebih

(obesitas) juga tidak baik terhadap kapasitas faal paru seseorang. Akibat

obesitas, terdapat tambahan jaringan adiposa pada dinding dada dan

rongga perut yang menekan rongga dada, rongga abdomen dan paru.

Akibatnya, daya complience paru menurun, otot pernapasan harus

memompa lebih kuat untuk menghasilkan tekanan negatif hingga

memungkinkan udara masuk saat inspirasi sehingga kecepatan otot

berkurang. Hal tersebut menyebabkan menurunnya nilai FEV1 dan

menurunnya kapasitas udara paru (Costa dkk, 2008).

5) Kebiasaan olahraga

Latihan fisik yang dilakukan secara rutin mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap sistem pernapasan. Kebiasaan olahraga dapat

meningkatkan kapasitas vital paru karena aliran darah akan meningkat

dengan olahraga yang rutin. Akibat peningkatan aliran darah yang melalui

paru, kapiler paru mendapatkan perfusi maksimum sehingga oksigen dapat

berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar. Disisi

lain, dengan berolahraga daya tahan tubuh lebih terjaga sehingga tidak

rentan terhadap penyakit infeksi saluran pernapasan serta menguatkan

otot-otot pernapasan. Olahraga rutin minimal 3 kali seminggu selama 30

menit/olahraga dapat menurunkan denyut nadi istirahat, meningkatkan

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
38

volume paru sekuncup, meningkatkan kapasitas vital, mengurangi

penumpukan asam laktat, meningkatkan HDL kolesterol dan mengurangi

aterosklerosis (Karim, 2006 ; Afriwardi, 2010).

6) Riyawat penyakit saluran pernapasan

Gangguan obstruksi dan restriksi juga dapat terjadi oleh penyebab

penyakit-penyakit yang menyerang saluran pernapasan. Penyebab

turunnya volume sekuncup paru antara lain dapat karena penyakit pada

rangka toraks (kifoskoliosis, spondillitis ankilosa, dan cidera akut rangka),

penyakit akut yang dapat mempengaruhi persyarafat otot napas (distrofi

otot, abnormalitas rongga pleura, kista, gagal jantung kiri, dan infeksi

virus (West, 2011).

7) Kebiasaan menggunakan alat pelindung pernapaan

Penggunaan alat pelindung diri mempunyai tujuan untuk

menghalangi paparan masuk ke dalam tubuh, sehingga kemunginan kadar

paparan yang terinhalasi dapat seminimal mungkin. Ada berbagai macam

jenis alat pelindung pernapasan. Pemilihan alat pelindung pernapasan

tersebut disesuaikan dengan jenis paparan dan tujuannya. Ada tiga jenis

kategori alat pelindung pernapasan, yiatu air purifying respirators, air

supplying respirators, dan self-contained breathing apparatus (SCBA)

(Revoir, 1997).

a. Air Purifying Respirators

Jenis air purifying respirators membersihkan udara yang

terkontaminasi dengan cara filtrasi atau absorbsi. Jenis ini tidak boleh

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
39

digunakan pada tempat dimana kadar oksigennya rendah (harus lebih dari

16%). Air purifying respirators dapat melindungi dari paparan debu, gas,

uap, fume, asap, fog dalam kadar paparan rendah.

b. Air supplying respirators

Merupakan jenis alat pernapasan dimana udara pernapasan yang

digunakan dipasok dari suatu kompresor atau carsade system. Jenis ini

digunakan untuk melindungi dari udara atmosfer berbahaya yang mungkin

mengandung gas, debu, fume, atau asap dengan toksisitas tinggi serta

kadar oksigen di atmosfir yang rendah.

c. Self-contained breathing apparatus (SCBA)

Hampir sama dengan jenis Air supplying respirators, SCBA juga

merupakan alat pelindung pernapasan dimana udara untuk pernapasan

didapatkan dari tabung yang tidak terkontaminasi. Bedanya, tabung suplai

udara tersebut bisa dibawa oleh pengguna langsung sehingga mobilitas

pengguna tidak terbatas. Jenis SCBA digunakan untuk melindungi dari

paparan debu, gas, uap, atau asap dengan toksisitas tinggi serta pada kadar

oksigen yang rendah.

Faktor yang mempengaruhi efektifitas penggunaan alat pelindung

pernapasan selain intensitas penggunaannya adalah kesesuaian antara jenis

partikel paparan dan jenis alat pelindung pernapasannya, cara pemakaian,

dan kelayakan alat pelindung pernapasan tersebut. (Harrington dan Gill,

2005).

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Paparan debu Inhalasi


batubara

Deposit Faktor Individu: Deposit di epitel


di alveolus saluran pernapasan
 Umur
 Status gizi
 Masa kerja
 Kebiasaan merokok
 Kebiasaan olahraga
Fibrosis  Kebiasaan menggunakan Inflamasi saluran
jaringan alat pelindung pernapasan
interstisial pernapasan
 Riwayat penyakit saluran
pernapasan

Gangguan faal paru


Restriksi paru Obstruksi

pneumokoniosis

Keterangan :

: Yang diteliti

: Yang tidak diteliti

Bagan 3.1 Kerangka konseptual

40
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
41

Debu batubara yang terhirup secara terus-menerus dalam waktu lama akan

terdeposit pada saluran pernapasan. Terdapat dua efek akibat deposit debu batubara

di saluran pernapasan. Pertama, debu yang terdeposit pada jaringan epitel saluran

pernapasan dapat menimbulkan iritasi yang kemudian menyebabkan inflamasi.

Inflamasi membuat saluran pernapasan menyempit sehingga aliran udara terhambat

dan terjadilah obstruksi. Kedua, debu batubara jika terdeposit pada alveolus akan

menyebabkan terjadinya fibrosis pada jaringan interstisial yang mengakibatkan

terbentuknya jaringan ikat sehingga terjadi restriksi paru dimana elastisitas alveolus

dalam menampung udara menurun. Kejadian obstruksi dan restriksi tidak hanya

dapat terjadi karena adanya paparan debu batubara namun juga dipengaruhi oleh

faktor lain, yaitu karakteristik individu yang meliputi umur, status gizi, lama

paparan, masa kerja, kebiasaan merokok, olahraga, dan memakai alat pelindung

pernapasan, serta riwayat penyakit saluran pernapasan. Obstruksi dan retriksi paru

merupakan bentuk gangguan faal paru pada pekerja yang terpapar debu batubara.

Adanya gangguan faal paru berupa restriksi dan obstruksi dapat menjadi indikasi

adanya penyakit pneumokoniosis.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional karena peneliti hanya akan

melakukan observasi tanpa memberikan perlakuan atau intervensi terhadap variabel

yang akan diteliti. Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional yang

mempelajari prevalensi dan pengaruh paparan (faktor penelitian) terhadap penyakit

dengan cara mengamati status paparan dan penyakit secara serentak pada populasi

pada satu waktu. Berdasarkan cara penyajian dan analisis datanya, penelitian ini

termasuk penelitian deskriptif.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT X yang terletak di Surabaya. Penelitian

dilakukan mulai dari pembuatan proposal bulan Januari 2015. Sedangkan

pengambilan data dan penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2015.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pekerja di bagian

boiler dan bagian kantor packaging warehouse PT X. Pemilihan pekerja di bagian

boiler dikarenakan bagian boiler merupakan tempat yang paling dekat dengan

sumber debu batubara. Selain itu, pekerja bagian boiler juga sering terpapar debu

batubara secara langsung ketika melakukan proses loading-unloading batubara,

proses crusher batubara, pemasukan batubara ke dump hopper, proses pembuangan

42
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
43

sisa pembakaran, dan proses pembersihan boiler. Jumlah populasi pekerja di bagian

boiler adalah 11 orang. Pemilihan pekerja bagian kantor packaging warehouse

sebagai kelompok pembanding, yaitu kelompok yang tidak terpapar debu batubara,

karena pekerja bagian packaging warehouse yang berada di kantor menggunakan

Air Conditioner (AC) dan jarang berada di lapangan sehingga kemungkinan

terpapar debu batubara langsung di tempat kerja relatif kecil. Jumlah populasi

pekerja di bagian kantor packaging warehouse adalah 11 orang.

4.3.2 Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total

populasi, yaitu 11 orang dari bagian boiler dan 11 orang dari bagian kantor

packaging warehouse sehingga totalnya 22 orang.

4.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Cara Pengukuran

Variabel dalam penelitian dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Variabel dependen atau terikat : Status faal paru (%FEV1 dan

%FVC)

2. Variabel independen atau bebas : Paparan debu batubara, umur, masa

kerja, status IMT, kebiasaan

merokok, kebiasaan olahraga.

Tabel 4.1 Vriabel, Definisi Operasional, dan Cara Pengukuran

Definisi Skala Cara


No. Variabel Kategori
Operasional Data Pengukuran
1. Status faal Gambaran fungsi Rasio Pengukuran Kategori penyajian
paru paru dalam menggunakan dan analisis data:
menampung dan alat 1. Normal, jika nilai
menghembuskan spirometer FEV1 ≥ 75% dan
udara pernapasan, merk spirolab FVC ≥ 80%.
dilihat dari hasil III ver 2.7 2. Gangguan, jika
terdapat obstruksi

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
44

pengukuran (FEV1 < 75%),


%FEV1 dan %FVC. restriksi (FVC <
a. FEV1 adalah 80%), atau mixed
jumlah udara obstruksi dan
yang dapat restriksi (FEV1 <
dikeluarkan 75% dan FVC <
sebanyak- 80%).
banyaknya pada (West, 2011)
detik pertama
ekspirasi
maksimal setelah
inspirasi penuh.
Rasio FEV1/FVC
menggambarkan
nilai %FEV1.
b. FVC adalah
jumlah udara
yang dapat
dikeluarkan
maksimal setelah
inspirasi dalam
dan paksa. Nilai
%FVC
didapatkan dari
rasio FVC/FVC
predicted.
Satuan hasil
pengukuran adalah
liter yang kemudian
dikonversikan ke
dalam % predicted.
Nilai % predicted
kemudian dijadikan
pedoman penentuan
status faal paru
menjadi normal
atau ada gangguan
(obstruksi dan/atau
restriksi).
2. Paparan Konsentrasi rata- Rasio Pengukuran Kategori analisis
debu rata debu batubara menggunakan data:
batubara di lingkungan kerja HVDS (High 1. Terpapar
yang diukur dengan Volune Dust 2. Tidak terpapar
metode pengujian Sampler)
gravimetri. Satuan
hasil pengukuran
adalah mg/m3.
3. Masa kerja Lama kerja Rasio Kuisioner Kategori penyajian
responden mulai data:
dari awal masuk 1. 1 – 5 tahun

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
45

kerja hingga 2. 6 – 10 tahun


penelitian 3. > 10 tahun
berlangsung.
Satuannya adalah
tahun.
4. Umur Usia responden Rasio Kuisioner Kategori penyajian
(pekerja) terhitung data :
sejak lahir hingga 1. 26 – 30 tahun
penelitian 2. 31 – 35 tahun
berlangsung. Di 3. 36 – 40 tahun
dapatkan dari hasil 4. 41 – 45 tahun
kuisioner dengan
satuan tahun
5. Status gizi Kondisi tubuh Rasio Pengukuran Kategori penyajian
individu menggunakan data:
berdasarkan nilai microtoise 1. Kurang:
gizinya yang diukur dan bathroom < 18,50 kg/m²
dari perhitungan scale. 2. Normal:
berat badan dalam 18,50 – 24,99
kg dibagi dengan kg/m²
pangkat dua dari 3. Lebih:
tinggi badan dalam ≥ 25 kg/m²
meter. Satuannya (WHO, 2014)
adalah kg/m².

6. Kebiasaan Kebiasaan merokok Rasio Kuisioner Kategori penyajian


merokok responden yang data :
ditinjau dari dosis 1. > 600 batang
rokok yang dihisap 2. 200 – 600 batang
responden sejak 3. < 200 batang
mulai merokok
hingga saat
dilakukan
penelitian.
Dosis rokok
dihitung dari hasil
kali jumlah rokok
yang diihisap
dalam sehari
(batang) dengan
lama merokok
(tahun). Satuannya
adalah batang
tahun.
7. Kebiasaan Aktivitas fisik yang Nominal Kuisioner Kategori data:
olahraga terencana dan 1. Ya, memiliki
terstruktur yang kebiasaan
melibatkan gerak olahraga jika
tubuh berulang- lama olahraga
ulang dan ditujukan minimal 30 menit

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
46

untuk x 3 kali seminggu


meningkatkan (olahraga
kebugaran jasmani aerobik)
oleh responden. 2. Tidak memiliki
kebiasaan
olahraga jika
lama olahraga
kurang dari 30
menit x 3 kali
seminggu
(olahraga
aerobik)
(Karim, 2006).
4.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data penelitian, meliputi:

1. Data primer

Data primer penelitian ini diperoleh melalui:

a. Pengisian Kuisioner

Kuisioner yang dibagikan kepada responden berupa kuisioner tentang

identitas responden serta data khusus terkait variabel penelitian, yaitu

masa kerja, lama paparan, riwayat penyakit saluran pernapasan,

kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, kebiasaan menggunakan alat

pelindung pernapasan, serta hasil dari pengukuran faal paru dan status

gizi. Pengisian kuisioner dilakukan oleh responden yang didampingi

peneliti, kecuali hasil pemeriksaan faal paru dan status gizi yang akan

diisi oleh peneliti.

b. Pemeriksaan status gizi

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat microtoise untuk

mengukur tinggi badan dan menggunakan timbangan badan jenis

bathroom scale untuk mengukur berat badan. Kemudian hasil kedua

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
47

pengukuran tersebut dihitung IMT-nya menggunakan rumus sebagai

berikut:

berat badan (kg)


IMT=
tinggi badan (m)x tinggi badan(m)

Keterangan :

IMT : Indeks Masa Tubuh (kg/m²).

c. Pengukuran paparan debu di tempat kerja

Pengukuran paparan debu di tempat kerja menggunakan alat High

Volume Dust Sampler (HVDS). Pemeriksaan dilakukan pada tiga titik

yang berbeda di area boiler untuk mendapatkan data yang akurat. Tidak

dilakukan pengukuran kadar debu di bagian kantor packaging warehouse

karena itu merupakan ruangan tertutup dan lokasinya tidak berdekatan

dengan sumber debu batubara sehingga diasumsikan tidak terdapat

paparan debu batubara di sana. Pengukuran kadar debu di area boiler

dilakukan oleh tenaga ahli dari Balai UPTK3 Surabaya, peneliti ikut serta

mendampingi pengukuran tersebut. Prosedur dalam pengukuran kadar

debu adalah sebagai berikut:

1) Memanaskan filter di dalam oven pada suhu 100°C selama 1 jam.

Kemudian memberikan nomor/kode pada filter.

2) Memasukkan filter ke dalam desikator dengan pinset selama 24 jam

(untuk mendapatkan kondisi stabil pada suhu kamar).

3) Menimbang filter dengan timbangan analitis dan mencatat hasilnya.

4) Menyimpan filter yang telah ditimbang ke dalam kaset penyimpanan.

5) Memasang peralatan sampling dan manata HVDS pada penyangga.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
48

6) Memasukkan filter ke dalam filter holder dengan bagian kasar

diletakkan di bagian atas, kemudian memasang pada HVDS dengan

rapat.

7) Menghubungkan alat dengan sumber listrik kemudian menekan

tombol power (on/off).

8) Mengatur laju alir udara (flow rate) dengan cara memutar pengatur

flow pada kecepatan tinggi ± 500 l/meter (0,5 m3/menit).

9) Mencatat data awal pengambilan sampel yang meliputi: lokasi,

waktu, kecepatan hisap, temperatur, dan tekanan udara.

10) Memasang pada area pemeriksaan selama 30 menit. Menekan tombol

off setelah pengukuran selesai.

11) Mencatat data akhir pengambilan sampel yang meliputi: waktu,

kecepatan hisap, temperatur, dan tekanan udara.

12) Mengambil filter memakai pinset, melipat filter dengan bagian yang

mengandung debu disebelah dalam, kemudian menimbang filter

tersebut.

13) Mengulangi langkah pengukuran ini pada masing-masing titik

pengukuran.

Hasil penimbangan filter dihitung dengan rumus:

(W2-W1)-(B2-B1)
C= × 10³ (mg/m³)
V

Keterangan:

C : kadar debu dalam udara (mg/m³)

W1 : berat filter uji awal (mg)

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
49

W2 : berat filtter uji akhir (mg)

B1 : berat filter sebagai blanko sebelum sampling (mg)

B2 : berat filter sebagai blanko setelah sampling (mg)

V : volume udara (liter atau m³).

d. Pemeriksaan status faal paru

Pemeriksaan status faal paru responden menggunakan alat spirometri

untuk menghitung FEV1 dan FVC. Pemeriksaan status faal paru ini

dilakukan satu kali oleh tenaga ahli dari Balai Hiperkes Surabaya,

peneliti ikut serta mendampingi pemeriksaan tersebut. Prosedur

pengukuran adalah sebagai berikut:

1) Menyiapkan spirometri lengkap dengan kertas grafik dan mouthpiece.

2) Menghidupkan alat dan membiarkannya ±10 menit.

3) Menekan tombol ID lalu memasukkan data responden (pekerja) yang

terdiri dari ID, umur, tinggi badan, berat badan, dan jenis kelamin.

4) Meminta responden bersiap dalam posisi berdiri dan berpakaian

longgar.

5) Mengukur Vital Capasity, dengan cara:

a) Meminta responden memasang mouthpiece ke mulutnya dengan

posisi bibir rapat pada mouthpiece.

b) Meminta responden untuk melakukan pernapasan biasa melalui

mulut.

c) Menekan tombol VC, tekan start

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
50

d) Setelah responden bernapas biasa selama ± 3-4 detik akan

terdengar bunyi ‘TIT’, minta responden menarik napas sedalam-

dalamnya kemudian menghembuskan napas sampai habis secara

perlahan-lahan.

e) Menekan tombol stop untuk mengakhiri pemeriksaan.

f) Mengulangi langkah yang sama sebanyak 3 kali.

g) Menekan tombol display dan mencatat data VC.

6) Melakukan pengukuran Force Vitas Capacity dan Forced Expiratory

Volume in 1 second dengan cara:

a) Meminta responden memasang mouthpiece ke mulutnya dengan

posisi bibir rapat pada mouthpiece.

b) Meminta responden melakukan pernapasan biasa melalui mulut.

c) Menekan tombol FVC, dan menekan start

d) Setelah responden bernapas biasa selama ±3-4 detik akan terdengar

bunyi ‘TIT’, kemudian minta responden untuk mengambil napas

sedalam-dalamnya dan menghembuskan napas secara cepat

dengan dihentakkan.

e) Menekan tombol stop untuk mengakhiri pemeriksaan.

f) Mengulangi langkah pemeriksaan sampai 3 kali.

g) Menekan tombol display dan mencatat data FVC dan FEV1.

2. Data sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
51

a. Nama dan jumlah pekerja di bagian boiler dan bagian kantor packaging

warehouse PT X.

b. Gambaran umum dan profil PT X.

4.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

4.6.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah didapatkan baik data primer maupun data sekunder

selanjutnya akan diolah melalui 4 tahap sebagai berikut:

1. Editing, yaitu proses pengecekan kelengkapan data dan keseragaman data

sehingga data yang terkumpul dapat divalidasi.

2. Coding, yaitu proses mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka. Pemberian kode ini untuk membantu memudahkan

pengelompokan data pada proses data entry.

3. Counting, yaitu tahap perhitungan terhadap variabel.

a. Perhitungan dosis rokok responden, yaitu dengan mengalikan jumlah

rokok yang dihisap responden perhari (batang) dengan lama responden

merokok (tahun). Satuan variabel adalah batang tahun.

b. Perhitungan IMT responden untuk menentukan status gizinya,

menggunakan rumus berikut:

berat badan (kg)


IMT=
tinggi badan (m)x tinggi badan(m)

4. Cleaning, yaitu tahap pengecekan terhadap data yang telah terkumpul. Data

tersebut diperiksa untuk memastikan bahwa tidak terdapat data yang tidak

perlu pada data yang akan dianalisis.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
52

4.6.2 Teknik Analisis Data

Hasil penelitian disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi

kemuadian dianalisis secara deskriptif. Selanjutnya data tentang status faal paru

responden dan paparan debu batubara akan dianalisis secara bivariat menggunakan

crosstab dan dihitung nilai relatif risk-nya. Pengaruh variabel bebas terhadap

variabel terikat akan dianalisis menggunakan regresi linier multivariat sehingga

bisa diketahui faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap parameter faal

paru (%FEV1 dan %FVC) responden serta didapatkan model yang memprediksi

nilai pengaruh variabel bebas terhadap nilai faal paru (%FEV1 dan %FVC).

Persamaan model regresi linier yang dihasilkan adalah sebagai berikut;

Y = β0 ± β1X1 ± β2X2 ± β3X3 ± β4X4 ± β5X5

Keterangan:

Y = nilai % FEV1 atau %FVC (variabel terikat)

β0 = Intercept

βi = koefisien regresi (i = 1, 2, 3, 4, 5)

Xi = variabel bebas

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum PT X

5.1.1 Profil PT X

PT X adalah industri yang cukup besar terletak di kawasan padat industri

di Surabaya. PT X resmi berdiri sejak tahun 1981, bergerak dibidang pengolahan

crude palm oli (CPO) kelapa sawit menjadi dua produk utama, yaitu minyak

goreng RBD O (Refined Bleached Deodorized Olein) dan RBD S (Refined

Bleached Deodorized Stearin) atau yang dikenal sebagai margarin. Selain kedua

produk utama itu PT X juga memproduksi shortening, speciality fat, frying fat, ice

cream fat, butter oil subtitute dan cocoa butter subtittute. Proses produksi di PT X

menggunakan sistem berkelanjutan yang dilakukan dalam beberapa tahapan

proses, yaitu degumming (penghilangan getah), bleaching (pemucatan),

deodoration (penghilangan bau), dan fraksinasi (pemisahan).

Pada saat awal berdiri kapasitas produksi PT X sebesar 250 ton/hari.

Tekonologi alat produksinya terus dikembangkan dari masa ke masa sehingga

kapasitas produksi PT X terus meningkat. Tahun 2015 dibangun satu unit refinery

baru sehingga kapasitas produksinya kini dapat mencapai ± 1000 ton/hari. Unit

penunjang kegiatan opreasional produksi minyak goreng di PT X terdiri dari unit

Tank Farm, unit Refinery dan Fractination, unit Filling Plant, unit Margarine

Plant, Packaging Warehouse, Water Treatment Plant, dan unit Boiler.

53
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
54

5.1.2 Kegiatan di Bagian Boiler dan Packaging Warehouse PT X

Boiler yang dimiliki PT X adalah dua boiler berbahan bakar batubara dan

dua buah boiler berbahan bakar gas alam. Namun, boiler yang sehari-hari

beroperasi adalah boiler berbahan batubara. Boiler berbahan bakar gas alam hanya

beroperasi jika terjadi gangguan pada boiler batubara. Operasional mesin boiler

tersebut terus berjalan selama 24 jam tanpa berhenti. Oleh karena itu terdapat tiga

shift kerja pekerja. Shift 1 mulai pukul 7.00 – 15.00 WIB. Shift 2 dimulai pada

pukul 15.00 – 23.00 WIB, selanjutnya shift 3 mulai pukul 23.00 – 07.00 WIB.

Hampir semua pekerja bagian boiler berada di area terbuka, hanya terdapat satu

orang pada setiap shift yang bertugas menjaga mesin kontrol boiler yang ada di

dalam ruangan.

Kegiatan pada bagian boiler dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu input –

proses – output. Kegiatan input meliputi penerimaan (unloading) batubara dari

supplier hingga transfer batubara ke mesin boiler. Tahapan kegiatan transfer

tersebut meliputi proses crusher batubara, proses pengangkutan batubara ke

dump hopper, transfer batubara ke feed hopper melalui conveyor, dan pengisian

air umpan boiler. Kegiatan proses terdiri dari pembakaran/pengolahan air menjadi

steam dan pembuatan serta pengoperasian softener feed water. Output dari

kegiatan pada unit boiler adalah proses transfer steam yang dihasilkan serta

pembuangan limbah batubara berupa fly ash dan bottom ash. Kedua jenis limbah

tersebut kemudian diangkut oleh pihak ke tiga yang bekerja sama dengan PT X

dalam pengangkutan dan pengelolaan limbah B3.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
55

Kegiatan yang juga rutin dilakukan oleh pekerja pada bagian boiler PT X

adalah maintenance mesin boiler dan perawatan serta pembersihan boiler.

Pembersihan boiler dilakukan untuk membersihkan strainer (saringan), pipa,

dinding boiler, dan bagian lainnya dari abu dan kerak pembakaran yang melekat.

Pembersihan tersebut dilakukan dengan pengaliran gas atau air. Kegiatan

pembersihan ini berisiko menyebabkan paparan debu batubara langsung pada

pekerjanya. Selain kegiatan pembersihan, proses loading-unloading, pemecahan

batubara, dan proses pembuangan sisa pembakaran juga berisiko tinggi

menyebabkan paparan debu batubara langsung terhadap pekerja. PT X telah

menyediakan alat pelindung pernapasan berupa respirator untuk pekerja di bagian

boiler. Namun, berdasarkan hasil kuisioner dan hasil observasi diketahui tidak

semua pekerja boiler memakai respirator tersebut secara rutin setiap bekerja.

Berbeda dengan kegiatan pada bagian boiler yang sering dilakukan di

lapangan atau di ruangan terbuka, kegiatan kerja di bagian packaging warehouse

sering dilakukan di dalam ruangan. Unit packaging warehouse merupakan unit

bagian yang mengatur penerimaan stok karton, botol, dan plastik sebagai kemasan

produk yang dihasilkan oleh PT X. Kegiatan utamanya adalah memantau,

mengecek dan memastikan bahwa stok kemasan yang ada mencukupi sehingga

kegiatan operasional pada filling plant dan margarine plant tidak terganggu.

Pekerja bagian packaging warehouse terdiri dari bagian officer, checker, dan

operator. Bagian officer dan checker bekerja di dalam ruangan untuk mengurus

penerimaan kemasan dari supplier dan untuk memantau stok kemasan yang ada

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
56

sedangkan operator bertugas mengirim stok kemasan ke bagian filling plant dan

margarine plant menggunakan forklift atau truk.

5.2 Gambaran dan Perberdaan Karakteristik Responden

5.2.1 Usia Responden

Distribusi usia respoden, yaitu pekerja bagian boiler PT X sebagai

kelompok terpapar debu batubara dan pekerja bagian kantor packaging werehouse

PT X sebagai kelompok tidak terpapar debu batubara dapat dilihat pada tabel 5.1

berikut:

Tabel 5.1 Distribusi Usia Responden di PT X Tahun 2015


Kelompok
Usia Jumlah
Terpapar Tidak terpapar
(tahun)
n % N % n %
26 – 30 5 45,5 4 36,4 9 40,9
31 – 35 2 18,2 4 36,4 6 27,3
36 – 40 2 18,2 2 18,2 4 18,2
41 – 45 2 18,2 1 18,2 3 13,6
Jumlah 11 100 11 100 22 100

Berdasarkan tabel 5.1 terlihat mayoritas responden pada kelompok

terpapar berada pada rentang usia 26 sampai 30 tahun (45,5%). Sedangkan pada

kelompok tidak terpapar, usia responden mayoritas pada rentang 26 sampai 30

tahun (36,4%) dan 31 sampai 35 tahun (36,4%).

Tebel 5.2 Gambaran Perbedaan Statistik Usia Responden di PT X Tahun 2015

Kelompok Mean Std. deviasi Min Mak Modus

Terpapar 34,27 5,985 28 44 29 & 30


Tidak terpapar 33,36 4,884 28 45 30

Berdasarkan tabel 5.2 terlihat usia responden pada kelompok terpapar rata-

rata 34,27 ± 5,985 tahun. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan usia rata-rata

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
57

responden pada kelompok tidak terpapar, yaitu 33,36 ± 4,884 tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa distribusi usia responden kelompok terpapar dan tidak

terpapar adalah homogen.

5.2.2 Masa Kerja Responden

Masa kerja responden kelompok terpapar dan tidak terpapar debu batubara

di PT X dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3 Distribusi Masa Kerja Responden di PT X Tahun 2015


Masa Kelompok
Jumlah
Kerja Terpapar Tidak terpapar
(tahun) N % n % N %
1–5 0 0 6 54,6 6 27,3
6 – 10 10 90,9 3 27,3 13 59,1
> 10 1 9,1 2 18,1 3 13.6
Jumlah 11 100 11 100 22 100

Tabel 5.3 menunjukkan pada hampir seluruh responden pada kelompok

terpapar (90,9%) bekerja selama 6 sampai 10 tahun. Sedangkan pada kelompok

tidak terpapar mayoritas (54,6%) mempunyai masa kerja 1 sampai 5 tahun. Hanya

13,6% dari total responden yang mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun.

Perbedaan masa kerja responden pada kelompok terpapar dan tidak terpapar

dijelaskan lebih lanjut pada tabel 5.4 di bawah ini:

Tabel 5.4 Gambaran Perbedaan Statistik Masa Kerja Responden di PT X Tahun


2015
Kelompok Mean Std. deviasi Min Maks Modus
Terpapar 8,73 1,849 8 14 8
Tidak terpapar 7,55 6,267 3 21 3

Tabel 5.4 menunjukkan rata-rata masa kerja pada kelompok terpapar

adalah 8,73 ± 1,849 tahun, sedangkan pada kelompok tak terpapar rata-rata masa

kerjanya 7,55 ± 6,267 tahun. Standar deviasi masa kerja pada kelompok terpapar

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
58

lebih besar, hal ini menunjukkan masa kerja responden pada kelompok terpapar

lebih variatif. Pada kelompok terpapar, hampir semua responden minimal telah

bekerja selama 8 tahun dan maksimal 14 tahun. Pada kelompok tidak terpapar,

masa kerja responden minimal 3 tahun dan maksimal 21 tahun. Hal ini

menunjukkan adanya perbedaan masa kerja antara kelompok terpapar dan tidak

terpapar dimana masa kerja responden pada kelompok terpapar rata-rata lebih

lama dibanding pada kelompok tidak terpapar.

5.2.3 Status Gizi Responden

Status gizi responden kelompok terpapar dan tidak terpapar debu batubara

di PT X dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut :

Tabel 5.5 Distribusi Status Gizi Responden di PT X Tahun 2015


Kelompok
Status Jumlah
Terpapar Tidak terpapar
IMT
n % n % n %
Kurang 1 9,1 0 0 1 4,5
Normal 2 18,2 5 45,5 7 31,8
Lebih 8 72,7 6 54,4 14 63,6
Jumlah 11 100 11 100 22 100

Tabel 5.5 menunjukkan status gizi responden pada kelompok terpapar dan

tidak terpapar didominasi oleh status gizi lebih atau dapat dikatakan obesitas,

yaitu 72,7% pada kelompok terpapar dan 54,4% pada kelompok tidak terpapar.

Pada kelompok terpapar terdapat 1 orang (9,1%) yang berstatus gizi kurang,

sedangkan yang normal 2 orang (18,2%). Pada kelompok tidak terpapar cukup

banyak yang status gizinya normal, yaitu 45.5%. Hal ini menunjukkan bahwa

pada kelompok tidak terpapar lebih banyak yang mempunyai gizi normal

dibandingkan pada kelompok terpapar.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
59

Tabel 5.6 Gambaran Perbedaan Statistik IMT Responden di PT X Tahun 2015


Kelompok Mean Std. Deviasi Min Maks
Terpapar 27,069 5,396 17,63 37,02
Tidak terpapar 24,007 2,956 19,38 29

Tabel 5.6 menunjukkan IMT rata-rata kelompok terpapar sebesar 27,069 ±

5,396 kg/m2 dan termasuk dalam kategori IMT lebih atau obesitas. Sedangkan

pada kelompok tidak terpapar rata-ratanya 24,007± 2,956 kg/m2, termasuk

kategori normal. Nilai IMT paling rendah pada kelompok terpapar adalah 17,63

yang termasuk dalam ketegori status gizi kurang, sedangkan nilai IMT terendah

pada kelompok tidak terpapar 19,38 yang termasuk dalam kategori status gizi

normal. Beberapa hal tersebut menunjukkan terdapat perbedaan status gizi pada

kelompok terpapar dan tidak terpapar.

5.2.4 Kebiasaan Merokok Responden

Kebiasaan merokok, berdasarkan status merokokknya, pada responden

kelompok terpapar dan tidak terpapar debu batubara di PT X dapat dilihat pada

tabel 5.7 berikut:

Tabel 5.7 Distribusi Kebiasaan Merokok Berdasarkan Status Perokok Responden


di PT X Tahun 2015
Kelompok
Status Jumlah
Terpapar Tidak terpapar
Perokok
n % n % n %
Perokok 7 63,6 8 72,7 15 68,2
Bukan perokok 4 36,4 3 27,3 7 31,8
Jumlah 11 100 11 100 22 100

Tebel 5.7 menunjukkan sebagian besar responden (68,2%) adalah

perokok. Jumlah perokok pada kelompok terpapar adalah 63,6% dan pada

kelompok tidak terpapar sebanyak 72,7%. Hal ini menunjukkan jumlah perokok

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
60

pada kelompok tidak terpapar lebih banyak. Lebih lanjut, kebiasaan merokok

responden juga kelompokkan berdasarkan dosis rokoknya, yaitu dari hasil kali

jumlah rokok yang dihisap perharinya (batang) dengan lama merokok (tahun),

yang dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut:

Tabel 5.8 Distribusi Kebiasaan Merokok Berdasarkan Dosis Rokok Responden di


PT X Tahun 2015
Kelompok
Dosis rokok Jumlah
Terpapar Tidak terpapar
(batang tahun)
n % n % n %
201 - 600 4 36,4 0 0 4 18,2
< 200 7 63,6 11 100 17 81,8
Jumlah 11 100 11 100 22 100
Kelompok terpapar : mean = 93,73 ± 127,03 ; min = 0 ; maks = 288
Kelompok tidak terpapar : mean = 46,09 ± 43,542 ; min = 0 ; maks = 120

Berdasarkan tabel 5.8 terlihat mayoritas reponden pada kelompok terpapar

(63,6%) dosis rokoknya <200 batang tahun. Sisanya, sebesar 36,4% responden

dosis rokoknya 201 – 600 batang tahun. Sedangkan pada kelompok tidak terpapar,

100% terkena dosis rokok <200 batang tahun. Terdapat perbedaan rata-rata dosis

rokok yang dihisap responden, yaitu pada kelompok terpapar rata-rata 93,37 ±

127,03 batang tahun sedangkan pada kelompok tidak terpapar 46,09 ± 43,542

batang tahun. Dosis maksimal rokok yang dihisap pada kelompok terpapar 288

batang tahun, sedangkan pada kelompok tidak terpapar 120 batang tahun.

Beberapa hal tersebut menunjukkan dosis rokok yang dihisap pada kelompok

terpapar lebih tinggi dibanding pada kelompok tidak terpapar.

5.2.5 Kebiasaan Olahraga Responden

Kebiasaan olahraga responden dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu

mempunyai kebiasaan olahraga jika melakukan olahraga minimal 3 kali/minggu

selama minimal 30 menit/olahraga dan tidak mempunyai kebiasaan olahraga jika

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
61

frekuensi olahraga kurang dari 3 kali/minggu dalam waktu kurang dari 30

menit/olahraga. Kebiasaan olahraga responden pada kelompok terpapar dan tidak

terpapar debu batubara di PT X dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut :

Tabel 5.9 Distribusi Kebiasaan Olahraga Responden di PT X Tahun 2015


Kelompok
Kebiasaan Jumlah
Terpapar Tidak terpapar
olahraga
n % n % n %
Tidak 8 72,7 5 45,5 13 59,1
Ya 3 27,3 6 54,5 9 40,9
Jumlah 11 100 11 100 22 100

Berdasarkan tebel 5.9, pada kelompok terpapar mayoritas responden

(72,7%) tidak memiliki kebiasaan olahraga. Sebaliknya, pada kelompok tidak

terpapar lebih banyak responden yang mempunyai kebiasaan olahraga

dibandingkan yang tidak berolahraga, yaitu 54,5%. Dapat disimpulkan kebiasaan

olahraga pada responden kelompok tidak terpapar lebih baik.

5.3 Hasil Pengukuran Kadar Debu Batubara

Pengukuran kadar debu dilakukan pada tiga titik di bagian boiler, yaitu

pada titik dimana responden bekerja sehari-harinya. Pengukuran dilakukan pada

pagi hari ketika kegiatan operasional boiler berlangsung. Ketiga titik pengukuran

beserta kadar debu yang terukur disajikan dalam tabel 5.10 berikut:

Tabel 5.10 Hasil Pengukuran Kadar Debu di Area Boiler Batubara PT X Tahun
2015
Kadar debu Kadar debu rata-
Titik pengukuran
terukur (mg/m3) rata (mg/m3)
Crusher dan coal pile 0,5740
Ash disposal 0,1784 0,4174
Area boiler 0,4900

Berdasarkan tabel 5.10 terlihat kadar debu rata-rata dari tiga titik

pengukuran adalah 0,4174 mg/m3. Menurut standar internasional, NAB untuk

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
62

debu batubara adalah 2 mg/m3, sehingga kadar debu batubara pada area boiler PT

X masih berada di bawah NAB. Pada area kantor packaging warehouse sebagai

area kontrol, tidak dilakukan pengukuran kadar debu batubara karena lokasi

kantor tersebut tertutup dan tidak dekat dengan sumber debu batubara sehingga

kadar debu batubara diasumsikan nol sehingga dapat diabaikan..

Meskipun kadar debu batubara di area boiler rata-ratanya masih dibawah

nilai NAB, namun bukan berarti tidak dapat menimbulkan penyakit atau keluhan

gangguan saluran pernapasan. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil pengisian

kuisioner tentang keluhan subjektif saluran pernapasan responden yang disajikan

pada tabel 5.11 berikut:

Tabel 5.11 Frekuensi Keluhan Subjektif Responden di PT X Tahun 2015


Terpapar Tidak terpapar
Keluhan
subjektif Ya Tidak Jumlah Ya Tidak Jumlah
n % n % n % n % n % n %
Batuk 6 54,5 5 45,5 11 100 2 18,2 9 81,2 11 100

Dahak 6 54,5 5 45,5 11 100 3 27,3 8 72,7 11 100


Napas
5 45,5 6 54,5 11 100 1 9,1 10 90,9 11 100
pendek
Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100 6 18,2 27 81,8 33 100

Berdasarkan tabel 5.11, terlihat bahwa responden pada kelompok terpapar

lebih banyak yang mengaku mengalami keluhan saluran pernapasan, yaitu sebesar

51,5%, dibandingkan kelompok tidak terpapar yang hanya 18,2%. Jenis keluhan

tersebut antara lain sering batuk (54,5%), berdahak (54,5%) dan napas pendek

saat berjalan cepat di permukaan datar atau jalan menaiki tangga (45,5%).

Menurut hasil wawancara, dahak yang dikeluarkan oleh responden yang terpapar

terkadang berwarna kehitaman.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
63

5.4 Gambaran Status Faal Paru Responden

Status faal paru responden yang diukur menggunakan spirometri

dikelompokkan menjadi normal jika nilai %FVC ≥ 80 dan nilai %FEV1 ≥75, dan

ada gangguan jika %FVC < 80 dan %FEV1 < 75. Distribusi hasil pengukuran

tersebut disajikan pada tabel 5.12 berikut:

Tabel 5.12 Distribusi Status Faal Paru Responden di PT X Tahun 2015


Status faal paru
Jumlah
Kelompok Gangguan Normal
n % n % n %
Terpapar 3 27,3 8 72,7 11 100
Tidak terpapar 1 9,1 10 90,9 11 100
Jumlah 4 18,2 18 81,8 22 100

Berdasarkan tabel 5.12 terlihat sebagian besar (81,8%) status faal paru

responden adalah normal. Prevalensi gangguan faal paru pada kelompok terpapar

sebanyak tiga orang atau 27,3%. Jenis gangguan faal parunya adalah dua orang

mengalami restriksi ringan dan satu orang mengalami obstruksi ringan.

Sedangkan prevalensi gangguan faal paru pada kelompok tidak terpapar sebanyak

1 orang atau 9,1% dengan jenis gangguan faal paru berupa obstruksi ringan.

Berdasarkan prevalensi tersebut, dapat dihitung Risiko Relatif (RR) gangguan faal

paru akibat paparan debu batubara dapat dihitung dengan rumus:

Nilai risiko relatifnya adalah 3, artinya pekerja di bagian boiler PT X

berisiko tiga kali lebih besar untuk mengalami gangguan faal paru dibandingkan

dengan dengan pekerja di bagian kantor packaging warehouse PT X.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
64

Perbedaan kondisi faal paru dilihat dari nilai rata-rata % FEV1 dan %FVC

responden pada kelompok terpapar dan tidak terpapar disajikan pada tabel 5.13

berikut:

Tabel 5.13 Gambaran Perbedaan Statistik % FEV1 dan %FVC Responden PT X


Tahun 2015

% FEV1 %FVC
Statistik
Terpapar Tidak terpapar Terpapar Tidak terpapar
Rata-rata 84,709 85,255 100,936 104,473
Standar deviansi 6,2507 7,1315 20,1219 12,0325
Min 69,7 68,4 60,9 84,2
Max 94,5 97,7 125,9 127,9

Hasil analisis berdasarkan tabel 5.13 terlihat nilai rata-rata % FEV1 dan

%FVC responden pada kelompok tidak terpapar lebih baik dibandingkan pada

kelompok terpapar namun perbedaan nilainya tidak terlalu besar. Standar deviasi

%FVC pada kelompok terpapar cukup besar, yaitu 20,1219, menunjukkan nilai

%FVC pada kelompok terpapar lebih variatif meskipun secara rata-rata nilainya

tidak jauh berbeda dengan %FVC pada kelompok tidak terpapar.

5.5 Pengaruh Karakteristik Responden terhadap Nilai %FEV1 dan

%FVC Responden di PT X

Status faal paru responden ditentukan melalui nilai %FEV1 dan %FVC.

Nilai %FEV1 mengambarkan ada tidaknya obstruksi saluran pernapasan

sedangkan nilai %FVC menggambarkan ada tidaknya restriksi. Analisis

menggunakan regresi linier digunakan untuk mengetahui pengaruh yang paling

dominan dari karakteristik responden terhadap nilai %FEV1 dan %FVC pada

kelompok terpapar dan tidak terpapar debu batubara di PT X. Selain itu juga

dihasilkan model yang dapat memprediksi nilai %FEV1 dan %FVC jika nilai

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
65

variabel bebas telah diketahui. Hasil analisis regresi dapat dilihat pada tabel 5.14

berikut ini:

Tabel 5.14 Pengaruh Karakteristik Responden terhadap Nilai %FEV1 dan %FVC
pada Kelompok Terpapar dan Tidak Terpapar Debu Batubara di PT X, Tahun
2015
Nilai Faal Karakteristik Nilai Koefisien Beta Terstandard
Paru Responden Terpapar Tidak Terpapar
Usia -0,147 -0,515
Masa kerja -0,004 0,258
IMT -0,127 -0,392
%FEV1
Dosis rokok -0,522 -0,027
Kebiasaan Olahraga -0,368 0,094
Intercept 100,078 130,472
Usia 0,001 -0,366
Masa kerja 0,006 0,595
IMT 0,429 0,071
%FVC
Dosis rokok 0,015 0,167
Kebiasaan Olahraga -0,779 -0,509
intercept 81,100 122,232

Berdasarkan tabel 5.14 terlihat faktor yang paling dominan mempengaruhi

nilai %FEV1 pada kelompok terpapar adalah dosis rokok, dengan nilai

koefisiennya -0,522. Sedangkan pada kelompok tidak terpapar nilai %FEV1 lebih

dominan dipengaruhi oleh usia, dengan nilai koefisien -0,515.

Model dari hasil analisis regresi linier yang dapat digunakan untuk

memprediksi nilai %FEV1 pada kelompok terpapar dan tidak terpapar debu

batubara di PT X adalah sebagai berikut:

a) Model regresi nilai %FEV1 kelompok terpapar debu batubara di PT X

Y = β0 – β1X1 – β2X2 – β3X3 – β4X4 – β5X5

= 100,078 - 0,147(usia) - 0,004(masa kerja) - 0,127 (IMT) - 0,522(dosis

rokok) - 0,368(kebiasaan olahraga)

b) Model regresi nilai %FEV1 kelompok tidak terpapar debu batubara di PT X

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
66

Y = β0 – β1X1 + β2X2 – β3X3 – β4X4 + β5X5

= 130,472 - 0,515(usia) + 0,258(masa kerja) - 0,392(IMT) - 0,027 (dosis

rokok) + 0,094 (kebiasaan olahraga)

Keterangan:

Y = nilai % FEV1 (variabel terikat)

β0 = Intercept ; βi = koefisien regresi (i = 1, 2, 3, 4, 5)

Xi = variabel bebas

Berdasarkan tabel 5.14 juga dapat terlihat variabel yang paling dominan

berpengaruh terhadap nilai %FVC responden pada kelompok terpapar adalah

kebiasaan olahraga dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,779. Sedangkan pada

kelompok tidak terpapar yang paling dominan berpengaruh adalah masa kerja

dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,595.

Model dari hasil analisis regresi linier yang dapat digunakan untuk

memprediksi nilai %FVC pada kelompok terpapar dan tidak terpapar debu

batubara di PT X adalah sebagai berikut:

a) Model regresi nilai %FVC kelompok terpapar debu batubara di PT X

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 – β5X5

= 81,800 + 0,001(usia) + 0,006(masa kerja) + 0,429 (IMT) + 0,015(dosis

rokok) - 0,779 (kebiasaan olahraga)

b) Model regresi nilai %FVC kelompok tidak terpapar debu batubara di PT X

Y = β0 – β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 - β5X5

= 122,232 - 0,366(usia) + 0,595(masa kerja) + 0,071 (IMT) + 0,167(dosis

rokok) - 0,509(kebiasaan olahraga)

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
67

Keterangan:

Y = nilai % FEV1 (variabel terikat)

β0 = Intercept ; βi = koefisien regresi (i = 1, 2, 3, 4, 5)

Xi = variabel bebas

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB VI

PEMBAHASAN

Hasil pengukuran faal paru menggunakan spirometri oleh Balai UPTK3

menunjukkan terdapat 3 orang (27,3%) pada kelompok terpapar debu batubara

yang mengalami gangguan faal paru. Dua orang diantaranya mengalami restriksi

ringan dan satu orang mengalami obstruksi ringan. Pada responden yang tidak

terpapar debu batubara, terdapat satu orang (9,1%) yang mengalami obstruksi

ringan. Risiko relatif yang didapatkan dari prevalensi gangguan faal paru pada

kedua kelompok tersebut adalah 3, artinya responden pada kelompok yang

terpapar debu batubara tiga kali lebih berisko terkena gangguan faal paru

dibandingkan responden pada kelompok yang tidak terpapar. Namun, dari fakta

tersebut belum dapat disimpulkan bahwa risiko gangguan faal paru yang dialami

oleh responden pada kelompok terpapar tersebut disebabkan oleh debu batubara

mengingat kadar debu batubara rata-rata yang terukur di bagian boiler hanya

0,4174 mg/m3.

Nilai ambang batas debu batubara berdasarkan standar internasional

adalah 2 mg/m3 sehingga kadar debu batubara di bagian boiler PT X termasuk

masih di bawah NAB. Debu batubara termasuk dalam kategori debu yang

berpotensi fibrogenik rendah dimana hanya paparan dalam kadar tinggi yang

mempunyai potensi tinggi menimbulkan gangguan faal paru. Menurut Suyono

(1995), hanya jika terdapat penumpukan debu batubara dalam jumlah banyak,

yaitu sekurang-kurangnya 50 gram/paru, maka reaksi jaringan derajat ringan baru

68
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
69

dapat mengakibatkan gangguan fungsi paru. Teori tersebut sejalan dengan hasil

penelitian Puspita (2011) bahwa tidak terdapat pengaruh paparan debu batubara

terhadap gangguan faal paru pada pekerja kontrak di PT PJB Unit Pembangkit

Paiton yang kadar debu batubaranya di bawah NAB (p=0,558).

Status faal paru responden jika dilihat berdasarkan nilai rata-rata %FEV1

dan %FVC, hanya tampak sedikit perbedaan antara kelompok terpapar dan tidak

terpapar dimana nilai rata-rata %FEV1 dan %FVC kelompok tidak terpapar

(%FEV1= 85,255 ± 7,1315 dan %FVC= 104,473 ± 12,0325) sedikit lebih tinggi

dibandingkan pada kelompok terpapar (%FEV1= 84,709 ± 6,2507 dan %FVC=

100,936 ± 20,1219). Kondisi ini mengindikasi bahwa kemungkinan efek paparan

debu batubara di bagian boiler PT X terhadap faal paru kecil. Terdapat beberapa

faktor lain yang perlu dipertimbangkan sebagai faktor yang mempengaruhi

kondisi faal paru responden, misalnya usia, status gizi, kebiasaan merokok,

kebiasaan olahraga, dan masa kerja.

Selain intensitas atau kadar paparan, adanya gangguan faal paru juga

tergantung dari masa kerja yang menunjukkan lamanya seseorang terpapar debu

batubara tersebut. Ditinjau dari masa kerja, responden pada kelompok terpapar

masa kerjanya 8,73 ± 1,85 tahun. Masa kerja responden yang rata-rata < 10 tahun

ini membuat sulit untuk melihat efek penyakit akibat kerja karena umumnya masa

laten penyakit akibat kerja sangat lama, misalnya untuk penyakit pneumokoniosis

dan kanker akibat kerja biasanya memerlukan waktu lebih dari 10 tahun untuk

dapat memperlihatkan gejala atau tanda (Harrianto,2010). Kadar paparan debu

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
70

batubara di bagian boiler PT X juga terbilang cukup kecil, sehingga potensi untuk

menimbulkan efek restriktif paru dalam waktu kurang dari 10 tahun kecil.

Hasil analisis regresi masa kerja terhadap nilai %FEV1 dan %FVC

responden pada kelompok terpapar menunjukkan koefisien regresi (β) sebesar

0,006 untuk %FVC dan β = -0,004 untuk %FEV1. Hasil tersebut mengindikasi

bahwa masa kerja yang menunjukkan lama paparan debu batubara hanya

berpengaruh sedikit terhadap kondisi faal paru responden. Pada responden

kelompok tidak terpapar yang notabene tidak mempunyai faktor risiko karena

paparan debu batubara, nilai koefisien regresi untuk masa kerja mempunyai

kecenderungan poistif, yaitu β = 0,258 untuk %FEV1 dan β = 0,595 untuk %FVC.

Artinya, semakin meningkat masa kerja justru ada kecenderungan nilai %FEV1

dan %FVC meningkat sehingga masa kerja pada responden yang tidak terpapar

debu batubara tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap status faal paru

respondennya.

Faktor yang mempunyai peluang besar untuk mempengaruhi kandisi faal

paru adalah kebiasaan merokok. Merokok seringkali menjadi penyebab utama

beberapa penyakit obstruksi kronis (bronkitis dan emfisema) pada pekerja karena

konsentrasi asap rokok yang dihirup perokok berlipat kali lebih banyak

dibandingkan polutan yang ada di lingkungan kerja. Menurut West (2010),

seseorang yang merokok 35 batang/hari mempunyai risiko 40 kali lebih besar

untuk terkena karsinoma bronkial. Selain itu, satu batang rokok sudah

menunjukkan adanya peningkatan resistensi jalan napas yang berarti

meningkatkan risiko bronkitis kronis dan emfisema. Hasil penelitian lain

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
71

menyebutkan perokok usia 30 – 40 tahun dengan dosis rokok 30 pack-tahun

berisiko bronkitis (Ryu dkk, 2001). Dosis rokok berbeda-beda tersebut

menunjukkan bahwa pengaruh rokok terhadap faal paru juga tergantung

kerentanan individu. Berdasarkan fakta tersebut, ada kemungkinan gangguan faal

paru yang dialami oleh responden di PT X adalah lebih dominan karena pengaruh

paparan rokok mengingat 68,2% responden merupakan perokok.

Responden pada kelompok terpapar yang mengalami gangguan berupa

obstruksi ringan adalah perokok dengan dosis 264 batang-tahun sehingga sangat

mungkin obstruksi ringan yang dialami lebih karena pengaruh rokok

dibandingkan efek paparan debu batubara. Perkiraan ini juga didukung oleh hasil

uji regresi linier yang menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan

mempengaruhi nilai %FEV1 pada responden kelompok terpapar adalah dosis

rokok, dengan β = -0,522 yang berarti setiap peningkatan satu satuan dosis rokok

maka nilai %FEV1 responden akan menurun sebesar 0,522. Dosis rokok juga

mempunyai pengaruh negatif terhadap nilai %FEV1 responden kelompok tidak

terpapar, yaitu β = -0,027. Nilai koefisien regresi tersebut lebih kecil

dibandingkan pada kelompok terpapar karena rata-rata dosis rokok responden

kelompok tidak terpapar juga lebih kecil. Merokok dapat menyebabkan hipertrofi

sel mukosa dan meningkatkan sekresi mukus sehingga dapat mengakibatkan

obstruksi yang ditandai dengan penurunan %FEV1. Oleh karena itu, tindakan yang

dapat dilakukan untuk tidak memperburuk risiko obstruksi pada pekerja yang

terpapar debu batubara di PT X adalah menyarakan pekerja di bagian boiler yang

merokok untuk berhenti merokok.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
72

Seorang responden pada kelompok terpapar yang mengalami restriksi

ringan adalah perokok aktif dengan dosis rokok 252 batang-tahun. Hal tersebut

juga dapat memberikan dugaan bahwa restriksi paru yang dialami juga lebih

dominan karena pengaruh rokok. Namun, hasil uji regresi pada kelompok terpapar

justru menunjukkan β = 0,015 untuk %FVC, artinya semakin meningkat dosis

rokok maka nilai %FVC responden makin meningkat. Begitu pula hasil regresi

pada kelompok tidak terpapar dimana β = 0,167 untuk %FVC. Hasil penelitian

ini tidak sejalan dengan hasil penelitian kasus kontrol oleh Baumgartner dkk

(2000) bahwa riwayat merokok beruhubungan dengan peningkatan risiko penyakit

fibrosis paru idiopatik dengan OR sebesar 1,6. Hal ini bisa terjadi karena kapasitas

vital paru manusia juga dipengaruhi oleh ukuran tubuh sehingga kemungkinan

kapasitas vital paru responden pada kelompok terpapar relatif besar. Penelitian

oleh Gold (1996) juga mengemukakan tidak terdapat hubungan dosis-respon

antara dosis rokok dengan nilai FVC, nilai FVC perokok lebih besar daripada

bukan perokok yang diduga ukuran paru lebih besar pada responden yang

perokok.

Status gizi responden baik pada kelompok terpapar maupun kelompok tidak

terpapar didominasi oleh status gizi lebih (obesitas), yaitu 72,2% pada kelompok

terpapar dan 54,4% pada kelompok tidak terpapar. Rata-rata nilai IMT pada

kelompok terpapar 27,069 ± 5,396 kg/m2 sedangkan pada kelompok tidak

terpapar 24,007 ± 2,956 kg/m2. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dapat terlihat

bahwa status gizi kelompok tidak terpapar lebih banyak yang normal

dibandingkan pada kelompok terpapar. Perbedaan ini dapat terjadi kemungkinan

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
73

karena responden pada kelompok tidak terpapar lebih banyak yang memiliki

kebiasaan berolahraga secara rutin. Kebiasaan olahraga secara rutin dapat

meningkatkan metabolisme tubuh sehingga mengurangi risiko obesitas (Karim,

2006). Selain itu kondisi obesitas pada responden kelompok terpapar mungkin

berhubungan dengan kebiasaan merokok responden dalam jumlah banyak (> 10

batang/hari). Merokok diguga memicu akumulasi lemak intra abdomen lebih

besar dibandingkan pada orang yang tidak merokok atau perokok ringan sehingga

perokok sedang hingga perokok berat mempunyai risiko untuk obesitas lebih

tinggi (Chiolero dkk, 2008).

Status gizi mempengarhi faal paru seseorang. Obesitas dapat

mempengaruhi faal paru karena adanya tambahan jaringan adiposa pada dinding

dada dan rongga perut yang menekan rongga dada, rongga abdomen dan paru.

Akibat beban tambahan tersebut daya complience paru menurun, otot pernapasan

harus memompa lebih kuat untuk menghasilkan tekanan negatif hingga

memungkinkan udara masuk saat inspirasi sehingga kecepatan otot berkurang.

Hal tersebut menyebabkan menurunnya nilai FEV1 dan menurunnya kapasitas

udara paru (Costa dkk, 2008). Hasil uji regresi terhadap IMT pada penelitian ini

menunjukkan β = -0,127 untuk %FEV1 dan β = 0,429 untuk %FVC pada

kelompok terpapar. Koefisien regresi tersebut menunjukkan terdapat pengaruh

IMT terhadap nilai %FEV1 dimana jika IMT meningkat maka nilai %FEV1 akan

menurun. Namun, berbeda dengan teori di awal, hasil penelitian ini justru

menunjukkan peningkatan nilai %FVC jika nilai IMT meningkat. Kondisi tersebut

bisa saja terjadi karena pada dasarnya kapasitas vital individu dipengaruhi oleh

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
74

multi faktor. Koefisien regresi pada kelompok tidak terpapar menunjukkan

kecenderungan yang sama, yaitu β = -0,392 untuk %FEV1 dan β = 0,071 untuk

%FVC.

Usia merupakan faktor yang secara alamiah mempengaruhi kondisi faal

paru seseorang. Sistem pernapasan akan berubah secara anatomi dan imunologi

sesuai bertambahnya usia. Daya pengembangan paru, kekuatan otot pernapasan,

kapasitas vital, FEV1, FVC, dan cairan antioksidan epiteal akan menurun sesuai

peningkatan usia (Sharma dan Goodwin, 2006). Rata-rata usia responden pada

penelitian ini homogen, yaitu 34,27 ± 5,985 tahun pada kelompok terpapar dan

33,36 ± 4,884 tahun pada kelompok tidak terpapar. Usia rata-rata tersebut berada

pada titik dimana kapasitas paru sudah optimum, tidak dapat berkembang lagi

bahkan sudah dapat mengalami penurunan setelah mencapai usia 30 tahun

(Guyton, 1997). Hasil regresi linier pengaruh usia menunjukkan nilai β = - 0,147

untuk %FEV1 dan β = 0,001 untuk %FVC pada kelompok terpapar. Nilai

koefisien regresi pada kelompok tidak terpapar lebih besar dan merupakan yang

paling dominan mempengaruhi %FEV1-nya, yaitu β = -0,515 untuk %FEV1 dan

β= -0,366 untuk %FVC. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mengkidi (2006) yang

menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan usia dengan

gangguan faal paru.

Kebiasaan olahraga dapat meningkatkan kapasitas vital paru karena aliran

darah akan meningkat dengan olahraga yang rutin. Akibat peningkatan aliran

darah yang melalui paru, kapiler paru mendapatkan perfusi maksimum sehingga

oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
75

Disisi lain, dengan berolah raga daya tahan tubuh lebih terjaga sehingga tidak

rentan terhadap penyakit infeksi saluran pernapasan serta menguatkan otot-otot

pernapasan (Karim, 2006). Hasil analisis regresi linier pada penelitian ini

menunjukkan kebiasaan olahraga merupakan faktor yang paling dominan

mempengaruhi nilai %FVC pada kelompok tidak terpapar, yaitu β= -0,779 yang

berarti tidak berolahraga mengakibatkan penurunan nilai %FVC sebesar 0,779.

Pengaruh olahraga terhadap %FEV1 pada kelompok terpapar juga menunjukkan

kecenderungan yang sama, yaitu β= -0,368. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Yulaekah (2007) bahwa olahraga merupakan faktor protektif terhadap

gangguan faal paru (OR=0,747).

Salah seorang responden pada kelompok terpapar yang mengalami restriksi

paru berusia 44 tahun dengan status gizi kurang (underweight), mempunyai

kebiasaan merokok dengan dosis cukup tinggi, dan tidak punya kebiasaan

berolahraga. Hal itu memungkinkan gangguan faal paru yang dialami merupakan

pengaruh kombinasi dari karakteristik individu yang rentan tersebut. Kondisi

status gizi yang kurang bisa merupakan indikasi adanya penyakit kronis, misalnya

penyakit jantung. Darah mempunyai peranan penting dalam membawa sulpai

nutrisi maupun oksigen. Jika aliran darah terganggu akibat adanya kelainan

jantung maka kerja normal sistem organ yang lain juga turut terganggu. Adanya

penyakit kronis umumnya melemahkan kerja organ tubuh termasuk paru-paru dan

otot-otot pernapasan. Menurut West (2011), penyakit gagal jantung kiri termasuk

penyakit yang dapat mempengaruhi persyarafat otot napas sehingga menurunkan

kapasitas paru.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
76

Pada individu yang rentan, inhalasi debu debu dalam kadar rendah dapat

menimbulkan dampak yang buruk pada saluran pernapasan. Jumlah debu yang

terinhalasi selain tergantung pada kadar paparan juga dapat dipengaruhi oleh

kebiasaan menggunakan alat pelindung pernapasan. Penggunaan alat pelindung

pernapasan dapat meminimalkan jumlah partikel debu yang terinhalasi.

Kemungkinan responden pada kelompok terpapar yang mengalami gangguan faal

paru mempunyai pertahanan jaringan paru yang lemah terhadap debu toksik.

Berdasarkan hasil kuisioner dan didukung oleh pengamatan, responden yang

mengalami gangguan faal paru tersebut sering tidak menggunakan alat pelindung

pernapasan ketika bekerja di lapangan. Menurut penelitian Mengkidi (2006),

penggunaan APD merupakan faktor protektif terhadap kejadian gangguan faal

paru (RP = 0,572; 95% CI = 0,390 – 0,838). Hasil penelitian serupa oleh Raharjo

(2013) juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pemakaian

masker dengan kejadian gangguan faal paru pada pekerja di pabrik peleburan besi.

Faktor yang mempengaruhi efektifitas penggunaan alat pelindung

pernapasan selain intensitas penggunaannya adalah kesesuaian antara jenis

partikel paparan dan jenis alat pelindung pernapasannya, cara pemakaian, dan

kelayakan alat pelindung pernapasan tersebut (Harrington dan Gill, 2005). PT X

perlu lebih memperketat pengawasan penggunaan respirator terhadap pekerja di

bagian boiler karena meskipun kadar paparan debu batubara di sana masih

termasuk di bawah NAB tidak menutup kemungkinan pekerjanya untuk dapat

mengalami gangguan faal paru.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
77

Pekerja bagian boiler di PT X yang mengalami gangguan obstruksi maupun

restriksi sebaiknya dipindahkan ke bagian lain yang tidak terdapat paparan debu

karena adanya paparan debu batubara dapat memperburuk progesifitas

penyakitnya (Suyono, 1995). Penilaian secara pasti apakah gangguan tersebut

merupakan penyakit paru akibat kerja dapat diketahui melaui pemeriksaan

radiologi atau CT scan untuk melihat ada tidaknya debu batubara di dalam

jaringan paru penderita.

Uji kapasitas faal paru menggunakan spirometri mudah dilakukan dan

seringkali informatif untuk dapat mendeteksi adannya gangguan faal paru (West,

2011). Uji ini sebaiknya dilakukan berkala setahun sekali untuk menilai hubungan

paparan-efek dan membantu memberikan penilaian kelaikan tindakan

pengendalian debu di bagian boiler PT X. Jika dari hasil uji kapasitas paru

tersebut menunjukkan penurunan nilai %FEV1 dan %FVC pekerja bagian boiler

yang bermakna, maka patut dicurigai bahwa paparan debu batubara di boiler PT X

menimbulkan pengaruh terhadap faal paru pekerja secara signifikan.

Kelemahan dalam penelitian ini adalah pemeriksaan baru dilakukan satu

kali dan jumlah populasi yang terbatas membuat data yang ada juga terbatas

sehingga hasil uji statistik mungkin kurang interprtatif. Selain itu, jumlah populasi

yang terlalu sedikit membuat faktor-faktor karakteristik individu yang dapat

mempengaruhi kapasitas faal paru tidak dapat dikendalikan. Oleh karena itu, sulit

untuk melihat efek dari paparan debu batubara saja terhadap kondisi faal paru

pekerja di bagian boiler akibat adanya faktor-faktor lain yang tidak dapat

dikendalikan tersebut pada responden penelitian.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Usia rata-rata kedua kelompok responden adalah homogen. Responden di

bagian boiler lebih banyak yang mempunyai status gizi lebih (obesitas), rata-rata

dosis rokoknya lebih besar, dan lebih banyak yang tidak mempunyai kebiasaan

olahraga dibandingkan dengan responden di bagian kantor packaging warehouse.

Responden di bagian boiler PT X mempunyai risiko relatif tiga kali lebih besar

untuk mengalami gangguan faal paru dibandingkan responden pada bagian kantor

packaging warehouse. Rata-rata kadar debu di bagian boiler 0,4174 mg/m3

sehingga potensi debu batubara tersebut untuk menimbulkan gangguan faal paru

pada pekerja dengan masa kerja rata-rata kurang dari 10 tahun kemungkinan kecil.

Faktor karakteristik individu yang paling dominan mempengaruhi faal paru

responden di bagian boiler adalah dosis rokok untuk nilai %FEV1 dan kebiasaan

olahraga untuk nilai %FVC. Sedangkan, pada responden di bagian kantor

packaging warehouse faktor yang paling dominan mempengaruhi faal paru adalah

usia untuk nilai %FEV1 dan masa kerja untuk nilai %FVC.

7.2 Saran

Pihak manajemen PT X disarankan aktif melakukan penyuluhan kepada

pekerja bagian boiler untuk berhenti merokok, memindahkan pekerja bagian

boiler PT X yang mengalami gangguan faal paru ke lokasi kerja lain yang tidak

terdapat paparan debu batubara langsung, dan memberikan tes fungsi paru

78
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
79

menggunakan spirometri kepada pekerja bagian boiler PT X secara berkala

setahun sekali untuk melakukan pemantauan efek paparan debu batubara terhadap

pekerja. Interpretasi hasil pengukuran faal paru sebaiknya juga

mempertimbangkan parameter lain yaitu kapasitas vital, kapasitas total paru,

volume residu, dan volume tidal sehingga hasil interpretasi dapat lebih mendalam

dan akurat. Penelitian ini memiliki kelemahan terbatasnya populasi penelitian,

sebaiknya penelitian terkait paparan debu batubara dan faal paru selanjutnya

dilakukan dengan populasi yang lebih besar.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR PUSTAKA

Afriwardi. 2010. Ilmu Kedokteran Olahraga. Jakarta: EGC.


Aladin, A. 2011. Sumber Daya Alam Batubara. Jakarta: Lubuk Agung.
Asna, A.S. 2013. Hubungan antara Lama Paparan Kadar Debu Batubara dengan
Penuruan Kapasitas Fungsi Paru pada Tenaga Kerja di Unit Boiler
Batubara PT Indo Aciditama Tbk. Artikel Publikasi Ilmiah. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Baumgartner, K.B.,Samet, J.M., Coutlas, D.B. 2000. Occuoational and
Environmental Risk Factor For Idiopatic Pulmonary Fibrosis: A
Multicenter Case-Control Study. Collaborating Centers. Am J Epidemiol.
152:307-315.
CDC (Centers for Disease Control and Prevention). 2014. Coal Workers'
Pneumoconiosis: Number of Death by state, U.S. Residents age 15 and
over. 2001-2010. Diakses pada tanggal 17 April 2015.<www.cdc.gov>.
CDC (Centers for Disease Control and Prevention). 2012. Pneumoconiosis
andadvanced occupational lung disease among surface coal miners – 16
states,2010–2011. MMWR. Morb. Mortal. Wkly. Rep. 61, 431–434.
Chiolero, A., Faeh, D., Paccaud, F., Cornuz, J. 2008. Consequences of Smoking
for Body Weight, Body Fat Distribution, and Insulin Resistence. Am J Clin
Nutr. 87:801-9.
Costa, D., Barbalho, M.C., Miguel, G.P.S., Forti, EMP., Azevedo. 2008. The
Impact of Obesity on Pulmonary Function in Adult Women. Clinic.
63:719-24.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 2011. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No.per13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta:
Depnakertrans RI.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 1980. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No.Per.02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
Jakarta: Depnakertrans RI
Fishwick, D. 2008. Pneumoconiosis. Systemic and Parenchymal Lung Diseases.
36: 258-260.
Gold, D., Wang, X., David, W. 1996. Effect of Cigarrete Smoking on Lung
Function in Adolescent Boys and Girls. NEJM. Vol. 335 No.13.
Government of Alberta. 2010. Coal Dust at The Work Site. Workplace Health and
Safety Bulletin. New York: Work Safe Alberta.
Guyton, A.C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

80
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
81

Harrianto, R. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
Harrington, J.M. dan Gill, F.S. 2005. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
International Labour Organization. 2002. Guidelines for the use of the ILO
International Classification of Radiographs of Pneumoconiosis. Revised
edition 2000. Geneva: International Labour Office.
IUPAC. 1990. Glossary of atmospheric chemistry terms. International Union of
Pure and Applied Chemistry, Applied Chemistry Division, Commission on
Atmospheric Chemistry. Pure and Applied Chemistry. 62 (11):2167-2219.
Karim, F. 2006. Panduan Kesehatan Olahraga bagi Petugas Kesehatan. Jakarta:
Depkes RI.
Laboratorium Fisiologi UNSOED. 2015. Modul Praktikum Spirmetri. Banyumas:
Fakultas Kedokteran Universitas Jendral Soedirman.
Lewis, R. A. 1998. Lewis' dictionary of Toxicology. U.S: CRC Press LLC.
Liu, H., Tang, Z., Yang, Y., Weng, D., Sun, G., Duan, Z., Chen, J. 2009.
Identificationand classification of high risk groups for coal workers’
pneumoconiosis using anartificial neural network based on occupational
histories: a retrospective cohortstudy. BMC Public Health. 9: 366.
Menezes, A.M., Victoria C.G., & Rigatto M., 1994. Prevalence and Risk Factors
for Chronic Bronchitis in Petolas, RS, Brazil: A Population-based Study.
Thorax. 12: 1217-1221.
Mengkidi, D. 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya pada Karyawan PT Semen Tonasa Pangkep Sulawesi
Selatan. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
National Institute for Occupational Safety and Health. 2011. Coal Mine Dust
Exposures and Associated Health Outcomes. NIOSH CIB 64.
Onder, M. dan Yigit, E. 2009. Assesment of Respirable Dust Exposure in An
Opencast Coal Mine. Environ Monit Asses. 152:393-401.
Pearce, E. C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia.
Jakarta.
Pudjiastuti, W. 2002. Debu sebagai Bahan Pencemar yang Membahayakan
Kesehatan Kerja. Jakarta: Pusat Kesehatan Kerja.
Puspita, G.C. 2011. Pengaruh Paparan Debu Batubara Terhadap Gangguan Faal
Paru Pada Pekerja Kontrak Bagian Coal Handling PT PJB Unit
Pembangkitan Paiton. Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
82

Raharjo, M.S.P. 2013. Status Fungsi Paru pada Tenaga Kerja yang Terpapar Debu
dan Faktor yang Mempengaruhinya (Studi di Bagian Produksi PT X
Sidoarjo). Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.
Razi F., Amri Z., Ichsan M., Yunus F. 2008. Pengaruh Debu Batubara terhadap
Paru Pekerja Tambang Penggalian. Jurnal Kedokteran Indonesia. Vol. 58.
No.2.
Revoir, W.H. 1997. Respiratory Protection Handbook. USA: CRC Press LLC.
Ryu, J.H., Colby, T.V., Hartman, T.E., Vassalo, R. 2001. Smoking-Related
Interstitial Lung Diseasae: A Concise Review. Eur Respir J. 17:122-132.
Sharma, G. dan Goodwin, J. 2006. Effect Of Aging on Respiratory System
Physiology dan Imunology. Clinical Invervention in Aging. I (3): 253-260.
Smith D.R., dan Leggat P.A. 2006. 24 Years of Pneumoconiosis Mortality
Surveillance in Australia. J Occup Health. (48):309-13.
Suma’mur, P.K. 2011. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).
Jakarta: Sagung Seto.
Standar Nasional Indonesia. 2005. SNI 19-0232-2005 tentang NAB Zat Kimia di
Udara Tempat Kerja. Jakarta: Badan Standar Nasional.
Susanto, A.D. 2011. Pneumokoniosis. Indonesian Medical Association Journal.
vol.61 No. 12.
Suyono, J. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG.
Wardhana, A.W. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: ANDI.
West, J.B. 2011. Pulmonary Pathophysiology 8th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
WHO. 2014. Global Database on Body Mass Index. Diakses pada tanggal 12
Desember 2014. <http://apps.who.int/bmi/index/.jsp>.
Yulaekah, S. 2007. Paparan Debu Terhirup Dan Gangguan Fungsi Paru Pada
Pekerja Industri Batu Kapur. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro Semarang.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

LAMPIRAN 1

83
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI
STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
84

LAMPIRAN 2

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
85

LAMPIRAN 3

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
86

LAMPIRAN 4
LEMBAR PENJELASAN SEBELUM PENELITIAN

Judul Penelitian
“Pengaruh Paparan Debu Batubara terhadap Status Faal Paru Pekerja di PT
SMART, Tbk Surabaya”
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan debu
batubara terhadap status faal paru pekerja. Penelitian ini dilakukan terhadap
pekerja di bagian boiler karena pekerja di bagian boiler terpapar langsung
debu batubara saat melakukan pekerjaannya. Penelitian juga dilakukan pada
pekerja di bagian kantor emballage sebagai kelompok yang tidak terpapar
debu batubara langsung sehari-harinya.

Manfaat

Subyek yang terlibat dalam penelitian ini akan memperoleh informasi


tentang status faal parunya (± 1 minggu setelah pengukuran, hasilnya dapat
dilihat di poliklinik perusahaan) dan informasi tentang upaya mengendalikan
paparan debu batubara di tempat kerja melalui leaflet sehingga dapat
mengurangi risiko terjadinya gangguan kesehatan.

Perlakuan yang Diberikan Pada Responden

Bapak-bapak yang akan menjadi responden pada penelitian ini akan


dimintai waktu untuk melakukan hal-hal berikut:
1. Mengisi kuisioner selama ± 15 menit.
2. Melakukan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dan
pengukuran berat badan menggunakan bathroom scale selama ± 10 menit.
Langkah pengukuran tinggi badan dan berat badan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Melepaskan sepatu/alas kaki dan helm kemudian berdiri tegak di
bawah microtoise yang telah terpasang pada lantai yang datar dengan

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
87

posisi kepala, bahu belakang, lengan, pantat, dan tumit menempel pada
dinding.
b. Setelah pengukuran tinggi badan selesai, responden diminta naik ke
alat timbang badan (bathroomscale) dengan posisi kaki tepat di tengah
alat timbang tetapi tidak menutupi angka jarum timbang.
c. Responden diminta memandang lurus ke depan (tidak menunduk) dan
tidak bergerak-gerak saat pengukuran berat badan.
3. Melakukan pengukuran kapasitas faal paru menggunakan alat spirometri
selama ± 15 menit. Langkah-langkah pengukuran tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Responden diminta berdiri kemudian memasang mouthpiece ke mulut,
dengan posisi bibir rapat pada mouthpiece.
b. Responden diminta menarik napas sedalam-dalamnya kemudian
membuang napas secara cepat dan dihentakan. Hal ini dilakukan
berulang 2 sampai 3 kali.
Semua kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan di
dalam ruangan kantor boiler atau di kantor emballage. Pengukuran IMT dan
kapasitas faal paru akan dilakukan oleh petugas dari Balai UPTK3 dan
didampingi peneliti.

Bahaya Potensial Penelitian

Tidak ada bahaya potensial yang akan dirasakan oleh responden


karena peneliti hanya akan menggunakan microtoise, bathroomscale,
spirometri, dan lembar kuisioner untuk menggali data responden. Namun,
kemungkinan responden dapat mengalami kelelahan karena mengulang
melakukan menarik napas sedalam-dalamnya dan membuang napas secara
cepat disertai hentakan.

Hak untuk Undur Diri

Selama penelitian berlangsung, responden diperbolehkan untuk


menghentikan proses pengisian kuisioner.

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
88

Tempat dan Pelaksanaan Penelitian

Selama penelitian berlangsung, pelaksanaan pengisian kuisioner,


pengukuran tinggi & berat badan, serta pengukuran kapasitas faal paru akan
dilakukan di tempat penelitian yaitu di PT SMART, Tbk Surabaya. Pengisian
kuisioner dilakukan sehari sebelum pengukuran tinggi, berat badan, dan
pengukuran kapasitas faal paru pekerja. Pengukuran tinggi, berat badan, dan
kapasitas faal paru di hari berikutnya dilakukan pada pukul 07.00 sampai
selesai dan dilakukan oleh peneliti dengan bantuan pihak yang mendukung
penelitian ini. Waktu pengambilan data ini melalui perjanjian dengan
responden terlebih dahulu.

Jenis Insentif

Responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini akan


mendapatkan insentif berupa merchandise sapu tangan dan makanan.

Contact Person

Berikut adalah identitas ketua pelaksana penelitian:


Nama : Yosi Dhemas Larasati
No. Telepon : 082131061514
Institusi Penyelenggara : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga
Alamat Institusi : Jl. Mulyorejo Surabaya (031-5920948)
Demikian penjelasan yang perlu saya sampaikan dan harus dipahami
sebelum bersedia menjadi responden penelitian. Atas perhatian Anda, saya
ucapkan terima kasih.
Surabaya, Juni 2015
Peneliti

Yosi Dhemas Larasati


NIM. 101111373

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
89

LAMPIRAN 5
INFORM CONSENT
PERSETUJUAN TERTULIS SETELAH PENJELASAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah:


Nama :
Jenis Kelamin :
Usia / TTL :
Alamat :

Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai :


1. Penelitian yang berjudul “Pengaruh Paparan Debu Batubara terhadap Status
Faal Paru pada Pekerja di PT SMART, Tbk Surabaya.”
2. Perlakuan yang akan diterapkan pada subyek
3. Manfaat ikut sebagai subyek penelitian
4. Bahaya yang akan timbul
5. Prosedur penelitian

Dan subyek penelitian mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai


segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut. oleh karena itu saya
bersedia / tidak bersedia *) secara sukarela untuk menjadi subyek penelitian
dengan penuh kesadaran serta tanpa keterpaksaan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan
dari pihak manapun.

Surabaya, Juni 2015


Peneliti, Responden

YOSI DHEMAS L. ( )
NIM. 101111134
Saksi,

( )
*) Coret salah satu

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
90

LAMPIRAN 6
LEMBAR KUISIONER

A. Identitas Responden
1. No. Responden :
2. Nama responden :
3. Unit kerja/bagian :
4. Tempat, tanggal lahir :
5. Jenis kelamin :
6. Alamat :
B. Pengalaman terpapar debu
1. Kapan Anda mulai bekerja di bagian boiler/kantor packaging warehouse ?
............... tahun .............. bulan
2. Dalam sehari, jam berapa Anda bekerja? Pukul .............. sampai ................
3. Apakah selama bekerja, Anda sering terkena debu langsung di area boiler/
packaging warehouse?
a. Ya b. Tidak
C. Keluhan Pernapasan
1. Apakah Anda sering mengalami batuk?
a. Ya b. Tidak
2. Kapan Anda biasanya mengalami batuk-batuk?
a. Pagi hari ketika bangun tidur
b. Siang hari
c. Malam hari
d. Siang dan malam hari
3. Sejak kapan Anda mulai mengalami batuk tersebut?
............. bulan ...............tahun
4. Apakah saudara biasanya mengeluarkan dahak ketika batuk atau pada saat
tertentu? (jika jawaban “ya” lanjut kepertanyaan no. 5 dan no.6, jika
jawaban tidak, lanjut langsung ke pertanyaan no. 7)
a. Ya b. Tidak
5. Kapan Anda biasanya mengeluarkan dahak?
a. Pagi hari ketika bangun tidur
b. Siang hari dan/atau malam hari
6. Sejak kapan Anda mulai mengeluarkan dahak seperti itu?
............. bulan ................. tahun
7. Apakah Anda merasa sesak napas jika Anda berjalan cepat di jalan datar di
lapangan atau saat berjalan biasa pada jalan yang mendaki?
a. Ya b. Tidak

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
91

D. Riwayat Penyakit Saluran Pernapasan


1. Apakah selama 3 tahun terakhir Anda memiliki penyakit saluran
pernapasan sehingga Anda tidak dapat bekerja normal selama 1 minggu?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah Anda mengeluarkan dahak lebih dari normal pada waktu bekerja? ?
(jika jawaban “ya” lanjut kepertanyaan no. 3, jika jawaban tidak, lanjut
langsung ke pertanyaan sub E)
a. Ya b. Tidak
3. Apakah Anda mengalami keluhan tersebut lebih dari 1 kali salam 3 tahun
terakhir?
a. Ya b. Tidak
E. Kebiasaan Merokok
1. Apakah Anda merokok? ? (jika jawaban “ya” lanjut kepertanyaan no. 2, 3,
4, dan 5, jika jawaban tidak, lanjut langsung ke pertanyaan no. 6)
a. Ya b. Tidak
2. Apakah Anda selalu merokok setiap hari?
a. Ya b. Tidak
3. Jika ya, berapa batang rokok yang Anda hisap setiap harinya? ........ batang.
4. Rokok jenis apa yang Anda pakai?
a. Rokok kretek (rokok tanpa filter)
b. Rokok berfilter
5. Sejak kapan Anda merokok? ................... tahun
6. Bagi yang tidak merokok, apakah Anda pernah merokok?
a. Ya b. Tidak
7. Bagi yang pernah merokok, sudah berapa lama Anda berhenti merokok?
......... tahun atau bulan (coret yang tidak perlu)
F. Kebiasaan Penggunaan Alat Pelindung Pernapasan
1. Apakah selama bekerja, Anda menggunakan alat pelindung pernapasan?
a. Ya b. Tidak
2. Manakah jenis masker yang Saudara gunakan?

a.

b.

c. Kain kaos atau slayer

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
92

3. Kapan Anda menggunakan alat pelindung pernapasan tersebut?


a. Selalu saat bekerja di lapangan
b. Kadang-kadang saat bekerja di lapangan
c. Jika diminta atau di kontrol atasan
G. Kebiasaan Olahraga
Frekuensi (dalam Lama
No. Jenis olahraga Ya/tidak
seminggu) olahraga
1. Jalan kaki kali Menit
2. Sepak bola Kali Menit
3. Voli Kali Menit
4. Bulu tangkis Kali Menit
5. Bersepeda Kali Menit
6. Jogging atau lari Kali Menit
7. Lainnya, Kali Menit
sebutkan.............

H. Status IMT
1. Berat badan : .......................... kg
2. Tinggi badan : ............................ m
3. IMT : ............................ kg/m².
4. Status IMT : ............................
I. Hasil Pengukuran Faal Paru
1. FVC :
2. FEV1 :
3. Kelainan :

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
93

LAMPIRAN 7

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
94

LAMPIRAN 8

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
95

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
96

LAMPIRAN 9
Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

umur responden 11 28 44 34,27 5,985


masa kerja 11 8 14 8,73 1,849
nilai IMT 11 17,63 37,02 27,0682 5,39345
Dosis rokok 11 0 288 93,73 127,024
% FEV1 11 69,7 94,5 84,709 6,2507
%FVC 11 60,9 125,9 100,936 20,1219

Valid N (listwise) 11

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

umur responden 11 28 45 33,36 4,884


masa kerja 11 3 21 7,55 6,267
nilai IMT 11 19,38 29,00 24,0064 2,95543
Dosis rokok 11 0 120 46,09 43,542
% FEV1 11 68,4 97,7 85,255 7,1315
%FVC 11 84,2 127,9 104,473 12,0325

Valid N (listwise) 11

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Status Faal Paru * status paparan 22 100,0% 0 0,0% 22 100,0%

Status Faal Paru * status paparan Crosstabulation


status paparan Total
terpapar tidak terpapar
Count 3 1 4
ada gangguan % within status paparan 27,3% 9,1% 18,2%
% of Total 13,6% 4,5% 18,2%
Status Faal Paru
Count 8 10 18
normal % within status paparan 72,7% 90,9% 81,8%
% of Total 36,4% 45,5% 81,8%
Count 11 11 22
Total % within status paparan 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
97

Regression

Variables Entered/Removeda

Model Variables Entered Variables Method


Removed

kebiasaan . Enter
olahraga, Dosis
1 rokok, nilai IMT,
umur responden,
masa kerjab

a. Dependent Variable: % FEV1


b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Durbin-Watson


Estimate

1 ,750a ,563 ,126 5,8424 2,224

a. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, umur responden, masa kerja
b. Dependent Variable: % FEV1

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 220,039 5 44,008 1,289 ,394b

1 Residual 170,670 5 34,134

Total 390,709 10

a. Dependent Variable: % FEV1


b. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, umur responden, masa kerja

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
98

Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity Statistics
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta Tolerance VIF

(Constant) 100,078 23,707 4,221 ,008

umur -,154 ,414 -,147 -,371 ,726 ,555 1,802


responden
masa kerja -,013 1,689 -,004 -,008 ,994 ,350 2,856
1
nilai IMT -,148 ,385 -,127 -,383 ,717 ,791 1,264
Dosis rokok -,026 ,021 -,522 -1,246 ,268 ,497 2,010
kebiasaan -4,928 6,589 -,368 -,748 ,488 ,360 2,775
olahraga

a. Dependent Variable: % FEV1

Collinearity Diagnosticsa

Model Dimension Eigenvalue Condition Variance Proportions


Index (Constant) umur masa nilai Dosis rokok kebiasaan
responden kerja IMT olahraga

1 5,134 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,01 ,00

2 ,570 3,001 ,00 ,00 ,00 ,00 ,47 ,01

3 ,248 4,549 ,00 ,00 ,01 ,00 ,04 ,27


1
4 ,031 12,969 ,01 ,20 ,00 ,50 ,09 ,00

5 ,013 19,996 ,00 ,31 ,49 ,41 ,02 ,65


6 ,004 36,102 ,99 ,49 ,50 ,09 ,38 ,07

a. Dependent Variable: % FEV1

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 77,480 92,229 84,709 4,6908 11


Residual -7,7803 5,2857 ,0000 4,1312 11
Std. Predicted Value -1,541 1,603 ,000 1,000 11
Std. Residual -1,332 ,905 ,000 ,707 11

a. Dependent Variable: % FEV1

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
99

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
100

Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables Removed Method
kebiasaan olahraga, Dosis . Enter
1 rokok, nilai IMT, umur
responden, masa kerjab

a. Dependent Variable: %FVC


b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Durbin-Watson


Estimate

1 ,778a ,605 ,210 17,8871 2,335

a. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, umur responden, masa kerja
b. Dependent Variable: %FVC

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 2449,166 5 489,833 1,531 ,326b

1 Residual 1599,739 5 319,948

Total 4048,905 10

a. Dependent Variable: %FVC


b. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, umur responden, masa kerja

Coefficientsa

Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity Statistics


Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta Tolerance VIF

(Constant) 81,100 72,582 1,117 ,315

umur ,003 1,269 ,001 ,002 ,998 ,555 1,802


responden

masa kerja ,068 5,170 ,006 ,013 ,990 ,350 2,856


1
nilai IMT 1,600 1,179 ,429 1,357 ,233 ,791 1,264

Dosis rokok ,002 ,063 ,015 ,038 ,971 ,497 2,010

kebiasaan -33,543 20,174 -,779 -1,663 ,157 ,360 2,775


olahraga

a. Dependent Variable: %FVC

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
101

Collinearity Diagnosticsa

Model Dimensi Eigenvalue Condition Variance Proportions


on Index (Constant) umur masa nilai IMT Dosis kebiasaan
responden kerja rokok olahraga

1 5,134 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,01 ,00

2 ,570 3,001 ,00 ,00 ,00 ,00 ,47 ,01

3 ,248 4,549 ,00 ,00 ,01 ,00 ,04 ,27


1
4 ,031 12,969 ,01 ,20 ,00 ,50 ,09 ,00

5 ,013 19,996 ,00 ,31 ,49 ,41 ,02 ,65

6 ,004 36,102 ,99 ,49 ,50 ,09 ,38 ,07

a. Dependent Variable: %FVC

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 77,040 124,663 100,936 15,6498 11


Residual -18,1522 16,4945 ,0000 12,6481 11
Std. Predicted Value -1,527 1,516 ,000 1,000 11
Std. Residual -1,015 ,922 ,000 ,707 11

a. Dependent Variable: %FVC

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
102

Variables Entered/Removeda

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
103

Model Variables Entered Variables Method


Removed

kebiasaan . Enter
olahraga, Dosis
1 rokok, nilai IMT,
masa kerja, umur
respondenb

a. Dependent Variable: % FEV1


b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson


Square Estimate

1 ,449a ,202 -,597 9,0116 1,867

a. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, masa kerja, umur
responden
b. Dependent Variable: % FEV1

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 102,542 5 20,508 ,253 ,921b

1 Residual 406,046 5 81,209

Total 508,587 10

a. Dependent Variable: % FEV1


b. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, masa kerja, umur responden

Coefficientsa

Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity Statistics


Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta Tolerance VIF

(Constant) 130,472 51,965 2,511 ,054

umur responden -,752 1,379 -,515 -,545 ,609 ,179 5,589

masa kerja ,294 1,022 ,258 ,288 ,785 ,198 5,047


1
nilai IMT -,947 1,087 -,392 -,871 ,424 ,787 1,271

Dosis rokok -,004 ,070 -,027 -,062 ,953 ,864 1,158

kebiasaan olahraga 1,290 6,442 ,094 ,200 ,849 ,717 1,394

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
104

a. Dependent Variable: % FEV1

Collinearity Diagnosticsa

Model Dimension Eigenval Condition Variance Proportions


ue Index (Constant) umur masa nilai IMT Dosis kebiasaan
responden kerja rokok olahraga

1 4,891 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,01 ,01

2 ,484 3,177 ,00 ,00 ,00 ,00 ,20 ,59

3 ,345 3,768 ,00 ,00 ,01 ,00 ,53 ,15


1
4 ,268 4,271 ,00 ,00 ,22 ,00 ,19 ,03

5 ,010 22,106 ,02 ,12 ,06 ,62 ,06 ,01

6 ,002 56,867 ,98 ,88 ,71 ,38 ,00 ,22

a. Dependent Variable: % FEV1

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 81,085 90,072 85,255 3,2022 11


Residual -12,6855 11,5591 ,0000 6,3722 11
Std. Predicted Value -1,302 1,505 ,000 1,000 11
Std. Residual -1,408 1,283 ,000 ,707 11

a. Dependent Variable: % FEV1

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
105

Variables Entered/Removeda

Model Variables Entered Variables Method


Removed

kebiasaan . Enter
olahraga, Dosis
1 rokok, nilai IMT,
masa kerja, umur
respondenb

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
106

a. Dependent Variable: %FVC


b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson


Square Estimate

1 ,627a ,393 -,214 13,2596 1,155

a. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, masa kerja, umur
responden
b. Dependent Variable: %FVC

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 568,733 5 113,747 ,647 ,678b

1 Residual 879,089 5 175,818

Total 1447,822 10

a. Dependent Variable: %FVC


b. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, masa kerja, umur responden

Coefficientsa

Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity Statistics


Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta Tolerance VIF

(Constant) 122,232 76,461 1,599 ,171

umur responden -,901 2,030 -,366 -,444 ,676 ,179 5,589

masa kerja 1,142 1,503 ,595 ,760 ,482 ,198 5,047


1 nilai IMT ,287 1,599 ,071 ,179 ,865 ,787 1,271

Dosis rokok ,046 ,104 ,167 ,445 ,675 ,864 1,158


kebiasaan -11,722 9,479 -,509 -1,237 ,271 ,717 1,394
olahraga

a. Dependent Variable: %FVC

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
107

Collinearity Diagnosticsa

Mode Dimensi Eigenvalue Condition Variance Proportions


l on Index (Constant) umur masa nilai Dosis kebiasaan
responden kerja IMT rokok olahraga

1 4,891 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,01 ,01

2 ,484 3,177 ,00 ,00 ,00 ,00 ,20 ,59

3 ,345 3,768 ,00 ,00 ,01 ,00 ,53 ,15


1
4 ,268 4,271 ,00 ,00 ,22 ,00 ,19 ,03

5 ,010 22,106 ,02 ,12 ,06 ,62 ,06 ,01

6 ,002 56,867 ,98 ,88 ,71 ,38 ,00 ,22

a. Dependent Variable: %FVC

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 94,865 116,214 104,473 7,5414 11


Residual -13,1326 15,2349 ,0000 9,3760 11
Std. Predicted Value -1,274 1,557 ,000 1,000 11
Std. Residual -,990 1,149 ,000 ,707 11

a. Dependent Variable: %FVC

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
108

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
109

LAMPIRAN 10

Pengukuran kadar debu batubara di area boiler

Pengukuran tinggi badan dan berat badan

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
110

Tes Faal Paru

Kegiatan pengangkutan batubara ke mesin crusher

Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP YOSI DHEMAS LARASATI


STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA

Anda mungkin juga menyukai