NIM : 186020300111015
CLASS : MAGISTER ACCOUNTING ED
PARADIGMA POSMODERNISME
A. ORIENTASI UMUM
1. Pendahuluan
Karakteristik posmo dalam pengembangan ilmu adalah karakteristik sikap
ilmiah dalam memaknai perubahan sosial masyarakat. Dengan mengenal
karaktersitik posmo tidak hanya untuk mengubah sikap ilmiah, melainkan juga
dimaksudkan agar substansi telaahnya dikenal baik, dan selanjutnya diolah
dengan lebih baik.
3. Fokus Posmo
Sejumlah ahli mendeskripsikan posmo sebagai menolak rasionalitas yang
digunakan oleh para fungsionalis, rasionalis, interpretif, dan teori kritis. Namun
menurut penulis (Muhadjir, 2000), Posmo bukan menolak rasionalitas tetapi
lebih menekankan pada pencarian rasionalitas aktif kreatif. Bukan mencari dan
membuktikan kebenaran, melainkan mencari makna perspektif dan
problematis.
Rasionalitas modernist yang “mengejar” grandtheory dan jabarannya,
ditolak oleh posmo. Posmo menggantinya dengan perbedaan (differences),
pertentangan (opposites), paradoks, dan penuh misteri (enigma). Dalam pola
fikir era modern, kontradiksi intern merupakan indikator lemahnya suatu
konsep atau teori. Dalam era posmo kontradiksi baik intern maupun ekstern
menjadi suatu pola fikir yang dapat diterima.
Tata fikir spesifik posmo adalah : Kontradiksi, kontroversi, paradoks, dan
dilematik. Posmo lebih melihat realitas sebagai problematis, sebagi sesuatu
yang perlu di-inquired, yang selalu perlu di-discovered, sebagai yang
kontroversial. Bukannya harus tampil ragu, melainkan harus memaknai dan
selanjutnya in action sesuai dengan indikator jalan benar. Bagi sekuler : Benar
absolut adalah benar uniersal, benar berdasar keteraturan semesta. Namun
keteraturan semesta sampai milenium ketiga pun masih banyak yang belum
terungkap. Bagi yang religius, benar absolut hanya diketahui Allah. Manusia
berupaya mengungkap dan memanfaatkan keteraturan semesta untuk
kemaslahatan manusia. Posmo dengan logika dan rasionalitas berupaya untuk
in action berkelanjutan. Segala yang problematis, yag beragam, yang
kontradiksi perlu dipecahkan secara cerdas untuk menemukan jalan menuju
kebenaran.
Makna poststruktural, postparadigmatik akan menjadi semakin menonjol
dalam peran berfikir postmodern. Pada era modern, baik positivist maupun
postpositivist, para ahli terpusat pada upaya membangun kebenaran dengan
mencari tata hubungan rasional-logis, baik secara linear pada positivist,
maupun secara kreatif (divergen, lateral, dan lain - lain) pada post positivistik.
Pada era Post modern para ahli tidak hendak mencari hubungan rasional -
integratif, melainkan hendak menemukan secara kreatif kekuatan - kekuatan
momental dari berbagai sesuatu yang saling independen dan dapat
dimanfaatkan.
4. Poststrukturalis Derrida
Jacques Derrida (1930) dikenal sebagai tokoh dekonstruksi studi sastra
yang pertama. Bagi Derrida teks bukan sekedar kumpulan tanda-tanda,
melainkan merupakan “Rajutan” yang maknanya terajut dalam keseluruhan
teks. Makna bahasa dalam suatu teks dapat berbeda dengan makna dalam teks
lain. Dalam strukturalis pembacaan sesuai dengan hukum-hukum
logosentrisme, sedangkan pada poststrukturalis pembacaan untuk mencari
makna lebih terbuka.
Tidak ada yang dapat menjamin benarnya penafsiran pada satu kurun
waktu. Dengan bertambahnya wawasan pun buku yang sama dibaca oleh
penulis yang sama dapat mengangkat penafsiran yang berbeda. Segala sesuatu
merupakan bagian dari perubahan dinamis termasuk makna teks.
5. Postmodernisme Loytard
Jean-Francois Loytar (1942) merupakan tokoh yang pertama kali
mengenalkan konsep postmodernisme dalam filsafat. posmo menolak hirarkhi,
genealogik, menolak kontinuitas, dan perkembangan. Posmo berupaya
mempresentasikan yang tidak dapat dipresentasikan oleh modernisme, kata
Loytard. Mengapa modernisme tidak dapat mempresentasikan, karena
logikanya masih terikat pada standard logic, sedangkan posmo
mengembangkan kemampuan kreatif membuat makna-makna baru,
menggunakan unstandard logic.
6. Postparadigmatik
Logika paradigmatik menggunakan beragam alur tata fikir sekaligus : Baik
yang linier, yang lateral, yang divergen, dan konvergen; juga menggunakan
telaah substantif dan isntrumentatif, juga tata fikir logik lainnya.
Postmodernisme menggunakan logika postparadigmatik, atau juga dikenal
sebagai paraconsistent logics. Paraconsistent adalah logika yang inferensinya
dibangun dengan cara yang sensible/make sense atau dapat dimengerti,
meskipun informasi yang digunakan untuk membuat kesimpulan tidak
konsisten.
Tentang kebenaran struktural paradigmatik, Thomas Kuhn mengemukakan
bahwa konstruksi paradigma antara lain: Kesesuaian observasi dengan
paradigma, mencakup phenomena tambahan, dan menetapkan nilai universal
konstan. Kebenaran postparadigmatik mengakui bahwa sangat mungkin
observasi baru dan phenomena tambahan tidak sesuai dengan paradigma yang
ada, sehingga tidak dapat ditetapkan nilai universal yang konstan. Kebenaran
universal itu tumbuh terus skop, isinya, dan dimensinya, karena manusia
berkelanjutan bersifat aktif kreatif dan mengembangkan terus makna.
Bridgeman, Hempel, dan Nagel mengkritik berfikir grounded, dan
menunjuk peran penting dari konseptualisasi atau teoretisasi empiri. Namun,
bagaimana kita dapat mengkonstruksi teori, jika kebenaran itu sendiri
dikembangkan terus oleh manusia, demikian pandangan postmodernisme.
Sedangkan makna poststruktural (dan postmodern seta postparadigmatik)
adalah mendekonstruk teori (baik yang poststruktural, yang postmodern,
maupun yang postparadigmatik).
Sumber :
1. Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Penerbit
Rake Sarasin.