Anda di halaman 1dari 174

TESIS

STRATEGI MITIGASI DAN ADAPTASI


PADA DAERAH RAWAN BENCANA BANJIR DI
KABUPATEN GOWA PADA WILAYAH
DAS JENEBERANG,

MITIGATION AND ADAPTATION STRATEGIES


IN FLOOD DISASTER-PROPOSED AREA IN GOWA
REGENCY IN THE JENEBERANG WATERSHED AREA,

TRY NOVIANTO WIDODO


P022191002

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

i
STRATEGI MITIGASI DAN ADAPTASI
PADA DAERAH RAWAN BENCANA BANJIR DI
KABUPATEN GOWA PADA WILAYAH DAS JENEBERANG

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Disusun dan Diajukan Oleh :

TRY NOVIANTO WIDODO


P022191002

Kepada

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

ii
HALAMAN PENGESAHAN

TESIS
Strategi Mitigasi dan Adaptasi pada Daerah Rawan Bencana Banjir di
Kabupaten Gowa pada Wilayah DAS Jeneberang

Disusun dan diajukan oleh

Try Novianto Widodo


Nomor Pokok P022191002

telah diperiksa dan disetujui untuk diuji


Makassar, 2021
Menyetujui
Komisi Penasehat,

Prof. Dr. Ir. Hazairin Zubair, M.S. Dr. Ir. Rusnadi Padjung,MSc.
Ketua Anggota

Ketua Program Studi


Perencanaan Pengembangan Wilayah,

Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir, M.Eng.

iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Try Novianto Widodo
NIM : P022191002
Program Studi : Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis
orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam tesis ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Makassar, Juni 2021


Yang Membuat Peryataan

Try Novianto Widodo

iv
PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas kasih karunia-Nya

dalam Yesus Kristus, penulis senantiasa merasakan berkat dan rahmat

kehidupan, termasuk dalam proses penyusunan dan penyelesaian tesis

dengan judul “Strategi Mitigasi dan Adaptasi pada Daerah Rawan Bencana

Banjir di Kabupaten Gowa pada Wilayah DAS Jeneberang”. Tesis ini

merupakan salah satu persyaratan akademik dalam menyelesaikan

pendidikan S2 Program Manajemen Perencanaan, Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah, Universitas Hasanuddin.

Tesis ini dapat diselesaikan berkat bimbingan dan arahan dari komisi

pembimbing ,oleh karena itu pada kesempatan ini disampaikan terima kasih

kepada Prof. Dr. Ir. Hazairin Zubair, MS. selaku ketua komisi pembimbing

dan Dr. Ir. Rusnadi Padjung, M.Sc., selaku anggota komisi pembimbing.

Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada komisi penilai yakni

Dr.Ir. Anwar Umar, MS., Dr.Ir. Daniel Useng, M.Eng.Sc., Andang Suryana

Soma, S.Hut.,MP., Ph.D

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc selaku Dekan Sekolah

Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

2. Bapak Dr. Ir. Darhamsyah, M.Si. selaku Kepala Pusat Pengendalian

Pembangunan Ekoregion Sulawesi dan Maluku tempat penulis bekerja.

v
3. Pusdiklat SDM Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selaku

penyedia beasiswa yang telah membiayai studi penulis.

4. Bapak/Ibu Dosen yang telah membimbing, mendidik serta memberikan

nasihat selama proses perkuliahan.

5. Kepala dan staf Instansi yang telah menyediakan data bagi penulis

dalam proses pengumpulan data baik data primer maupun sekunder

diantaranya Instansi LAPAN di Jakarta, BPS di Kabupaten Gowa,

BPDASHL Jeneberang Saddang di Kota Makassar, BPBD Kabupaten

Gowa, Dinas PU dan Tata Ruang, dan BAPPEDA Kabupaten Gowa

6. Segenap pengelola Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin,

yang senantiasa memberikan bantuan dalam proses adminsitrasi.

7. Sahabat-sahabat PPW angkatan 2019 yang telah bersama-sama

berjuang selama di perkuliahan.

8. Teman-teman sejawat terutama untuk Sdri Marissa yang telah

membantu dalam proses proofreading tesis dan jurnal yang berbahasa

inggris.

9. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Pada kesempatan ini juga, dengan penuh rasa syukur dihaturkan

limpah terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Ir. Sudarno, dan

Ibunda Harry Mangani, Kakak Eko, Kakak Bowo, Adik terkasih Indri, dan

terkhusus dengan penuh cinta diucapkan syukur dan terima kasih yang

vi
terkasih Mahel Sari yang selalu memberikan doa dan dukungan agar dapat

menyelesaikan studi dengan baik.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih

banyak kekurangan dan belum sempurna dengan segala kerendahan hati

diharapkan masukan, kritikan, dan saran agar tulisan ini dapat

disempurnakan sesuai dengan yang diharapkan. Semoga karya ini

bermanfaat bagi pemerintah serta masyarakat dalam upaya mitigasi dan

adaptasi bencana khususnya bencana banjir, bagi dunia ilmu pengetahuan

dan pihak lain yang membutuhkan.

Makassar, Juni 2021

Penulis

Try Novianto Widodo

vii
ABSTRAK

TRY NOVIANTO WIDODO Strategi Mitigasi dan Adaptasi pada Daerah


Rawan Bencana Banjir di Kabupaten Gowa pada Wilayah DAS Jeneberang
(dibimbing oleh Hazairin Zubair dan Rusnadi Padjung).

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis kejadian perubahan


penggunaan lahan yang dapat meningkatkan risiko bencana banjir; (2)
menganalisis kondisi daerah rawan dan terdampak bencana banjir; (3)
menganalisis upaya partisipasi masyarakat dalam melakukan mitigasi dan
adaptasi; (4) merumuskan strategi dalam upaya mitigasi dan adaptasi risiko
bencana banjir di Kabupaten Gowa pada Wilayah DAS Jeneberang.
Secara umum penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
menggunakan pendekatan spasial atau dikenal dengan sistem informasi
geografis (SIG). Ada beberapa metode yang digunakan dalam analisis data
antara lain (1) interpretasi data foto udara menjadi peta penutupan dan
penggunaan lahan dengan metode gabungan antara dan supervised dan
unsupervised classification kemudian analisis perubahan penutupan dan
penggunaan lahan dengan metode overlay; (2) Analisis kondisi dan
karakteristik fisik daerah rawan dan terdampak bencana dengan
wawancara, analisis SIG, dan observasi; (3) Pemetaan tingkat
pengetahuan dan perilaku masyarakat dengan penyusunan kuisioner dan
analisis SIG; (4) perumusan strategi mitigasi dan adaptasi dengan
menggunakan analisis SWOT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) telah terjadi perubahan
penutupan dan penutupan dan penggunaan lahan pada DAS Jeneberang,
dimana dari tahun 1999 dan 2020 telah terjadi deforestasi sebesar 770,14
Ha, degradasi hutan sebesar 1122,68 Ha, dan pertumbuhan lahan
permukiman sebesar 3497,47 Ha. (2) Kondisi dan karakteristik wilayah di
daerah rawan bencana banjir yang ditengarai dapat meningkatkan risiko
bencana banjir adalah tumbuhnya permukiman, dengan tidak
memperhatikan jarak rumah dengan sempadan sungai, model permukiman
di wilayah hilir DAS jeneberang yang membelakangi sungai, kebiasaan
warga yang membuang sampah dan kotoran langsung ke sungai, dan
perubahan lahan yang dahulu berfungsi sebagai daerah resapan kini
banyak beralih fungsi menjadi lahan permukiman. (3) Hasil pemetaan
mengenai pengetahuan dan perilaku masyarakat menunjukkan Kecamatan
Sombaopu memiliki presentasi skor tinggi sebesar 20% dan sedang

viii
sebesar 2,29% sedangkan Kecamatan Palangga didominasi dengan skor
rendah sebesar 52,43%, skor sedang 21,60% dan tinggi 3,67%. (4) Prioritas
Strategi penanganan dalam upaya mitigasi dan adaptasi bencana banjir
pada wilayah DAS Jeneberang di Kabupaten Gowa yaitu pertama
Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan drainase dan serapan air,
kedua konsistensi dan ketegasan pemerintah dalam penerapan aturan
perundang-undangan terkait di sektor lingkungan, tata ruang dan
kehutanan, ketiga meningkatkan efektivitas program sosialisasi mengenai
kelestarian lingkungan, serta mitigasi dan adaptasi bencana kepada
masyarakat, dan keempat pemanfaatan teknologi informasi berbasis
smartphone untuk sosialisasi mengenai early warning system dan informasi
bencana lainya.

Kata kunci: Daerah Aliran Sungai (DAS); Bencana Banjir; Strategi Mitigasi
dan Adaptasi; Partisipasi Masyarakat; Sistem Informasi Geografis (SIG)

ix
ABSTRACT

TRY NOVIANTO WIDODO Mitigation and Adaptation Strategies in Flood


Prone Areas in Gowa Regency in The Jeneberang Watershed Area
(supervised by Hazairin Zubair and Rusnadi Padjung).

This study aims to (1) analyze the occurrence of land use changes
that can increase the risk of flood disasters; (2) analyzing the condition of
areas prone to and affected by flood disasters; (3) analyzing community
participation efforts in mitigating and adapting; (4) formulating strategies in
efforts to mitigate and adapt to flood risk in Gowa Regency in the
Jeneberang watershed area.
In general, this research is a descriptive study using a spatial
approach or known as a geographic information system (GIS). There are
several methods used in data analysis, including (1) interpretation of aerial
photo data into land use land cover (LULC) maps using a combination of
supervised and unsupervised classification methods and analysis of LULC
changes using the overlay method; (2) Analysis of the physical conditions
and characteristics of disaster-prone and affected areas by interview, GIS
analysis, and observation; (3) Mapping the level of knowledge and behavior
of the community with the preparation of questionnaires and GIS analysis;
(4) formulation of mitigation and adaptation strategies using SWOT
analysis.
The results show that (1) there has been a change in LULC in the
Jeneberang watershed, where from 1999 to 2020 there has been
deforestation of 770.14 Ha, forest degradation of 1122.68 Ha, and growth
of residential land of 3497.47 Ha. (2) Conditions and characteristics of areas
in flood-prone areas that are suspected to increase the risk of flood disasters
are the growth of settlements, without paying attention to the distance of the
house to the river border, the model of settlements around the Jeneberang
river which has its back to the river, the habit of residents who throw garbage
and waste directly into rivers, and changes in the land that used to function
as catchment areas are now turning into residential areas. (3) The results
of the mapping regarding community knowledge and behavior show that
Sombaopu District has a high score presentation of 20% and a medium
score of 2.29%, while Palangga District is dominated by a low score of
52.43%, a moderate score of 21.60% and a high score of 3, 67%. (4) Priority
strategies for handling flood disaster mitigation and adaptation in the
Jeneberang watershed area in Gowa Regency, namely firstly increasing the

x
capacity and quality of drainage and water absorption networks, secondly,
the consistency and firmness of the government in the application of
relevant laws and regulations in the environmental, spatial planning sector.
and forestry, thirdly increasing the effectiveness of socialization programs
regarding environmental sustainability, as well as disaster mitigation and
adaptation to the community, and fourth exertion of smartphone-based
information technology for socialization of early warning systems.

Keywords: Watershed (DAS); Floods; Mitigation and Adaptation Strategy;


Community Knowledge and Behaviour; Geographic Information System
(GIS)

xi
DAFTAR ISI
TESIS ......................................................................................................... i
STRATEGI MITIGASI DAN ADAPTASI ..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ............................................................ iv
PRAKATA .................................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................... viii
ABSTRACT ............................................................................................... x
DAFTAR ISI ............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xvii
DAFTAR PERSAMAAN .......................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1. Latar Belakang ..............................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................6
1.3. Tujuan ...........................................................................................6
1.4. Manfaat .........................................................................................7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................10
2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)........................................................10
2.2. Bencana Banjir ............................................................................11
2.3. Faktor-Faktor Penyebab Bencana Banjir .....................................13
2.4. Risiko Bencana Banjir .................................................................14
2.5 Mitigasi dan Adaptasi Bencana Banjir .........................................16
1. Mitigasi Bencana Banjir ...............................................................16
2. Adaptasi Bencana Banjir .............................................................18
2.6 Kebijakan Penataan Ruang dalam Penanggulangan Bencan…..19
2.7 Partisipasi Masyarakat dalam Mitigasi dan Adaptasi Bencan…. ..21
2.8 Analisis SWOT ............................................................................23
2.8 Penelitian Terdahulu ...................................................................26
BAB III METODE PENELITIAN................................................................33

xii
3.1 Jenis dan Desain Penelitian .......................................................33
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................33
3.3 Jenis dan Sumber Data ...............................................................36
3.4 Teknik Pengumpulan Data ..........................................................37
1. Pengumpulan Data Primer ..........................................................37
2. Pengumpulan Data Sekunder .....................................................40
3.5 Teknik Analisis Data ....................................................................41
1. Interpretasi Foto Udara dan Analisis Perubahan Penutupan dan
penggunaan lahan .............................................................................41
2. Analisis Kondisi dan Karakteristik Fisik Daerah Rawan dan
Terdampak Bencana Banjir dengan Pendekatan Spasial ..................46
3. Analisis Hasil Kuisioner Tingkat Pengetahuan dan Perilaku
Masyarakat ........................................................................................46
4. Analisis SWOT ............................................................................48
3.6 Kerangka Konseptual Penelitian .....................................................52
3.7 Definisi Operasional ....................................................................53
3.8 Matriks Penelitian ........................................................................54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................56
4.1 Gambaran Umum DAS Jeneberang ............................................56
4.2 Gambaran Umum Kabupaten Gowa ............................................62
1. Letak Geografis ...........................................................................62
2. Topografi .....................................................................................64
3. Hidrologi ......................................................................................65
4. Klimatologi ..................................................................................66
5. Kependudukan ............................................................................67
6. Kejadian Bencana Banjir .............................................................68
4.3 Analisis Perubahan Penutupan dan penggunaan lahan pada
Tahun 1999-2020 pada DAS Jeneberang ...................................70
1. Deforestasi dan Degradasi Hutan ...............................................73
2. Peningkatan Luas Lahan Permukiman ........................................75
4.4 Analisis Kondisi dan Karakteristik Fisik Daerah Rawan dan
Terdampak Bencana Banjir dengan Pendekatan Spasial ............78
1. Kondisi saat kejadian Banjir ........................................................78

xiii
2. Analisis Kondisi dan Karakteristik Fisik Wilayah ..........................80
4.5 Analisis Partisipasi Masyarakat dalam Mitigasi dan Adaptasi
terhadap Risiko Bencana Banjir ..................................................87
1. Pengukuran dan Pemetaan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat87
2. Faktor Pendorong dan Penghambat Masyarakat dalam Upaya
Mitigasi dan Adaptasi Terhadap Risiko Bencana Banjir .....................91
4.6 Peran Pemerintah dalam Penanganan Bencana Banjir ..................96
4.7 Strategi Mitigasi Dan Adaptasi di Daerah Rawan Bencana Banjir ...99
1. Faktor Internal ...........................................................................100
2. Faktor Eksternal ........................................................................101
3. Analisis faktor internal dan eksternal .........................................102
4. Matriks SWOT ...........................................................................106
5. Penentuan Alternatif Strategi Prioritas .........................................108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................113
6.1 Kesimpulan ...............................................................................113
6.2 Saran ........................................................................................116
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................117
LAMPIRAN

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Matriks SWOT, Metode Kualitatif……………………………….. 24


Tabel 2. Penelitian Terdahulu……………………………………………… 26
Tabel 3. Jenis dan Sumber Data Pertahapan Penelitian……………….. 36
Tabel 4. Skala Perbandingan Berpasangan……………………………… 51
Tabel 5. Matriks Penelitian…………………………………………………. 54
Tabel 6. Data Wilayah Administrasi pada DAS Jeneberang …………... 57
Tabel 7. Data Luas Kecamatan di Kabupaten Gowa……………………. 57
Tabel 8. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Gowa
(Tahun 2010-2020)……………………………………………….. 62
Tabel 9. Jumlah Desa/Kelurahan yang mengalami bencana banjir
menurut kecamatan, 2014-2019………………………………… 68
Tabel 10. Distribusi Luas dan Perubahan Penutupan dan penggunaan
lahan pada DAS Jeneberang (Tahun 1999-2020)…………….. 71
Tabel 11. Distribusi Kejadian Degradasi pada DAS Jeneberang……….. 73

Tabel 12. Distribusi Kejadian Deforestasi pada DAS Jeneberang……… 73

Tabel 13. Jenis penutupan dan penggunaan lahan yang berubah ke


Permukiman DAS Jeneberang (Tahun 1999–2020)………….. 75
Tabel 14. Hasil Tabulasi Tingkat Pengetahuan dan Perilaku
Masyarakat pada masing-masing Lokasi………………………. 89
Tabel 15. Faktor Internal……………………………………………………... 99
Tabel 16. Faktor Eksternal…………………………………………………… 100
Tabel 17. Pembobotan dan Skoring Faktor Internal……………………… 101
Tabel 18. Pembobotan dan Skoring Faktor Eksternal……………………. 102
Tabel 19. Matriks SWOT Mitigasi dan Adaptasi Masyarakat di Daerah
Rawan Bencana…………………………………………………... 106
Tabel 20. Hasil Perhitungan Pairwise Comparison alternatif strategi
Weaknesses-Opportunities………………………………………. 108

xv
Tabel 21. Hasil Perhitungan Pairwise Comparison alternatif strategi
selain strategi pada kwadran WO………………………………. 109

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi Penelitian……………………………………………… 35


Gambar 2. Foto Udara Landsat (kombinasi band natural color) di
Wilayah DAS Jeneberang dan sekitarnya…………………. 43
Gambar 3. Kerangka Konseptual Penelitian……………………………. 52
Gambar 4. Peta Administrasi Kabupaten Gowa………………………... 61
Gambar 5. Peta Penutupan dan penggunaan lahan DAS Jeneberang
Tahun 1999……………………………………………………. 70
Gambar 6. Peta Penutupan dan penggunaan lahan DAS Jeneberang
Tahun 2020……………………………………………………. 70
Gambar 7. Peta Lokasi Kejadian Deforestasi dan Degradasi pada
DAS Jeneberang……………………………………………… 74
Gambar 8. Peta Lokasi Perubahan Lahan Menjadi Permukiman
pada DAS Jeneberang………………………………………. 76
Gambar 9. Kondisi Banjir pada tahun 2019 di Wilayah DAS
Jeneberang……………………………………………………. 77
Gambar 10. Kejadian Banjir di Perumahan Nusa Mapala Gowa
pada 21-22 Januari 2019……………………………………. 79
Gambar 11. Peta Daerah Rawan dan Terdampak Bencana Banjir pada
DAS Jeneberang di Kabupaten Gowa………………. 81
Gambar 12. Keadaan Permukiman di Wilayah Hilir DAS Jeneberang… 83
Gambar 13. Permukiman yang tumbuh di atas lahan Pertanian (Kec.
Palangga Kab. Gowa)………………………………………... 85
Gambar 14. Daerah Perumahan Nusa Mapala Gowa dan Permukiman
padat (Kec. Palangga Kab. Gowa)…………. 85
Gambar 15. Lokasi Sampel Kuisioner mengenai Pengetahuan dan
Sikap Masyarakat di Daerah Rawan dan Terdampak
Bencana Banjir………………………………………………... 87
Gambar 16. Peta Persepsi Tingkat Pengetahuan dan Sikap
Masyarakat di Daerah Rawan dan Terdampak Bencana
Banjir…………………………………………………………… 87

xvii
Gambar 17. Grafik Persepsi Tingkat Pengetahuan dan Sikap
Masyarakat di Daerah Rawan dan Terdampak Bencana
Banjir……………………………………………………………. 88
Gambar 18. Sampah berserakan disekitar daerah tanggul Sungai
Jeneberang, di Jl. Pelita Kecamatan Palangga……………. 93
Gambar 19. Sampah berserakan, di Jl Tun Abdul Razak,
Kel Paccinongang, Kecamatan Sombaopu………………… 93
Gambar 20. Diagram Matriks SWOT Strategi Mitigasi dan Adaptasi….. 104

xviii
DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan. 1. Rumus Penentuan Jumlah Sampel


Berdasarkan Teori Slovin………………………... 38
Persamaan. 2. Rumus Penentuan Jumlah Sampel Uji
Ketelitian Peta Penutupan dan penggunaan
lahan…………….. 45
Persamaan. 3. Rumus Ketelitian Seluruh Hasil Klasifikasi…….. 45
Persamaan. 4. Rumus Interpolasi Spasial dengan Model IDW.. 48
Persamaan. 5. Rumus Perhitungan Bobot dan Rating SWOT... 50

xix
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang saat ini menjadi

perhatian masyarakat dunia. Perubabahan iklim dan dampaknya telah

menimpa banyak wilayah dan berdampak buruk pada sektor pertanian,

makanan, air, sosial dan sistem ekologi (IPCC, 2007) dalam (Subair et

al., 2014). Banyak daerah di Indonesia terutama di daerah perkotaan

yang menghadapi permasalahan dampak dari perubahan iklim.

Urbanisasi menyebabkan pertumbuhan penduduk yang cepat di

perkotaan menimbulkan berbagai masalah terhadap lingkungan seperti

masalah sampah, pencemaran air dan udara tumbuhnya wilayah-

wilayah sub urban yang kumuh dan tidak tertata, serta alih fungsi lahan

khususnya untuk daerah-daerah yang seharusnya berfungsi sebagai

kawasan lindung seperti daerah resapan air kini banyak dimanfaatkan

sebagai daerah permukiman penduduk (Nursaputra et al., 2015).

Sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang (UU) nomor 32

Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

menyatakan bahwa menurunnya kualitas lingkungan hidup diiringi

dengan menurunnya kapasitas daya dukung dan daya tampung

lingkungan hidup (DDDTLH). Menurunnya kapasitas DDTLH tersebut

akan meningkatkan kerentanan wilayah terhadap bencana alam dan

lingkungan.

1
Bencana banjir yang terjadi pada akhir januari tahun 2019 melanda

Kota Makassar dan sekitarnya. Wilayah yang terparah terjadi di daerah

wilayah hilir DAS Jeneberang dimana ratusan rumah terendam dan

beberapa jembatan putus di wilayah administrasi Kabupaten Gowa, dan

Kota Makassar. Tingginya permukaan air membuat saluran pada

Bendungan Bilibili dibuka sehingga mengakibatkan sungai meluap

menggenangi sebagian besar daerah-daerah perkotaan dan

permukiman penduduk serta menimbulkan kerugian korban jiwa dan

material yang tidak sedikit (Thoban & Hizbaron, 2020).

Kota Makassar dan Kabupaten Gowa di Provinsi Sulawesi Selatan

yang sebagian wilayahnya merupakan bagian dari kesatuan wilayah

Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang, telah dihadapkan kepada

dampak perubahan iklim yang ditandai dengan meningkatnya suhu

tahunan, perubahan musim dan pola cuaca yang tidak dapat diprediksi,

kenaikan muka air laut, dan risiko bencana alam. Kerentanan terhadap

bencana akibat perubahan iklim terus meningkat terutama yang terkait

dengan sumber daya air dimana saat musim hujan rentan terhadap

bencana banjir dan saat musim kemarau masyarakat rentan terhadap

bencana kekeringan (Suriana et al., 2020).

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

dalam (P3E Sulawesi Maluku, 2019) memperlihatkan bahwa wilayah

DAS Jeneberang terus mengalami penurunan tutupan hutan

(deforestasi) dan memiliki daya dukung dan nilai jasa lingkungan yang

2
rendah terhadap risiko bencana alam seperti longsor dan banjir.

Meningkatnya urbanisasi dan perubahan penutupan dan penggunaan

lahan ditengarai menjadi faktor penyebab menurunnya daya dukung dan

daya tampung lingkungan hidup di wilayah DAS Jeneberang. Hal ini

diperparah dengan maraknya pembangunan yang dilakukan di daerah-

daerah resapan air dan sekitar sempadan sungai yang tidak diiringi

dengan upaya mitigasi dari masyarakat sehingga meningkatkan risiko

terhadap ancaman bencana banjir (Putera et al., 2020).

Berbagai bencana yang terjadi di berbagai daerah di tanah air,

membuat Pemerintah menyadari pentingnya pembangunan yang

berkelanjutan harus disertai dengan integrasi upaya adaptasi dan

mitigasi terhadap dampak perubahan iklim. Melalui Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB) pemerintah berupaya melakukan,

Integrasi Adaptasi Perubahan Iklim (API) dengan Pengurangan Risiko

Bencana yang perlu disinergikan dalam Sistem Pembangunan Nasional,

diantaranya kebijakan API dalam mempertimbangkan risiko bencana

untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat dan strategi API

berdasarkan PRB untuk mengelola bahaya (pencegahan), mengurangi

kerentanan (mitigasi), dan meningkatkan kapasitas (kesiapsiagaan).

Menurut (Wikantiyoso, 2010) upaya adaptasi dan mitigasi bencana

dalam perspektif penataan ruang merupakan salah satu solusi yang

paling efektif dimana secara konseptual upaya mitigasi bencana melalui

perencanaan dan perancangan kota dan wilayah dengan

3
memperhatikan aspek-aspek perlindungan terhadap bencana alam.

Pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) di berbagai level, semestinya harus mampu menjamin

terwujudnya lingkungan kota yang nyaman dan aman bagi masyarakat.

Sebagai suatu kebijakan publik tentunya aspek kepentingan masyarakat

menjadi pertimbangan utama, sebagai mana tertuang dalam UU 26

tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Dalam penelitian (Umar & Dewata, 2018) menunjukkan bahwa

daerah kota atau permukiman yang rawan bencana dapat terus

mengalami peningkatan frekuensi kejadian dan luasan daerah yang

terdampak bencana banjir sehingga perlu dilakukan upaya mitigasi dan

adaptasi masyarkat terhadap bencana. Dalam rangka upaya mitigasi dan

adaptasi maka terdapat tiga arahan kebijakan, yaitu: pendidikan

kebencanaan, peningkatan sosialisasi pada zona rawan banjir, dan

perencanaan ruang berbasis bencana. Selanjutnya dalam penelitian

(Permatasari, 2012) menambahkan pentingnya pengoptimalan sarana

dan prasarana oleh pemerintah dan meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam penanganan bencana banjir. Dari sudut pandang

ruang / spasial perlu juga dilaksankan evaluasi rencana tata ruang

berbasis kebencanaan seperti penelitian yang dilakukan oleh (Suryanta

& Nahib, 2016) sehingga dalam perencanaan permukiman dan fasilitas

pelayanan masyarakat dapat terhindar dari daerah yang rawan bencana.

4
Selain dari upaya dan kebijakan dari pemerintah upaya mitgasi

dan adaptasi juga harus disertai oleh partisipasi dan kesadaran dari

masyarakat sendiri dalam melakukan upaya-upaya adaptasi sesuai

dengan keadaan dan kebiasaan dari masyarakat setempat. Upaya

adaptasi masyarakat di daerah rawan bencana banjir dalam studi di Desa

Bedono Kabupaten Demak (Asrofi et al., 2017) mengkategorikan strategi

adaptasi masyarakat dalam tiga bentuk yaitu strategi secara fisik,

ekonomi dan sosial.

Berdasarkan latar belakang dan merujuk pada beberapa penelitian

yang terkait yang disebutkan diatas akan menjadi rujukan bagi penulis

untuk dapat mengembangkan metode untuk merumuskan strategi dan

kebijakan dalam upaya mitigasi dan adaptasi bencana yang dapat

dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat setempat sesuai dengan

keadaan yang ada di daerah penelitian. Daerah penelitian yang

dimaksud adalah daerah yang berisiko tinggi terhadap bencana banjir

pada wilayah DAS Jeneberang dengan mengambil studi kasus kejadian

banjir di Kabupaten Gowa. Adapun judul penelitian yang diambil oleh

penulis yaitu “Strategi Mitigasi dan Adaptasi pada Daerah Rawan

Bencana Banjir di Kabupaten Gowa pada Wilayah DAS Jeneberang”.

Dalam penelitian ini akan menganalisis dari sudut pandang spasial

(ruang), program pemerintah dan partisipasi masyarakat untuk

merumuskan strategi yang tepat dalam upaya mitigasi dan adaptasi

terhadap bencana banjir dengan berbasis daerah aliran sungai (DAS).

5
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat kita ketahui bahwa wilayah DAS

Jeneberang khususnya masyarakat pada bagian hilir, memiliki

kerentanan dan risiko yang cukup besar terhadap bencana banjir. Hal

inilah yang menjadi dasar sehingga perlu dilakukan penelitian ini untuk

menentukan strategi-strategi mitigasi dan adaptasi terhadap masyarakat

di daerah yang rawan bencana banjir. Adapun rumusan masalah yang

diangkat dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana kejadian perubahan penutupan dan penggunaan lahan

yang dapat meningkatkan risiko bencana banjir pada wilayah DAS

Jeneberang.

2. Bagaimana kondisi daerah rawan dan terdampak bencana banjir pada

Wilayah DAS Jeneberang di Kabupaten Gowa.

3. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam melakukan upaya mitigasi

dan adaptasi terhadap bencana banjir.

4. Bagaimana memberikan strategi/alternatif upaya mitigasi dan

adaptasi yang sebaiknya dilaksanakan dalam upaya menurunkan

risiko dari bencana banjir.

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dalam penelitian ini untuk menjawab seluruh

rumusan masalah yang telah ditentukan yaitu sebagai sebagai berikut:

6
1. Menganalisis kejadian perubahan penutupan dan penggunaan

lahan yang dapat meningkatkan risiko bencana banjir pada wilayah

DAS Jeneberang.

2. Menganalisis kondisi daerah rawan dan terdampak bencana banjir

pada Wilayah DAS Jeneberang di Kabupaten Gowa.

3. Menganalisis upaya partisipasi masyarakat dalam melakukan

mitigasi dan adaptasi terhadap bencana banjir.

4. Merumuskan strategi dalam upaya mitigasi dan adaptasi risiko

bencana banjir pada Wilayah DAS Jeneberang di Kabupaten

Gowa.

1.4. Manfaat

1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi

dan khasana ilmu pengetahuan tentang bentuk-bentuk upaya mitgasi

dan adaptasi masyarakat terhadap bencana banjir.

2) Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi pemerintah

atau pembuat kebijakan dalam menyusun program dan perencanaan

mitigasi dan adaptasi di daerah rawan bencana banjir dengan

memadukan pendekatan tata ruang dan partisipasi masyarakat.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1) Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah atau lokasi studi yang dijadikan objek

dalam penelitian ini yaitu :

7
• Ruang lingkup mengenai kewilayahan dan tata ruang (spasial)

mencakup wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang

sebagai suatu kesatuan wilayah yang tak terpisahkan dalam

penyusunan kebijakan dan perencanaan.

• Ruang lingkup mengenai masyarakat, dalam penelitian ini

mengambil studi kasus masyarakat di Kecamatan Palangga

Kabupaten Gowa, sebagai daerah yang teridentifikasi memiliki luas

daerah dengan tingkat risiko tinggi terhadap bencana banjir yang

paling besar di wilayah DAS Jeneberang.

2) Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi dari penelitian ini di fokuskan pada :

1. Kajian spasial dengan pendekatan kesesuaian penutupan dan

penggunaan lahan dan rencana tata ruang wilayah di daerah rawan

bencana banjir..

2. Kebijakan Pemerintah termasuk di dalamnya adalah penataan

ruang dan tindakan lain yang terkait upaya mitigasi dan adaptasi

bencana banjir.

3. Partisipasi masyarakat dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap

bencana banjir.

8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Menurut Undang-undang nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber

Daya Air, Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan

yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan

yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang

batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai

dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

DAS terdiri dari beberapa bagian anak sungai yang disebut

sebagai Sub DAS. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan RI No 39

tahun 2009, Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan

mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama.

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2012, Daya

Dukung DAS adalah kemampuan DAS untuk mewujudkan kelestarian

dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan

sumberdaya alam bagi manusia dan makhluk hidup lainnya secara

berkelanjutan. Berdasarkan daya dukungnya, pengelolaan DAS

dikategorikan atas dua yaitu :

a) DAS yang dipulihkan daya dukungnya yaitu DAS yang kondisi

lahan serta kualitas, kuantitas dan kontinuitas air, sosial ekonomi,

investasi bangunan air dan pemanfaatan ruang wilayah tidak

berfungsi sebagaimana mestinya.

10
b) DAS yang dipertahankan daya dukungnya adalah DAS yang

kondisi lahan, kualitas, kuantitas dan kontinuitas air, sosial

ekonomi, investasi bangunan air, dan pemanfaatan ruang wilayah

berfungsi sebagaimana mestinya.

Untuk menjaga kesinambungan pemanfataan sumberdaya hutan,

tanah dan air, pengelolaan DAS sebagai unit perencanaan yang utuh

merupakan hal yang sangat penting. Kurang tepatnya perencanaan

DAS dapat menimbulkan degradasi DAS yang berakibat pada

ketidakseimbangan sistem hidrologis dan terjadinya bencana alam.

Dalam upaya menciptakan pendekatan pengelolaan DAS secara

terpadu, diperlukan perencanaan secara menyeluruh, berkelanjutan,

dan berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan DAS sebagai

unit pengelolaan. Dengan demikian setiap permasalahan yang terjadi

pada wilayah DAS seperti misalnya bencana banjir

penanggulangannya harus meliputi DAS secara keseluruhan mulai dari

daerah hulu sampai hilir (Suprayogi et al., 2014).

2.2. Bencana Banjir

Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi pada

saat musim hujan. Pada umumnya banjir terjadi karena ketidak

mampuan sungai dalam menampung debit aliran permukaan disebut

kapasitas aliran sungai. Besar kecilnya kapasitas aliran tergantung dari

dimensi penampang melintang sungai dan kecepatan aliran sungai

11
(Musa et al., 2020). Banjir dapat menyebabkan kerusakan besar pada

kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat (Umar & Dewata, 2018)

Menurut Undang-Undang No. 4 tahun 2008 bencana merupakan

peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh

faktor alam dan non alam maupun factor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana banjir dapat

diartikan suatu peristiwa yang mengancam dan mengganggu

kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh

bencana banjir yang berdampak timbulnya korban manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

Bencana banjir mengakibatkan kerugian secara material maupun

non material. Banjir dapat menyebabkan rusaknya fasilitas umum,

terhambatnya pasokan air bersih, dan luapan air yang menggenangi

dapat merusak permukiman penduduk dan harta bendanya. Dampak

yang paling besar jika bencana banjir adalah menelan korban jiwa

karena terbawa arus maupun karena tersengat arus listrik. Dampak

pasca bencana banjir dapat menimbulkan masalah dengan timbulnya

berbagai macam penyakit bagi masyarakat seperti diare, flu dan batuk,

dan demam berdarah. (Riyadi, 2009)

12
2.3. Faktor-Faktor Penyebab Bencana Banjir

Hujan dapat menyebabkan perubahan lingkungan fisik. Hujan

yang berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan terjadinya

bahaya banjir. Hal ini karena sungai atau saluran air lainnya tidak

mampu menampung air hujan sehingga air akan meluap ke daratan.

Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan yang biasanya kering

karena volume yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena beberapa

penyebab seperti hujan besar, peluapan air sungai, pecahnya

bendungan sungai/danau, atau tanah yang memiliki daya serapan air

yang rendah karena perubahan fungsi lahan. Banjir yang terjadi di

beberapa daerah dapat disebabkan oleh adanya kondisi sistem

drainase yang tidak terencana dengan baik, pembuangan sampah

secara sembarangan, penebangan pohon secara illegal, bahkan

karena perubahan iklim. (Riyadi, 2009)

Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan

terjadinya banjir. Faktor-faktor tersebut adalah kondisi alam (letak

geografis wilayah, kondisi toporafi, geometri sungai dan sedimentasi),

peristiwa alam (curah hujan dan lamanya hujan, pasang, arus balik dari

sungai utama, pembendungan aliran sungai akibat longsor,

sedimentasi dan aliran lahar dingin), dan aktifitas manusia

(pembudidayaan daerah dataran banjir),peruntukan tata ruang di

dataran banjir yang tidak sesuai dengan fungsi lahan, belum adanya

pola pengelolaan dan pengembangan dataran banjir, permukiman di

13
bantaran sungai, sistem drainase yang tidak memadai, terbatasnya

tindakan mitigasi banjir, kurangnya kesadaran masyarakat di sepanjang

alur sungai, dan penggundulan hutan di daerah hulu. (Utama &

Naumar, 2015)

Populasi manusia akan terus tumbuh dan berkembang dari

tahun ke tahun. Perkembangan penduduk ini akan berkaitan dengan

pemenuhan kebutuhan dasar manusia, seperti : Sandang ( Pakaian

dan Perumahan), Pangan (makan dan minum) dan Papan

(Pekerjaan). Dengan kebutuhan primer manusia ini timbul untuk

memenuhi kebutuhan tersebut, dimana kebutuhan tersebut akan

merubah fungsi lahan tanpa memperhatikan kondisi dan kaidah

lingkungan. Banjir yang terjadi setiap tahun ini tidak hanya dilakukan

untuk menanggulangi sedimentasi di badan sungai, tetapi yang

mendasari terjadinya banjir adalah kapasitas sungai tidak sesuai

dengan debit air yang mengalir, sehinga aliran air meluap dari

badan sungai. Luapan air sungai menyebabkan banjir dan longsor.

Banjir yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor yang saling

berkaitan yang membentuk system lingkungan, karena ada beberapa

factor faktor lingkungan terganggu mempengaruhi sistem lingkungan.

(Dede Sugandi, 2016)

2.4. Risiko Bencana Banjir

Risiko bencana menurut (BNPB, 2016) adalah potensi dampak negatif

yang mungkin timbul akibat suatu potensi bencana yang ada (dalam hal

14
ini bencana yang dimaksud adalah bencana banjir). Potensi dampak

negatif dari bencana banjir dihitung dengan mempertimbangkan tingkat

kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi dampak negatif

ini menggambarkan potensi jumlah jiwa, kerugian harta benda, dan

kerusakan lingkungan yang terpapar oleh potensi bencana. Dalam

pelaksanaannya, pengkajian risiko menggunakan rumus umum

sebagai berikut :

𝑽𝒖𝒍𝒏𝒆𝒓𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒚
Risk = Hazard x
𝑪𝒂𝒑𝒂𝒄𝒊𝒕𝒚

Dalam melakukan kajian risiko (risk) bencana, terdapat tiga fungsi

parameter pembentuk risiko bencana yaitu bahaya (Hazard),

kerentanan (vulnerability), dan kapasitas (capacity) terkait bencana.

(BNPB, 2016)

Bahaya (hazard) adalah probabilitas (peluang) spasial, frekuensi

dan kekuatan (magnitude) dari suatu fenomena alam yang dalam hal

ini disebutkan sebagai bencana banjir.

Kerentanan (vulnerability) adalah suatu kondisi dari suatu

komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan

ketidakmampuan dalam manghadapi ancaman bencana (BNPB, 2016).

Kerentanan bencana diperoleh dari beberapa parameter yaitu

kerentanan sosial, kerentanan fisik, kerentanan ekonomi, dan

kerentanan lingkungan.

Kapasitas (capacity) adalah ketahanan daerah dalam menghadapi

bencana yang terdiri dari kebijakan dan (1) kelembagaan daerah, (2)

15
pengkajian risiko dan perencanaan terpadu, (3) Pengembangan sistem

informasi, diklat dan logistic; (4) Penanganan tematik kawasan rawan

bencana; (5) Peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi

bencana; (6) Perkuatan kesiapsiagaan dan penanganan darurat

bencana; dan (7) Pengembangan sistem pemulihan bencana.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk

menurunkan risiko bencana banjir perlu dilakukan upaya-upaya untuk

mengurangi bahaya dan kerentanan bencana banjir dan meningkatkan

kapasitas daerah dalam penanganan bencana banjir tersebut.

2.5 Mitigasi dan Adaptasi Bencana Banjir

1. Mitigasi Bencana Banjir

Mitigasi berasal dari kata mitigation (dalam Bahasa inggris) yang

berarti tindakan yang dilakukan untuk mengurangi kekuatan atau

intensitas dari kejadian atau sesuatu yang tidak menyenangkan, atau

kejadian yang ekstrim. Dalam penangan bencana alam, mitigasi

diartikan sebagai upaya untuk mengurangi dan memperkecil dampak

risiko bencana. Mitigasi bencana merupakan serangkaian kegiatan

yang bertujuan untuk mengurangi korban dari bencana baik nyawa

maupun harta. (Fitrinai, 2016)

Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

penanggulangan bencana, Mitigasi didefinisikan sebagai serangkaian

upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan

16
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi

ancaman bencana.

Tujuan mitigasi dan adaptasi bencana dalam UU Tentang

Penanggulangan Bencana disebutkan untuk mengurangi risiko

bencana pada masyarakat yang berada dalam kawasan rawan

bencana. Kegiatan mitigasi dilaksanakan melalui :

a. Pelaksanaan penataan ruang

b. Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, dan tata

bangunan.

c. Penyelanggaraan pendidikan, penyuluhan , dan pelatihan, baik

secara konvensional maupun modern.

dapat disimpulkan bahwa mitigasi merupakan serangkaian upaya

pencegahan timbulnya banyak korban jiwa dan kerusakan bangunan

serta infrastruktur saat bencana terjadi. (Fitrinai, 2016)

Secara umum, dalam prakteknya mitigasi dapat dikelompokkan

ke dalam mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi

struktural berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi

fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi perencanaan

tata guna lahan disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan

memberlakukan peraturan (law enforcement) pembangunan.

Penentuan rekomendasi mitigasi struktural dan nonstruktural

memerlukan proses sistematis yang mempertimbangkan kondisi saat

ini dan masa depan dan juga program kegiatan untuk mereduksi

17
dampak yang terjadi akibat bencana. Rekomendasi struktural dan non-

struktural termasuk dalam bagian adaptasi terhadap bencana banjir.

2. Adaptasi Bencana Banjir

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

penanggulangan bencana pengertian adaptasi bencana adalah

penyesuaian sistem alam dan manusia terhadap stimulus bencana

alam nyata atau yang diharapkan tidak ada dampak-dampaknya, yang

menyebabkan kerugian atau mengeksploitasi kesempatan-kesempatan

yang memberi manfaat.

Aksi adaptasi yang dilakukan masyarakat dikategorikan dalam

bentuk strategi secara fisik, ekonomi dan sosial. Strategi adaptasi

secara fisik yang dilakukan oleh masyarakat ditujukan untuk

mempertahankan fungsi dari bangunan yang ada meskipun banjir rob

melanda. modifikasi dan renovasi rumah, pengamanan perabotan

rumah tangga, perbaikan jalan lingkungan, perbaikan saluran drainase

lingkungan. (Asrofi et al., 2017)

Strategi adaptasi secara ekonomi yang dilakukan masyarakat

antara lain adalah melakukan alih profesi untuk menutupi kebutuhan

ekonomi keluarga pasca terjadinya bencana. Perubahan mata

pencaharian merupakan salah satu strategi untuk mencapai

penghidupan yang berkelanjutan. Perubahan mata pencaharian

merupakan salah satu reaksi masyarakat dalam menghadapi

perubahan tren, musim, dan tekanan.(Azizah et al., 2017)

18
Strategi sosial dalam menghadapi bencana berkaitan dengan

aktivitas sosial baik itu dalam bentuk kebersamaan seperti dalam tradisi

dan aktivitas keagamaan sperti dalam melakukan hajatan, kesehatan

dan pendidikan yang menyesuaikan dengan keadaan yang diakibatkan

oleh bencana banjir.(Asrofi et al., 2017)

2.6 Kebijakan Penataan Ruang dalam Penanggulangan Bencana

Rencana tata ruang berisi kebijakan pokok pemanfaatan pola

ruang dan struktur ruang dalam kurun waktu tertentu. Pola

pemanfaatan ruang disusun untuk mewujudkan keserasian dan

keselarasan pemanfaatan ruang bagi kegiatan budidaya dan non

budidaya (lindung). Sedangkan struktur ruang dibentuk untuk

mewujudkan susunan dan tatanan pusat-pusat permukiman yang

secara hirarkis dan fungsional saling berhubungan.

Pemanfaatan ruang diwujudkan melalui program pembangunan

dengan mengacu pada rencana tata ruang. Pengendalian pemanfaatan

ruang kawasan rawan bencana dilakukan dengan mencermati

konsistensi (kesesuaian lahan dan keselarasan) antara rencana tata

ruang dengan pemanfaatan ruang

Berikut adalah ringkasan undang-undang / peraturan terkait

kebijakan penataan ruang :

a) Undang-Undang No.26 Tahun 2007

19
Amanat Undang-Undang No.26 Tahun 2007 menekankan bahwa

secara garis besar dalam penyelenggaraan penataan ruang

diharapkan:

• Dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan

berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan

lingkungan hidup yang berkelanjutan.

• Tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang.

• Tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.

b) Undang-Undang No.24 Tahun 2007

Amanat Undang-Undang No.24 Tahun 2007, mendefinisikan

bencana secara komprehensif, mengatur pengelolaan dan

kelembagaan mulai di tingkat pusat sampai ke daerah beserta

pembagian tanggungjawabnya yang dilaksanakan secara

terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh, termasuk

komponen utama di dalam rencana aksi yaitu, melakukan

identifikasi, pemantauan terhadap berbagai risiko bencana dan

meningkatkan kemampuan deteksi dini. Dalam undang-undang ini,

penguatan penataan ruang merupakan salah satu fokus yang

tercantum dalam penanggulangan bencana. Artinya adalah domain

pengelolaan bencana, tidak hanya bergerak pada segi

penanggulangan saja, juga termasuk segi antisipasi.

Permasalahan yang kerap muncul pada tataran implementasi

peraturan daerah (perda) provinsi dan kabupaten/kota adalah terdapat

20
beberapa kesulitan menselaraskan aspek kebencanaan didalam

perencanaan tata ruang, sementara permukiman yang terlanjur banyak

terbangun di kawasan-kawasan terindikasi rawan becana alam, suatu

hal yang tidak mudah merelokasikan permukiman yang sudah

terbangun ke suatu tempat yang dianggap relatif lebih aman dari

ancaman bencana.(Ramdan Pano et al., 2019)

2.7 Partisipasi Masyarakat dalam Mitigasi dan Adaptasi Bencana

Salah satu aspek penting dalam upaya mitigasi dan adaptasi

bencana tentunya adalah adanya peran dan partisipasi masyarakat.

Partisipasi masyarakat diartikan sebagai proses yang melibatkan

masyarakat. Peran serta masyarakat (Arimbi. 1993) dalam (Edyanto,

2019) didefinisikan sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua

kelompok, atau sebagai proses dimana masalah-masalah dan

kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggung

jawab. Pengertian partisipasi masyarakat secara umum adalah

terbukanya hubungan komunikasi secara langsung antara pemerintah

dengan masyarakat tentang suatu kebijakan dan sebaliknya hubungan

terbuka antara masyarakat dan pemerintah atas dasar kebijakan

(Edyanto, 2019).

Pendekatan partisipatif sebenarnya telah menjadi kebijakan

pemerintah dalam penataan ruang perkotaan. Dalam PP No. 69 Tahun

1996 tentang pelaksanaan hak dan kewajiban, serta bentuk dan tata

cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang diatur hal-hal yang

21
berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat, bentuk

peran serta masyarakat, tata cara peran serta masyarakat dan

pembinaan peranserta masyarakat diatur berdasar tingkatan hirarki

pemerintahan dari tingkat Nasional, tingkat Propinsi dan tingkat

Kabupaten/Kota.

Partisipasi masyarakat akan sangat penting mengingat dampak

kerugian materil dan imateril dari banjir dirasakan oleh masyarakat itu

sendiri. Maka dalam melakukan mitigasi dan adaptasi dalam

menghadapi bencana diperlukan pengetahuan, sikap dan tindakan

untuk menghadapi banjir tersebut. (Ridha & Husna, 2017)

Menurut Notoadmodjo (2010) dalam (Ridha & Husna, 2017)

Pengetahuan atau knowledge adalah hasil dari suatu pengalaman atau

tindakan baru yang dilakukan oleh seseorang dan ini terjadi setelah

orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Dampak dari pengetahuan tersebut akan memunculkan sikap

masyarakat yang positif maupun negatif terhadap penanggulangan

banjir. Sikap adalah respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek tertentu. Pengetahuan dan sikap

merupakan suatu variabel yang akan mempengaruhi tindakan individu.

Tindakan adalah suatu kecenderungan perbuatan yang

dilatarbelakangi oleh sikap. Sikap belum tentu menjadi suatu tindakan.

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor-

faktor pendukung. (Notoadmodjo, 2010) dalam (Ridha & Husna, 2017).

22
Merujuk pada penelitian (Asrofi et al., 2017) tindakan masyarakat dalam

aksi adaptasi dan mitigasi banjir akan dikategorikan dalam bentuk

tindakan atau upaya secara fisik, ekonomi dan sosial.

2.8 Analisis SWOT

Analisis SWOT dalam (Muta’ali, 2015) adalah metode

perencanaan strategi yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan

(Strengths), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities), dan

ancaman (Threats) dalam suatu kegiatan pembangunan atau suatu

bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT

(Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats). Proses ini

melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau

proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang

mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan.

Secara kualitatif, penentuan analisis SWOT dilakukan setelah

mengetahui dan menganalisis secara deskriptif kekuatan, kelemahan,

peluang dan ancaman yang ada. Unsur-unsur SWOT meliputi : S

(Strength) yang berarti mengacu kepada keunggulan kompetitif dan

kompetensi lainnya, W (Weaknesses) yaitu hambatan yang membatasi

pilihan-pilihan pada pengembangan strategi, O (Opportunities) yaitu

menyediakan kondisi yang menguntungkan atau peluang yang

membatasi penghalang, T (Threats) yaitu yang berhubungan dengan

kondisi yang dapat menghalangi atau ancaman dalam mencapai tujuan.

23
Analisis SWOT memberikan output berupa matriks SWOT yang

dapat menghasilkan empat sel atau tipe. Kemungkinan alternatif

strategi, yaitu strategi S-O, strategi W-O, strategi W-T, dan strategi S-

T. matriks SWOT dapat dilihat pada tabel 2. berikut ini.

Tabel 1. Matriks SWOT, Metode Kualitatif


Internal
STRENGTH (S) WEAKNESS (W)

Tuliskan Daftar Tuliskan Daftar


Eksternal Kekuatan Kelemahan
1. 1.
2. 2.
3. 3.

OPPORTUNITY STRATEGI W-O


STRATEGI S-O
(O)

Mengatasi
Gunakan kekuatan
Tuliskan Daftar kelemahan dengan
untuk memanfaatkan
Peluang memanfaatkan
peluang
1. peluang
2.
3.
STRATEGI S-T STRATEGI W-T
THREATS (T)

Tuliskan Daftar
Meminimalkan
Ancaman
Gunakan kekuatan kelemahan dan
1.
untuk menghindari menghindari
2.
ancaman ancaman
3.

Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT,

yaitu :

1. Membuat daftar kekuatan kunci internal wilayah;

2. Membuat daftar kelemahan kunci internal wilayah;

24
3. Membuat daftar peluang eksternal wilayah;

4. Membuat daftar ancaman eksternal wilayah;

5. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan internal dengan peluang-peluang

eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi S-O;

6. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan internal dengan peluang-

peluang eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi W-O;

7. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan internal dengan ancaman-ancaman

eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi S-T;

8. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan internal dengan ancaman-

ancaman eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi W-T.

Pendekatan kualitatif tidak memerlukan bobot dan skor untuk

masing-masing faktor, namun langsung memberikan penilaian

deskriptif kualitatif terhadap strategi yang dapat dirumuskan. Model

SWOT kualitatif dikembangkan oleh Kearns dengan menampilkan

delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor eksternal

(Peluang dan Tantangan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah

faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan). Empat kotak lainnya

merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik

pertemuan antara faktor-faktor internal dan eksternal. (Muta’ali, 2015)

25
2.9 Penelitian Terdahulu

Tabel 2. Penelitian Terdahulu


No. Nama Peneliti / Judul Tujuan Penelitian Metode Analisis Kesimpulan
Penelitian
1. (Umar & Dewata, 2018) untuk menentukan arahan deskriptif 1. Kabupaten Limapuluh Kota
kebijakan mitigasi pada zona kuantitatif bencana banjir mengalami
Judul : rawan banjir di Kabupaten peningkatan dari frekunsi
Limapuluh Kota, Provinsi kejadian dan luasan daerah
Arahan Kebijakan Mitigasi pada Sumatera Barat mengalami banjir. Tingginya
Zona Rawan Banjir Kabupaten intensitas curah hujan dan
Limapuluh Kota , Provinsi konversi kawasan hutan
Sumatera Barat menjadi penggunaan lain
sebagai faktor penyebab
banjir. Sekitar 6.2 % wilayah
Kabupaten Limapuluh Kota
merupakan zona tingkat
kerawan tinggi terhadap
bencana banjir. Kawasan
permukiman yang terbangun
pada zona rawan tinggi sekitar
27 %. Upaya mitigasi
mengurangi risiko banjir maka
terdapat tiga arahan
kebijakan, yaitu: pendidikan
kebencanaan, peningkatan
sosialisasi pada zona rawan
banjir, dan perencanaan ruang
berbasis bencana.

26
No. Nama Peneliti / Judul Tujuan Penelitian Metode Analisis Kesimpulan
Penelitian
2. Kepada pemerintah
Kabupaten Limapuluh Kota
agar memasukan kurikulum
pendidikan kebencanaan
mulai tingkat dasar sampai
sekolah menengah,
melakukan sosialisasi
2. (Permatasari, 2012) Bagaimana strategi yang telah deskriptif kualitatif 1. Pengoptimalan SDM serta
ada di Rencana Strategi mengikutsertakan partisipasi
Judul : (Renstra) guna pencapaian masyarakat dan mahasiswa
penanganan banjir dan rob di
cinta lingkungan dalam
Strategi Penanganan Kota Semarang. Mengunakan
Kebencanaan Banjir dan Rob di metode analisis SWOT penanganan banjir dan rob.
Kota Semarang (Strenghts, Weakness, 2. Peningkatan penanganan
Opportunities, Threats) dalam banjir dan rob dengan
analisis lingkungan strategis pelayanan publik sebagai
yang ada dalam penanganan fokus utama dengan
banjir dan rob. dukungan dari Pemerintah
Kota Semarang dan DPRD.
3. Pengoptimalan sarana dalam
penanganan banjir dan rob
dengan bekerjasama dengan
dinas/instansi lain.
4. Pengoptimalan pengawasan
terhadap daerah yang terkena
banjir dan rob bersama
masyarakat.

27
No. Nama Peneliti / Judul Tujuan Penelitian Metode Analisis Kesimpulan
Penelitian

3. (Suryanta & Nahib, 2016) 1. Melakukan analisis potensi Analisis deskriptif Wilayah rawan bencana di
kebencanaan Wilayah kuantitatif Kabupaten Kudus seluruhnya
Judul : Kabupaten Kudus Provinsi ada 13.023,224 ha terdiri dari
Jawa Tengah. rawan 4 banjir pada level sedang
Kajian Spasial Evaluasi Rencana 2. Melakukan evaluasi hingga tinggi mencapai
Tata Ruang Berbasis RTRWK berdasarkan 11.692,52 hektar (89,8%) berada
Kebencanaan di Kabupaten potensi kebencanaan di wilayah hilir. Rawan longsor
Kudus Provinsi Jawa Tengah seluas 1.331,17 hektar (10,22%)
terdiri dari level tinggi, sedang,
hingga rendah berada di hulu
puncak gunung muria. Berdasar
pola ruang yang sudah disusun,
maka rawan banjir 85,32%
dominan berdampak pada
kawasan pertanian tanaman
pangan atau persawahan, 10,5%
permukiman dan 2,9%
sempadan sungai. Rawan
longsor dominan berdampak
pada kawasan tanaman
perkebunan seluas 39,43%,
hutan lindung 34,53 % dan hutan
produksi 9,00%. Dari struktur
ruang menunjukkan jaringan
aksesibilitas ke wilayah rawan
bencana cukup baik. Dari
sebaran wilayah rawan bencana
maka fasilitas pelayanan dapat di

28
No. Nama Peneliti / Judul Tujuan Penelitian Metode Analisis Kesimpulan
Penelitian
pilih pada ruang yang terhindar
dari aspek bencana. Metode ini
dapat dipakai untuk
mengevaluasi
tata ruang suatu daerah dalam
mengetahui seberapa luas
wilayah bisa terdampak bencana
alam daerah yang bersangkutan.
Kajian ini perlu dilanjutkan untuk
perencanaan tempat bangunan
fisik pengurangan resiko
bencana maupun peringatan dini.
4. (Yuniartanti, 2018) Merumuskan rekomendasi Berdasarkan pemetaan kawasan
adaptasi dan mitigasi sesuai terdampak dan pemodelan
Judul : pemetaan kawasan rawan bahaya banjir, maka dapat
Rekomendasi Adaptasi dan bencana banjir dan pemodelan ditentukan rekomendasi alternatif
Mitigasi Bencana Banjir di bahaya banjir. pemanfaatan lahan berbasis
Kawasan Rawan Bencana ( KRB Pengurangan Risiko Bencana,
) Banjir Kota Bima yaitu adaptasi, mitigasi, dan
perubahan peruntukan ruang.
Upaya adaptasi dan mitigasi
dapat dilakukan pada KRB I dan
KRB II. Sedangkan perubahan
peruntukan ruang dilakukan pada
KRB III. Upaya adaptasi, mitigasi
dan perubahan peruntukan ruang
merupakan bagian dari
perwujudan penataan ruang
berbasis Pengurangan Risiko

29
No. Nama Peneliti / Judul Tujuan Penelitian Metode Analisis Kesimpulan
Penelitian
Bencana. Pemanfaatan lahan di
KRB banjir sebaiknya
mempertimbangkan tingkat
kerawanan bencana.
Berdasarkan tingkat kerawanan
bencana maka dapat ditentukan
rekomendasi alternatif
pemanfaatan lahan berbasis
Pengurangan Risiko Bencana,
yaitu adaptasi, mitigasi, dan
perubahan peruntukan ruang.
Upaya adaptasi dan mitigasi
dapat dilakukan pada KRB I dan
KRB II. Sedangkan perubahan
peruntukan ruang dilakukan pada
KRB III. Upaya adaptasi, mitigasi
dan perubahan peruntukan ruang
merupakan bagian dari
perwujudan penataan ruang
berbasis Pengurangan Risiko
Bencana.

5. (Wanea et al., 2016) Untuk mengetahui penyebab Deskriptif • Banjir di Kelurahan Komo Luar
Judul : banjir yang di hadapi Kuantitatif di sebabkan oleh faktor alam
Adaptasi Masyarakat Bantaran masyarakat, mengkaji seperti, tingginya intensitas
Sungai Terhadap Bencana Banjir adaptasi masyarakat bantaran curah hujan, topografi,
Di Kelurahan Komo Luar Kota sungai terhadap bencana sendimen sungai, serta sistem
Manado banjir berdasarkan jaringan drainase yang tidak
karakteristik sosial-ekonomi berjalan dengan baik selain itu

30
No. Nama Peneliti / Judul Tujuan Penelitian Metode Analisis Kesimpulan
Penelitian
dan prilaku masyarakat , dan banjir di Kelurahan Komo Luar
mengkaji adaptasi masyarakat juga diakibatkan oleh prilaku
di Kelurahan Komo Luar Kota dan aktivitas manusia seperti
Manado. membuang sampah di sungai,
tidak merawat bangunan
pengendali banjir, dan kurang
terpeliharanya arus sungai
akibat sampah dan aktivitas
manusia
• strategi adaptasi yang dilakukan
masyarakat dalam hal ini cukup
baik dalam meminimalkan
dampak resiko bencana banjir.

6.
(Asrofi et al., 2017)
1) Menganalisis strategi Deskriptif • Sikap masyarakat Desa
adaptasi masyarakat Desa Kualtitatif Bedono dalam menghadapi
Strategi Adaptasi Masyarakat Bedono Kecamatan Sayung bencana rob dapat
Pesisir Dalam Penanganan Kabupaten Demak dalam dikategorikan menjadi dua
Bencana Banjir Rob Dan penanganan bencana banjir kelompok, yaitu masyarakat
Implikasinya Terhadap rob. yang tidak dapat beradaptasi
Ketahanan Wilayah (Studi Di 2) Menganalisis implikasi dengan bencana rob memilih
Desa Bedono Kecamatan bencana banjir rob terhadap pindah ke daerah lain, dan
Sayung Kabupaten Demak Jawa ketahanan wilayah di Desa masyarakat yang melakukan
Tengah) Bedono Kecamatan Sayung berbagai macam bentuk
Kabupaten Demak. strategi adaptasi tetap memilih
Penelitian tinggal.
• Strategi adaptasi yang
dilakukan masyarakat desa

31
No. Nama Peneliti / Judul Tujuan Penelitian Metode Analisis Kesimpulan
Penelitian
dikategorikan dalam bentuk 3
adaptasi, yaitu
(1). Strategi secara fisik. Ini
dilakukan masyarakat Desa
Bedono dengan cara
meninggikan bangunan rumah
yang ditinggali, mengubah
bentuk rumah menjadi bentuk
panggung, membuat
pengaman bambu dll.
(2). Strategi secara ekonomi.
Ini dilakukan oleh warga Desa
Bedono dengan cara
mengubah mata pencaharian
yang sebelumnya berprofesi
sebagai petambak alih profesi
sebagai penjual makanan,
pengojek dan berbagai
macam pekerjaan kasar
lainnya.
(3). Strategi adaptasi secara
sosial. Ini dapat dilihat pada
kegiatan hajatan, kegiatan
keagamaan dan proses
pemakaman warga Desa
Bedono.

32
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggabungkan

antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan teknik

analisis spasial dimana jenis penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

pilihan-pilihan tindakan dan kebijakan yang dapat dilakukan untuk upaya

mitigasi dan adaptasi secara sistematis dengan melihat keadaan dan

fenomena wilayah dan masyarakat yang berada di daerah rawan bencana

banjir dengan pendekatan wilayah berbasis DAS..

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2020 hingga februari 2021 dari

mulai penyusunan konsep, pengumpulan dan analisis data hingga

penyusunan laporan. Berdasarkan ruang lingkup penelitian ini mengkaji upaya

penurunan risiko banjir dengan menggunakan pendekatan daerah aliran

sungai (DAS,) sehingga dalam penelitian ini membagi 2 (dua) bagian lokasi

penelitian yang tak terpisahkan yaitu DAS Jeneberang yang terletak di Provinsi

Sulawesi Selatan dan daerah rawan dan terdampak banjir di Kabupaten Gowa

yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini , seperti pada Gambar 1.

Berdasarkan data Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan

Lindung (BPDASHL) Jeneberang Saddang tahun 2018, Wilayah administrasi

yang dilalui DAS Jeneberang meliputi wilayah Kabupaten Gowa, Kota

33
Makassar dan Kabupaten Takalar. Wilayah administrasi yang diliputi oleh DAS

Jeneberang adalah Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar dan Kota Makassar

dengan masing-masing melewati 11 (sebelas) kecamatan di Kabupaten Gowa,

2 (dua) kecamatan di kabupaten takalar dan 6 (enam) kecamatan di Kota

Makassar. Hulu sungai jeneberang berasal dari bagian timur gunung

bawakaraeng dan gunung lompobattang di Kabupaten Gowa dan hilirnya

berada di selat makassar Provinsi Sulawesi Selatan.

Daerah rawan dan terdampak bencana banjir Kabupaten Gowa berada

di sebagian wilayah Kecamatan Sombaopu dan Kecamatan Palangga. Adapun

desa/kelurahan di Kecamatan Sombaopu dan Kecamatan Palangga antara

lain adalah : Kelurahan Bontoramba, Kelurahan Bonto-bontoa, kelurahan

pangkabinanga yang berada pada Kecamatan Sombaopu, sedangkan

desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Palangga antara lain Kelurahan

Tetebatu, desa panakukkang, desa bungaejaya, dan desa palangga.

34
Gambar 1. Lokasi Penelitian

35
3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang diperlukan pada masing-masing tahapan

penelitian disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis dan Sumber Data Pertahapan Penelitian


No. Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data

1. Menganalisis kejadian perubahan Data Primer Foto Udara Satelit


penutupan dan penggunaan lahan Landsat, BIG
yang dapat meningkatkan risiko Data Sekunder
bencana banjir pada wilayah DAS
Jeneberang.

2. Menganalisis kondisi daerah rawan Data Sekunder BPS, BPBD,


dan terdampak bencana banjir Informan
pada Wilayah DAS Jeneberang di
Kabupaten Gowa.

2. Menganalisis partisipasi Data Primer Responden dan


masyarakat dalam melakukan Informan
mitigasi dan adaptasi terhadap
bencana banjir.

4 Merumuskan strategi dalam upaya Data Primer Hasil Analisis


mitigasi dan adaptasi risiko
bencana banjir pada Wilayah DAS Dan
Jeneberang di Kabupaten Gowa.
Data Sekunder

36
3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yakni

data primer dan data sekunder.,Adapun teknik pengumpulan datanya sebagai

berikut :

1. Pengumpulan Data Primer

a. Angket (Questionnaire) dan Jumlah Sampling

Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan

data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya-jawab

dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga

disebut angket berisi sejumlah pertanyaan atau pertanyaan yang harus

dijawab atau direspons oleh responden. Tujuan penyebaran angket

ialah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dari

responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan

jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian daftar

pertanyaan. Dalam penelitian ini angket digunakan untuk mengetahui

bagaimana persepsi masyarakat mengenai pengetahuan, sikap dan

Kerjasama masyarakat setempat dalam melakukan upaya mitigasi dan

adaptasi terhadap risiko bencana banjir.

Teknik sampling yang digunakan dalam penyusunan penelitian angket

adalah Teknik Probalility Sampling dimana teknik sampling ini

merupakan teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang

sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota

37
sampel. Dalam penentuan jumlah sampel menggunakan teori slovin

dalam (Sujarweni, 2014) dimana sampel berdasarkan jumlah KK

(Kepala Keluarga) yang berada di dalam area rawan dan terdampak

bencana banjir. Untuk mengetahui jumlah sampel KK yang digunakan

dalam penelitian maka dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

Persamaan. 1. Rumus Penentuan Jumlah Sampel Berdasarkan Teori Slovin


𝑁
𝑛=
1 + (𝑁 𝑥𝑒 2 ) (1)
Dimana :
n = Ukuran sampel
N = jumlah populasi
xe = Prosentasi kelonggaran ketidakterikatan karena kesalahan pengambilan
sampel yang diinginkan.

Dalam studi ini, tingkat kepercayaan yang diambil adalah 90% dan taraf

kesalahan adalah 10% maka nilai e=0,1, dimana jumlah KK di daerah

rawan dan terdampak bencana banjir adalah 17.000 KK yang

merupakan hasil dari pendekatan jumlah rumah/permukiman yang ada

di daerah tersebut, Adapun hasil perhitungan jumlah sampel adalah

sebagai berikut :

17000
=
1+(17000 .0,12)
= 99,42 = 100
Jadi jumlah sampel untuk mengisi kuisioner yang diambil dalam

penelitian ini adalah 100 orang (kepala keluarga).

38
b. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk

mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan

bahwa wawancara (interview) adalah suatu kejadian atau suatu proses

interaksi antara pewancara (interviewer) dan sumber informasi atau

orang yang diwawancarai (interviewee) melalui komunikasi langsung

(yusuf, 2014) dalam (Kawasati, 1990). Wawancara yang dilakukan

adalah wawancara terarah yaitu wawancara dimana peneliti

menanyakan kepada responden hal-hal atau bahan wawancara yang

telah disiapkan sebelumnya (Kawasati, 1990). Dalam penelitian ini

wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data atau fakta dari

informan yang berasal dari masyarakat sekitar dan informan dari

instansi terkait/ orang yang berkompeten dan mengetahui kondisi

masyarakat setempat dalam hal mitigasi dan adaptasi bencana.

c. Observasi

Observasi Menurut Sugiyono (2012) dalam (Syahwani, 2015)

merupakan metode pengumpulan data melalui indra manusia.

Observasi berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan. Adapun

kunci keberhasilan observasi sebagai teknik pengumpulan data yaitu

ditentukan dari pengamat sendiri, sebab pengamat melihat,

mendengar, mencium, atau mendengarkan suatu objek penelitian dan

kemudian ia menyimpulkan dari apa yang telah diamati. Dalam

39
penelitian ini pengamat akan mengobservasi kondisi lingkungan dan

permukiman masyarakat di daerah berisiko tinggi bencana banjir dan

kemudian dikaitkan dengan tujuan penelitian ini

d. Data Foto Udara

Pengumpulan data untuk mengkaji kondisi perubahan penutupan dan

penggunaan lahan pada DAS Jeneberang dilakukan dengan

melakukan interpretasi Citra Landsat dengan spesifikasi sebagai

berikut :

• Data raster citra digital Landsat 7 ETM + akusisi tanggal 20


September 1999 pada wilayah DAS Jeneberang dan sekitarnya.
• Data raster citra digital Landsat-8 OLI/TIRS akusisi tanggal 20
Agustus 2020 pada wilayah DAS Jeneberang dan sekitarnya.
Data citra di didownload dari website United States Geological Survey

(USGS) dari website http://earthexplorer.usgs.gov/, dimana pemilihan

data citra yang digunakan memiliki persentase penutupan awan

dibawah (<) 5% dan dengan periode musim yang sama yaitu di bulan

agustus – september. Adapun data foto udara yang digunakan untuk

proses geometric adalah data citra SPOT 7 yang diakuisisi pada tahun

2020.

2. Pengumpulan Data Sekunder

40
Pengumpulan data skunder dilakukan melalui mendatangi instansi

terkait untuk memperoleh data. Data sekunder dalam bentuk spasial

antara lain yaitu :

• Peta Batas DAS Jeneberang dari BPDASHL Jeneberang Saddang,


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
• Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dan peta batas dministrasi dari Badan
Informasi Geospasial (BIG).
Data non spasial yang digunakan yaitu data Pertumbuhan penduduk dan

data kejadian banjir dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gowa dan

Informasi mengenai daerah terdampak banjir tahun 2019 dan 2020 di

Kabupaten Gowa dari Badan Penanggulangan Bencana (BPBD)

Kabupaten Gowa.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu usaha untuk mengurai suatu masalah atau

fokus kajian menjadi bagian-bagian (decomposition) sehingga susunan atau

tatanan bentuk sesuatu yang diurai itu tampak dengan jelas dan karenanya

bias secara lebih terang ditangkap maknanya atau lebih jernih dimengerti

duduk perkaranya. Pada penelitian ini teknis analisa data yang digunakan

untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian adalah :

1. Interpretasi Foto Udara dan Analisis Perubahan Penutupan dan

penggunaan lahan

41
Analisis ini bertujuan untuk melakukan konversi data foto udara untuk

mengetahui kondisi penutupan dan penggunaan lahan, perubahan

penutupan dan penggunaan lahan dalam rentang waktu tahun1999-2020,

dan gambaran dari lokasi daerah rawan dan terdampak bencana. Metode

overlay merupakan bagian dari analisis spasial yang menggabungkan

beberapa unsur spasial menjadi unsur spasial yang baru untuk mendapatkan

informasi dan data yang dibutuhkan, dengan menggunakan jenis data vektor

maupun data raster (Larasati, 2017). Raharjo & Ikhsan (2015), menjelaskan

bahwa pada software ArcGis untuk melakukan metode overlay data vektor

dapat menggunakan beberapa tool dan yang digunakan pada penelitian ini

adalah tools clip dan union.

Dalam pengolahan dan analisis data citra landsat 7 ETM tahun 1999

dan data citra Landsat-8 OLI/TIRS tahun 2020 menjadi peta penutupan dan

penggunaan lahan dilakukan beberapa tahap, yaitu: koreksi data citra,

Interpretasi data citra menjadi peta penutupan dan penggunaan lahan dan

survey serta uji akurasi. Dalam tahapan koreksi data citra hal yang dilakukan

adalah proses koreksi radiometrik dan koreksi geometrik dengan bantuan

aplikasi perangkat lunak Envi 5.1 dan Arc Gis 10.4 dari environmental system

research institute (ESRI). Koreksi radiometrik dilakukan untuk mengurangi

efek atmosfer yang mengurangi kualitas gambar sehingga didapatkan

kualitas data citra dengan warna yang lebih tajam dan lebih baik. Proses

koreksi geometrik dilakukan dengan cara mengkalibrasi dan menempatkan

42
titik kontrol data citra agar sesuai dengan koordinat peta dasar yang dijadikan

acuan. Data citra dan peta standar yang digunakan sebagai pembanding

dalam koreksi geometrik adalah data citra SPOT 7 tahun 2020 dan Peta RBI

dan peta batas DAS Jeneberang dengan menggunakan sistem proyeksi

Universal Transver Mercator (UTM).

Interpretasi data citra dilakukan dengan mengkombinasikan metode

klasifikasi terbimbing (supervised) dan tidak terbimbing (unsupervised) agar

mendapatkan hasil interpretasi yang lebih optimal (Suriana et al., 2020).

Metode klasifikasi terbimbing menggunakan algoritma maximum likelihood

classification (MLC) yang umum digunakan untuk klasifikasi tutupan lahan

(Jia et al., 2014). Kombinasi band citra landsat yang dipakai dalam proses

MLC yaitu natural color seperti pada gambar 2.

Gambar 2. Foto Udara Landsat (kombinasi band natural color) di Wilayah


DAS Jeneberang dan sekitarnya

43
Untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna, hasil klasifikasi dari

model MLC kemudian diolah kembali dengan metode tidak terbimbing untuk

memastikan ketepatan dalam penentuan penutupan dan penggunaan lahan

dengan menggunakan acuan beberapa kombinasi band lain dari citra landsat

seperti kombinasi band false color, dan kombinasi band infra red. Aplikasi

perangkat lunak yang digunakan dalam proses interpretasi data citra ini

adalah ArcGis 10.4.

Pembagian kelas penutupan dan penggunaan lahan dilakukan

berdasarkan hasil interpretasi visual, dan pengetahuan yang dimiliki analis

mengenai karakteristik distribusi tutupan lahan (Jia et al., 2014) pada DAS

Jeneberang dan disesuaikan dengan tujuan penelitian terkait dampak

perubahan penutupan dan penggunaan lahan terhadap bencana banjir.

Terdapat dua belas kelas yang diidentifikasi sebagai tipe kelas akhir dari peta

penutupan dan penggunaan lahan DAS Jeneberang dengan skala 1:50.000,

yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, lahan

terbangun, padang rumput, pertanian lahan kering, perkebunan, sawah,

semak belukar, tambak, tanah terbuka, kebun campuran, dan tubuh air.

Uji ketelitian dilakukan dengan melakukan Ground Check di lapangan

dan via on screen dengan memanfaatkan citra resolusi sangat tinggi, yaitu

citra open source dari aplikasi google earth pro. Penentuan jumlah sampel

menggunakan Teknik probability sampling sesuai dengan teori slovin dalam

(Sujarweni, 2014) pada persamaan 1.

44
Uji ketelitian berdasarkan sampel yang ditentukan dihitung dengan

menggunakan matrik kesalahan atau confusion matrix pada setiap bentuk

penutupan dan penggunaan lahan dari hasil intepretasi citra. Uji ketelitian

dengan menggunakan confusion matrix pada penelitian ini didasarkan pada

jumlah titik sampel bukan berdasarkan pixel karena intepretasi tidak

dilakukan secara digital melainkan secara visual. Ketelitian pemetaan

menurut Short dalam Purwadhi (2001) dapat dibuat dalam beberapa kelas X

yang dapat dihitung dengan persamaan

Persamaan 2. Rumus Uji Ketelitian Sampel


Xcr pixel
𝑀𝐴 = Xcr pixel+Xo pixel+Xco pixel (2)

Keterangan : MA = Ketelitian pemetaan (mapping accuracy)


Xcr = Jumlah kelas X yang terkoreksi
Xo = Jumlah kelas X yang masuk ke kelas lain (omisi)
Xco = Jumlah kelas X tambahan dari kelas lain (komisi)

Ketelitian seluruh hasil klasifikasi (KH) dalam intepretasi citra dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan (Nilasari, 2017) :

Persamaan 3. Rumus Ketelitian Seluruh Hasil Klasifikasi


Jumlah pixel murni semua kelas
𝐾𝐻 = (3)
Jumlah semua pixel

Tahapan selanjutnya adalah melakukan overlay peta yang dihasilkan dari

hasil interpretasifoto udara. Metode overlay adalah bagian dari analisis spasial

yang menggabungkan beberapa layer data peta dalam satu wilayah yang

sama untuk mendapatkan informasi dan data gabungan yang dapat dianalisis

45
lebih lanjut (Hutagaol et al., 2015). Tujuan dari metode overlay dalam penelitian

ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis perubahan penutupan dan

penggunaan lahan yang terjadi dari tahun 1999 hingga 2020.

2. Analisis Kondisi dan Karakteristik Fisik Daerah Rawan dan Terdampak

Bencana Banjir dengan Pendekatan Spasial

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok

manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu

kelas peristiwa pada masa sekarang dan bertujuan membuat deskripsi,

gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-

fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode

analisis deskriptif secara kualitatif dengan pendekatan spasial digunakan untuk

menganalisa kondisi daerah rawan dan terdampak bencana pada DAS

Jeneberang beserta penyebabnya. Data-data yang didapatkan dari hasil

wawancara dengan informan, baik informan yang berasal dari masyarakat atau

instansi terkait dilengkapi dengan analisis gambaran lokasi secara spasial

dengan mengidentifikasi keadaan penutupan dan penggunaan lahan setempat

untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko bencana

banjir.Selain itu analisis deskriptif secara kualitatif dalam penelitian serta upaya

ini digunakan untuk menganalisis faktor pendorong dan penghambat upaya

adaptasi dan mitigasi masyarakat terhadap risiko bencana banjir.

3. Analisis Hasil Kuisioner Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat

46
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat dalam

upaya menurunkan risiko bencana banjir digunakan teknik analisis kuantitatif

dengan pendekatan spasial untuk memetakan bagaimana tingkat pengetahuan

dan perilaku masyarakat. Adapun variabel yang digunakan untuk menilai

bagaimana persepsi masyarakat terhadap mitigasi dan adaptasi bencana banjir

adalah:

a. Pengetahuan masyarakat tentang bagaimana risiko bencana banjir

yang terjadi di lingkungannya

b. Perilaku masyarakat sehari-hari yang dapat menurunkan atau

meningkatkan risiko terjadinya bencana banjir

c. Kerjasama yaitu bagaimana respon masyarakat terhadap kebijakan

dan upaya pemerintah dalam menurunkan risiko bencana banjir.

Adapun daftar pertanyaan dalam angket seperti terlampir. Dimana setiap

pertanyaan yang digunakan untuk mengukur pemahaman dan persepsi

masyarakat menggunakan metode pengukuran skala likert. Pada skala likert

pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga jawaban yang dapat dihasilkan

terdiri dari 5 (lima) tingkatan yaitu sangat setuju, setuju,netral, tidak setuju dan

sangat tidak setuju.

Hasil perhitungan dari tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat di

deskripsikan dalam bentuk spasial dengan pembagian atas 3 (tiga) kelas

pengetahuan dan perliaku masyarakat yaitu tinggi, sedang dan rendah yang

diklasifikasi berdasarkan model IDW dan klasifikasi dengan metode natural

47
breaks. Model Inverse Distance Weighting (IDW) adalah teknik permodelan

spasial dari interpolasi data yang berbentuk titik (point) dimana setiap

pengambilan sampel telah dilengkapi dengan data lokasi menggunakan GPS

yaitu suatu metode klasifikasi kelas dengan pendekatan spasial dengan

bantuan software arcgis 10.4. Di dalam model IDW data di sekitar lokasi target

diberi bobot berdasarkan jaraknya dimana semakin dekat jaraknya dari lokasi

target semakin besar bobotnya, demikian juga sebaliknya (Shepard, 1968)

dalam (Santoso et al., 2017).

Secara Matematis Model IDW Dituliskan Sebaga berikut:


Persamaan 4. Rumus Interpolasi Spasial dengan Model IDW

(4)

Dimana:
: nilai target interpolasi

: nilai variabel pada lokasi – lokasi


: jarak antara titik target dengan lokasi
: bobot pengaruh jarak
: jumlah data atau titik lokasi yang diperhitungkan dalam interpolasi

4. Analisis SWOT

Analisis SWOT dalam penelitian ini bertujuan untuk merumuskan

strategi mitigasi dan adaptasi masyarakat untuk mengurangi risiko dari

48
bencana banjir di Kecamatan Palangga dan Kecamatan Sombaopu

Kabupaten Gowa, dengan merumuskan faktor internal dan eksternal. Faktor

internal yaitu faktor-faktor eksisting yang berasal dari dalam wilayah rawan

di Kecamatan Palangga dan Kecamatan Sombaopu baik dari sisi

lingkungan dan sosial kemasyarakatan. Faktor eksternal merupakan faktor

dari luar wilayah Kecamatan Palangga dan Kecamatan Sombaopu yang

mempengaruhi upaya mitigasi dan adaptasi bencana. Faktor internal

dibedakan menjadi dua bagian yaitu factor positif atau pendorong disebut

sebagai kekuatan (strength) dan faktor negatif disebut sebagai kelemahan

(weakness) sedangkan faktor eksternal dibedakan menjadi kesempatan

(opportunity) dan ancaman (threats).

Perumusan analisis SWOT membandingkan antara faktor internal

yang digolongkan ke dalam matriks faktor strategi internal atau IFAS

(Internal Strategic Factor Analysis Summary), sedangkan faktor eksternal

digolongkan ke dalam matriks faktor strategi eksternal atau EFAS

(Eksternal Strategic Factor Analysis Summary).

Faktor-faktor IFAS dan EFAS digunakan untuk merumuskan strategi

pengembangan dibentuk dengan melakukan perhitungan bobot dan rating

dari masing-masing faktor. Perhitungan bobot dan rating dimulai dengan

Menyusun kuisioner untuk mendapatkan saran dari ahli/orang yang

memiliki pengetahuan tentang strategi mitigasi dan adaptasi terhadap

risiko banjir, dengan menggunakan tabel yang disebut sebagai matriks

49
perbandingan (pairwise comparison). Dari tabel tersebut, dapat dihitung

dan diketahui persentase antar kriteria.

Bobot masing-masing kriteria berada pada rentang 1-5 (tidak

penting-sangat penting). Nilai Bobot menunjukkan tingkat kepentingan

kriteria yang satu terhadap kriteria lainnya. Sementara itu, penentuan

rating dilakukan untuk mengetahui tingkat kepentingan masing-masing

faktor. Pemberian nilai berskala 4, diberikan pada masing-masing kriteria

berdasarkan kajian pustaka di mana nilai 4 berarti pengaruh kriteria

tersebut terhadap pengembangan sangat tinggi sedangkan nilai 1 sangat

rendah. Nilai bobot diperoleh berdasarkan rumus sebagai berikut, dimana:

Persamaan 5. Rumus Perhitungan Bobot dan Rating SWOT


1
Bobot Faktor x (Bi) = × (𝑅𝑖 + 1) (5)
(∑ 𝑛+𝑇𝑅)

Bi : Bobot setiap rating

TR : Total rating

∑n : Jumlah faktor/aktivitas

Ri : Rating setiap faktor/aktivitas

Adapun penentuan prioritas strategi penanganan menggunakan

metode pairwise comparison (perbandingan berpasangan), dimana skala

yang digunakan dalam penilaian perbandingan berpasangan dihitung

menurut Thomas Saaty, sebagaimana pada tabel berikut:

Tabel 4. Skala Perbandingan Berpasangan

50
Intensitas Keterangan
Kepentingan
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen x sedikit lebih penting dari elemen y
5 Elemen x jelas lebih penting dari elemen y
7 Elemen x sangat jelas lebih penting dari elemen y
9 Elemen x mutlak lebih penting dari elemen y
2,4,6,8 Nilai Ragu-ragu antara 2 nilai yang berdekatan
1/(1-9) Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9

Penilaian dilakukan oleh peneliti pribadi dengan melihat kondisi

lapangan dan informan yang dapat dipercaya dalam penentuan nilai

intensitas kepentingan setiap strategi.

51
3.6 Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 3. Kerangka Konseptual Penelitian

52
3.7 Definisi Operasional

Penelitian ini berjudul “Strategi Mitigasi dan Adaptasi Masyarakat pada

Daerah Rawan Bencana Banjir di Wilayah DAS Jeneberang : Antara Idealita

Dan Realita” secara lebih jelas untuk mempertegas variabel dalam penelitian

ini, dijelaskan defenisi operasional pada penelitian sebagai berikut :

1. Daerah rawan dan terdampak bencana banjir, yang dimaksudkan dalam

penelitian ini adalah daerah-daerah pada wilayah DAS Jeneberang di

Kabupaten Gowa yang memilki tingkat bahaya tinggi terhadap terjadinya

bencana banjir dan berdasarkan data BPBD Kabupaten Gowa merupakan

daerah yang memiliki pengalaman terdampak banjir pada saat musim hujan

atau cuaca ekstrim.

2. Mitigasi dan Adaptasi

Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan

bencana :

• Mitigasi didefinisikan sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi

risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran

dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

• Adaptasi bencana adalah penyesuaian sistem alam dan manusia

terhadap stimulus bencana alam nyata atau yang diharapkan tidak ada

dampak-dampaknya, yang menyebabkan kerugian atau

mengeksploitasi kesempatan-kesempatan yang memberi manfaat.

3. Karakteristik wilayah, yang dimaksudkan dalam penelitian yaitu

karakteristik berdasarkan hasil penelitian secara spasial dan pengamatan

langsung (observasi) keadaan lingkungan dan keadaan masyarakat

melalui wawancara dengan masyarakat setempa

53
3.8 Matriks Penelitian

Tabel 5. Matriks Penelitian: Strategi Mitigasi dan Adaptasi Masyarakat pada Daerah Rawan Bencana Banjir
di Wilayah DAS Jeneberang

Sumber Data dan


No Rumusan Masalah Tujuan Konsep dan Variabel Data dan Informasi Cara Pengumpulan Data Analisis
Informasi
1 Bagaimana kejadian Menganalisis 1. Interpretasi data foto • Foto Udara USGS Download data citra dari
perubahan kejadian udara landsat menjadi Landsat 7 ETM open source (website
penutupan dan perubahan peta penutupan dan +, akusisi 20 USGS)
penggunaan lahan penutupan dan penggunaan lahan September 1999
yang dapat penggunaan lahan Peta Penutupan dan • Foto udara Meminta data dari instansi
meningkatkan risiko yang dapat penggunaan lahan Landsat-8 terkait
bencana banjir pada meningkatkan Tahun 1999 dan 2020 OLI/TIRS, akusisi Analisis SIG
wilayah DAS risiko bencana 20 Agustus 2020 (Sistem
Jeneberang. banjir pada 2. Analisis Overlay LAPAN Informasi
wilayah DAS • Foto Udara Spot Geografis)
Perubahan penutupan
Jeneberang. 7 Tahun 2020
dan penggunaan lahan
a. Deforestasi dan • Peta RBI dan BIG, dan Dinas
Degradasi Hutan pada Peta Batas Tata Ruang Kab
DAS Jeneberang Administrasi Gowa
b. Peningkatan luas BPDASHL
lahan permukiman pada • Peta Batas DAS Jeneberang
DAS Jeneberang Saddang
2 Bagaimana kondisi Menganalisis 1. Kondisi dan Karakteristik Informan Wawancara
daerah rawan dan kondisi daerah Wilayah Rawan dan • Kondisi saat (masyarakat, Staf
terdampak bencana rawan dan terdampak Bencana kejadian Banjir BPBD Kabupaten
Analisis SIG
banjir pada Wilayah terdampak Banjir Gowa)
DAS Jeneberang di bencana banjir a. Lingkungan • Kondisi eksisting Observasi lapangan
Kabupaten Gowa. pada Wilayah (saat ini)

54
Sumber Data dan
No Rumusan Masalah Tujuan Konsep dan Variabel Data dan Informasi Cara Pengumpulan Data Analisis
Informasi
DAS Jeneberang b. Pola kehidupan BPS Analisis
• Data kejadian
di Kabupaten masyarakat Studi literatur Deskriptif
Banjir
Gowa. Kualitatif
3 Bagaimana Menganalisis 1. Persepsi terhadap • Pemetaan Informan (warga Kuesioner
partisipasi partisipasi pengetahuan dan tingkat setempat) Analisis
masyarakat dalam masyarakat dalam perilaku masyarakat pengetahuan Kuantitatif dan
melakukan upaya melakukan dan perilaku SIG
mitigasi dan mitigasi dan masyarakat
adaptasi terhadap adaptasi terhadap 2. Faktor Pendorong dan • Faktor Wawancara dan Observasi
bencana banjir. bencana banjir. Penghambat Pendorong
Masyarakat dalam Mitigasi dan
Mitigasi dan Adaptasi Analisis
Adaptasi
Deskriptif
terhadap Risiko • Faktor Kualitatif
Bencana Banjir Peghambat
Mitigasi dan
Adaptasi
4 Bagaimana Merumuskan 1. IFAS, Faktor Internal: Hasil Analisis Hasil analisis Hasil Analisis dan studi
memberikan strategi dalam Kekuatan dan literatur Analisis SWOT
strategi/alternatif upaya mitigasi dan Kelemahan
upaya mitigasi dan adaptasi risiko 2. EFAS, Faktor Eksternal:
adaptasi yang bencana banjir Peluang dan Ancaman
sebaiknya pada Wilayah
dilaksanakan dalam DAS Jeneberang
upaya menurunkan di Kabupaten
risiko dari bencana Gowa.
banjir.

55
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum DAS Jeneberang

Daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang merupakan salah satu DAS

prioritas nasional untuk dipulihkan pemerintah yang tertuang dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2015-2019.

DAS Jeneberang terletak pada bagian barat dalam wilayah administrasi

Kota Makassar, ibukota dari Provinsi Sulawesi Selatan. Sungai ini berasal

dan mengalir dari bagian timur Gunung Bawakaraeng dan Gunung

Lampobatang yang kemudian menuju hilirnya di Selat Makassar. Pada

Daerah Aliran Sungai Jeneberang, terdapat dua daerah penampungan air

(reservoir) utama yaitu Bili-bili dan Jenelata. (Direktorat Jenderal Sumber

Daya Air, 2018).

Daerah aliran sungai Jeneberang secara geografis terletak pada

119°23'50."-119°56'10" Bujur Timur dan 05°10'00"-05°26'00" Lintang

Selatan. Berdasarkan data Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

(BPDAS) Jeneberang Walane tahun 2018, luas wilayah DAS Jeneberang

adalah 788,11 km2. Wilayah administrasi yang diliputi oleh DAS

Jeneberang adalah Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar dan Kota

Makassar dengan masing-masing melewati 11 kecamatan di Kabupaten

Gowa, 2 kecamatan di kabupaten takalar dan 6 kecamatan di Kota

Makassar. Adapun data selengkapnya mengenai luas dan wilayah

kecamatan yang dilalui oleh DAS Jeneberang dapat dilihat pada tabel 6.

56
Wilayah hulu DAS Jeneberang berada pada Kecamatan Parigi,

Kecamatan Tinggimoncong dan Kecamatan Bontoloempangan. Secara

umum formasi geologi di daerah hulu DAS Jeneberang meliputi batuan

aluvium muda yang berasal dari endapan sungai dengan persentase luas

15,76%, andesit baslt dengan persentase luas 47,76%, dan batuan tufit

yang bersal dari batu lumpur dan batu pasir dengan persentase luas

36,48%. Faktor geologi inilah juga memberi kontribusi tingginya tingkat

bahaya erosi di bagian hulu DAS Jeneberang. (Nurdin et al., 2014)

Tabel 6. Data Wilayah Administrasi pada DAS Jeneberang


Kabupaten / Kota Kecamatan Luas (Ha)
Bajeng 2.251,50
Barombong 2.310,88
Bontolempangan 1.339,84
Bontomarannu 2.054,79
Bungaya 17.381,32
Manuju 10.948,11
Pallangga 5.526,63
Gowa
Parangloe 6.127,02
Parigi 7.977,54
Pattallassang 8,48
Somba Opu 845,22
Tinggimoncong 17.186,04
Tombolo Pao 122,49
Tompobulu 16,99
Makassar 0,21
Mamajang 140,95
Mariso 286,12
Makassar Rappocini 70,21
Tamalate 2.379,65
Ujung Pandang 165,56
Wajo 12,61
Galesong Utara 565,66
Takalar
Polombangkeng Utara 1.093,26
Sumber: BPDASHL Jeneberang Saddang, Tahun 2019

57
Wilayah DAS Jeneberang terus mengalami penurunan daya dukung

lingkungan akibat tingginya laju pertumbuhan penduduk dan penurunan

tutupan hutan baik itu deforestasi maupun degradasi hutan. Laju

pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diiringi dengan perencanaan

pemanfaatan lahan secara matang, edukasi dan pengawasan yang tidak

cukup dari pemerintah serta kurangnya pengetahuan dari masyarakat

sekitar, membuat kegiatan pembangunan dan aktivitas masyarakat yang

berada di daerah-daerah hulu yang dulunya berfungsi sebagai hutan kini

berubah fungsi menjadi permukiman dan lahan pertanian (Wahyuni et al.,

2018).

DAS Jeneberang yang masuk dalam klasifikasi DAS yang dipulihkan

daya dukungnya sesuai Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 2012 tentang

Pengelolaan DAS, adalah DAS dengan penutupan hutan yang cukup

rendah. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

(KLHK) memperlihatkan bahwa penutupan hutan pada DAS Jeneberang

hanya sebesar 16,6% dari total luas lahan jeneberang yaitu seluas

78.853,15 Ha (P3E Sulawesi Maluku, 2019). Rendahnya tutupan hutan

menunjukkan luasnya lahan kritis dan menurunnya nilai jasa lingkungan

terutama didaerah hulu DAS.

Dalam penelitian (Nurdin et al., 2014) pada Sub DAS Jeneberang

Hulu memperlihatkan terjadinya peningkatan erosi lahan. Besarnya luas

lahan yang memiliki laju erosi Kelas V (>480 ton/ha/thn) yaitu mencapai

3.390,21 ha (8,79% dari luas sub DAS Jeneberang hulu). Dari hasil

58
klasifikasi tingkat kerentanan/degradasi di sub DAS Jeneberang hulu,

didapat lahan kritis dengan kategori tinggi seluas 5.826,98 ha (15,11% dari

luas sub DAS Jeneberang hulu). Luas lahan kritis didominasi oleh

penutupan dan penggunaan lahan ladang/tegalan dan kebun oleh

masyarakat. Sedangkan untuk tingkat kerentanan tanah longsor, didapat

luas lahan yang rentan (kategori tinggi) seluas 9.819,36 ha (25,47% dari

luas sub DAS Jeneberang hulu) didominasi oleh penutupan dan

penggunaan lahan ladang/tegalan, sawah, semak belukar, tanah terbuka

dan permukiman masyarakat.

Pemanfaatan lahan yang melebihi kemampuan tanah akan

menimbulkan perubahan-perubahan dalam ekosistem, sehingga terjadi

penurunan daya dukung lingkungan. Kecenderungan perubahan

pemanfaatan lahan yang terjadi sangat potensial terhadap erosi permukaan

yang akan menyebabkan degradasi lahan. Peluang terjadinya erosi dan

longsor makin besar dengan makin curamnya lereng. Makin curam lereng

makin besar pula volume dan kecepatan aliran permukaan yang berpotensi

menyebabkan erosi. (Asdak, 2002)

Demikian juga pada daerah tengah dan hilir DAS Jeneberang

dimana masyarakat banyak melakukan pembangunan di daerah-daerah

resapan air dan sempadan sungai yang seharusnya berfungsi sebagai

kawasan lindung dan kawasan penyangga. Pembangunan yang dilakukan

masyarakat umumnya tidak diiringi dengan adanya upaya adaptasi dan

mitigasi dari yang cukup untuk mengurangi resiko bencana. Akibatnya pada

59
musim hujan terjadi bencana banjir dan pada musim kemarau masyarakat

mengalami kekurangan air baik untuk aktivitas pertanian maupun untuk

kebutuhan sehari-hari.

Kesalahan penutupan dan penggunaan lahan tersebut telah

mengakibatkan banyaknya terjadi kerusakan, dan menampakkan

kecenderungan yang meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk yang

memberi tekanan terhadap sumberdaya alam hutan di daerah bagian hulu

maupun hilir dari DAS. Pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat

berkolaborasi untuk melakukan upaya-upaya pencegahan. Upaya-upaya

yang dilakukan ini dimaksudkan untuk mengatasi atau meminimalisir

kerusakan yang mungkin terjadi sehingga produktifitas suatu lahan dapat

dipertahankan atau bahkan dapat ditingkatkan. (Wahyuni et al., 2018)

Pada akhir Januari tahun 2019 terjadi luapan air dari hulu DAS

Jeneberang dimana tinggi muka air di Bendungan Bili-bili meningkat hingga

101,87 meter karena intensitas hujan yang tinggi, dimana debit air dari

bendungan Bili-bili ke hilir sungai Jeneberang meningkat hingga 2.240

m3/detik. Sementara kapasitas maksimum yang dapat ditampung oleh hilir

DAS Jeneberang adalah antara 1500-1800 m3/dtk lebih dari itu akan

ditemukan beberapa penampang yang kapasitas alirannya tidak mampu

menampung debit banjir. (Musa et al., 2020).

Berdasarkan penelitian (Hidayat & Dulil, 2019) mengenai

pengukuran debit air rata-rata pada salah satu daerah Sub DAS

Jeneberang bagian hilir dengan model hidrograf satuan sintetik (HSS)

60
dengan metode nakayasu yang dihitung berdasarkan curah hujan terukur

mendapatkan nilai debit maksimum sebesar 17,32 m3/dtk dan debit

minimum sebesar 0,08 m3/dtk.

61
4.2 Gambaran Umum Kabupaten Gowa

1. Letak Geografis

Menurut data BPS, Kabupaten Gowa berada pada 119,3773O sampai

120,0317O Bujur Timur, dan 5,0829342862O sampai 5,577305437O Lintang

Selatan. Kabupaten Gowa berada di bagian selatan dari Provinsi Selawesi

Selatan, dengan batas-batas daerah di sebelah utara berbatasan dengan

Kota Makassar dan Kabupaten Maros, di sebelah timur berbatasan dengan

Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Bantaeng,

kemudian di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan

Jeneponto serta di bagian baratnya berbatasan dengan Kota Makassar dan

Kabupaten Takalar seperti yang terlihat dalam peta adminiistrasi kabupaten

Gowa pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta Administrasi Kabupaten Gowa


Sumber: Badan Informasi Geospasial (BIG)

62
Wilayah administrasi Kabupaten Gowa terdiri dari 18 kecamatan dan 167

desa/kelurahan dengan luas sekitar 1.883,33 km2 atau sama dengan 3,01

persen dari luas wilayah Propinsi Sulawesi Selatan.

Tabel 7. Data Luas Kecamatan di Kabupaten Gowa

Persentase
Luas terhadap
Ibukota
No Nama Kecamatan Area Luas
Kecamatan Kabupaten
(Km2)
(%)
1 Bontonompo Tamallayang 30,39 1,61
Bontonompo
Pabundukang 29,24 1,55
2 Selatan
3 Bajeng Kalebajeng 60,09 3,19

Bajeng Barat Borimatangkasa 19,04 1,01


4
5 Pallangga Mangalli 48,24 2,56
6 Barombong Kanjilo 20,67 1,1
7 Sombaopu Sungguminasa 28,09 1,49
8 Bontomarannu Borongloe 52,63 2,8
9 Pattallassang Pattallassang 84,96 4,51
10 Parangloe Lanna 221,26 11,75
11 Manuju Moncongloe 91,9 4,88
12 Tinggimoncong Malino 142,87 7,59
13 Tombolopao Tamaona 251,82 13,37
14 Parigi Majannang 132,76 7,05
15 Bungaya Sapaya 175,53 9,32
16 Botolempangan Bontoloe 142,46 7,56
17 Tompobulu Malakaji 132,54 7,04
18 Biringbulu Lauwa 218,84 11,62

Kabupaten Gowa 1 883,33 100

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

63
2. Topografi

Kabupaten Gowa terletak pada 2 (dua) kawasan, yakni dataran

rendah di bagian barat dan dataran tinggi di bagian timur. Dataran rendah

meliputi 9 (sembilan) kecamatan, yaitu: Kecamatan Sombaopu, Pallangga,

Barombong, Bajeng, Bajeng Barat, Bontonompo, Bontonompo Selatan,

Bontomarannu, dan Kecamatan Pattalassang. Sedangkan dataran tinggi

juga meliputi 9 (sembilan) kecamatan, yaitu: Kecamatan Parangloe,

Manuju, Tinggimoncong, Parigi, Tombolo Pao, Bungaya, Bontolempangan,

Tompobulu, dan Kecamatan Biringbulu. Berdasarkan identifikasi pada

wilayah ketinggian, masing-masing kecamatan berada pada elevasi 0-

2.800 m dari permukaan laut. Elevasi 0–100 m diatas permukaan laut

adalah yang dominan (24% atau 43.146 ha). Wilayah Kecamatan

Tompobulu dan Tinggimoncong bagian Timur dan Selatan serta wilayah

yang berbatasan dengan Kabupaten Sinjai dan Bantaeng memiliki elevasi

antara 2.600-2.800 m dari permukaan laut.

Berdasarkan kemiringan lahan dapat dijelaskan bahwa 35,30 % dari

total luas Kabupaten Gowa mempunyai kemiringan lahan di atas 400 yaitu

di Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya dan Kecamatan

Tompobulu. Sementara itu lahan produktif yang tersedia berada pada

kondisi kemiringan lahan 0-400 terdapat sekitar 64,70% dari total luas

wilayah Kabupaten Gowa (BAPPEDA Kabupaten Gowa, 2020).

64
3. Hidrologi

Kabupaten Gowa memiliki sistim sungai, danau dan bendungan yang

mencakup 15 (lima belas) sungai, dimana sungai yang terbesar dikenal

dengan Sungai Jeneberang yang juga menjadi nama daerah aliran sungai

terbesar yaitu DAS Jeneberang dengan luas daerah aliran seluas 881 km²

dengan panjang 90 km, 1 (satu) buah danau alami yang dikenal dengan

nama Danau Mawang yang letaknya berada di Kecamatan Sombaopu, 1

(satu) bendungan yang dikenal dengan nama Bendungan Bili-bili yang

terletak di Kecamatan Parangloe.

Sebagai bendungan terbesar yang ada di Sulawesi Selatan

Bendungan Bili-Bili memiliki luas 363 Ha yang berada pada area resapan

dari sungai Jeneberang. Pembangunan bendungan bili-bili merupakan

respon dari kejadian banjir tahunan yang menimpa Kabupaten Gowa dan

Kota Makassar yang telah terjadi sejak tahun 1975. Bendungan bili-bili

mulai dibangun sejak tahun 1992 dan selesai pengerjaannya pada tahun

1999. Selain berfungsi sebagai mitigasi bencana bendungan bili-bili

berfungsi sumber air baku bagi masyarakat, penyedia air untuk irigasi di tiga

daerah: BiliBili, Kampili dan Bissua sebesar 24.585 ha di musim hujan dan

19.540 ha di musim kemarau. Disamping itu untuk pembangkit listrik tenaga

air sebesar 16.30 MW, serta berfungsi daerah pariwisata dan perikanan

darat.(Jamaluddin, 2018).

65
4. Klimatologi

Kabupaten Gowa memiliki iklim yang cukup bervariasi. Ini

dimungkinkan karena variasi ketinggian tempat wilayah Kabupaten Gowa

berkisar dari 0-2.800 m dari permukaan laut. Kondisi tersebut menciptakan

tipe iklim yg berbeda. Tipe iklim yang dimiliki yaitu:

• C2; daerah yang dapat ditanami tanaman padi terutama palawija 2 kali

dalam setahun dengan jumlah air yang cukup tersedia.

• C3; daerah tersebut dapat ditanami padi secara terus menerus

dengan jadwal tanam yang tepat sehingga panen jatuh pada saat

curah hujan kurang.

• D3; daerah tersebut dapat ditanami padi 1 kali dan tanaman palawija

2 kali setahun dengan jumlah air yang tersedia cukup.

• D4; daerah tersebut dapat ditanami tanaman padi 1 kali dan tanaman

palawija 2 kali dalam setahun dengan jumlah air yang cukup tersedia.

Berdasarkan curah hujan di Kabupaten Gowa hanya dikenal dua

musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Biasanya musim kemarau

dimulai pada bulan Juni hingga September, sedangkan musim hujan

dimulai pada bulan Desember hingga Maret. Keadaan seperti itu berganti

setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan, yaitu bulan April-

Mei dan Oktober-Nopember. Jumlah curah hujan di Kabupaten Gowa

beragam menurut bulan dan letak wilayah.

66
5. Kependudukan

Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi merupakan faktor penting

yang berpengaruh terhadap perubahan penutupan dan penggunaan lahan.

Bertambahnya penduduk di suatu tempat akan diiringi dengan

bertambahnya kebutuhan ruang baik untuk bermukim ataupun

menggunakan sumberdaya alam untuk aktivitas ekonomi dan kehidupan

sehari-hari. Berdasarkan data BPS Kabupaten Gowa dalam (BPS, 2020)

seperti yang ditunjukkan pada tabel 7 Jumlah penduduk Kabupaten Gowa

pada tahun 2019 adalah 772.684 jiwa, dimana dalam 10 tahun terakhir

yaitu dari tahun 2010-2019 laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Gowa

adalah sebesar 1,89 % per tahun.

Kecamatan Sombaopu dan Kecamatan Palangga adalah dua

kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar dan mengalami laju

pertumbuhan penduduk tertinggi yaitu 3,52 % per tahun di Kecamatan

Sombaopu dan kemudian Kecamatan Palangga dengan 3,10 % per tahun.

Pertumbuhan penduduk di dua kecamatan ini jauh lebih tinggi dari rata-rata

pertumbuhan penduduk di kabupaten gowa secara keseluruhan.

Tabel 8. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Gowa


(Tahun 2010-2020)
Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan
No Kecamatan
2010 2019 Penduduk (% / tahun)
1 Bontonompo 39.295 42.446 0,86
2 Bontonompo Selatan 28.471 30.754 0,86
3 Bajeng 62.334 69.357 1,19
4 Bajeng Barat 22.918 24.756 0,86
5 Pallangga 98.721 129.957 3,10
6 Barombong 34.527 40.739 1,86

67
7 Sombaopu 130.287 177.802 3,52
8 Bontomarannu 31.250 35.628 1,47
9 Pattallassang 21.881 24.188 1,12
10 Parangloe 16.564 18.591 1,29
11 Manuju 14.093 15.059 0,74
12 Tinggimoncong 22.138 23.655 0,74
13 Tombolopao 26.876 29.064 0,87
14 Parigi 13.089 13.987 0,74
15 Bungaya 15.847 16.933 0,74
16 Botolempangan 13.332 14.246 0,74
17 Tompobulu 28.971 30.957 0,74
18 Biringbulu 32.347 34.565 0,74
Kabupaten Gowa 652.941 772.684 1,89
Sumber: Data BPS, Tahun 2020

Tingginya pertumbuhan penduduk di kecamatan Sombaopu dan

Kecamatan Palangga dipengaruhi tipologi kedua kecamatan tersebut

sebagai daerah urban dan suburban yang terus mengalami perkembangan.

Kecamatan Sombaopu adalah letak administratif ibu kota kabupaten gowa

yang merupakan bagian dari kota terpadu KSN Mamminasata sehingga

mengalami pengaruh urbanisasi kota yang cukup besar dan kemudian

meluas kedaerah-daerah sekitarnya termasuk kecamatan palangga yang

kini berkembang menjadi daerah permukiman.

6. Kejadian Bencana Banjir

Data kejadian bencana banjir yang terjadi berdasarkan data BPS

dalam (BPS, 2020) menunjukkan bahwa dalam rentang waktu 5 (lima)

tahun dari 2014 hingga 2019, desa/kelurahan yang mengalami kejadian

bencana banjir di Kabupaten Gowa secara total meningkat dari 6 (enam)

desa/kelurahan di tahun 2014 menjadi 43 desa/kelurahan pada tahun

68
2019. Untuk Kecamatan Palangga sendiri pada tahun 2014 tidak ada

kejadian banjir menjadi ada 4 (empat) desa/kelurahan yang mengalami

bencana banjir sedangkan untuk kecamatan Sombaopu dari 1 (satu)

desa/kelurahan menjadi 7 (tujuh) desa/kelurahan yang terkena dampak

bencana banjir pada tahun 2019. Adapun data selengkapnya dapat dilihat

dalam tabel 9.

Tabel 9. Jumlah Desa/Kelurahan yang mengalami bencana banjir menurut


kecamatan, 2014-2019

Banjir/Flood
Kecamatan
2014 2018 2019
1. Bontonompo - - -
2. Bontonompo Selatan - 1 1
3. Bajeng - - -
4. Bajeng Barat - - -
5. Pallangga - 4 5
6. Barombong - 3 1
7. Sombaopu 1 10 7
8. Bontomarannu - - 4
9. Pattallassang 3 4 6
10. Parangloe 1 4 7
11. Manuju 1 - 5
12. Tinggimoncong - - 1
13. Tombolopao - - -
14. Parigi - - -
15. Bungaya - - 1
16. Botolempangan - - 1
17. Tompobulu - - -
18. Biringbulu - - 4
Kabupaten Gowa 6 26 43
Sumber : BPS, Tahun 2020

69
4.3 Analisis Perubahan Penutupan dan penggunaan lahan pada
Tahun 1999-2020 pada DAS Jeneberang

Dari hasil interpretasi citra satelit yang dilakukan, dihasilkan peta

penutupan dan penggunaan lahan pada wilayah DAS Jeberang pada tahun

1999 dan 2020 dengan skala 1:50.000. Dari hasil tabulasi dan analisis data

penutupan dan penggunaan lahan DAS Jeneberang dari tahun 1999 hingga

tahun 2020 telah terjadi perubahan penutupan dan penggunaan lahan,

dimana ada yang mengalami penambahan dan penurunan luas.

Selama kurun waktu 21 (dua puluh satu) tahun tersebut penutupan

dan penggunaan lahan yang mengalami peningkatan luas daerah adalah

Permukiman, perkebunan dan pertanian lahan kering. Sementara itu

penutupan dan penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas daerah

yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, sawah,

semak belukar, tambak, tanah terbuka, tegalan, padang rumput dan tubuh

air. Adapun data penutupan dan penggunaan lahan DAS Jeneberang

tahun 1999 dan tahun 2020 disajikan dalam bentuk peta pada gambar 5,

gambar 6 dan tabel 10.

70
Gambar 5. Peta Penutupan dan penggunaan lahan DAS Jeneberang
Tahun 1999
Sumber: Analisis Data

Gambar 6. Peta Penutupan dan penggunaan lahan DAS Jeneberang Tahun


2020
Sumber: Analisis Data, 2021

71
Tabel 10. Distribusi Luas dan Perubahan Penutupan dan penggunaan lahan
pada DAS Jeneberang (Tahun 1999 – 2020)
Luas (Ha) Perubahan
No Penutupan dan
Penggunaan Lahan Thn 1999 Thn 2020 (Ha) (%)

1 Hutan LK Primer 2.840,28 1.812,04 - 1.028,24 -36,20%

2 Hutan LK Sekunder 12.159,36 11.294,78 - 864,58 -7,11%

3 Permukiman 1.417,66 4.915,13 + 3.497,47 246,71%

4 Padang Rumput 180,50 155,99 -24,51 13,58%

5 Perkebunan 861,72 2.120,69 + 1.258,98 146,10%

6 Pertanian Lahan Kering 16.495,50 23.760,72 + 7.265,22 44,04%

7 Sawah 21.751,26 18.728,78 - 3.022,47 -13,90%

8 Semak Belukar 17.774,28 11.991,63 - 5.782,65 -32,53%

9 Tambak 544,29 262,10 - 282,19 -51,85%

10 Tanah Terbuka 815,75 572,17 - 243,58 -29,86%

11 Tegalan di Permukiman 852,21 617,22 - 234,99 -27,57%

12 Tubuh Air 3.160,35 2.621,89 - 538,46 -17,04%

Total 78.853,15 78.853,15

Sumber: Analisis Data, 2021

Melihat pola perubahan penutupan dan penggunaan lahan yang terjadi

di bagian hulu dan hilir DAS Jeneberang terdapat 2 (dua) isu yang berkaitan

erat antara perubahan penutupan dan penggunaan lahan dengan

meningkatnya risiko bencana, yaitu a) deforestasi dan degradasi hutan dan (b)

peningkatan luas Permukiman. Analisis mengenai kedua isu tersebut

dijelaskan sebagai berikut:

72
1. Deforestasi dan Degradasi Hutan

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 30/2009 tentang tata cara

pengurangan emisi dair deforestasi dan degradasi hutan (REDD), deforestasi

didefinisikan sebagai konversi tutupan hutan alam menjadi kategori tutupan

lahan selain hutan (Non Hutan) yang hanya terjadi satu kali di wilayah tertentu.

Deforestasi merupakan perubahan permanen dari kawasan hutan menjadi

kawasan non-hutan sebagai akibat dari aktivitas manusia. Degradasi hutan

didefinisikan sebagai perubahan kelas hutan primer, yang meliputi hutan lahan

kering primer menjadi kelas hutan sekunder. Degradasi hutan menunjukkan

penurunan kapasitas hutan untuk menghasilkan jasa ekosistem seperti

penyimpanan karbon dan produk kayu sebagai akibat dari perubahan

lingkungan ataupun aktivitas manusia .

Jenis penutupan dan penggunaan lahan pada DAS Jeneberang yang

dikelompokkan dalam lahan hutan adalah Hutan Lahan Kering Primer dan

Hutan Lahan Sekunder, selain jenis penutupan dan penggunaan lahan

tersebut dikelompokkan ke dalam non hutan. Dari hasil analisis overlay data

peta tahun 1999 hingga tahun 2020, DAS Jeneberang mengalami degradasi

dan deforestasi. Untuk kejadian degradasi hutan yaitu penurunan luas hutan

lahan kering primer menjadi lahan kering sekunder dari Tahun 1999 hingga

2020 adalah seluas 770,14 Ha. Jika dirata-ratakan kejadian degradasi setiap

tahunnya adalah 36,67 Ha atau 1,72%.

Kemudian untuk kejadian deforestasi yang terjadi pada rentang tahun

73
1999 hingga 2020 tercatat terjadi penurunan hutan menjadi non hutan yaitu

seluas 1122,68 Ha. Jika dirata-ratakan kejadian deforestasi setiap tahunnya

adalah 53,46 Ha. Sebaran mengenai kejadian deforestasi dan degradasi DAS

Jeneberang dari tahun 1999-2020 ditunjukkan pada tabel 11 dan 12 serta pada

gambar 7. Dari hasil analisis seperti yang tercantum pada tabel 12, deforestasi

yang terjadi pada DAS Jeneberang didominasi oleh alih fungsi hutan menjadi

pertanian lahan kering sebesar 560,23 Ha kemudian diikuti semak belukar

sebesar 466,27 Ha, tanah terbuka 41,30 Ha, sawah 37,75 Ha, perkebunan

9,80 Ha, dan padang rumput 7,33 Ha.

Tabel 11. Distribusi Kejadian Degradasi Hutan pada DAS Jeneberang


PPL Tahun 1999 PPL Tahun 2020 Luas (Ha)

Hutan Primer Hutan Sekunder 770,14

Total Luas Degradasi Hutan 770,14

Sumber : Analisis Data, 2021

Tabel 12. Distribusi Kejadian Deforestasi pada DAS Jeneberang


PPL 2020 Padang Pertanian Semak Tanah
Perkebunan Sawah Total
PPL 1999 Rumput LK Belukar Terbuka
Hutan Primer 140,14 0,04 4,42 4,02 91,86 17,62 1.028,24
Hutan Sekunder 87,27 9,74 554,60 34,42 162,82 15,74 864,58
Total 227,40 9,78 559,02 38,44 254,68 33,37 1.892,82
Sumber : Analisis Data, 2021
*Ket : PPL = Penutupan dan Penggunaan Lahan

74
Gambar 7. Peta Lokasi Kejadian Deforestasi dan Degradasi pada DAS Jeneberang
Sumber : Analisis Data, 2021

2. Peningkatan Luas Lahan Permukiman

Dari hasil analisis overlay mengenai peningkatan luas Permukiman dari

tahun 1999 hingga tahun 2020, DAS Jeneberang terutama pada wilayah urban

dan sub urban di Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, mengalami

peningkatan luasan Permukiman yang cukup signifikan. Berdasarkan data

luasan Permukiman pada tahun 1999 adalah 1417,66 Ha, meningkat menjadi

menjadi 4.915,13 Ha pada tahun 2020. Dari Tahun 1999 hingga 2020 tercatat

peningkatan luasan Permukiman sebesar 3.497,47 Ha atau dengan

persentase penambahan 246,71 %. Jika dirata-ratakan peningkatan luas

Permukiman setiap tahunnya adalah 167,89 Ha. Data selengkapnya dapat

dilihat pada tabel 13 dan dan lokasi perubahan luas Permukiman pada DAS

75
Jeneberang dapat dilihat pada gambar 8.

Tabel 13. Jenis penutupan dan penggunaan lahan yang berubah ke


Permukiman
dari tahun 1999-2020
Penutupan dan (Ha) (%)
Penggunaan Lahan
Hutan LK Sekunder 1,54 0,04%

Perkebunan 0,18 0,01%

Pertanian Lahan Kering 23,65 0,68%

Sawah 1179,76 33,73%

Semak Belukar 1444,37 41,30%

Tambak 164,79 4,71%

Tanah Terbuka 218,30 6,24%

Tegalan di Permukiman 392,98 11,24%

Tubuh Air 71,85 2,05%

Total 3497,47 100,00%

Sumber : Analisis Data, 2021

76
Gambar 8. Peta Lokasi Perubahan Lahan Menjadi Permukiman
pada DAS Jeneberang
Sumber: Analisis Data, 2021

Dari tabel 13 menunjukkan alih fungsi lahan menjadi Permukiman

didominasi oleh penutupan dan penggunaan lahan dari jenis semak belukar

dengan persentase luas 1444,37 Ha, kemudian sawah sebesar 1179,76 Ha,

tegalan di permukiman dengan luas 392,98 Ha, tanah terbuka 164,79 Ha,

tambak 164,79, tubuh air 71,85 Ha, pertanian lahan kering 23,65 Ha, dan

penutupan dan penggunaan lahan lain yang luasnya dibawah 1 Ha.

Dari gambar 8 menunjukkan lokasi alih fungsi lahan menjadi Permukiman

di DAS Jeneberang sebagian besar berada di Kecamatan Barombong dan

Kecamatan Palangga yang merupakan daerah yang paling dekat dengan

Kecamatan Sombaopu sebagai ibukota kabupaten dan berbatasan dengan

Kota Makassar.

77
4.4 Analisis Kondisi dan Karakteristik Fisik Daerah Rawan dan
Terdampak Bencana Banjir dengan Pendekatan Spasial

1. Kondisi saat kejadian Banjir

Daerah-daerah rawan dan terkena dampak bencana banjir di wilayah

DAS Jeneberang adalah daerah dataran rendah yang berada di hilir sungai

jeneberang atau biasa juga disebut sebagai daerah tangkapan (catchment

area), dimana kebutuhan air dan pengaturannya ditopang oleh bendungan bili-

bili yang berada pada bagian tengah DAS Jeneberang.

Berdasarkan data dan informasi yang dihimpun dari BPBD Kabupaten

Gowa dan masyarakat sekitar mengenai wilayah-wilayah yang terdampak

bencana banjir yang pernah terjadi hingga tahun 2019 di Kabupaten Gowa.,

menunjukkan bahwa kecamatan Sombaopu dan Kecamatan Palangga adalah

kecamatan yang terdampak banjir paling luas dibanding kecamatan lainnya.

Gambar 9. Kondisi Banjir pada tahun 2019 di Wilayah Hilir DAS Jeneberang
Sumber : www.mongabay.co.id

78
Kejadian banjir terparah yang terjadi pada tahun 2019 menimpa

sebagian besar permukiman berada tidak jauh dari sungai jeneberang yang

membela kecamatan palangga dan kecamatan sombaopu yang merupakan

ibukota kabupaten dan pusat perekonomian kabupaten gowa dan

dihubungkan oleh salah satu jembatan terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan

yang biasa disebut sebagai jembatan kembar. Kronologi peristiwa banjir pada

tanggal 21-22 januari 2019, Hujan deras yang diperkirakan intensitas curah

hujan-nya antara 200 mm-300 mm atau hingga 20 kali lipat dari intensitas

normal mengguyur Pegunungan Lompobattang dan Bawakaraeng yang

merupakan hulu dari sungai jeneberang seperti dilansir dari media mongabay.

Kondisi air yang terus meninggi di bendungan/waduk bili-bili akibat hujan

ekstrim tersebut memaksa operator bendungan bili-bili untuk membuka pintu

air sehingga memicu aliran permukaan sungai jeneberang yang semakin besar

dan terjadi banjir. Sebagai informasi dari BBWS Jenberang bahwa batas

maksimal tinggi muka air (TMA) Bili-bili adalah 103 meter di atas permukaan

laut. Sedangkan saat kejadian banjir, tinggi muka air di waduk tercatat hingga

101,87 meter, yang mengancam terjadinya retakan/kerusakan pada bangunan

waduk.

Salah satu daerah permukiman terparah yang terkena banjir dari

genangan sungai jeneberang adalah Perumahan Nusa Mapala Gowa, dimana

tinggi air hingga lebih dari 2 m dan mencapai atap rumah warga seperti

ditunjukkan pada gambar 10.

79
Gambar 10. Kejadian Banjir di Perumahan Nusa Mapala Gowa
pada 21-22 Januari 2019
Sumber : https://beritasulsel.com/

2. Analisis Kondisi dan Karakteristik Fisik Wilayah

Berdasarkan data BPBD Kabupaten Gowa daftar desa/kelurahan di

Kecamatan Sombaopu dan Kecamatan Palangga yang terdampak bencana

banjir pada wilayah DAS Jeneberang di Kabupaten Gowa antara lain adalah :

Kelurahan Bontoramba, Kelurahan Bonto-bontoa, kelurahan pangkabinanga

yang berada pada Kecamatan Sombaopu, sedangkan desa/kelurahan yang

ada di Kecamatan Palangga antara lain Kelurahan Tetebatu, desa

panakukkang, desa bungaejaya, dan desa palangga. Daerah rawan dan

terdampak bencana banjir pada umumnya terletak di area dataran rendah

padat permukiman yang dekat dengan pusat pemerintahan ibukota kabupaten

dan pusat kegiatan ekonomi masyarakat seperti pasar modern “minasa upa”.

Secara spasial desa/kelurahan yang rawan dan terdampak bencana banjir

80
dengan pendekatan wilayah DAS Jeneberang dapat dilihat pada gambar 11.

81
Gambar 11. Peta Daerah Rawan dan Terdampak Bencana Banjir
pada DAS Jeneberang di Kabupaten Gowa
Sumber : Analisis Data, 2021

82
Dari hasil survey daerah-daerah terdampak banjir dan wawancara

dengan beberapa warga setempat, berdasarkan penyebabnya banjir

dikategorikan atas dua jenis yaitu banjir karena meluapnya sungai

jeneberang atau yang sering disebut sebagai banjir bandang dan banjir

genangan karena alih fungsi lahan dan kurang baiknya sistem drainase

yang dibangun pada daerah permukiman. Pengembangan permukiman

penduduk yang mengarah semakin dekat dengan sempadan sungai yang

terjadi di daerah Kelurahan Sungguminasa dan Kelurahan Tetebatu di

Kecamatan Sombaopu serta Kelurahan Pangkabinanga di Kecamatan

Palangga menyebabkan warga sekitar semakin rentan dengan risiko

terjadinya luapan sungai jeneberang atau bencana banjir bandang ketika

tejadi cuaca ekstrim pada musim penghujan.

Berdasarkan data BPS Kabupaten Gowa tentang kejadian bencana

dalam (BPS, 2020) mencatat dalam rentang waktu 5 (lima) tahun dari 2014

hingga 2019, menunjukkan desa/kelurahan yang mengalami kejadian

bencana banjir di Kabupaten Gowa secara total meningkat dari 6 (enam)

desa/kelurahan di tahun 2014 menjadi 43 desa/kelurahan pada tahun

2019. Untuk kejadian banjir di Kecamatan Palangga yang sebelumnya pada

tahun 2014 tidak ada kejadian banjir meningkat menjadi ada 4 (empat)

desa/kelurahan yang mengalami bencana banjir sedangkan untuk

kecamatan Sombaopu dari 1 (satu) desa/kelurahan menjadi 7 (tujuh)

desa/kelurahan yang terkena dampak bencana banjir pada tahun 2019.

Tumbuhnya permukiman, dengan tidak memperhatikan jarak rumah

83
dengan sempadan sungai telah meningkatkan kerentanan masyarakat.

Sempadan sungai pada sungai di wilayah perkotaan yang bertanggul

seperti sungai jeneberang , terkait dengan tata ruang wilayah permukiman

ataupun sumber daya air sesuai PP No 38 Tahun 2011 tentang sungai,

ditetapkan sempadan sungai adalah 3 meter dari kaki tanggul sebelah luar

untuk wilayah sungai yang bertanggul di daerah perkotaan, akan tetapi

kenyataan dilapangan tidak sesuai dimana jarak permukiman ke sungai

bervariasi dan ada beberapa rumah yang hanya berjarak 1 meter atau

bahkan kurang, sedangkan untuk sungai yang tidak bertanggul adalah

minimal 15 meter jika kedalaman sungai antara 3-20 meter, seperti yang

ditunjukkan pada gambar 11 yang merupakan hasil foto udara dari google

earth.

Gambar 12. Keadaan Permukiman di Wilayah Hilir DAS Jeneberang


(Ket : Garis Kuning menunjukkan area rumah yang jaraknya kurang dari
15 meter dari tepi sungai)
Sumber : Google Earth, Tahun 2020

84
Jarak rumah yang terlalu dekat dengan sungai dan arah rumah

membelakangi sungai telah mengurangi keindahan dan membuka peluang

bagi warga untuk membuang sampah dan kotoran langsung ke sungai

(Hizbaron & Hasanati, 2016). Bukan hanya daerah yang dekat dengan

sempadan sungai yang berisiko besar terdampak banjir namun juga

daerah-daerah yang dulunya merupakan daerah resapan seperti di

kelurahan bonto-bontoa, kelurahan tetebatu, desa palangga, desa

panakkukang dan desa bungaejaya yang awalnya adalah daerah rawa

ataupun sebagai daerah pertanian lahan basah atau sawah kini banyak

beralih fungsi menjadi lahan terbangun.

Berkurangnya daerah tangkapan air ini tentu meningkatkan risiko

terjadinya banjir genangan pada musim penghujan. Seperti di kelurahan

bonto-bontoa Kecamatan Sombaopu, warganya mengatakan bahwa

meningkatnya pembangunan perumahan di daerahnya, yang tidak disertai

dengan pembangunan drainase yang baik telah menyebabkan daerahnya

mengalami bencana banjir dan intensitasnya makin meningkat dari tahun-

tahun setelah maraknya pembangunan perumahan di daerah tersebut.

85
Gambar 13. Permukiman yang tumbuh di atas lahan Pertanian di sekitar
daerah Sungai Jeneberang (Kec. Palangga Kab. Gowa)
Sumber: Hasil Observasi

Gambar 14. Daerah Perumahan Nusa Mapala Gowa dan Permukiman padat
di Wilayah Hilir DAS Jeneberang (Kec. Palangga Kab. Gowa)
Sumber: Hasil Observasi

86
4.5 Analisis Partisipasi Masyarakat dalam Mitigasi dan Adaptasi

terhadap Risiko Bencana Banjir

1. Pengukuran dan Pemetaan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat

Hasil pengukuran dari tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat

diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelas berdasarkan metode natural breaks

yang mengklasifikasikan kelas dari nilai tengah (median) pupolasi kemudian

dipaparkan dalam bentuk spasial (peta). Pembagian kelas pengetahuan

dan perilaku masyarakat pada daerah rawan dan terdampak bencana

dibagi atas 3 (tiga) kelas yaitu :

Kelas Range Skor


Rendah 71-76
Sedang 77-84
Tinggi 85-91

Adapun lokasi pengambilan sampel yang digunakan dan hasil pengolahan

dan analisis data dalam bentuk peta tingkat pengetahuan dan sikap

masyarakat tentang upaya mitigasi dan adaptasi terhadap risiko bencana

banjir terdapat pada gambar 15 dan gambar 16.

87
Gambar 15. Lokasi Sampel Kuisioner mengenai Pengetahuan dan Sikap
Masyarakat di Daerah Rawan dan Terdampak Bencana Banjir

Gambar 16. Peta Persepsi Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat di


Daerah Rawan dan Terdampak Bencana Banjir

88
Berdasarkan luas areanya maka dapat ditabulasikan bagaimana pesentase

tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap mitigasi dan

adaptasi bencana banjir pada masing-masing lokasi baik di tingkat

kecamatan maupun di tingkat kelurahan/desa, dengan hasil analisis

sebagai berikut:

0,34%
Kelurahan Tompobalang 0,00%

6,01%
Kelurahan Sungguminasa 0,05%

8,80%
Kelurahan Bontoramba 2,24%

4,86%
Kelurahan Bonto Bontoa 0,00%

0,14% 3,48%
Desa Panakkukang
1,38%
0,00% 3,62%
Desa Pallangga
15,07%
0,01%0,58%
Kelurahan Tetebatu
15,20%
3,52%
2,94%
Kelurahan Pangkabinanga
5,18%
0,00% 10,98%
Desa Bungaejaya
15,60%

0,00% 2,00% 4,00% 6,00% 8,00% 10,00% 12,00% 14,00% 16,00%

Tinggi Sedang Rendah

Gambar 17. Grafik Persepsi Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat


di Daerah Rawan dan Terdampak Bencana Banjir

89
Tabel 14. Hasil Tabulasi Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat
pada masing-masing Lokasi

No Lokasi Rendah Sedang Tinggi Total


Kecamatan Palangga 52,43% 21,60% 3,67% 77,70%
1 Desa Bungaejaya 15,60% 10,98% 0,00% 26,58%
2 Kelurahan Pangkabinanga 5,18% 2,94% 3,52% 11,64%
3 Kelurahan Tetebatu 15,20% 0,58% 0,01% 15,79%
4 Desa Pallangga 15,07% 3,62% 0,00% 18,69%
5 Desa Panakkukang 1,38% 3,48% 0,14% 5,00%
Kecamatan Somba Upu 2,29% 20,01% 22,30%
1 Kelurahan Bonto Bontoa 0,00% 4,86% 4,86%
2 Kelurahan Bontoramba 2,24% 8,80% 11,04%
3 Kelurahan Sungguminasa 0,05% 6,01% 6,06%
4 Kelurahan Tompobalang 0,00% 0,34% 0,34%
Total 52,43% 23,89% 23,68% 100%

Dari gambar 17 dan tabel 14 menunjukkan bahwa pada tingkat kecamatan

,kecamatan Sombaopu masyarakatnya memiliki persepsi pengetahuan dan

perilaku yang lebih baik dibandingkan dengan kecamatan palangga.

Dimana Kecamatan Sombaopu memiliki presentasi skor tinggi sebesar 20%

dan sedang sebesar 2,29% sedangkan Kecamatan Palangga didominasi

dengan skor rendah sebesar 52,43%, skor sedang 21,60% dan tinggi

3,67%.

Hal ini dapat dipahami dimana tipologi masyarakat di Kecamatan

Palangga adalah daerah rural yang berkembang menjadi sub urban dimana

masyarakatnya kebanyakan berprofesi sebagai petani dan nelayan dengan

tingkat Pendidikan yang masih rendah dibandingkan masyarakat di

Kecamatan Sombaopu yang merupakan pusat perekonomian di Kabupaten

Gowa dan dekat dengan fasilitas Perguruan Tinggi dengan profesi

90
masayarakat yang lebih beragam dibidang jasa, perdagangan dan industri.

Hasil pemetaan tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat ini

dapat digunakan untuk menentukan tingkat prioritas program dari

pemerintah dalam menyusun strategi kebijakan dan program dalam

penanggulangan dan kesiapasiagaan menghadapi bencana. Dimana

prioritas sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat diarahkan lebih banyak

ke wilayah yang tingkat pengetahuan dan perilakunya masih rendah.

2. Faktor Pendorong dan Penghambat Masyarakat dalam Upaya Mitigasi

dan Adaptasi Terhadap Risiko Bencana Banjir

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan berbagai

informan baik dari unsur masyarakat dan pemerintah/instansi yang

berkompeten maka perilaku masyarakat dalam upaya adaptasi dan mitigasi

dibedakan atas perilaku yang positif dan negatif yang menjadi dasar untuk

melihat bagaimana faktor pendorong dan penghambat dalam upaya

mitigasi dan adaptasi masyarakat terhadap risiko bencana banjir.

Dikatakan positif bila perilaku yang dilakukan oleh masyarakat

berkontribusi positif untuk mendorong adanya upaya mitigasi dan adaptasi

terhadap bencana, sedangkan negatif apabila perilaku yang dilakukan

masyarakat dapat meningkatkan risiko bencana ataupun menghambat

upaya mitigasi dan adaptasi terhadap bencana.

A. Faktor Pendorong Masyarakat

Adapun perilaku positif dan bentuk adaptasi dan mitigasi yang telah

dilakukan secara mandiri oleh warga untuk melindungi diri dan keluarganya

91
dari ancaman dan risiko bencana banjir serta menjadi faktor pendorong

masyarakat dalam melakukan upaya mitigasi dan adaptasi adalah sebagai

berikut :

1) Penyesuaian bangunan rumah

Penyesuaiani bentuk bangunan rumah terhadap karakteristik bencana

yang akan dihadapai merupakan salah satu hal terpenting dalam

melakukan adaptasi bencana, sehingga keputusan dalam pemilihan bentuk

rumah yang tahan dan tanggap bencana harus dilakukan oleh semua

warga untuk menjaga keselamatannya ketika ancaman bencana banjir

datang. Beberapa bentuk penyesuaian bangunan/rumah yang dilakukan

warga adalah :

- Renovasi rumah dengan meninggikan pondasi dan lantai rumah,

ataupun merenovasi rumah menjadi bertingkat sehingga saat terjadi

banjir mereka ada pilihan untuk pindah/menetap di lantai 2/ lantai yang

lebih tinggi.

- Beberapa warga masih mempertahankan bentuk bangunan rumah

tradisional sesuai kearifan lokal masyarakat setempat yaitu Bugis

Makassar dimana rumahnya berbentuk rumah panggung

- Membuat pembatas di pintu rumah yang membuat air tidak langsung

masuk ketika terjadi banjir,

2) Alat-alat untuk persiapan menghadapi keadaan darurat. Beberapa

rumah tangga/keluarga yang mampu memiliki pakaian pelampung

sebagai bentuk kesiapsiagaan ketika bencana banjir datang.

92
Adapun upaya mitigasi dan adaptasi yang dilakukan secara kolektif,

dimana dalam waktu tertentu masyarakat bekerjasama atau bergotong

royong dengan dikoordinir oleh ketua rw, kepala lingkungan setempat,

ataupun aparatur pemerintah dalam lingkup yang lebih luas antara lain

adalah :

1) Bergotong royong membersihkan sampah, sedimen dan sisa bahan

bangunan yang ada di selokan/saluran air dan sungai disekitar rumah

mereka.

2) Melakukan penanaman pohon terutama didaerah pinggiran sungai.

Diantaranya adalah pohon nipah yang merupakan jenis pohon yang

tumbuh di lingkungan hutan bakau (mangrove) atau daerah pasang-

surut dekat tepi laut.

3) Membangun tanggul-tanggul penahan banjir untuk daerah-daerah yang

berada di pinggiran sungai jeneberang (besar)

4) Membuat lubang biopori yang dapat membantu tanah untuk menyerap

dan menahan air.

B. Faktor Penghambat Masyarakat

Kelemahan / Perilaku Masyarakat yang meningkatkan risiko bencana

Adapun faktor penghambat dalam upaya mitigasi dan adaptasi bencana

banjir (dari hasil wawancara dengan BPBD dan masyarakat setempat)

adalah perilaku masyarakat sebagian masyarakat yang justru

meningkatkan risiko bencana banjir yaitu sebagai berikut :

1) Perilaku sebagian masyarakat yang suka membuang sampah dan sisa

93
material bangunan ke saluran-saluran air dan sungai sehingga

menghambat aliran air ketika terjadi hujan.

Gambar 18. Sampah berserakan disekitar daerah tanggul Sungai Jeneberang, di


Jl. Pelita Kecamatan Palangga
Sumber : https://sorotmakassar.com/

Gambar 19. Sampah berserakan, di Jl Tun Abdul Razak,


Kel Paccinongang, Kecamatan Sombaopu

Sumber : https://makassar.tribunnews.com/2019/05/09/

2) Kegiatan gotong royong yang diinisiasi oleh aparat terkait kadang tidak

mendapat respon yang baik dari seluruh warga sehingga hasil yang

didapatkan tidak maksimal.

94
3) Maraknya pembangunan permukiman oleh masyarakat disekitar

sempadan sungai

4) Fungsi drainase tidak berjalan dengan baik karena tertutupi material

/sampah

5) Infrastruktur dan kapasitas dari sistem drainase yang dibangun oleh

pemerintah saat ini sudah tidak cukup atau kurang memadai

6) Tumbuhnya perumahan / permukiman yang tidak dilengkapi dengan

infrastruktur drainase yang memadai.

7) Adanya kesenjangan ekonomi dan sosial masyarakat yang tercermin

dari tingkat pendapatan, profesi dan latar belakang pendidikan dari tiap

kepala keluarga. Dimana masyarakat miskin/ kurang mampu umumnya

adalah kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap risiko Ketika

bencana melanda.

95
4.6 Peran Pemerintah dalam Penanganan Bencana Banjir

Dalam usaha penanggulangan dampak dari bencana tidak terlepas

dari peran pemerintah baik dalam program mitigasi maupun dalam program

kesiapsiagaan bencana. Sebagai bagian dari modal sosial pemerintah

berperan sebagai linking social capital yaitu jaringan sosial yang dikaitkan

dengan adanya hubungan antara beberapa level dari kekuatan sosial

ataupun status sosial yang memiliki keterkaitan dalam masyarakat Instansi

pemerintah kabupaten Gowa sebagai Linking social capital yang terbentuk

pada daerah rawan bencana umumnya banyak melibatkan instansi seperti

BPBD, Dinas Permukiman dan tata ruang, Dinas Pekerjaan Umum, dan

Dinas Sosial. (Hizbaron & Hasanati, 2016)

Dari hasil wawancara dengan informan dari berbagai instansi terkait

seperti dinas PUPR, Bappeda, dan BPBD kabupaten Gowa mengatakan

bahwa dalam usaha mitigasi dan adaptasi bencana diperlukan kerjasama

berbagai pihak. Dalam tubuh pemerintahan daerah sendiri melibatkan

berbagai instansi terkait dimana tiap instansi memiliki peran-peran yang

berbeda dalam penanganan bencana. BPBD memiliki peran mayor dalam

fase tanggap darurat Bersama dinas sosial, mitigasi non struktural

(Pelatihan dan sosialisasi), dan kesiapsiagaagn atau yang disebut sebagai

early warning system. Untuk instansi lain seperti Dinas Permukiman dan

tata ruang , dan Dinas Pekerjaan umum banyak berperan dalam mitigasi

struktural seperti pembangunan tanggul sungai, dan peninggian tembok

dan monitoring dalam kebijakan terkait dengan aturan permukiman dan

96
prasarana wilayah seperti aturan-aturan mengenai permukiman yang

berada di sempadan sungai.

Instrumen kebijakan daerah yang mengatur tentang

penanggulangan bencana di Kabupaten Gowa diatur dalam Peraturan

Daerah Kabupaten Gowa No. 1 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan

Bencana, Dalam hal pengurangan resiko bencana sebagaimana dimaksud

dalam pasal 36 ayat 1 huruf b Pasal 38 berisi kegiatan sebagai berikut

:Pengenalan dan Pemantauan resiko bencana, Perencanaan Partisipatif

penanggulangan bencana, Peningkatan komitmen terhadap pelaku

penanggulangan bencana, Penerapan upaya fisik, non fisik, dan

pengaturan penanggulangan bencana. Dalam hal Tanggap Darurat Pasal

48 Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat

bencana meliputi :Pengkajian secara cepat terhadap lokasi kerusakan dan

sumberdaya, Penentuan statuus keadaan/darurat , Penyelamatan dan

evakuasi masyarakat terkena bencana, Pemenuhan kebutuhan dasar,

Perlindungan terhadap kelompok rentan, Pemulihan dengan segera

sarana-sarana vital, dan Penyelenggaraan fase akhir tahap tanggap darurat

bencana. Dalam situasi tidak terjadi bencana, Perencanaan

penanggulangan bencana yaitu : dengan pengenalan dan pengkajian

ancaman bencana, pemahaman tentang kerentanan masyarakat, analisis

kemungkinan dampak bencana.

Selain pemerintah daerah atau kabupaten, penanganan bencana

juga melibatkan instansi terkait dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

97
Pusat. Dimana ada sinergi dan kerjasama instansi-instansi terkait misalnya

pada tingkat provinsi yaitu BPBD Provinsi Sulawesi Selatan dan instansi

BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan instansi lain yang

terkait seperti yang dijelaskan diatas

Penanggulangan bencana dan pengelolaan lingkungan DAS

Jeneberang sebagai salah satu DAS prioritas nasional mendapatkan

perhatian yang besar dari pemerintah di tingkat pusat dan provinsi, dalam

penanggulangan bencana berkaitan dengan kebijakan pemeliharaan

daerah aliran sungai dimana instans teknis yang berperan adalah Balai

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai-Hutan Lindung (BPDAS-HL) dibawah

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan BBWS (balai besar

wilayah sungai) Jeneberang Pompengan dibawah Kementerian Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat.

BPDAS Jeneberang-Walanae mempunyai tugas melaksanakan

penyusunan rencana, rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah

dan air, pengembangan kelembagaan, pengendalian kerusakan perairan

darat, dan evaluasi pengelolaan daerah aliran sungai dan hutan lindung.

Sedangkan tugas dari BBWS Pompengan-Jeneberang Melaksanakan

pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka

konservasi dan pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya

rusak air pada sungai, pantai, bendungan, danau, situ, embung, dan

98
tampungan air lainnya, irigasi, rawa, tambak, air tanah, dan air baku serta

pengelolaan drainase utama perkotaan.

Berdasarkan informasi dan dengar pendapat dari informan

mengatakan bahwa banyaknya instansi yang berperan dengan birokrasi

yang cukup kompleks, membuat penanganan mitigasi dan adaptasi

terhadap bencana banjir di daerah DAS Jeneberang membutuhkan sinergi

dan kerjasama yang baik antara setiap instansi untuk menghindari adanya

tumpang tindih peran antara pemerintah daerah dan pusat serta ego

sektoral. Selain itu program-program yang dijalankan perlu melibatkan

masyarakat agar setiap program yang dijalankan dapat tepat sasaran dan

berjalan secara berkelanjutan. Pelibatan masyarakat sangat penting karena

banyak program yang dijalankan seperti rehabilitasi hasilnya tidak maksimal

jika tidak mendapat dukungan dari masyarakat setempat, selain itu program

seperti sosialisasi bencana juga belum maskimal karena masih banyak

masyarakat yang pengetahuan dan perilakunya justru dapat meningkatkan

risiko bencana seperti membuang sampah sembarangan dan alih fungsi

lahan masyarakat yang tidak sesuai peruntukannya.

4.7 Strategi Mitigasi Dan Adaptasi di Daerah Rawan Bencana Banjir

Strategi mitigasi dan adaptasi masyarakat didaerah rawan dan

terdampak bencana banjir di kabupaten gowa dirumuskan dengan

menggunakan analisis SWOT yang dibagi berdasarkan faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor eksisting yang berasal

dari dalam masyarakat dan hal yang terjadi dalam wilayah (rawan bencana

99
banjir) itu sendiri, yang dibedakan menjadi kekuatan (strength) dan

kelemahan (weakness). Faktor eksternal merupakan faktor dari luar wilayah

yang dapat mempengaruhi wilayah tersebut dalamhal ini berkaitan dengan

kebijakan pemerintah dan pendekatan wilayah yang berbasis daerah aliran

sungai, serta isu-isu lain yang berpengaruh. Faktor eksternal dibedakan

menjadi kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat).

1. Faktor Internal

Berdasarkan hasil analisis kondisi dan karakteristik fisik wilayah dan

partisipasi masyarakat dalam upaya adaptasi dan mitigasi bencana baik

secara positif maupun negatif maka faktor internal yang terbagi atas

kekuatan dan kelemahan dalam upaya mitigasi dan adaptasi masyarakat di

daerah rawan dan terdampak risiko bencana banjir dirumuskan sebagai

berikut :

Tabel 15. Faktor Internal

No Kekuatan (Strength)
Sebagian besar masyarakat telah melakukan upaya-upaya adaptasi dan mitigasi
S1
secara mandiri

Interaksi sosial masyarakat dengan melakukan gotong royong dalam kegiatan-


S2
kegiatan pemeliharaan lingkungan
Kearifan lokal masyarakat yang masih dipertahankan seperti model bangunan
S3
bugis makassar dengan rumah tinggi/bertingkat.
Telah terdapat tanggul disepanjang sungai jeneberang untuk daerah yang
S4
berada sungai yang berada dekat dengan permukiman
Kelemahan (weakness)
Perilaku masyarakat yang cenderung kurang peduli terhadap kebersihan
W1 lingkungan , ( masyarakat yang membuang sampah dan sisa material tidak pada
tempatnya)

100
Umumnya masyarakat belum mengetahui tentang peringatan dini bencana (
W2 Early warning system ) dan upaya-upaya evakuasi yang seharusnya mereka
lakukan pada saat terjadi bencana
Banyaknya masyarakat yang bermukim di sempadan sungai dan sebagian
W3
melanggar peraturan tentang pembangunan di daerah sempadan sungai

Masih Kurangnya infrastruktur terutama kualitas dan kapasitas drainase di


W4
permukiman untuk menampung dan mengalirkan air ke sungai

W5 Rusaknya tanggul di beberapa wilayah

2. Faktor Eksternal

Berdasarkan hasil analisis perubahan penutupan dan penutupan dan

penggunaan lahan DAS Jeneberang, peran pemerintah, dan faktor

eksternal lain yang menjadi peluang dan ancaman dalam upaya mitigasi

dan adaptasi masyarakat di daerah rawan dan terdampak risiko bencana

banjir. Maka faktor-faktor eksternal dirumuskan sebagai berikut :

Tabel 16. Faktor Eksternal


Peluang (Opportunity)
Adanya instrument peraturan daerah serta kebijakan pelaksanan oleh
O1 pemimpin daerah yang menugaskan kepada berbagai instansi terkait untuk
bekerjasama dalam penanggulangan bencana di Kabupaten Gowa
Adanya instansi BPBD Kabupaten Gowa yang memiliki peran sentral dalam
O2 fungsi pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta
rekonstruksi pasca bencana
DAS Jeneberang sebagai DAS prioritas nasional membuat pemerintah pusat
O3 maupun provinsi telah menyusun berbagai program untuk melakukan upaya
mitigasi bencana di wilayah DAS Jeneberang
Adanya sistem informasi bencana dengan early warning system yang
O4
diprogramkan oleh pemerintah
Perkembangan teknologi dan informasi membuat peluang untuk menyalurkan
O5 informasi mengenai mitigasi dan tanggap bencana kepada masyarakat bisa
berjalan lebih cepat dan efektif
Ancaman (Threat)

101
Terjadinya Deforestasi dan degradasi hutan pada wilayah hulu DAS
T1
Jeneberang
Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yang diiringi dengan meningkatnya
T2 perubahan penutupan dan penggunaan lahan untuk permukiman terutama di
perkotaan
Isu Perubahan iklim Global dimana cuaca dan iklim cenderung ekstrim dan
T3
sulit untuk diprediksi

T4 Pandemi Global yang sewaktu-waktu dapat terjadi

3. Analisis faktor internal dan eksternal

Berikut analisis Faktor internal dalam strategi mitigasi dan adaptasi

masyarakat pada daerah rawan bencana banjir Kabupaten Gowa :

Tabel 17. Pembobotan dan Skoring Faktor Internal

Skor Bobot x
No Kekuatan (Strength) Bobot Rating
Rating

1 Sebagian masyarakat telah melakukan 0,086 2,57 0,22


upaya-upaya adaptasi dan mitigasi secara
mandiri seperti meninggikan lantai rumah ,

2 Interaksi sosial masyarakat dengan 0,110 3,29 0,36


melakukan gotong royong dalam kegiatan-
kegiatan pemeliharaan lingkungan

3 Kearifan lokal masyarakat yang masih 0,082 2,57 0,21


dipertahankan seperti model bangunan
bugis makassar dengan rumah
tinggi/bertingkat.

4 Telah terdapat tanggul disepanjang sungai 0,103 3,29 0,34


jeneberang untuk daerah yang berada dekat
dengan permukiman

Total Kekuatan 0,38 11,71 1,13

No Skor Bobot x
Kelemahan (Weakness) Bobot Rating
Rating

1 Perilaku masyarakat yang cenderung kurang 0,100 3,14 0,31


peduli terhadap kebersihan lingkungan

102
Skor Bobot x
No Kekuatan (Strength) Bobot Rating
Rating

2 Umumnya masyarakat belum mengetahui 0,107 2,43 0,26


tentang peringatan dini bencana ( Early warning
system ) dan upaya-upaya evakuasi yang
seharusnya mereka lakukan pada saat terjadi
bencana

3 Banyaknya masyarakat yang bermukim di 0,113 3,00 0,34


sempadan sungai dan sebagian melanggar
peraturan tentang pembangunan di daerah
sempadan

4 Masih Kurangnya infrastruktur terutama kualitas 0,113 3,14 0,36


dan kapasitas drainase di permukiman untuk
menampung dan mengalirkan air ke sungai

5 Rusaknya tanggul di beberapa wilayah 0,107 2,86 0,30

6 Adanya kesenjangan ekonomi dan sosial 0,079 2,14 0,17


dalam masyarakat

Total Kelemahan 0,62 16,71 1,74

Total Faktor Internal 1,00 28,43

Tabel diatas menunjukkan faktor-faktor internal yang mempengaruhi

dalam upaya strategi mitigasi dan adaptasi masyarakat pada daerah

rawan bencana banjir pada DAS Jeneberang di Kabupaten Gowa. Faktor

yang paling berpengaruh adalah kelemahan internal, dimana

perbandingan antara kelemahan dan kekuatan adalah 1.74 berbanding

1.13. Rasio yang lebih besar menunjukkan bahwa adanya pengaruh

yang lebih kuat terhadap objek masalah.

Adapun faktor eksternal yang mempengaruhi kawasan kumuh

adalah sebagai berikut:

Tabel 18. Pembobotan dan Skoring Faktor Eksternal

Skor Bobot x
No Peluang (Opportunity) Bobot Rating
Rating

103
1 Adanya instrument peraturan daerah serta 0,124 3,57 0,44
kebijakan pelaksanan oleh pemimpin daerah yang
menugaskan kepada berbagai instansi terkait untuk
bekerjasama dalam penanggulangan bencana di
Kabupaten Gowa

2 Adanya instansi BPBD Kabupaten Gowa yang 0,109 3,57 0,39


memiliki peran sentral dalam fungsi pencegahan
bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta
rekonstruksi pasca bencana

3 DAS Jeneberang sebagai DAS prioritas nasional 0,113 3,29 0,37


membuat pemerintah pusat maupun provinsi telah
menyusun berbagai program untuk melakukan
upaya mitigasi bencana di wilayah DAS Jeneberang

4 Adanya sistem informasi bencana dengan early 0,117 3,29 0,38


warning system

5 Perkembangan teknologi dan informasi membuat 0,113 3,29 0,37


peluang untuk menyalurkan informasi mengenai
mitigasi dan tanggap bencana kepada masyarakat
bisa berjalan lebih cepat dan efektif

Total Peluang 0,58 17,00 1,96

No Skor Bobot x
Ancaman (Threats) Bobot Rating
Rating

1 Terjadinya Deforestasi dan degradasi hutan 0,120 3,14 0,38


pada wilayah hulu DAS Jeneberang

2 Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yang 0,106 3,14 0,33


diiringi dengan meningkatnya perubahan
penutupan dan penggunaan lahan untuk
permukiman terutama di perkotaan

3 Isu Perubahan iklim Global dimana cuaca dan 0,102 2,71 0,28
iklim cenderung ekstrim dan sulit untuk diprediksi

4 Pandemi Global yang sewaktu-waktu dapat 0,095 2,71 0,26


terjadi

Total Ancaman 0,42 11,71 1,25

Total Faktor Eksternal 1,00 28,71

Tabel diatas menunjukkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi

dalam upaya strategi mitigasi dan adaptasi masyarakat pada daerah rawan

104
bencana banjir pada DAS Jeneberang di Kabupaten Gowa. Faktor yang

paling berpengaruh adalah Peluang, dimana perbandingan antara peluang

dan ancaman adalah 1,96 berbanding 1,25. Rasio yang lebih besar

menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang lebih kuat terhadap objek

masalah.

Hasil perhitungan skor masing-masing faktor internal dan eksternal

digunakan untuk menentukan titik koordinat pada kuadran swot. Adapun

hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Total internal (x) = total skor kekuatan - total skor kelmahan


= 1,13 – 1,74
= -0,61
Total eksternal (y) = total skor peluang – total skor ancaman
= 1,96 – 1,25
= 0,71

Sehingga diperoleh titik x -0,61, dan titik y 0.71. Adapun gambar kuadran

SWOT nya adalah sebagai berikut:

Gambar 20. Diagram Matriks SWOT Strategi Mitigasi dan Adaptasi

105
Berdasarkan diagram diatas menunjukkan bahwa strategi yang
dihasilkan berada pada kuadran III yakni strategi turn around, dimana
upaya mitigasi dan adaptasi di daerah rawan bencana banjir memiliki
peluang yang besar, tetapi dilain pihak juga memiliki kendala/kelemahan
internal yang juga besar. Sehingga strategi prioritas dalam
memformulasikan penanganan strategi W-O yakni dengan
memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan
kelemahan yang ada.

4. Matriks SWOT

Salah satu alat yang digunakan dalam menyusun faktor-faktor strategis

adalah matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas

bagaimana peluang dan ancaman eksternal dapat disesuaikan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Freddy Rangkuti, 1997). Adapun

strategi yang dapat dilakukan dapat dilihat pada tabel 17 sebagai berikut :

106
Tabel 19. Matriks SWOT Mitigasi dan Adaptasi Masyarakat di Daerah Rawan Bencana

Strenghts (S): Weaknesses (W):


1. Sebagian besar masyarakat telah melakukan 1. Perilaku masyarakat yang cenderung kurang
upaya-upaya adaptasi dan mitigasi secara peduli terhadap kebersihan lingkungan , (
mandiri masyarakat yang membuang sampah dan sisa
Faktor Internal 2. Interaksi sosial masyarakat dengan melakukan material tidak pada tempatnya)
gotong royong dalam kegiatan-kegiatan 2. Umumnya masyarakat belum mengetahui tentang
pemeliharaan lingkungan peringatan dini bencana ( Early warning system )
3. Kearifan lokal masyarakat yang masih dan upaya-upaya evakuasi yang seharusnya
dipertahankan seperti model bangunan bugis mereka lakukan pada saat terjadi bencana
makassar dengan rumah tinggi/bertingkat. 3. Banyaknya masyarakat yang bermukim di
4. Telah terdapat tanggul disepanjang sungai sempadan sungai dan sebagian melanggar
jeneberang untuk daerah yang berada sungai peraturan tentang pembangunan di daerah
yang berada dekat dengan permukiman sempadan sungai
4. Masih Kurangnya infrastruktur terutama kualitas
dan kapasitas drainase di permukiman untuk
menampung dan mengalirkan air ke sungai
5. Rusaknya tanggul di beberapa wilayah
6. Adanya kesenjangan ekonomi dan sosial dalam
Faktor Eksternal masyarakat

Opportunities (O) Strategi S-O: Strategi W-O:


1. Adanya instrument peraturan daerah serta kebijakan 1. Meningkatkan efektivitas program sosialisasi
pelaksanan oleh pemimpin daerah yang menugaskan
1. Memperkuat sinergi antara pemerintah dan
mengenai kelestarian lingkungan, serta mitigasi
kepada berbagai instansi terkait untuk bekerjasama masyarakat sehingga program-program
dan adaptasi bencana kepada masyarakat
dalam penanggulangan bencana di Kabupaten Gowa pemerintah di daerah rawan bencana dapat
(misalnya pendekatan spiritual /agama)
2. Adanya instansi BPBD Kabupaten Gowa yang memiliki berjalan secara efektif dan efisien (S1,S2-
(W1, W3-O1,O2,O3)
peran sentral dalam fungsi pencegahan bencana, O1,O2,O3)
2. Pemanfaatan teknologi informasi berbasis
penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi 2. Memaksimalkan Pemberdayaan masyarakat
pasca bencana smartphone untuk sosialisasi mengenai early
dalam upaya mitigasi dan adaptasi bencana,
3. DAS Jeneberang sebagai DAS prioritas nasional seperti meningkatkan intensitas kegiatan gotong warning system dan informasi bencana lainya
membuat pemerintah pusat maupun provinsi telah royong dan membentuk komunitas lokal yang untuk memudahkan masyarakat dalam
menyusun berbagai program untuk melakukan upaya
peduli kepada pelestarian lingkungan dan menerima informasi. (W2-O4,O5)
mitigasi bencana di wilayah DAS Jeneberang 3. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan
tanggap bencana (S1,S2-O1)
4. Adanya sistem informasi bencana dengan early drainase dan serapan air seperti perbaikan
warning system yang diprogramkan oleh pemerintah 3. Menyusun program pemberdayaan masyarakat
berbasis kearifan lokal (S3-O1,O2) tanggul yang rusak, memperbesar jaringan
5. Perkembangan teknologi dan informasi membuat rainase dan perencanaan pembuatan embung
peluang untuk menyalurkan informasi mengenai (W3,W4,W5-O1,O3)
mitigasi dan tanggap bencana kepada masyarakat bisa
berjalan secara lebih cepat dan efektif 4. Konsistensi dan ketegasan pemerintah dalam
penerapan aturan perundang-undangan di
terkait di sektor lingkungan, tata ruang dan
kehutanan. (W1, W3-O1)

106
Treaths (T): Strategi S-T: Strategi W-T:

1. Terjadinya Deforestasi dan degradasi hutan 1. Menumbuhkan kesadaran dan kebersamaan 1. Memperkuat ketahanan sosial masyarakat
pada wilayah hulu DAS Jeneberang dalam upaya menjaga hutan dan melakukan dengan mempermudah akses untuk fasilitas
2. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yang upaya rehabilitasi hutan pada hulu DAS kesehatan, air minum, dan MCK
diiringi dengan meningkatnya perubahan Jeneberang.. (S1,S2- T1,T3) (W1,W3, W6-T1-4)
penutupan dan penggunaan lahan untuk 2. Terus memupuk kepedulian antar masayarakat 2. Memprioritaskan bantuan sosial kepada
permukiman terutama di perkotaan untuk bekerjasama dalam kegiatan-kegiatan masyarakat yang profesinya rentan terhadap
3. Isu Perubahan iklim Global dimana cuaca dan sosial kemasyarakatan dan tolong-menolong, bencana dan perubahan iklim (contohnya
iklim cenderung ekstrim dan sulit untuk bagi sesama yang ditimpa kesulitan. (S2,S3- petani,nelayan, dan masyarakat miskin)
diprediksi T2,T3,T4) (W6-O1,O2,O3-T1)
4. Pandemi Global yang sewaktu-waktu dapat
terjadi

107
5. Penentuan Alternatif Strategi Prioritas

Hasil analisis kuadran SWOT menunjukkan bahwa strategi yang

paling prioritas dalam penanganan mitigasi dan adaptasi masyarakat

di daerah rawan dan terdampak bencana banjir pada wilayah DAS

Jeneberang di Kabupaten Gowa adalah dengan menggunakan

strategi Weaknesses-Opportunities (W-O), dimana strategi ini

berpusat pada pengoptimalan peluang yang ada dengan

meminimalkan kelemahan yang ada.

Adapun hasil perhitungan alternatif strategi Weaknesses-

Opportunities adalah sebagai berikut:

Tabel 20. Hasil Perhitungan Pairwise Comparison alternatif strategi


Weaknesses-Opportunities
No Strategi Keterkaitan Skor Ranking
1. Meningkatkan kapasitas dan kualitas
jaringan drainase dan serapan air seperti
perbaikan tanggul yang rusak, (W3,W4,W5-O1,O3) 7 1
memperbesar jaringan rainase dan
perencanaan pembuatan embung.

2. Konsistensi dan ketegasan pemerintah


dalam penerapan aturan perundang-
undangan terkait di sektor lingkungan, tata (W1, W3-O1) 6,8 2
ruang dan kehutanan.

3. Meningkatkan efektivitas program


sosialisasi mengenai kelestarian
lingkungan, serta mitigasi dan adaptasi (W1, W3-O1,O2,O3) 5,9 3
bencana kepada masyarakat (misalnya
pendekatan spiritual /agama).
4. Pemanfaatan teknologi informasi berbasis
smartphone untuk sosialisasi mengenai
early warning system dan informasi (W2-O4,O5) 4,8 6
bencana lainya untuk memudahkan
masyarakat dalam menerima informasi.

108
Sedangkan untuk prioritas pemilihan strategi selain dalam kwadran

WO adalah alternatif strategi yang mendapat prioritas setelah strategi-

strategi yang berada dalam kwadran WO. Adapun pemilihan

prioritasnya dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 21. Hasil Perhitungan Pairwise Comparison alternatif strategi


selain strategi pada kwadran WO

No Strategi Keterkaitan Skor Rangking


1 Memperkuat sinergi antara
pemerintah dan masyarakat
sehingga program-program (S1,S2-
5,8 4
pemerintah di daerah rawan O1,O2,O3)
bencana dapat berjalan secara
efektif dan efisien
2 Memaksimalkan Pemberdayaan
masyarakat dalam upaya mitigasi
dan adaptasi bencana, seperti
meningkatkan intensitas kegiatan
(S1,S2-O1) 5,6 5
gotong royong dan membentuk
komunitas lokal yang peduli kepada
pelestarian lingkungan dan tanggap
bencana
3 Menyusun program pemberdayaan
masyarakat berbasis kearifan lokal (S3-O1,O2) 4,4 7

4 Menumbuhkan kesadaran dan


kebersamaan dalam dalam upaya
(S1,S2-
menjaga hutan dan melakukan 4,2 8
T1,T3)
upaya rehabilitasi hutan pada hulu
DAS Jeneberang.
5 Memperkuat ketahanan sosial
masyarakat dengan mempermudah (W1,W3,
3,7 9
akses untuk fasilitas kesehatan, air W6-T1-4)
minum, dan MCK
6 Terus memupuk kepedulian antar
masyarakat untuk bekerjasama
dalam kegiatan-kegiatan sosial (S2,S3-
3,4 10
kemasyarakatan dan tolong- T2,T3,T4)
menolong, bagi sesama yang ditimpa
kesulitan.

109
No Strategi Keterkaitan Skor Rangking
7 Memprioritaskan bantuan sosial
kepada masyarakat yang profesinya
(W6-
rentan terhadap bencana dan
O1,O2,O3- 3,1 11
perubahan iklim (contohnya
T1)
petani,nelayan, dan masyarakat
miskin)

Berdasarkan hasil perhitungan pairwise comparison pada 2 (dua)

tabel diatas dapat diurutkan strategi prioritas yang akan dilaksanakan

yaitu sebagai berikut:

1. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan drainase dan

serapan air seperti perbaikan tanggul yang rusak, memperbesar

jaringan drainase dan perencanaan pembuatan embung.

Semakin bertumbuhnya pembangunan permukiman telah

mengurangi daerah resapan air dan tidak diikuti dengan

pembangunan saluran drainase yang memadai. Program

peningkatan kapasitas drainase dan pembangunan

embung/danau buatan untuk menggantikan fungsi resapan dari

daerah yang telah menjadi permukiman dibutuhkan untuk mitigasi

bencana dan sekaligus dapat menambah sumber air bersih bagi

warga.

2. Konsistensi dan ketegasan pemerintah dalam penerapan

aturan perundang-undangan terkait di sektor lingkungan,

tata ruang dan kehutanan. Pemerintah perlu melakukan

tindakan represif bagi warga yang terbukti melanggar hukum

seperti membangun rumah di daerah sempadan sungai,

110
membuang sampah sembarangan dan mencemari sungai

sehingga pelanggara-pelanggaran yang terjadi tidak semakin

bertambah dan meluas.

3. Meningkatkan efektivitas program sosialisasi mengenai

kelestarian lingkungan, serta mitigasi dan adaptasi bencana

kepada masyarakat (misalnya pendekatan spiritual /agama).

4. Pemanfaatan teknologi informasi berbasis smartphone untuk

sosialisasi mengenai early warning system dan informasi

bencana lainnya untuk memudahkan masyarakat dalam

menerima informasi.

5. Memperkuat sinergi antara pemerintah dan masyarakat sehingga

program-program pemerintah di daerah rawan bencana dapat

berjalan secara efektif dan efisien

6. Memaksimalkan Pemberdayaan masyarakat dalam upaya

mitigasi dan adaptasi bencana, seperti meningkatkan intensitas

kegiatan gotong royong dan membentuk komunitas lokal yang

peduli kepada pelestarian lingkungan dan tanggap bencana

7. Menyusun program pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan

lokal

8. Menumbuhkan kesadaran dan kebersamaan dalam upaya

menjaga hutan dan melakukan upaya rehabilitasi hutan pada hulu

DAS Jeneberang..

111
9. Memperkuat ketahanan sosial masyarakat dengan

mempermudah akses untuk fasilitas kesehatan, air minum, dan

MCK

10. Terus memupuk kepedulian antar masyarakat untuk bekerjasama

dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan dan tolong-

menolong, bagi sesama yang ditimpa kesulitan.

11. Memprioritaskan bantuan sosial kepada masyarakat yang

profesinya rentan terhadap bencana dan perubahan iklim

(contohnya petani,nelayan, dan masyarakat miskin).

112
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis perubahan penutupan dan penutupan

dan penggunaan lahan pada DAS Jeneberang dari tahun 1999 dan

2020, telah terjadi deforestasi sebesar 770,14 Ha, degradasi hutan

sebesar 1122,68 Ha, dan pertumbuhan lahan permukiman sebesar

3497,47 Ha.

2. Berdasarkan analisis kondisi dan karakteristik fisik dari daerah

rawan dan terdampak bencana banjir dengan pendekatan spasial

menemukan beberapa fakta yang dapat menyebabkan

meningkatnya risiko kejadian bencana banjir yaitu:

a. Tumbuhnya permukiman, dengan tidak memperhatikan jarak

rumah dengan sempadan sungai.

b. Model permukiman di wilayah hilir DAS jeneberang yang

membelakangi sungai akan membuka peluang bagi warga

untuk membuang sampah dan kotoran langsung ke sungai

c. Daerah-daerah yang dulunya merupakan daerah resapan

seperti lahan rawa ataupun dan pertanian lahan basah (sawah)

kini banyak beralih fungsi menjadi lahan terbangun.

3. Berdasarkan hasil analisis pengukuran dan pemetaan persepsi

masyarakat mengenai upaya mitigasi dan adaptasi terhadap

bencana banjir di daerah rawan dan terdampak bencana banjir

yaitu:

113
a. Persepsi mengenai pengetahuan dan perilaku masyarakat

dapat diklasifikasikan atas tiga kelas yaitu tinggi, sedang dan

rendah. Kecamatan Sombaopu memiliki presentasi skor tinggi

sebesar 20% dan sedang sebesar 2,29% sedangkan

Kecamatan Palangga didominasi dengan skor rendah sebesar

52,43%, skor sedang 21,60% dan tinggi 3,67%.

b. Hasil pemetaan tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat

dapat digunakan pemerintah untuk menentukan sasaran

kelompok masyarakat secara tepat dalam menjalankan setiap

program mitigasi dan adaptasi bencana banjir. Dimana prioritas

sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat tentunya diarahkan

lebih banyak ke wilayah yang tingkat pengetahuan dan

perilakunya masih rendah.

4. Strategi penanganan yang paling prioritas dalam upaya mitigasi

dan adaptasi bencana banjir pada wilayah DAS Jeneberang di

Kabupaten Gowa adalah:

a. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan drainase dan

serapan air seperti perbaikan tanggul yang rusak,

memperbesar jaringan rainase dan perencanaan pembuatan

embung.

b. Konsistensi dan ketegasan pemerintah dalam penerapan

aturan perundang-undangan terkait Lingkungan, tata ruang dan

wilayah.

114
c. Meningkatkan efektivitas program sosialisasi mengenai

kelestarian lingkungan, serta mitigasi dan adaptasi bencana

kepada masyarakat (misalnya pendekatan spiritual /agama).

d. Pemanfaatan teknologi informasi berbasis smartphone untuk

sosialisasi mengenai early warning system dan informasi

bencana lainya untuk memudahkan masyarakat dalam

menerima informasi

115
6.2 Saran

Mengingat penelitian ini hanya berfokus pada variabel kondisi

lingkungan fisik dengan pendekatan spasial dan variabel sosial masyarakat

dari sisi pengetahuan dan perilaku maka diperlukan penelitian lanjutan

untuk melihat variable-variabel lain yang dapat berpengaruh pada strategi

mitigasi dan adaptasi bencana seperti variabel iklim dan cuaca, serta

variabel ekonomi dalam masyarakat.

116
DAFTAR PUSTAKA

Asdak. (2002). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada
University Press.
Asrofi, A., Hardoyo, S. R., & Sri Hadmoko, D. (2017). Strategi Adaptasi
Masyarakat Pesisir Dalam Penanganan Bencana Banjir Rob Dan
Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah (Studi Di Desa Bedono
Kecamatan Sayung Kabupaten Demak Jawa Tengah). Jurnal Ketahanan
Nasional, 23(2), 1. https://doi.org/10.22146/jkn.26257
Azizah, A. N., Budimansyah, D., & Eridiana, W. (2017). Bentuk Strategi Adaptasi
Sosial Ekonomi Masyarakat Peta Pasca Pembangunan Waduk Jatigede.
7(2), 399–406.
BAPPEDA Kabupaten Gowa. (2020). KLHS- RPJMD Kabupaten Gowa, Periode
2016-2021.
BNPB. (2016). Risiko Bencana Indonesia (Disasters Risk of Indonesia). In
International Journal of Disaster Risk Science (Vol. 9, Issue 01). BNPB.
https://doi.org/10.1007/s13753-018-0186-5
BPS. (2020). Kabupaten Gowa dalam Angka; Penyediaan Data untuk
Perencanaan Pembangunan.
Dede Sugandi. (2016). Model Penanggulangan Banjir.
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. (2018). Rencana Pengelolaan Sumber
Daya Air Wilayah Sungai Jeneberang.
Edyanto, C. H. (2019). Partisipasi Masyarakat Sebagai Upaya Untuk Mengurangi
Risiko Bencana Tsunami di Daerah Pantai. Jurnal Sains Dan Teknologi
Indonesia, 16(3), 26–32. https://doi.org/10.29122/jsti.v16i3.3415
Fitrinai, R. (2016). Bersahabat dengan Bencana Banjir (2nd ed.). Mediantara.
Hidayat, Z., & Dulil, M. A. (2019). Analisis Kapasitas Sungai Jeneberang Bagian
Hilir. Universitas Muhammadiyah Makassar.
Hizbaron, D. R., & Hasanati, S. (2016). Menuju Kota Tangguh di Sungai Code,
Yogyakarta (Cetakan Pe). Gadjah Mada University Press.
Jamaluddin, J. (2018). Bendungan Bili-Bili 1992-2016. Phinisi Integration Review,
1(2), 112. https://doi.org/10.26858/pir.v1i2.6641
Jia, K., Wei, X., Gu, X., Yao, Y., Xie, X., & Li, B. (2014). Land cover classification
using Landsat 8 Operational Land Imager data in Beijing, China. Geocarto
International, 29(8), 941–951.
https://doi.org/10.1080/10106049.2014.894586
Larasati, Z. R. (2017). Pemetaan Daerah Resiko Banjir Lahar Berbasis Sistem
Informasi Geografis Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi
Kausu: Gunung Semeru).
Musa, R., Ashad, H., & Fahrial, A. F. (2020). Pengaruh Kapasitas Geometri
Sungai terhadap Debit Banjir Rencana (Studi Kasus Sungai Jeneberang
Kab. Gowa). 4(1), 139–146.

117
Muta’ali, L. (2015). Teknik Analisis Regional : untuk Perencanaan Wilayah, Tata
Ruang dan Lingkungan. Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada.
Nurdin, F. A., Bisri, M., & Priyantoro, D. (2014). Studi Pemulihan Fungsi Das
berdasarkan Tingkat Kekritisan Lahan dan Potensi Kelongsoran di Sub Das
Jeneberang Hulu. 5, 29–41.
Nursaputra, M., Permonojati, L., & Wibowo, Y. A. (2015). Perencanaan
Penggunaan Lahan Berbasis Rendah Emisi Karbon Di Daerah Aliran
Sungai Kelara. April 2015.
https://www.researchgate.net/publication/318948686_Perencanaan_Penggu
naan_Lahan_Berbasis_Rendah_Emisi_Karbon_di_Daerah_Aliran_Sungai_J
eneberang_Sulawesi_Selatan
P3E Sulawesi Maluku. (2019). Arahan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup Berbasis DDDTLH terkait Isu Bencana Lingkungan di
Pulau Sulawesi.
Permatasari, I. S. (2012). Strategi Penanganan Kebencanaan Banjir dan Rob di
Kota Semarang.
Purwadhi, S. H. (2001). Interpretasi Citra Digital. Jakarta: Grasindo.
Putera, M. I., Munir, A., Achmad, M., & Suhardi. (2020). Land use assessment of
Jeneberang watershed using hydrology and water availability analysis. IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science, 473(1).
https://doi.org/10.1088/1755-1315/473/1/012099
Raharjo, B., & Ikhsan, M. (2015). Belajat Arc GIS Desktop 10 : ArcGIS 10.2/10.3
(Edisi Pert). Geosiana Press.
Ramdan Pano, Akil, A., & Rahman, A. R. (2019). Perencanaan Kawasan Sponge
City Berdasarkan Prinsip-Prinsip Water Sensitive Urban Design. Jurnal
Wilayah Dan Kota Maritim, 7.
Ridha, R., & Husna, C. (2017). Knowledge and Community Attitude Towards. 2,
1–7.
Riyadi, A. (2009). Bahaya Banjir dan Penanggulangannya (Nina Setyaningsih
(ed.)). ALPRIN.
Santoso, P. B., Apriyono, A., Suryani, R., & Yanto. (2017). Penggunaan Metode
Inverse Distance Weghting ( Idw ) Untuk Pembuatan Peta Tematik.
Prosiding Seminar Nasional Dan Call for Papers, VII(November), 187–196.
Subair, Kolopaking, L. M., Adiwibowo, S., & Pranowo, M. B. (2014). Adaptasi
Perubahan Iklim Komunitas Desa: Studi Kasus Di Kawasan Pesisir Utara
Pulau Ambon. Komunitas: International Journal of Indonesian Society and
Culture, 6(1), 57–69. https://doi.org/10.15294/komunitas.v6i1.2943
Sujarweni, W. (2014). Metodologi Penelitian: Lengkap, praktis dan mudah
dipahami. PT. Pustaka Baru.
Suprayogi, S., Purnama, I. L. S., & Darmanto, D. (2014). Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press.
Suriana, D., Barkey, R. A., & Gou, Z. (2020). Analysis of Land Use/Land Cover

118
Change And Their Effects On Spatiotemporal Patterns Of Urban Heat
Islands (UHI) In The City Of Makassar , Indonesia. International Journal of
Engineering and Science Applications, 7(2), 113–123.
Suryanta, J., & Nahib, I. (2016). Kajian Spasial Evaluasi Rencana Tata Ruang
Berbasis Kebencanaan di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah. 33–42.
Thoban, M. I., & Hizbaron, D. R. (2020). Urban resilience to floods in parts of
Makassar, Indonesia. E3S Web of Conferences, 200.
https://doi.org/10.1051/e3sconf/202020001007
Umar, I., & Dewata, I. (2018). Arahan Kebijakan Mitigasi pada Zona Rawan
Banjir Kabupaten Limapuluh Kota , Provinsi Sumatera Barat. Jurnal
Pengelolaan SDA Dan Lingkungan, 8(2), 251–257.
https://doi.org/10.29244/jpsl.8.2.251-257
Utama, L., & Naumar, A. (2015). Kajian Kerentanan Kawasan Berpotensi Banjir
Bandang dan Mitigasi Bencana pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang
Kuranji Kota Padang. Jurnal Rekayasa Sipil, 9(1).
Wahyuni, Arsyad, U., Umar, A., & Wirawan, R. A. (2018). Pola Penggunaan
Lahan Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan di Sub- Sub DAS Kunisi Hulu
DAS Jeneberang Kabupaten Gowa dua tahapan , yaitu kegiatan lapangan
di sub-sub DAS Kunisi , Hulu DAS Jeneberang , Analisis data dilakukan
melalui tahapan : Pola penggunaan. 10(1), 164–173.
Wanea, K., Tikala, K., Malalayang, K., Mapanget, K., Singkil, K., Wenang, K.,
Tuminting, K., & Sario, K. (2016). Adaptasi Masyarakat Bantaran Sungai
Terhadap Bencana Banjir Di Kelurahan Komo Luar Kota Manado. Spasial,
3(3), 75–84.
Wikantiyoso, R. (2010). Mitigasi Bencana Di Perkotaan ; Adaptasi Atau Antisipasi
Perencanaan Dan Perancangan Kota ? ( Potensi Kearifan Lokal Dalam
Perencanaan Dan Perancangan Kota Untuk Upaya Mitigasi Bencana ). 18–
29.
Yuniartanti, R. K. (2018). Rekomendasi Adaptasi dan Mitigasi Bencana Banjir di
Kawasan Rawan Bencana ( KRB ) Banjir Kota Bima. 2(2), 118–132.

119
LAMPIRAN
Lampiran 1. Penentuan Jumlah Sampel dan Proses Validasi Data
Penutupan dan penggunaan lahan

Metode pengambilan sampel untuk masing-masing jenis penggunaan dan

penutupan lahan dilakukan dengan Teknik probability sampling dengan

penentuan jumlah sampel menggunakan teori slovin dalam (Sujarweni, 2014)

dimana populasi didasarkan pada jumlah polygon dari masing-masing jenis

penutupan dan penggunaan lahan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

Persamaan. 1. Rumus Penentuan Jumlah Sampel Berdasarkan Teori Slovin

𝑁
𝑛=
1 + (𝑁 𝑥𝑒 2 )
Dimana :

n = Ukuran sampel

N = jumlah populasi

xe = Prosentasi kelonggaran ketidakterikatan karena kesalahan pengambilan

sampel yang diinginkan.

Dalam studi ini, tingkat kepercayaan yang diambil adalah 95% dan taraf

kesalahan adalah 5% maka nilai xe=0,05. Distribusi jumlah sampel pada

masing-masing polygon dilakukan dengan rumus jumlah sampel berdasarakan

teori slovin seperti persamaan 1 di atas. Adapun jumlah polygon dari masing-

masing jenis penutupan dan penggunaan lahan setelah dilakukan interpretasi

adalah sebagai berikut :


Jumlah
No Penutupan dan penggunaan lahan
Polygon
1. Hutan LK Primer 147
2. Hutan LK Sekunder 255
3. Lahan Terbangun 1205
4. Padang Rumput 50
5. Perkebunan 1237
6. Pertanian Lahan Kering 2864
7. Sawah 2993
8. Semak Belukar 2558
9. Tambak 139
10. Tanah Terbuka 256
11. Kebun Campuran 213
12. Tubuh Air 394
Total 12311

Jumlah sampel untuk hutan lahan kering primer :


147
𝑛1 = = 107
1 + (147 . 0,052 )
Jumlah sampel untuk hutan lahan kering sekunder :
255
𝑛2 = = 156
1 + (255 . 0,052 )
Jumlah sampel untuk lahan terbangun :
1205
𝑛3 = = 300
1 + (1205 . 0,052 )
Jumlah sampel untuk padang rumput :
50
𝑛4 = = 44
1 + (50 . 0,052 )
Jumlah sampel untuk perkebunan :
1237
𝑛5 = = 302
1 + (1237 . 0,052 )
Jumlah sampel untuk pertanian lahan kering :
2864
𝑛6 = = 351
1 + (2864 . 0,052 )
Jumlah sampel untuk sawah :
2993
𝑛7 = = 353
1 + (2993 . 0,052 )

Jumlah sampel untuk semak belukar :


2558
𝑛8 = = 346
1 + (2558 . 0,052 )
Jumlah sampel untuk tambak :
139
𝑛9 = = 103
1 + (139 . 0,052 )
Jumlah sampel untuk tanah terbuka :
256
𝑛10 = = 156
1 + (256 . 0,052 )
Jumlah sampel untuk kebun campuran :
213
𝑛11 = = 139
1 + (213 . 0,052 )
Jumlah sampel untuk tubuh air :
394
𝑛11 = = 198
1 + (394 . 0,052 )
Jika dijumlahkan total polygon yang menjadi sampel adalah = 2555
Jadi total sampel adalah 2555, dimana jumlah polygon total dari peta pentutpan
dan penggunaan lahan adalah 12.311 polygon. Maka persentase sampel dari
jumlah total polygon adalah
2555
= 100% = 20,75 %
12.311
Lampiran 2. Perhitungan Nilai Mapping Accuracy
Berdasarkan penentuan sampel untuk uji ketelitian dilakukan analisis serta melakukan Ground Check di lapangan dan hasilnya dilakukan
perhitungan dengan menggunakan matrik kesalahan atau confusion matrix seperti pada Tabel berikut:
Hasil Penafsiran Citra Satelit Landsat 8 (Tahun 2020)
Penutupan dan Hutan Padan
Hutan LK Pertania Semak Tanah Kebun Om MA
penggunaan LK Permukima g Perkebuna Sawa Tamba Tubu Total
Sekunde n Lahan Beluka Terbuk Campura isi (%)
lahan Prime n Rumpu n h k h Air
r Kering r a n
r t
Hutan LK
93 5 2 3 2 2 107 86%
Primer 14
Hutan LK
5 128 2 3 5 4 9 156 82%
Sekunder 26
Permukima
259 10 4 7 4 6 5 5 300 86%
n 41
Padang
2 2 31 3 3 2 1 44 69%
Rumput 13

Perkebunan 3 10 3 258 13 7 5 3 302 85%


44
Hasil Ground Cek

Pertanian
Lahan 3 5 4 3 13 294 8 12 2 5 2 351 84%
57
Kering

Sawah 2 4 7 2 7 8 292 18 2 6 5 353 83%


61
Semak
2 9 4 5 12 18 276 9 7 4 346 80%
Belukar 70
Tambak 2 2 9 79 7 4 103 77%
24
Tanah
6 1 3 5 6 7 7 115 6 156 74%
Terbuka 41
Kebun
5 2 130 2 139 94%
Campuran 9

Tubuh Air 5 5 4 4 6 2 172 198 87%


26

Total 107 156 300 44 302 351 353 346 103 156 139 198 2555

82,20
Komisi 14 28 41 13 44 57 61 70 24 41 9 26
%

Hasil perhitungan matrik kesalahan atau confusion matrix di dapat nilai Mapping Accuracy rata-rata adalah 82,20%
Nilai Ketelitian seluruh hasil klasifikasi (KH) dalam intepretasi citra dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:

Jumlah polygon yang sesuai pada semua kelas


𝐾𝐻 =
Jumlah polygon semua kelas

93 + 130 + 259 + 31 + 258 + 294 + 292 + 276 + 79 + 115 + 130 + 172


𝐾𝐻 = = 83,24%
2555

Nilai KH menunjukkan hasil 83,24%,


Lampiran 3 : Kuisioner Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.

Bapak/Ibu/Saudara/i di tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi S2 Perencanaan

Pengembangan Wilayah, Universitas Hasanuddin,

Nama : Try Novianto Widodo

NIM : P022191002

Akan mengadakan penelitian tentang “Strategi Mitigasi dan Adaptasi Masyarakat pada

Daerah Rawan Bencana Banjir di Kabupaten Gowa, pada Wilayah DAS Jeneberang”.

Untuk itu saya mohon kesediaan Saudara/i untuk berpartisipasi menjadi responden dalam

penelitian ini. Segala hal yang bersifat rahasia akan saya rahasiakan dan saya gunakan hanya untuk

kepentingan penelitian ini.

Apabila Saudara/i bersedia menjadi responden, maka saya bermohon untuk menSaudara/itangani

lembar persetujuan yang tersedia. Atas perhatian dan kesediaan serta kerjasama yang baik dari

Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

Try Novianto W
TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
UPAYA ADAPTASI DAN MITIGASI BENCANA BANJIR
DI WILAYAH DAS JENEBERANG

No. Responden : (diisi oleh peneliti)

Koordinat : ………………………………………… (diisi oleh peneliti)

Nama/Inisial :…………………………………………..

Desa/Kelurahan : …………………………………………..

Tanggal Pengisian : ……………………………………………

Identitas Responden

1. Umur : ……. Tahun


2. Jenis Kelamin : a. Pria b. Wanita
3. Pendidikan Terakhir :
a. Tidak Sekolah c. SMP e. Sarjana
b. SD d. SMA f. Magister
4. Pekerjaan :
a. Nelayan c. Karyawan Swasta e. Wiraswasta
b. PNS d. TNI/Polri f. Lainnya …………………..
5. Penghasilan rata-rata keluarga / bulan :
a. < 1 juta c. 3 - 5 juta e. > 10 juta
b. 1 – 3 Juta d. 5 – 10 juta
6. Jumlah Anggota Keluarga dalam satu rumah : …. Orang
B. PERSEPSI MASYARAKAT
Petunjuk Pengisian
Pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai dengan pendapat Saudara/i tentang pernyataan-
pernyataan dibawah ini, dengan memberikan checklist (√) pada kolom yang tersedia.
Keterangan Pilihan Jawaban :
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
N = Netral
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju

No PERTANYAAN JAWABAN
A. PENGETAHUAN SS S N TS STS

1 Daerah tempat tinggal anda merupakan daerah dengan risiko


bencana banjir yang tinggi
2 Bencana banjir merupakan fenomena alam yang dapat
menyebabkan korban jiwa dan hilangnya harta benda, yang
tidak dapat diatasi oleh manusia.
3 Selain faktor alam, Bencana Banjir juga disebabkan oleh
karena faktor manusia
4 Bencana banjir dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti
diare, typhus, penyakit kulit dan penyakit lainnya.
5 Masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai/kali lebih besar
risikonya terkena dampak dari bencana banjir.
6 Kejadian Bencana berpotensi menyebabkan terhentinya
kegiatan ekonomi masyarakat dan pendidikan anak
7 Untuk mengurangi risiko dan bahaya dari bencana banjir,
masyarakat perlu melakukan upaya-upaya dalam rangka
adaptasi dan mitigasi bencana
8 Untuk mengurangi risiko ekonomi yang ditimbulkan akibat
bencana, keluarga perlu mempersiapkan tabungan, asuransi
jiwa/harta benda.
B. SIKAP / PERILAKU SS S N TS STS

1 Pasrah dan menganggap datangnya bencana sebagai takdir


adalah sikap yang tepat, sehingga saya dan keluarga saya tidak
perlu melakukan upaya-upaya untuk mengurangi risiko
terjadinya banjir.
2 Saya menjaga selokan dan lingkungan saya dari sampah
sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya bencana banjir
3 Keluarga saya memiliki peralatan penyelamatan dan evakuasi
sederhana untuk mengantisipasi bila terjadi bencana banjir.
terjadi risiko bencana.
4 Dalam merencanakan pembangunan tempat tinggal saya
memperhatikan adanya risiko bencana banjir yang dapat terjadi
5 Menanam pohon dan menjaga area sempadan sungai dari
pembangunan secara ilegal dapat menurunkan risiko terjadinya
bencana
6 Saya aktif memantau berita/informasi mengenai keadaan cuaca
pada musim penghujan dan risiko terjadinya banjir di daerah
saya dari berbagai media (elektronik/online)
C. PARTISIPASI DAN KERJASAMA SS S N TS STS

1 Tanggung jawab dalam pengurangan risiko bencana adalah


sepenuhnya tugas dari pemerintah dan aparat yang berwenang.
2 Pemerintah seharusnya melibatkan masyarakat setempat dalam
setiap upaya untuk pengurangan risiko bencana banjir
3 Setiap anggota masyarakat sebaiknya terlibat aktif dalam rapat-
rapat persiapan dan perencanaan untuk mengurangi risiko
bencana banjir yang ada di lingkungannya.
4 Setiap warga seharusnya menjaga fungsi dan kebersihan dari
aliran sungai , dan tidak membuang sampah serta tidak BAB di
Sungai
5 Bersedia untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan gotong royong
dengan masyarakat yang lain untuk menjaga daerah aliran
sungai dari risiko bencana banjir
6 Perlu adanya sistem peringatan dini tentang terjadinya bencana
dan sistem evakuasi masyarakat saat terjadinya bencana banjir
dengan risiko tinggi
C. TINDAKAN EKSISTING
1) Sebutkan upaya-upaya yang pernah/saat ini anda (dengan keluarga) lakukan secara
mandiri untuk mengurangi resiko ataupun mengantisipasi (Mitigasi dan Adaptasi)
terjadinya bencana banjir
(Contoh : Meninggikan lantai rumah, menyiapkan perahu/pelampung dll)
Jawab

……………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………..

2) Sebutkan upaya-upaya yang pernah anda lakukan secara bersama (gotong royong)
dengan masyarakat sekitar atau yang berkaitan dengan budaya/kearifan lokal
yang dapat mengurangi resiko terjadinya bencana banjir (Contoh : membangun tanggul
, membuat biopori, dll)
Jawab

……………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………..

3) Saran-saran untuk Masyarakat / Pemerintah terkait upaya mitigasi dan adaptasi risiko
bencana banjir di daerah anda (Jika ada)
Jawab

……………………………………………………………………………………………….......

……………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………
Lampiran 4 : Hasil Pengambilan data dan Pengukuran Persepsi Pengetahuan
dan Perilaku Masyarakat

Data Identitas Responden


Kode Koordinat UTM P/ Pendidi
No Respond Desa/Kel. Umur Pekerjaan
W kan
en x y
1 A001 769978 9420698 Panakkukang 48 W SMP Irt
2 A002 770022 9420657 Panakkukang 40 W SMA Pedagang
3 A003 770090 9420680 Panakkukang 50 P S1 Pns
4 A004 770099 9420711 Panakkukang 48 P SD Supir
5 A005 770080 9420621 Panakkukang 50 P SMA Supir
6 A006 770066 9420655 Panakkukang 52 P SMP Petani
7 A007 770081 9420536 Panakkukang 56 P SMP Petani
8 A008 770102 9420603 Panakkukang 65 P SMA Pensiunan
9 A009 770342 9419909 Panakkukang 28 P S1 Wiraswasta
10 A010 770330 9419919 Panakkukang 50 P SMA Wiraswasta
11 A011 769950 9420766 Panakkukang 56 P SMP Pedagang
12 A012 769934 9420785 Panakkukang 51 P SMA Tni/Polri
13 A013 770323 9419948 Panakkukang 45 P S1 Karyawan Swasta
14 A014 770399 9419865 Panakkukang 38 W SMA Irt
15 A015 770366 9419892 Panakkukang 32 P SMA Wiraswasta
16 A016 773257 9420890 Bungaejaya 22 P SMP Supir
17 A017 773177 9420926 Bungaejaya 19 P SMA Petani
18 A018 773303 9420826 Bungaejaya 21 P S1 Pengusaha
19 A019 773354 9418348 Pallangga 47 P SMA Pedagang
20 A020 773352 9418378 Pallangga 34 P SMA Tni/Polri
21 A021 773339 9418293 Pallangga 48 P SMA Pedagang
22 A022 773333 9418152 Pallangga 31 P SMA Wirausaha
23 A023 773346 9418318 Pallangga 37 P SMA Nelayan
24 A024 773339 9418499 Pallangga 72 P SD Wiraswasta
25 A025 773338 9418537 Pallangga 35 P SMA Wiraswasta
26 A026 773329 9418585 Pallangga 52 P SMA Wiraswasta
27 A027 773348 9418421 Pallangga 38 W SMP Irt
28 A028 773316 9418687 Pallangga 43 P SMA Pedagang
29 A029 772818 9421040 Pallangga 50 W SMA Irt
30 A030 772814 9422093 Pangkabinanga 41 P SMA Karyawan Swasta
31 A031 772821 9422077 Pangkabinanga 34 P SMA Wiraswasta
32 A032 772658 9422291 Pangkabinanga 45 P SMA Wiraswasta
33 A033 772608 9422318 Pangkabinanga 55 P SMA Karyawan Swasta
34 A034 772848 9421080 Pangkabinanga 35 W SMA Irt
35 A035 772842 9421073 Pangkabinanga 50 P SMA Wiraswasta
36 A036 773061 9421988 Pangkabinanga 38 P SMA Wiraswasta
37 A037 773130 9422009 Pangkabinanga 57 P SMA Karyawan Swasta
38 A038 773085 9421980 Pangkabinanga 37 P SMA Wiraswasta
39 A039 773103 9421940 Pangkabinanga 58 P SMA Karyawan Swasta
40 A040 773118 9421905 Pangkabinanga 51 W SMP Irt
41 A041 773149 9421883 Pangkabinanga 53 P SMA Karyawan Swasta
42 A042 773055 9422027 Pangkabinanga 49 P SMA Wiraswasta
43 A043 773040 9422062 Pangkabinanga 57 P SMA Karyawan Swasta
44 A044 773015 9422048 Pangkabinanga 43 P SMA Wiraswasta
45 A045 773020 9421998 Pangkabinanga 52 P SMA Karyawan Swasta
46 A046 772943 9421043 Pangkabinanga 58 P SMA Karyawan Swasta
47 A047 773011 9421026 Pangkabinanga 63 P SMA Karyawan Swasta
48 A048 773082 9420980 Pangkabinanga 64 W SMP Irt
49 A049 772872 9421076 Pangkabinanga 55 P SMA Pedagang
50 A050 773390 9420808 Pangkabinanga 42 P SMA Karyawan Swasta
51 A051 773456 9420793 Pangkabinanga 55 P SMP Wiraswasta
52 A052 773263 9420782 Pangkabinanga 37 P SMP Wiraswasta
53 A053 773808 9421044 Pangkabinanga 57 W S1 Pns
54 A054 773137 9420845 Pangkabinanga 35 P SMP Wiraswasta
55 A055 773233 9420900 Pangkabinanga 42 P SD Wiraswasta
56 A056 773124 9420951 Pangkabinanga 39 P S1 Pns
57 A057 772832 9421036 Pangkabinanga 53 P SMA Wiraswasta
58 A058 772806 9422068 Pangkabinanga 72 P SMA Wiraswasta
59 A059 772827 9422067 Pangkabinanga 66 P SMP Wiraswasta
60 A060 772796 9422140 Pangkabinanga 39 P SMA Wiraswasta
61 B001 771999 9423514 Sungguminasa 43 W SMP Irt
62 B002 771953 9423503 Sungguminasa 32 W S1 Irt
63 B003 771919 9423487 Sungguminasa 51 P SMA Wiraswasta
64 B004 771868 9423481 Sungguminasa 45 P SMP Wiraswasta
65 B005 771826 9423529 Sungguminasa 38 P SMA Karyawan Swasta
66 B006 771736 9423640 Sungguminasa 37 P S1 Pns
67 B007 771704 9423669 Sungguminasa 52 P SMP Wiraswasta
68 B008 771625 9423759 Sungguminasa 40 W SMA Irt
69 B009 771578 9423816 Sungguminasa 41 P SMP Wiraswasta
70 B010 771625 9423850 Sungguminasa 39 P SMA Wiraswasta
71 B011 773226 9422422 Tompobalang 43 P S1 Karyawan Swasta
72 B012 773185 9422434 Tompobalang 39 W SMP Irt
73 B013 773091 9422455 Tompobalang 52 P SD Wiraswasta
74 B014 772952 9422515 Tompobalang 38 P - Karyawan Swasta
75 B015 772869 9422548 Tompobalang 39 P SMA Karyawan Swasta
76 B016 772707 9422615 Tompobalang 41 P SMA Karyawan Swasta
77 B017 772539 9422697 Tompobalang 36 W SMA Irt
78 B018 772441 9422809 Tompobalang 46 P SMA Wiraswasta
79 B019 772317 9423021 Tompobalang 39 P SMP Wiraswasta
80 B020 772090 9423278 Tompobalang 44 P SMA Wiraswasta
81 B021 772153 9423274 Tompobalang 35 P SMA Karyawan Swasta
82 B022 772454 9422873 Tompobalang 51 P SMA Wiraswasta
83 B023 772476 9422923 Tompobalang 47 P SD Wiraswasta
84 B024 772510 9422990 Tompobalang 39 P SMA Karyawan Swasta
85 B025 772536 9423032 Tompobalang 51 P SD Karyawan Swasta
86 B026 772521 9422759 Tompobalang 43 P SMA Karyawan Swasta
87 B027 772536 9422782 Tompobalang 42 P SMA Karyawan Swasta
88 B028 772585 9422708 Tompobalang 39 P SMA Wiraswasta
89 B029 772761 9422666 Tompobalang 35 P SMA Karyawan Swasta
90 B030 773196 9422436 Tompobalang 38 P SMP Wiraswasta
Pandang-
91 B031 771347 9424089 Pandang 41 P SMA Wiraswasta
Pandang-
92 B032 771326 9424119 Pandang 39 P SMP Karyawan Swasta
Pandang-
93 B033 771294 9424165 Pandang 41 P SMA Karyawan Swasta
Pandang-
94 B034 771269 9424211 Pandang 37 P SMP Wiraswasta
Pandang-
95 B035 771509 9423989 Pandang 44 P SMP Wiraswasta
96 B036 775449 9420759 Bontoramba 39 P SMA Karyawan Swasta
97 B037 775301 9420905 Bontoramba 51 P SMA Wiraswasta
98 B038 775235 9421110 Bontoramba 46 P S1 Pns
99 B039 775126 9421376 Bontoramba 58 P SMA Wiraswasta
100 B040 775059 9421587 Bontoramba 38 P S1 Karyawan Swasta
101 B041 775001 9421719 Bontoramba 43 P SMA Karyawan Swasta
102 B042 774975 9421821 Bontoramba 33 W SMA Wiraswasta
103 B043 774818 9422248 Bontoramba 44 P SMA Karyawan Swasta
104 B044 774554 9422395 Bontoramba 39 P S1 Karyawan Swasta
105 B045 774571 9422458 Bontoramba 52 P SMP Wiraswasta
106 B046 772844 9424397 Bontoa 36 P S1 Wiraswasta
107 B047 772872 9424473 Bontoa 45 P SMA Karyawan Swasta
108 B048 772830 9424435 Bontoa 40 P SMA Karyawan Swasta
109 B049 772839 9424463 Bontoa 47 P SMA Wiraswasta
110 B050 772861 9424523 Bontoa 35 P S1 Karyawan Swasta
111 B051 772811 9424447 Bontoa 41 P SMA Wiraswasta
112 B052 772814 9424479 Bontoa 38 P SMA Wiraswasta
113 B053 772834 9424543 Bontoa 42 P S1 Pns
114 B054 772763 9424438 Bontoa 48 P S1 Pns
115 B055 772738 9424482 Bontoa 40 P SMA Wiraswasta
116 B056 773644 9423976 Paccinongang 54 P SMA Wiraswasta
117 B057 773641 9423955 Paccinongang 47 P SMA Wiraswasta
118 B058 773632 9423900 Paccinongang 43 P S1 Karyawan Swasta
119 B059 773617 9423981 Paccinongang 45 P SMA Karyawan Swasta
120 B060 773607 9423912 Paccinongang 45 P SMA Wiraswasta
Hasil Penilaian/Skoring pengetahuan dan perilaku setiap responden
Skor berdasarkan tiap variabel
Kode Total
No A. PENGETAHUAN B. SIKAP/ PERILAKU C. KERJASAMA
Responden Skor
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 S1 S2 S3 S4 S5 S6 K1 K2 K3 K4 K5 K6
1 A001 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 78
2 A002 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 78
3 A003 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 77
4 A004 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 78
5 A005 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 78
6 A006 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 3 4 4 4 4 76
7 A007 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 77
8 A008 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 79
9 A009 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 4 76
10 A010 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 76
11 A011 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 76
12 A012 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 75
13 A013 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 5 2 4 4 4 4 4 76
14 A014 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 3 5 5 4 4 4 5 5 5 91
15 A015 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 4 3 4 2 4 4 4 4 4 74
16 A016 1 2 4 4 4 4 4 3 3 4 2 3 3 2 3 4 4 4 4 3 65
17 A017 2 3 4 4 4 4 4 4 2 4 2 3 3 4 2 4 4 4 4 4 69
18 A018 3 1 5 5 5 3 4 5 4 5 4 5 5 5 1 5 5 5 5 5 85
19 A019 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 4 4 4 4 4 74
20 A020 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 77
21 A021 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 76
22 A022 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 76
23 A023 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 77
24 A024 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 75
25 A025 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 78
26 A026 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 77
27 A027 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 73
28 A028 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 76
29 A029 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 4 4 4 4 4 75
30 A030 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 4 4 4 4 4 73
31 A031 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 73
32 A032 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 3 4 4 4 4 74
33 A033 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 76
34 A034 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 75
35 A035 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 76
36 A036 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 4 77
37 A037 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 78
38 A038 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 78
39 A039 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 77
40 A040 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 4 4 4 4 4 76
41 A041 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 2 4 4 4 4 4 75
42 A042 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 2 4 4 4 4 4 75
43 A043 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 77
44 A044 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 77
45 A045 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 77
46 A046 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 77
47 A047 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 77
48 A048 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 4 4 4 4 4 76
49 A049 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 77
50 A050 2 3 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 3 2 4 4 4 4 4 70
51 A051 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 73
52 A052 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 73
53 A053 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 77
54 A054 2 3 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 71
55 A055 2 3 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 71
56 A056 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 4 4 4 4 4 76
57 A057 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 75
58 A058 4 3 4 4 4 4 4 4 2 4 2 3 3 4 2 4 4 4 4 4 71
59 A059 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 75
60 A060 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 76
61 B001 5 3 4 5 5 4 4 4 4 4 2 3 4 3 4 5 4 5 4 4 80
62 B002 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 3 5 5 4 4 4 5 5 5 91
63 B003 4 3 4 5 5 4 5 4 4 4 2 3 5 4 3 5 5 4 4 4 81
64 B004 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 3 4 5 3 2 2 4 4 4 5 80
65 B005 4 4 5 4 4 4 5 4 1 5 3 3 5 5 4 4 4 5 5 4 82
66 B006 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 5 3 5 5 4 5 4 4 4 5 90
67 B007 5 1 4 3 4 5 5 5 3 4 4 3 4 3 4 5 4 4 3 5 78
68 B008 4 4 5 4 4 5 3 5 2 4 5 5 4 4 4 5 5 4 3 5 84
69 B009 5 5 5 4 5 5 4 5 3 4 5 5 4 4 4 4 5 3 5 5 89
70 B010 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 5 4 4 85
71 B011 5 5 4 5 5 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 3 4 5 4 5 88
72 B012 4 4 4 4 4 5 5 5 4 3 4 3 5 5 5 3 3 4 5 5 84
73 B013 5 4 4 5 5 5 4 5 5 3 5 5 5 5 4 4 5 4 4 3 89
74 B014 4 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 5 4 4 5 91
75 B015 5 4 4 5 4 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 5 5 5 5 5 91
76 B016 4 4 4 5 4 5 5 4 5 5 4 3 5 4 5 4 5 5 4 5 89
77 B017 3 5 4 4 5 4 4 5 4 3 5 4 3 4 4 5 4 5 5 4 84
78 B018 5 4 5 5 5 5 4 4 5 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 90
79 B019 4 4 4 5 5 4 5 5 4 5 4 3 5 4 3 5 5 4 5 4 87
80 B020 5 4 5 5 4 5 4 5 4 5 3 4 5 5 4 4 4 4 5 5 89
81 B021 4 4 5 4 4 3 5 4 4 5 3 5 5 4 5 4 5 5 5 5 88
82 B022 5 4 4 4 5 4 5 4 5 4 3 5 4 4 4 5 5 5 5 5 89
83 B023 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 3 5 5 5 4 4 4 5 4 5 86
84 B024 5 5 5 4 4 3 5 5 4 5 3 4 5 4 3 4 4 5 5 5 87
85 B025 5 5 4 5 4 5 5 4 5 5 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 87
86 B026 4 4 4 4 5 5 5 5 4 5 3 5 5 4 5 4 3 5 4 4 87
87 B027 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 5 4 4 5 88
88 B028 4 4 5 4 4 5 5 5 4 4 3 5 5 4 4 5 5 5 5 5 90
89 B029 5 4 5 5 4 4 5 4 4 5 3 5 5 5 4 5 4 4 4 4 88
90 B030 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 3 4 5 4 4 5 4 5 5 5 87
91 B031 3 4 4 5 5 5 5 4 4 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 80
92 B032 3 5 4 4 5 4 5 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 80
93 B033 3 5 4 4 4 5 5 5 4 4 3 5 5 4 4 5 4 5 5 5 88
94 B034 3 5 4 4 5 4 5 5 4 4 3 4 5 5 4 5 4 4 5 4 86
95 B035 3 4 4 4 5 5 5 5 4 4 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 86
96 B036 3 4 4 4 5 4 5 5 4 4 3 4 4 4 4 4 5 4 5 5 84
97 B037 3 5 5 4 4 4 4 5 4 4 2 4 5 4 5 3 4 5 5 5 84
98 B038 2 4 4 5 5 5 5 4 4 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 82
99 B039 3 4 4 5 5 5 4 5 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 85
100 B040 3 5 4 5 5 5 4 4 4 4 2 4 5 4 4 5 5 5 5 5 87
101 B041 2 4 4 4 5 4 5 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 79
102 B042 3 4 5 5 4 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 5 5 4 5 84
103 B043 2 4 5 5 5 4 4 4 4 3 2 4 5 4 4 5 4 3 3 5 79
104 B044 3 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4 83
105 B045 3 5 4 4 5 4 4 4 4 3 4 3 5 4 2 4 4 4 4 4 78
106 B046 2 4 4 5 4 5 5 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 81
107 B047 3 4 4 5 5 5 4 5 4 4 4 3 5 4 4 5 5 5 5 4 87
108 B048 3 5 4 5 5 5 4 5 5 3 3 4 5 4 3 4 5 4 5 5 86
109 B049 2 4 5 4 5 4 5 5 4 4 3 4 4 5 4 5 5 4 5 5 86
110 B050 2 4 4 4 4 5 5 4 4 3 3 3 4 4 4 5 5 4 5 4 80
111 B051 2 5 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 5 4 5 87
112 B052 2 4 5 5 4 4 5 4 4 3 2 4 4 5 4 5 4 4 5 4 81
113 B053 2 4 5 5 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 4 5 4 4 4 4 86
114 B054 2 4 5 5 5 5 5 5 4 4 2 5 5 5 4 5 5 4 4 5 88
115 B055 2 5 4 5 4 4 5 4 5 4 3 3 5 4 4 4 4 3 5 5 82
116 B056 2 2 4 5 4 5 5 5 5 5 4 3 4 4 4 4 5 4 4 4 82
117 B057 2 4 4 4 5 5 5 5 4 3 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 84
118 B058 2 3 4 4 5 5 5 5 4 4 3 4 5 5 5 5 4 5 5 5 87
119 B059 2 2 4 4 5 4 4 5 4 4 3 4 5 4 4 4 4 5 4 4 79
120 B060 2 2 4 4 5 4 5 5 5 3 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 81
Lampiran 5 : Pengolahan Data Peta Pengetahuan dan Perilaku Masyarakatd
dengan Aplikasi ArcGis 10.4
Dari hasil pengambilan data seperti yang ada pada tabel di atas, kemudian dilakukan olah data
secara spasial dengan Teknik interpolasi idw dimana kolom koordinat utm berfungsi sebagai titik
(point) yang akan dimasukkan dalam program arcgis beserta total skor masing-masing
responden. Adapun proses IDW dalam program arcgis 10.4 adalah sebagai berikut
a. Add data point hasil kuisioner
b.Interpolasi data poin menjadi data raster dengan Metode IDW

Hasil Interpolasi dengan Metode IDW (data dalam bentuk raster)


c. Pembagian kelas tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat dengan xxystem natural
breaks (data dalam bentuk polygon),

Proses Reclassify

Klasifikasi kelas dengan Teknik natural breaks yang dibagi atas 3 kelas
Lampiran 6: Kuisioner Pakar untuk Bobot dan Rating SWOT

STRATEGI MITIGASI DAN ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP RISIKO


BENCANA BANJIR PADA DAS JENEBERANG DI KABUPATEN GOWA

Pengantar
Kuisioner ini merupakan bagian integral dan sekaligus bagian yang menentukan
dalam mewujudkan penelitian yang berjudul “Strategi Mitigasi dan Adaptasi
Masyarakat terhadap risiko bencana banjir pada DAS Jeneberang di
Kabupaten Gowa”. Oleh karena itu penting bagi peneliti untuk memperoleh data
dan informasi terkait penilaian indikator tiap faktor yang berpengaruh yang aktual
sesuai dengan kondisi nyata objek penelitian. Oleh karena itu mengingat
pentingnya jawaban tersebut, maka diharapkan Bapak/ Ibu/ Saudara (i) dapat
menjawabnya secara jujur, dan objektif.
Atas kerjasama dan bantuannya kami ucapkan banyak terima kasih

Hormat saya

Try Novianto W.

Peneliti Pascasarjana Perencanaan


Pengembangan wilayah
Universitas Hasanuddin
Tujuan dari penelitian ini adalah peneliti ingin mendapatkan saran mengenai skor yang
tepat untuk bobot dan rating dari setiap xxiiiystem-faktor yang berpengaruh dalam
analisis SWOT (Strenght, Weakneess, opportunity dan Threat). Responden penelitian
adalah orang-orang yang dianggap memiliki kompetensi atau perhatian terkait dengan
masalah banjir di Kabupaten Gowa pada bagian DAS Jeneberang. Dalam kuesioner
ini terbagi atas dua (2) bagian yaitu penetuan bobot dan pemeringkatan yang akan
diolah setelah mendapatkan cukup responden.

IDENTITIAS RESPONDEN

Nama :

Pekerjaan/Jabatan :

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

Alamat :

1. PENENTUAN BOBOT

Petunjuk
Beri tanda silang pada kolom Pilihan yang Bapak/Ibu pilih, jika :

Sangat tidak penting 1


Tidak Penting 2
Agak Penting 3
Penting 4
Sangat Penting 5
Daftar Pertanyaan
No Pertanyaan Pilihan
1 2 3 4 5
Faktor Internal Strenght (Kekuatan)
1 Sebagian masyarakat telah melakukan upaya-
upaya adaptasi dan mitigasi secara mandiri
seperti meninggikan lantai rumah ,
2 Interaksi sosial masyarakat dengan
melakukan gotong royong dalam kegiatan-
kegiatan pemeliharaan lingkungan seperti
membersihkan lingkungan, dan menanam
pohon
3 Kearifan lokal masyarakat yang masih
dipertahankan seperti model bangunan bugis
makassar dengan rumah tinggi/bertingkat.
4 Telah terdapat tanggul disepanjang sungai
jeneberang untuk daerah yang berada dekat
dengan permukiman
Faktor Internal Weakness (Kelemahan)
1 Perilaku masyarakat yang cenderung kurang
peduli terhadap kebersihan lingkungan , (
masyarakat yang membuang sampah dan
sisa material tidak pada tempatnya)
2 Umumnya masyarakat belum mengetahui
tentang peringatan dini bencana ( Early
warning system ) dan upaya-upaya evakuasi
yang seharusnya mereka lakukan pada saat
terjadi bencana
3 Banyaknya masyarakat yang bermukim di
sempadan sungai dan sebagian melanggar
peraturan tentang pembangunan di daerah
sempadan
4 Masih Kurangnya infrastruktur terutama
kualitas dan kapasitas drainase di
permukiman untuk menampung dan
mengalirkan air ke sungai
5 Rusaknya tanggul di beberapa wilayah

6 Adanya kesenjangan ekonomi dan 24ystem


dalam masyarakat
Faktor Eksternal Opportunities (Peluang)
1 Adanya instrument peraturan daerah serta
kebijakan pelaksanan oleh pemimpin daerah
yang menugaskan kepada berbagai instansi
terkait untuk bekerjasama dalam
penanggulangan bencana di Kabupaten
Gowa
2 Adanya instansi BPBD Kabupaten Gowa yang
memiliki peran sentral dalam fungsi
pencegahan bencana, penanganan darurat,
rehabilitasi, serta rekonstruksi pasca bencana
3 DAS Jeneberang sebagai DAS prioritas
nasional membuat pemerintah pusat maupun
provinsi telah menyusun berbagai program
untuk melakukan upaya mitigasi bencana di
wilayah DAS Jeneberang
4 Adanya sistem informasi bencana dengan
early warning system

5 Perkembangan teknologi dan informasi


membuat peluang untuk menyalurkan
informasi mengenai mitigasi dan tanggap
bencana kepada masyarakat bisa berjalan
lebih cepat dan efektif
Faktor Eksternal Threaths (Ancaman)
1 Terjadinya Deforestasi dan degradasi hutan
pada wilayah hulu DAS Jeneberang
2 Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi
yang diiringi dengan meningkatnya
perubahan penutupan dan penggunaan
lahan untuk permukiman terutama di
perkotaan
3 Isu Perubahan iklim Global dimana cuaca dan
iklim cenderung ekstrim dan sulit untuk
diprediksi
4 Pandemi Global yang sewaktu-waktu dapat
terjadi
PENENTUAN RATING
Petunjuk
Beri tanda silang pada kolom Pilihan yang Bapak/Ibu pilih, Jika:

Alternatif pemberian peringkat terhadap faktor-faktor internal dan eksternal dinilai

berdasarkan peringkat masing-masing 26ystem dengan nilai sebagai berikut :

Sangat Lemah 1

Lemah 2

Kuat 3

Sangat Kuat 4
Daftar Pertanyaan

Pilihan
No Pertanyaan
1 2 3 4
Faktor Internal Strenght (Kekuatan)
Sebagian masyarakat telah
melakukan upaya-upaya adaptasi
1
dan mitigasi secara mandiri seperti
meninggikan lantai rumah ,
Interaksi sosial masyarakat dengan
melakukan gotong royong dalam
2 kegiatan-kegiatan pemeliharaan
lingkungan seperti membersihkan
lingkungan, dan menanam pohon
Kearifan lokal masyarakat yang
masih dipertahankan seperti model
3
bangunan bugis makassar dengan
rumah tinggi/bertingkat.
Telah terdapat tanggul disepanjang
sungai jeneberang untuk daerah
4
yang berada dekat dengan
permukiman
Faktor Internal Weakness (Kelemahan)
Perilaku masyarakat yang
cenderung kurang peduli terhadap
kebersihan lingkungan , (
1 masyarakat yang membuang
sampah dan sisa material tidak pada
tempatnya)
Umumnya masyarakat belum
mengetahui tentang peringatan dini
bencana ( Early warning system )
2 dan upaya-upaya evakuasi yang
seharusnya mereka lakukan pada
saat terjadi bencana
Banyaknya masyarakat yang
bermukim di sempadan sungai dan
3 sebagian melanggar peraturan
tentang pembangunan di daerah
sempadan
Masih Kurangnya infrastruktur
terutama kualitas dan kapasitas
4 drainase di permukiman untuk
menampung dan mengalirkan air ke
sungai
Rusaknya tanggul di beberapa
5 wilayah
Adanya kesenjangan ekonomi dan
6 sosial dalam masyarakat
Pilihan
No Pertanyaan
1 2 3 4
Faktor Eksternal Opportunities (Peluang)
Adanya instrument peraturan
daerah serta kebijakan pelaksanan
oleh pemimpin daerah yang
1 menugaskan kepada berbagai
instansi terkait untuk bekerjasama
dalam penanggulangan bencana di
Kabupaten Gowa
Adanya instansi BPBD Kabupaten
Gowa yang memiliki peran sentral
2 dalam fungsi pencegahan bencana,
penanganan darurat, rehabilitasi,
serta rekonstruksi pasca bencana
DAS Jeneberang sebagai DAS
prioritas nasional membuat
pemerintah pusat maupun provinsi
3 telah menyusun berbagai program
untuk melakukan upaya mitigasi
bencana di wilayah DAS Jeneberang
Adanya sistem informasi bencana
4 dengan early warning system
Pemanfaatan teknologi digital dalam
5 informasi bencana secara daring
Faktor Eksternal Threaths (Ancaman)
Terjadinya Deforestasi dan
1 degradasi hutan pada wilayah hulu
DAS Jeneberang
Pertumbuhan penduduk yang cukup
tinggi yang diiringi dengan
meningkatnya perubahan
2 penutupan dan penggunaan lahan
untuk permukiman terutama di
perkotaan
Isu Perubahan iklim Global dimana
3 cuaca dan iklim cenderung ekstrim
dan sulit untuk diprediksi
Pandemi Global yang sewaktu-
4 waktu dapat terjadi
Lampiran 6 : Pengolahan Hasil Pengambilan Data Bobot dan Rating
1. Perhitungan Bobot
Pilihan Bobot
Faktor Internal
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 Rata-rata Relatif
Strenght (Kekuatan)
Sebagian masyarakat telah 3 4 4 4 2 3 5
melakukan upaya-upaya adaptasi
dan mitigasi secara mandiri 3,57 0,086
seperti meninggikan lantai rumah ,
Interaksi sosial masyarakat 2 5 5 5 5 5 5
dengan melakukan gotong royong
dalam kegiatan-kegiatan
4,57 0,110
pemeliharaan lingkungan seperti
membersihkan lingkungan, dan
menanam pohon
Kearifan 28yste masyarakat yang 1 3 4 4 3 4 5
masih dipertahankan seperti
model bangunan bugis makassar 3,43 0,082
dengan rumah tinggi/bertingkat.
Telah terdapat tanggul 5 4 5 5 4 3 4
disepanjang sungai jeneberang
4,29 0,103
untuk daerah yang berada dekat
dengan permukiman
Weakness (Kelemahan)
Perilaku masyarakat yang 5 5 5 4 1 4 5
cenderung kurang peduli terhadap 4,14 0,100
kebersihan lingkungan
Umumnya masyarakat belum 4 5 5 5 4 4 4
mengetahui tentang peringatan
dini bencana ( Early warning
system ) dan upaya-upaya 4,43 0,107
evakuasi yang seharusnya
mereka lakukan pada saat terjadi
bencana
Banyaknya masyarakat yang 4 5 5 5 5 4 5
bermukim di sempadan sungai
dan 28ystem28n melanggar 4,71 0,113
peraturan tentang pembangunan
di daerah sempadan
Masih Kurangnya infrastruktur 5 5 5 4 5 4 5
terutama kualitas dan kapasitas
drainase di permukiman untuk 4,71 0,113
menampung dan mengalirkan air
ke sungai
Rusaknya tanggul di beberapa 3 5 5 4 5 5 4 4,43 0,107
wilayah
Adanya kesenjangan ekonomi dan
3 2 4 4 3 4 3 3,29 0,079
sosial dalam masyarakat
Total 41,57 1,000
Pilihan Bobot
Faktor Eksternal
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 Rata-rata
Opportunities (Peluang)
Adanya instrument peraturan
daerah serta kebijakan
pelaksanan oleh pemimpin daerah
yang menugaskan kepada
5 5 5 5 5 5 4 4,86 0,124
berbagai instansi terkait untuk
bekerjasama dalam
penanggulangan bencana di
Kabupaten Gowa
Adanya instansi BPBD Kabupaten
Gowa yang memiliki peran sentral
dalam fungsi pencegahan
4 4 5 4 5 3 5 4,29 0,109
bencana, penanganan darurat,
rehabilitasi, serta rekonstruksi
pasca bencana
DAS Jeneberang sebagai DAS
prioritas nasional membuat
pemerintah pusat maupun provinsi
telah 29 ystem 29 n berbagai 4 5 5 4 5 4 4 4,43 0,113
program untuk melakukan upaya
mitigasi bencana di wilayah DAS
Jeneberang
Adanya 29 ystem informasi
bencana dengan early warning 4 5 5 5 5 4 4 4,57 0,117
system
Perkembangan teknologi dan
informasi membuat peluang untuk
menyalurkan informasi mengenai
4 5 5 4 5 4 4 4,43 0,113
mitigasi dan tanggap bencana
kepada masyarakat bisa berjalan
lebih cepat dan efektif
Threaths (Ancaman)
Terjadinya Deforestasi dan
degradasi hutan pada wilayah 4 5 5 4 5 5 5 4,71 0,120
hulu DAS Jeneberang
Pertumbuhan penduduk yang
cukup tinggi yang diiringi dengan
meningkatnya perubahan
4 4 4 4 4 4 5 4,14 0,106
penutupan dan penggunaan lahan
untuk permukiman terutama di
perkotaan
Isu Perubahan iklim Global
dimana cuaca dan iklim
4 4 4 4 4 4 4 4,00 0,102
cenderung ekstrim dan sulit untuk
diprediksi
Pandemi Global yang sewaktu-
4 4 4 3 5 3 3 3,71 0,095
waktu dapat terjadi
Total 39,14 1,000
R1 (Responden 1) Analis Data, Bappeda Kabupaten Gowa
R2 (Responden 2) Kabid Pertanahan, Dinas Perumahan & Pertanahan
R3 (Responden 3) Analis Bidang Pengairan dan Irigasi, Dinas PU
R4 (Responden 4) Kasubid perenc dan pelaporan, Dinas Permahan & Pertnhan
R5 (Responden 5) Kasubid PEPK, Bidang PPSDALH , P3E Sulawesi Maluku
R6 (Responden 6) Kasubid Hutan, Bidang PPSDALH , P3E Sulawesi Maluku
R7 (Responden 7) Kabid Evaluasi & Tindak lanjut , P3E Sulawesi Maluku
2. Perhitungan Rating

Pilihan Rating
Faktor Internal
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 Rata-rata
Strenght (Kekuatan)
Sebagian masyarakat telah melakukan 2 3 3 3 1 2 4 2,57
upaya-upaya adaptasi dan mitigasi
secara mandiri seperti meninggikan
lantai rumah ,
Interaksi sosial masyarakat dengan 2 2 4 4 4 3 4 3,29
melakukan gotong royong dalam
kegiatan-kegiatan pemeliharaan
lingkungan seperti membersihkan
lingkungan, dan menanam pohon
Kearifan lokal masyarakat yang masih 2 2 3 3 2 3 3 2,57
dipertahankan seperti model bangunan
bugis makassar dengan rumah
tinggi/bertingkat.
Telah terdapat tanggul disepanjang 4 3 4 3 3 3 3 3,29
sungai jeneberang untuk daerah yang
berada dekat dengan permukiman
Weakness (Kelemahan)
Perilaku masyarakat yang cenderung 4 2 4 3 4 1 4 3,14
kurang peduli terhadap kebersihan
lingkungan
Umumnya masyarakat belum 3 2 4 2 2 2 2 2,43
mengetahui tentang peringatan dini
bencana ( Early warning system ) dan
upaya-upaya evakuasi yang
seharusnya mereka lakukan pada saat
terjadi bencana
Banyaknya masyarakat yang bermukim 3 2 4 3 4 1 4 3,00
di sempadan sungai dan sebagian
melanggar peraturan tentang
pembangunan di daerah sempadan
Masih Kurangnya infrastruktur 3 3 4 3 3 2 4 3,14
terutama kualitas dan kapasitas
drainase di permukiman untuk
menampung dan mengalirkan air ke
sungai
Rusaknya tanggul di beberapa wilayah 2 2 4 3 4 2 3 2,86
Adanya kesenjangan ekonomi dan 2,14
sosial dalam masyarakat
2 2 3 2 2 2 2
Total
Pilihan Rating
Faktor Eksternal
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 Rata-rata
Opportunities (Peluang)
Adanya instrument peraturan daerah 3,57
serta kebijakan pelaksanan oleh
pemimpin daerah yang menugaskan
kepada berbagai instansi terkait untuk
3 3 4 4 4 4 3
bekerjasama dalam penanggulangan
bencana di Kabupaten Gowa
Adanya instansi BPBD Kabupaten 3,57
Gowa yang memiliki peran sentral
dalam fungsi pencegahan bencana, 3 4 4 3 4 3 4
penanganan darurat, rehabilitasi, serta
rekonstruksi pasca bencana
DAS Jeneberang sebagai DAS prioritas 3,29
nasional membuat pemerintah pusat
maupun provinsi telah menyusun
berbagai program untuk melakukan
3 3 4 3 4 3 3
upaya mitigasi bencana di wilayah DAS
Jeneberang
Adanya sistem informasi bencana 3,29
dengan early warning system
3 4 4 3 4 3 2
Perkembangan teknologi dan informasi 3,29
membuat peluang untuk menyalurkan
informasi mengenai mitigasi dan 3 4 4 3 4 3 2
tanggap bencana kepada masyarakat
bisa berjalan lebih cepat dan efektif
Threaths (Ancaman)
Terjadinya Deforestasi dan degradasi 3,14
hutan pada wilayah hulu DAS 3 3 4 3 4 1 4
Jeneberang
Pertumbuhan penduduk yang cukup 3,14
tinggi yang diiringi dengan
meningkatnya perubahan penutupan 3 3 3 3 4 2 4
dan penggunaan lahan untuk
permukiman terutama di perkotaan
Isu Perubahan iklim Global dimana 2,71
cuaca dan iklim cenderung ekstrim dan 3 3 3 3 3 2 2
sulit untuk diprediksi
Pandemi Global yang sewaktu-waktu 2,71
dapat terjadi
3 3 3 2 4 2 2
Total
R1 (Responden 1) Analis Data, Bappeda Kabupaten Gowa
R2 (Responden 2) Kabid Pertanahan, Dinas Perumahan & Pertanahan
R3 (Responden 3) Analis Bidang Pengairan dan Irigasi, Dinas PU
Kasubid perenc dan pelaporan, Dinas Permahan &
R4 (Responden 4)
Pertnhan
R5 (Responden 5) Kasubid PEPK, Bidang PPSDALH , P3E Sulawesi Maluku
R6 (Responden 6) Kasubid Hutan, Bidang PPSDALH , P3E Sulawesi Maluku
R7 (Responden 7) Kabid Evaluasi & Tindak lanjut , P3E Sulawesi Maluku
Lampiran 7 : Tabel Pair Wise Comparison Penentuan Strategi Prioritas

ALTERNATIF STRATEGI SO1 SO2 SO3 WO1 WO2 WO3 WO4 ST1 ST2 WT1 WT2 Skor Rangking
0,7 0,6 0,8
SO1 (S1,S2-O1,O2,O3) 0,6 0,6 0,4 0,6 0,4 0,4 0,7 5,8 4
0,7 0,6 0,7
SO2 (S1,S2-O1) 0,4 0,7 0,5 0,6 0,4 0,4 0,6 5,6 5
0,6 0,6 0,6
SO3 (S3-O1,O2) 0,4 0,3 0,4 0,4 0,3 0,2 0,6 4,4 7
0,6 0,7 0,7
WO1 (W1, W3-O1,O2,O3) 0,6 0,5 0,7 0,6 0,4 0,4 0,7 5,9 3
0,6 0,6 0,6
WO2 (W2-O4,O5) 0,4 0,4 0,6 0,4 0,3 0,3 0,6 4,8 6
0,8 0,8 0,9
WO3 (W3,W4,W5-O1,O3) 0,6 0,6 0,8 0,6 0,6 0,6 0,7 7 1
0,6 0,6 0,7 0,6 0,7 0,4 0,7 0,8 0,8 0,9
WO4 (W1, W3-O1) 6,8 2
0,7 0,6 0,6
ST1 (S1,S2- T1,T3) 0,3 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,3 4,2 8
0,3 0,3 0,4 0,3 0,4 0,2 0,2 0,3 0,4 0,6
ST2 (S2,S3-T2,T3,T4) 3,4 10
0,6 0,6
WT1 (W1,W3, W6-T1-4) 0,2 0,4 0,4 0,3 0,4 0,2 0,2 0,4 3,7 9
0,4 0,4
WT2 (W6-O1,O2,O3-T1) 0,3 0,3 0,4 0,3 0,4 0,1 0,1 0,4 3,1 11
Lampiran 8 : DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai