Oleh:
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
Dosen
Pembimbing
Sidiq Setyawan,M.I.Kom.
NIK. 110.1675
HALAMAN PENGESAHAN
OLEH
RIFDA NADIA AUFA
L100140094
Dewan Penguji:
Dekan,
Nurgiyatna, ST., M.Sc., Ph.D
NIK. 881
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Penulis
L100140094
ANALISIS DIFUSI INOVASI KAMPUNG PELANGI
DI DESA WISATA BEJALEN
Abstrak
Desa wisata merupakan kawasan yang terletak di pedesaan dimana memiliki suatu
karakteristik tersendiri seperti tradisi dan lingkungan yang masih asli serta
memiliki kearifan lokal yang dapat ditonjolkan. Kampung Pelangi adalah suatu
inovasi bersama yang disepakati oleh masyarakat Desa Wisata Bejalen dengan
tujuan untuk menarik pengunjung serta meningkatkan perekonomian masyarakat
dan kesadaran akan kebersihan lingkungan. Peneliti lebih lanjut menganalisis
dampak yang terjadi terhadap Desa Wisata Bejalen dan masyarakatnya setelah
mengadopsi inovasi Kampung Pelangi melalui tahapan-tahapan proses
pengambilan keputusan inovasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif dengan tujuan menjelaskan dampak dari inovasi Kampung
Pelangi melalui proses pengambilan keputusan inovasi melalui data-data yang
diperoleh. Peneliti menggunakan data primer berupa wawancara mendalam dan
observasi non-partisipan. Sedangkan data sekunder berupa dokumentasi.
Pengambilan sampel dilakukan secara non probabilitas menggunakan teknik
sampling snowball sampling dengan key informant Kepala Desa Bejalen.
Selanjutnya data akan dianalisis menggunakan model interaktif milik Miles dan
Huberman. Untuk validitas data peneliti menggunakan triangulasi sumber data.
Hasil dari penelitian ini adalah komunikasi yang terjadi selama proses adopsi
inovasi Kampung Pelangi oleh masyarakat Desa Wisata Bejalen berupa
komunikasi kelompok saat dicetuskannya inovasi Kampung Pelangi dan
sosialisasi mengenai inovasi Kampung Pelangi, komunikasi organisasi saat proses
sosialisasi inovasi Kampung Pelangi, serta komunikasi massa melalui papan-
papan sapta pesona dan penggunaan media facebook. Inovasi Kampung Pelangi
berdampak terhadap Desa Wisata Bejalen dan masyarakatnya dari segi ekonomi,
kebersihan serta perubahan pola pikir dan perilaku masyarakatnya.
Kata kunci: Kampung Pelangi, Difusi Inovasi, Komunikasi Pembangunan,
Adopsi Inovasi.
Abstract
Tourism is an area located in the countryside that has its own characteristics such
as traditions and environments that are still original and have local wisdom that
can be showed. Rainbow Village is a joint innovation that was agreed by Bejalen
Tourism Village society with aim of attracting visitors also improving the
community's economy and awareness of environmental cleanliness. The
researcher analyzed the impact on Bejalen Tourism Village and its community
after adopting Rainbow Village innovations through the stages of the innovation
decision-making process. This research using qualitative descriptive method with
the aim of explaining the impact of Rainbow Village innovation through an
innovation decision-making process with the data obtained. The researcher used
primary data in the form of in-depth interviews and non-participant observation.
While secondary data in the form of documentation. Sampling was done on a non-
probability basis using the snowball sampling technique with the key informant
Bejalen Village Chief. Then the data will be analyzed using interactive models
belonging to Miles and Huberman. For data validity, researchers use
triangulation of data sources. The results of this study were communication that
occurred during the process of adopting Rainbow Village innovations by the
Bejalen Tourism Village society in the form of group communication when
Rainbow Village innovation was initiated and socialization of Rainbow Village
innovations, organizational communication during the Rainbow Village
innovation socialization process, and mass communication through Sapta Pesona
boards and use of Facebook. The innovation of Rainbow Village has an impact on
the Bejalen Tourism Village and its society in terms of economy, cleanliness and
changes in the mindset and behavior of its people.
Keywords: Rainbow Village, Diffusion of Innovation, Development
Communication, Adoption of Innovation.
1. PENDAHULUAN
Desa sebagai tempat berkumpulnya para individu perlu melakukan perubahan
agar memiliki suatu nilai khusus sehingga masyarakatnya berkembang dan
berdaya. Agar suatu desa menjadi berkembang dan berdaya maka dibutuhkan
peran dari seluruh masyarakat desa itu sendiri serta adanya suatu ide baru. Salah
satu faktor terjadinya perubahan adalah karena adaya suatu penemuan, ide atau
inovasi yang kemudian disebarkan kepada masyarakat suatu desa untuk diterima
dan diadopsi. Penyebaran ide baru tersebut pastilah membutuhkan proses hingga
akhirnya masyarakat dapat menerima ide baru tersebut atau bahkan menolaknya.
Peran partisipan yang aktif akan mendukung pengembangan
dilingkungannya, salah satunya dalam aspek pariwisata. Pembangunan dapat
berhasil jika masyarakatnya ikut berpartisipasi serta adanya komunikasi.
Komunikasi dibutuhkan untuk menyampaikan tujuan ataupun perencanaan dari
pembangunan itu sendiri (Wicaksono, 2017). Pembangunan sendiri berarti usaha
untuk mengkomunikasikan suatu program pembangunan kepada masyarakat luas
yang mendidik dan memotivasi masyarakat (Sucahya & Surahman, 2017).
Program pembangunan dalam penelitian ini yaitu inovasi.
Desa wisata sebagai desa yang menawarkan kearifan lokal dan masih asli
juga perlu melakukan pembangunan. Yoeti mendefinisikan desa wisata sebagai
kawasan yang terletak di pedesaan dimana memiliki suatu karakteristik tersendiri
(Zakaria & Suprihardjo, 2014). Karakteristik yang dimaksud seperti tradisi yang
masih asli, lingkungan yang asli dan terjaga, memiliki makanan khas, serta
kearifan lokal yang dapat ditawarkan sebagai wisata. Seperti halnya Desa Wisata
Bejalen yang menawarkan kearifan lokalnya dalam hal perairan, pertanian, dan
perikanan yang masih alami.
Inovasi merupakan suatu hal yang baru maka dibutuhkan seseorang atau
sekelompok orang untuk mengedukasi masyarakat agar mengerti maksud dari
inovasi itu sendiri sehingga dapat diterima dan diterapkan di masyarakat desa
wisata tersebut dan diharapkan masyarakat bisa menjadi partisipan aktif
(Farihanto, 2016). Desa Wisata Bejalen ini memiliki suatu inovasi yang diberi
nama Kampung Pelangi. Kampung Pelangi sendiri yaitu inovasi dimana tempat
tinggal masyarakat Desa Wisata Bejalen di cat dengat cat berbagai macam warna
yang membentuk suatu gambar tertentu sebagai latarbelakang untuk
berfoto(“Visitbejalen.id,” n.d.). Kampung Pelangi dapat dikatakan sebagai suatu
inovasi karena masyarakat Desa Wisata Bejalen sebelumnya belum pernah ada ide
atau menggunakan ide seperti ini. Kampung pelangi tidak hanya perubahan dalam
hal warna tetapi juga hal kebersihan serta meningkatkan ekonomi masyarakatnya.
Dalam penelitian Hastuti & Ismayanti (2018) menjelaskan Kampung Pelangi
merubah kampung yang dulunya kumuh dengan sungainya yang dipenuhi sampah
menjadi kampung yang lebih indah, rapi, bersih serta mengangkat ekonomi
masyarakatnya.
Untuk menyebarkan inovasi dibutuhkan suatu komunikasi yang merata ke
seluruh masyarakat desa wisata dalam proses sosialisasi. Kelompok Sadar Wisata
Desa Wisata Bejalen berperan aktif sebagai agen penyeru dalam proses
komunikasi pembangunan untuk pemberdayaan masyarakat. Proses menyebarkan
inovasi ini disebut dengan istilah “Difusi Inovasi” dalam disiplin ilmu
komunikasi. Difusi sendiri merupakan salah satu jenis komunikasi yang berkaitan
dengan penyebaran pesan sebagai inovasi (Pratama, 2016).
Difusi Inovasi sendiri menurut Rogers merupakan proses untuk
mengkomunikasikan dan menyebarkan suatu ide baru atau inovasi melalui saluran
tertentu dengan waktu tertentu kepada masyarakat (Wood, 2017). Difusi Inovasi
merupakan bagian dari komunikasi karena diperlukan komunikasi untuk
menyebarkan suatu inovasi. Terdapat empat elemen pokok dalam proses difusi
inovasi menurut Rogers yaitu The Innovation atau inovasi, Communication
Channel atau saluran komunikasi, Time atau waktu, dan A Social System atau
Sistem Sosial (Setyawan, 2017).
Inovasi tidak diterima begitu saja setelah didifusikan. Terdapat proses atau
tahapan untuk pada akhirnya menerima atau bahkan menolak suatu inovasi.
Terdapat lima proses pengambilan keputusan dalam difusi inovasi menurut
Rogers yaitu Tahapan Pengetahuan, Tahapan Persuasi, Tahapan Keputusan,
Tahapan Implementasi, dan Tahapan Konfirmasi (Setyawan, 2017). Inovasi akan
memiliki dampak ketika diadopsi, baik dampak bagi desa maupun masyarakatnya.
Teori ini juga digunakan pada penelitian sebelumnya oleh Alkornia (2016)
dimana terdapat lima tahap dalam proses pengambilan keputusan adopsi inovasi,
sehingga kelima tahapan tersebut relevan untuk digunakan dalam mengamati
proses adopsi inovasi di Desa Wisata Bejalen. Kampung Pelangi sebagai suatu
inovasi tentu akan didifusikan kepada masyarakat luas yaitu masyarakat Desa
Wisata Bejalen, sehingga perlu diteliti menggunakan teori difusi inovasi karena
terdapat proses pengambilan keputusan adopsi inovasi. Peneliti tertarik untuk
meneliti bagaimana dampak yang terjadi terhadap Desa Wisata Bejalen dan
masyarakatnya setelah adanya pengambilan keputusan mengadopsi inovasi
Kampung Pelangi.
1.1 Komunikasi Pembangunan dalam Desa Wisata
Komunikasi pembangunan merupakan suatu strategi dalam penyebaran informasi
pembangunan dengan prinsip pemberdayaan kepada khalayak (Badri, 2016).
Pembangunan biasanya dilakukan di daerah-daerah yang masih tertinggal baik dari
segi ekonomi maupun kesejahteraan masyaraktnya. Dalam artikel Kementerian
Pariwiwsata tahun 2011 menyatakan sedang banyak dilakukan pembangunan desa-
desa di Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan masyaraktnya dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada di desa itu. Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif mentargetkan ada 2.000 desa wisata di tahun 2014 dengan tujuan
membentuk masyarakat sadar wisata yang memahami potensi wisata di desanya
sehingga dapat dimanfaatkan menjadi objek wisata (“Kemenpar.go.id,” n.d.).
Pembangunan membutuhkan partisipasi dari masyarakatnya mulai dari
proses perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi (Sulaiman, Sugito, & Sabiq,
2016). Masyarakat perlu memiliki pola pikir sadar wisata yang mana diharapkan
dapat meningkatkan pemahaman sehingga mendorong masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata (Nursaid & Armawi, 2016).
Menurut Rogers konsep pemberdayaan masyarakat ini berkaitan dengan
pembangunan sosial dimana dalam lingkungan tersebut terdapat perubahan
menuju suatu sistem sosial yang lebih baik dan masyarakat menjadi partisipan
aktif. Pembangunan sedikitnya melibatkan tiga komponen utama yang pertama
adalah komunikator yang dapat berupa pemerintah, opinion leader ataupun agent
of change. Kedua, pesan yang berisi ide-ide atau inovasi. Ketiga, komunikan yaitu
masyarakat luas yang menjadi sasaran pembangunan (Zainal & Sarwoprasodjo,
2018).
Desa Wisata sendiri merupakan salah satu penerapan pembangunan dalam
sektor pariwisata dimana menjunjung nilai asli budaya dari desa tersebut (Dewi,
Fandeli, & Baiquni, 2013). Pembangunan desa merupakan upaya peningkatan
kualitas hidup untuk kesejahteraan masyarakat desanya dengan cara
pemberdayaan yang bertujuan untuk mengembangkan kemandirian dan
kesejahteraan dengan cara meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap,
pemanfaatan sumber daya, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan
potensi ekonomi lokal dan aspek lainnya (Undang Undang RI Nomor 6 Tahun
2014, n.d.)
Tujuan pembangunan desa wisata melalui pemberdayaan masyarakat
tersebut tidak hanya pembangunan dari segi ekonomi saja melainkan dalam aspek
sosial dan budaya sehingga pembangunan dapat terwujud (Andriyani, Martono, &
Muhamad, 2017). Pemberdayaan masyarakat perlu dilakukan demi terciptanya
masyarakat wisata yang berkompeten baik secara ekonomi, sosial maupun budaya
agar optimal dalam setiap peluang yang muncul dari kegiatan desa wisata
(Hermawan, 2016). Maka dari itu dengan adanya Kampung Pelangi ini
merupakan suatu pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa Wisata Bejalen dimana masyarakatnya menjadi partisipan aktif dengan
wujud memberikan izin untuk tembok rumahnya diwarnai serta memberdayakan
masyarakatnya dalam kegiatan mengecat tembok rumah. Upaya pembangunan
tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya tarik pengunjung untuk
mengunjungi Desa Wisata Bejalen.
Hasil akhir dari pembangunan sendiri adalah difusi inovasi. Menurut
Rogers difusi inovasi merupakan proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui
saluran tertentu dan dalam waktu tertentu kepada khalayak. Partisipan akan
menciptakan dan menyebarkan informasi diantara anggotanya sehingga dapat
memiliki pemahaman yang sama (Rusadi, 2014).
1.2 Adopsi Inovasi dalam Difusi Inovasi
Menurut Rogers difusi inovasi merupakan teori yang menjelaskan mengenai
evolusi dan penyebaran suatu ide inovasi kepada khalayak melalui saluran
komunikasi dan adanya penerimaan dari pengadopsi (Yap & Chen, 2017). Rogers
berpendapat terdapat 4 elemen pokok dalam difusi inovasi yaitu:
Inovasi merupakan suatu ide atau gagasan baru bagi seseorang. Rogers
dalam (Isnawati, 2017) mengemukakan ada 5 karakteristik inovasi yaitu relative
advantage, compatibility, complexity, triability, dan observability. Pertama,
relative advantage (keuntungan relatif) merupakan tingkat kelebihan suatu inovasi
dilihat dari segi ekonomi, sosial, kenyamanan, dan kepuasan. Semakin besar
keuntungan relatif bagi adopter maka inovasi akan semakin cepat diadopsi.
Kedua, compatibility atau kesesuaian, apakah inovasi tersebut sesuai dengan nilai-
nilai, pengalaman, dan kebutuhan adopter. Ketiga, complexity (kerumitan),
seberapa mudah inovasi untuk dapat dimengerti. Semakin mudah dimengerti
maka akan semakin cepat diadopsi. Karakteristik yang keempat yaitu triability
atau dapat diuji coba, apakah inovasi tersebut dapat diuji coba terlebih dahulu.
Kelima, observability (kemungkinan diamati) yaitu bagaimana hasil dari suatu
inovasi dilihat orang lain. Semakin mudah dilihat hasil inovasi tersebut maka
semakin besar kemungkinan untuk diadopsi (Haida, 2017).
Saluran Komunikasi menurut Rogers dalam (Setyawan, 2017) ada 2
saluran yang digunakan dalam difusi inovasi yaitu mass media channels dan
interpersonal channels. Mass media channels (saluran media massa) merupakan
saluran yang mengirimkan pesan melalui radio, televisi, koran, dan lainnya yang
dapat mencakup audiens secara luas. Saluran media massa efektif untuk
menyebarkan inovasi kepada khalayak luas dimana hal tersebut mulai terjadi pada
tahap knowledge (tahap pengetahuan) dalam innovation decision process (proses
pengambilan keputusan inovasi) yaitu saat khalayak awal mengetahui inovasi
tersebut dan ingin mencari informasi lebih. Sedangkan interpersonal channels
(saluran interpersonal) memiliki cakupan yang lebih sempit tetapi lebih efektif
untuk membujuk orang karena bersifat lebih personal. Saluran interpersonal lebih
bertujuan untuk mengubah sikap atau perilaku khalayak secara personal dimana
terjadi mulai tahap decision. Saat seseorang telah memutuskan mengadopsi suatu
inovasi maka mereka akan bertukar informasi dengan orang yang lebih paham
mengenai inovasi tersebut (Nurhayati & Herawati, 2018).
Waktu dibutuhkan untuk mengadopsi suatu inovasi dengan periode
tertentu. Waktu yang dimaksudkan seperti waktu yang dibutuhkan untuk
seseorang menerima atau menolak suatu inovasi maupun jangka waktu cepat atau
lambatnya seseorang dalam mengadopsi inovasi (Sucahya & Surahman, 2017).
Sistem Sosial menjadi salah satu elemen penting dalam difusi inovasi.
Inovasi juga harus sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam
sistem sosial seseorang, kelompok, maupun organisasi yang hendak mengadopsi
inovasi tersebut. Inovasi yang sesuai dengan nilai dan persyaratan sistem sosial
akan diadopsi lebih cepat daripada yang tidak sesuai (Akın, 2016).
Suatu inovasi tentu tidak diterima begitu saja setelah didifusikan. Ada
tahapan-tahapan untuk pada akhirnya seseorang, kelompok, atau organisasi
memutuskan untuk menerima atau menolak suatu inovasi. Rogers mengemukakan
ada 5 tahap dalam proses memutuskan untuk mengadopsi suatu inovasi yaitu
knowledge, persuasion, decision, implementation, dan confirmation (Millen &
Gable, 2016).
“Jadi begini, Desa Bejalen itukan jadi desa wisata kan udah lama dan
cuma namanya aja desa wisata tapi istilahnya masyarakatnya nggak sadar
akan adanya desa wisata. Kemudian di tahun 2017 bulan Februari itu dinas
pariwisata kabupaten semarang mengadakan sosialisasi gerakan desa
wisata menjadi lebih bagus dan maju guna menggerakan ekonomi desa
juga. Setelah itu saya dan tim, kita diberi dana untuk menjadikan
Kampung Pelangi”.
Desa Wisata Bejalen sendiri telah dicanangkan sebagai desa wisata sejak
lama, seperti yang diungkapkan Informan 2:
Inovasi ini ada karena kurangnya minat pengunjung Desa Wisata Bejalen
sehingga masyarakat berkumpul dan berdiskusi untuk membuat suatu inovasi
guna menarik minat pengunjung kembali. Data pengunjung Desa Wisata Bejalen
Tahun 2016 menunjukkan hanya sekitar 900 pengunjung tiap bulannya dan
mayoritas hanya sekedar untuk memancing ikan, seperti yang diungkapkan
Informan 2:
“Kalo yang mancing itu tiap hari ada ya, sehari bisa 50, tapi rata-rata per
hari ya 30 orangan”.
“Kampung pelangi kalau saya pribadi ya jelas pelangi itu kan warna warni.
Ciri khasnya itu, ditunjang dengan namanya Kampung Pelangi ya semua
serba pelangi, entah cat rumah, genteng dan sebagainya, atau makanan,
Kampung Pelangi harus ditunjang itu. Sampai makanan juga”.
Tujuan dari Kampung Pelangi sendiri untuk menata kampung yang kumuh
agar menjadi kawasan wisata (Muntiaha, Egam, & Waani, 2017). Sama halnya
dengan apa yang diungkapkan Informan 4:
“Jadi kalo saya dulu baca-baca di artikel Kampung Pelangi itu biasanya
dibikin untuk istilahnya desa yang kumuh. Jadi desa yang kumuh itu kan
kemudian kalo dicat, dibersihkan itu kan jadi lebih baik lagi untuk
dipandang. Biasanya sih Kampung Pelangi itu menyelamatkan desa yang
kumuh-kumuh”.
Pada tahap ini komunikasi yang terjadi dalam mengajak dan menyebarkan
inovasi Kampung Pelangi terdapat pada level komunikasi kelompok, komunikasi
organisasi, dan komunikasi massa. Komunikasi kelompok merupakan komunikasi
yang dilakukan sekelompok orang yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan
bersama (Surya, 2016). Komunikasi kelompok dilakukan saat ketua PokDarWis
memberikan sosialisasi dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam
inovasi ini, seperti yang diungkapkan Informan 4:
“Ya paling kalo pas kumpulan RT, kumpulan ibu-ibu PKK, paling kan
menyampaikan dari kader, kaderkan nanti juga menyampaikan di RT
masing-masing”.
“Media komunikasi kalau anak muda kan lebih anak muda itu semacam
facebook. Umpama desa bejalen membangun nah itu nanti di share”.
“Yang jelas sih untuk keuntungan yang paling utama biasanya bagi
masyarakat itu ekonomi ya, karena ramai dulu banyak mereka yang jualan
kemudian bisa kerjasama dengan kita, mungkin itu sih, dari segi
ekonominya”.
“Salah satunya ya yang jualan omsetnya naik, terus yang punya rumah ini
biasanya ngga menghasilkan uang, kalau ada orang nyewa homestay kan
jadi berharga, terus nelayan-nelayan itu perahunya sekarang bisa
disewakan”.
Dalam penelitian Rizki (2018) yang berjudul “Proses Adopsi Inovasi Desa
Wisata Menari” menunjukkan hasil Desa Wisata Menari meningkatan dari segi
ekonomi dan sosial dimana pendapatan masyarakatnya meningkat serta
meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat. Sejalan dengan data yang
didapatkan peneliti, faktor ekonomi menjadi alasan bagaimana calon adopter
mengadopsi inovasi Kampung Pelangi. Karena dengan adanya inovasi ini maka
akan menambah jumlah pengunjung sehingga banyak pembeli serta penyewa
perahu.
3.2.2 Kesesuaian (Compatibility)
Suatu inovasi haruslah sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya, nilai, dan norma
yang ada. Apabila tidak sesuai maka inovasi akan sulit untuk diadopsi (Ahmad,
2016). Seperti halnya Desa Wisata Bejalen dengan inovasinya Kampung Pelangi
yang memang sesuai dengan kebutuhannya sebagai desa wisata untuk menarik
pengunjung, seperti yang diungkapkan Informan 1:
“Ya kalo kebutuhannya mungkin sesuai ya. Masyarakat kan juga butuh
pemasukan yang lebih dalam kehidupan. Kalo hanya mengandalkan
pertanian kan kaya musim ini kan kering jadi tidak panen”.
“Ya ada beberapa yang sesuai karena menjadikan desa jadi lebih bersih,
lebih enak dipandang juga, mungkin itu sih yang utama”.
“Dulu masa percobaan dulu. Memang yang di cat kan ga semua dulu,
cuman bantaran kali itu. Yang masuk-masuk gang desa ini kan dulu belum
cuma sekitar kali dulu pertama itu”.
Pada awalnya penerapan inovasi Kampung Pelangi tidak dilakukan secara
serentak. Proses percobaan dilakukan dengan mengawali membersihkan desa,
kemudian mengecat rumah-rumah daerah sekitar sungai sebagai pusat dari Desa
Wisata Bejalen hingga membentuk pola gambar tertentu.
3.2.5 Kemungkinan Untuk Diamati (Observability)
Bagaimana hasil dari suatu inovasi dapat dilihat orang lain. Semakin mudah untuk
dilihat maka besar kemungkinan untuk lebih mudah diadopsi (Ahmad, 2016).
Sebelum akhirnya mengadopsi, masyarakat Desa Wisata Bejalen mengamati
terlebih dahulu saat proses ujicoba Kampung Pelangi, seperti yang diungkapkan
Informan 4:
“He em mengamati dulu. Bagus ngga sih hasilnya, dampaknya apa sih”.
“Iya. Kadang malah warga “loh sana dicat kok gonku tidak..?”.
“Ok jadi tindakannya dulu karena itu dulu udah bagus jadi warga itu
menawarkan sendiri, “mas tolong dong rumah ku dicat sekalian”.
Namun juga ada beberapa yang menolak untuk mengadopsi inovasi ini,
seperti yang dikatakan oleh Informan 2:
“Tindakannya ya yang jelas memang pasti ada lah yang mau atau yang
engga, yang mengkritik kan pasti ada. Tapi kan kita jalan aja, kita tunggu
hasilnya”.
Tidak hanya pemudanya saja yang berpartisipasi aktif namun juga seluruh
masyarakatnya. Beberapa warga juga mengecat sendiri tembok rumahnya, seperti
yang dinyatakan Informan 2:
“Malah ada penduduk yang rumahnya nanti tak cat sendiri. Ya kan ada
penduduk yang di cat sendiri”.
Tidak hanya bentuk fisik yang warna warni saja namun setelah adanya
inovasi Kampung Pelangi ini kehidupan masyarakat Desa Wisata Bejalen
bergerak, ekonomi masyarakatnya juga terangkat, desa menjadi bersih, seperti
yang diungkapkan Informan 1:
Tidak hanya itu, Desa Wisata Bejalen sekarang juga dikenal banyak orang
dengan kesan positif, seperti pernyataan Informan 3:
“Pola pikir masyarakat desa bejalen udah sangat berubah untuk mengenai
sampah ya. Dulu kan banyak masyarakat desa bejalen yang membuang
sampah di sungai. Kemudian setelah dijadikan Kampung Pelangi mereka
jadi sungkan karena banyak tamu-tamu yang datang dan mereka malu kalo
buang sampah di sungai. Lebih santun sih sekarang, karena sering nemuin
tamu-tamu gitu kan kadang diajak ngobrol tamunya, yang dulu pemalu
sekarang engga, salah satunya itu”.
“Kemarin ada perlombaan juga sih antar RT itu biar satu desa bisa menjadi
Kampung Pelangi semua, ya dicat semua keseluruhan”.
“Memang uang yang dari Kampung Pelangi kan ada prosentase ADART
nya untuk ke desa. Kalau melihat kacamata umum sebenarnya udah
merasakan, karena kembali ke desa”.
Kondisi Kampung Pelangi sekarang ini setelah hampir dua tahun berjalan
dapat dikatakan menurun. Hal utama yang mempengaruhi adalah faktor alam
dimana dijelaskan oleh Informan 1:
Kembali ke tujuan awal dari inovasi Kampung Pelangi ini tidak lain untuk
menarik pengunjung agar mengunjungi Desa Wisata Bejalen namun kurang
didukung dengan hal yang ditawarkan sebagai desa wisata. Terkait dengan
Kampung Pelangi sebagai inovasi yang menarik untuk dijadikan latar belakang
berfoto tentu tidak bisa menyajikan gambar-gambar yang sama lagi karena
pengunjung akan merasa bosan. Maka pemuda Desa Wisata Bejalen membuat hal
baru untuk menarik pengunjung kembali yaitu dengan membuat spot foto baru di
area persawahan yang menghadap ke Rawa Pening, seperti yang diungkapkan
Informan 2:
“Ya kemarin sempet ada itu dicat ulang, terus menciptakan inovasi baru itu
yang arah sawah di timur desa itu ada kapal”.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H. M. Y. (2016). PENGARUH KARAKTERISTIK INOVASI
PERTANIAN TERHADAP KEPUTUSAN ADOPSI USAHA TANI
SAYURAN ORGANIK. Journal of Agroscience, 6(2), 1–14.
Akın, U. (2016). Innovation Efforts in Education and School Administration:
Views of Turkish School Administrators. Eurasian Journal of Educational
Research, 16(63), 243–260. https://doi.org/10.14689/ejer.2016.63.14
Alkornia, S. (2016). Difusi Inovasi Teknologi Green House di Kalangan Petani
Mangga (Studi Kualitatif terhadap Upaya Pengembangan Green House di
SKB Situbondo). Kanal, 5(1), 75–86.
https://doi.org/https://doi.org/10.21070/kanal
Almeida, J., Farias, J., & Carvalho, H. (2017). Drivers of the Technology
Adoption In Healthcare. Brazilian Business Review, 14(3), 336–351.
https://doi.org/10.15728/bbr.2017.14.3.5
Andriyani, A. A. I., Martono, E., & Muhamad. (2017). Pemberdayaan Masyarakat
Melalui Pengembangan Desa Wisata Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan
Sosial Budaya Wilayah ( Studi Di Desa Wisata Penglipuran Bali ). Jurnal
Ketahanan Nasional, 23(1), 1–16.
Asnamawati, L. (2015). STRATEGI PERCEPATAN ADOPSI DAN DIFUSI
INOVASI DALAM PEMANFAATAN MESIN TANAM PADI
INDOJARWO TRANSPLANTER DI KABUPATEN BENGKULU UTARA
PROVINSI BENGKULU.
Badri, M. (2016). PEMBANGUNAN PEDESAAN BERBASIS TEKNOLOGI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI (Studi pada Gerakan Desa
Membangun). Jurnal Risalah, 27(2), 62–73.
Dewi, M. H. U., Fandeli, C., & Baiquni, M. (2013). PENGEMBANGAN DESA
WISATA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL DI DESA
WISATA JATILUWIH TABANAN, BALI. KAWISTARA, 3(2), 129–139.
Faizaty, N. E., Rifin, A., & Tinaprilla, N. (2016). Proses Pengambilan Keputusan
Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya Kedelai Jenuh Air (Kasus: Labuhan
Ratu Enam, Lampung Timur). Jurnal AGRARIS, 2(2), 98–106.
https://doi.org/10.18196/agr.2230
Farihanto, M. N. (2016). DINAMIKA KOMUNIKASI DALAM
PEMBANGUNAN DESA WISATA BRAYUT KABUPATEN SLEMAN.
Jurnal Penelitian Pers Dan Komunikasi Pembangunan, 19(3), 203–214.
Haida, F. D. K. N. (2017). DIFUSI DAN ADOPSI INOVASI CYBER VILLAGE
SEBAGAI FASILITAS INTERNET DESA ( Studi Deskriptif Kualitatif
Difusi Inovasi dan Adopsi Inovasi Cyber Village Pada Remaja di Desa
Campurejo, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung).
Halik, A. (2013). Komunikasi Massa. Makassar: Alauddin University Press.
Hastuti, P., & Ismayanti, D. (2018). ANALISIS DAMPAK WISATA
KAMPUNG PELANGI TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN
MASYARAKAT SEKITAR (PEDAGANG) DI KELURAHAN
KEMUNING KECAMATAN BANJARBARU SELATAN. JIEB : JURNAL
ILMIAH EKONOMI BISNIS, 4(1), 29–35.
Hermawan, H. (2016). Dampak pengembangan desa wisata nglanggeran terhadap
ekonomi masyarakat lokal. Jurnal Pariwisata, III(2), 105–117.
Isnawati. (2017). Difusi Inovasi Program Keluarga Berencana “Dua Anak Lebih
Baik” dalam Mengendalikan Pertumbuhan Penduduk Desa Lompio
Kecamatan Sirenja Kabupaten Donggala. Jurnal Online Kinestik, 4(1), 115–
128.
Katuuk, O. M., Mewengkang, N., & Kalesaran, E. R. (2016). PERAN
KOMUNIKASI ORGANISASI DALAM MENINGKATKAN EKSISTENSI
SANGGAR SENI VOX ANGELICA. Acta Diurna, V(5), 1–10.
https://doi.org/10.3232/GCG.2015.V9.N3.03
Kemenpar.go.id. (n.d.). Retrieved from
http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=814 (Diakses Oktober
2018).
Lestaria, W. O. P., Bahar, H., & Munandar, S. (2016). Peran bidan dan dukun
dalam perawatan kehamilan ibu hamil di wilayah pesisir kecamatan abeli (
studi kasus ) kota kendari 2016.
Lin, J., & Cantoni, L. (2018). Decision, implementation, and confirmation:
Experiences of instructors behind tourism and hospitality MOOCs.
International Review of Research in Open and Distance Learning, 19(1), 1–
293. https://doi.org/10.19173/irrodl.v19i1.3402
Louisita, H. M. (2017). Pola Komunikasi Kelompok di Kalangan Lansia pada
Perkumpulan Ismoyo di Desa Gogor Kecamatan Wiyung Kelurahan Jajar
Tunggal Surabaya, 1(1), 37–48.
Meijer, S. S., Catacutan, D., Ajayi, O. C., Sileshi, G. W., & Nieuwenhuis, M.
(2015). The role of knowledge, attitudes and perceptions in the uptake of
agricultural and agroforestry innovations among smallholder farmers in sub-
Saharan Africa. International Journal of Agricultural Sustainability, 13(1),
40–54. https://doi.org/10.1080/14735903.2014.912493
Millen, R. A., & Gable, R. (2016). Closing the Gap Between Technological and
Best Practice Innovations : TPACK and DI. K-12 Education, 33.
Moleong, L. J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muntiaha, G. I. J., Egam, P. P., & Waani, J. O. (2017). Penerapan Konsep Urban
Tourism pada Perancangan Permukiman Sindulang Satu di Manado. Jurnal
Fraktal, 3(1), 41–50.
Nazir, M. (2014). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nurhayati, A., & Herawati, T. (2018). Analisis Faktor Adopsi Inovasi Perikanan
Budidaya Karamba Jaring Apung di Waduk Cirata. Jurnal Penyuluhan,
14(2), 281–288.
Nursaid, A., & Armawi, A. (2016). PERAN KELOMPOK BATIK TULIS
GIRILOYO DALAM MENDUKUNG KETAHANAN EKONOMI
KELUARGA (Studi Di Dusun Giriloyo, Desa Wukirsari, Kecamatan
Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta). Jurnal Ketahanan
Nasional, 22(2), 217–236.
Pratama, H. W. (2016). DIFUSI INOVASI DAN ADOPSI PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (Studi Difusi Inovasi dan Adopsi
Jaminan Kesehatan Nasional sebagai Program BPJS Kesehatan di Desa
Catur Kabupaten Boyolali). Retrieved from
https://eprints.uns.ac.id/id/eprint/25168
Pujileksono, S. (2015). Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Malang: Intrans
Publishing.
Rakhmat, J. (2009). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Rizki, M. (2018). PROSES ADOPSI INOVASI DESA WISATA MENARI.
Rogers, E. M. (1983). Diffusion of Innovations. New York: The Free Press A
Division of Macmillan Publishing Co., Inc.
Rusadi, U. (2014). MAKNA DAN MODEL KOMUNIKASI PEMBANGUNAN.
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA, 18(1), 89–104.
Safira, A. M., Perbawasari, S., & Sani, A. (2018). PROSES SELEKSI LOKASI
PADA PROGRAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK SADAR WISATA
DI KOTA DEPOK. Jurnal Penelitian Komunikasi, 21(1), 87–100.
https://doi.org/10.20422/jpk.v21i1.204
Sarosa, S. (2012). Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Indeks.
Setijawibawa, M. (2015). EVALUASI MODEL BISNIS PADA PERUSAHAAN
X MENGGUNAKAN BUSINESS MODEL CANVAS. AGORA, 3(1), 305–
313.
Setyawan, S. (2017). Pola Proses Penyebaran Dan Penerimaan Informasi
Teknologi Kamera DSLR. Jurnal Komuniti, 9(2), 146–156.
Shao, G. (2007). The Diffusion of Online Banking: Research Trends from 1998 to
2006. Journal of Internet Banking and Commerce, 12(2).
Soemardjo, S. (2014). PERAN PUSAT LAYANAN INTERNET KECAMATAN
DALAM UPAYA MENYETIMULI MASYARAKAT MENUJU DESA
WISATA. Jurnal Penelitian Komunikasi, 17(1), 15–28.
Sucahya, M., & Surahman, S. (2017). Difusi Inovasi Program Bank Sampah
(Model Difusi Inovasi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Bank
Sampah Alam Lestari di Kota Serang Provinsi Banten). Jurnal Ilmu
Komunikasi, 8(1), 63–79.
Sukmarini, A. V., Cangara, H., & Amar, M. Y. (2013). Strategi Promosi
Mempertahankan Loyalitas Pelanggan Mobil Merek Toyota PT H. Kalla
Makassar Dalam Persaingan Otomotif di Makassar. Jurnal Komunikasi
KAREBA, 2(4), 1–14.
Sulaiman, A. I., Sugito, T., & Sabiq, A. (2016). Komunikasi Pembangunan
Partisipatif untuk Pemberdayaan Buruh Migran. Jurnal Ilmu Komunikasi,
13(2), 233–252.
Surya, T. (2016). Komunikasi Kelompok Komunitas Enlightened Ingress
Surabaya dalam Program Fun Ingress. Jurnal E-Komunikasi, 4(1), 2–10.
Tribunnews.com. (n.d.). Retrieved from
http://www.tribunnews.com/regional/2018/10/01/15-desa-wisata-kabupaten-
semarang-tak-lagi-aktif-ini-penyebabnya (Diakses November 2018).
Umar, H. (2002). Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Undang Undang RI Nomor 6 Tahun 2014.
Visitbejalen.id. (n.d.). Retrieved from http://visitbejalen.id/profil-desa/ (Diakses
Oktober 2018).
Wangke, W. M., Olfie, B., & Suzana, L. (2016). ADOPSI PETANI TERHADAP
INOVASI TANAMAN PADI SAWAH ORGANIK DI DESA MOLOMPAR
KECAMATAN TOMBATU TIMUR, KABUPATEN MINAHASA
TENGGARA. Agri-SosioEkonomi Unsrat, 12(2), 143–152.
Wicaksono, K. A. (2017). Partisipasi Masyarakat Dalam Pemberdayaan
Masyarakatmelalui Pengembangan Desa Wisata (Dewi) Menari Dusun
Tanon Desa Ngrawan Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
Wood, C. (2017). Barriers to Innovation Diffusion for Social Robotics Start-ups
And Methods of Crossing the Chasm. KTH Industrial Engineering and
Management, 63. Retrieved from https://kth.diva-
portal.org/smash/get/diva2:1109835/FULLTEXT01.pdf
Yap, M. H. T., & Chen, N. (2017). UNDERSTANDING YOUNG CHINESE
WINE CONSUMERS THROUGH INNOVATION DIFFUSION THEORY.
Tourism and Hospitality Management, 23(1), 51–68.
https://doi.org/https://doi.org/10.20867/thm.23.1.3
Zainal, A. G., & Sarwoprasodjo, S. (2018). STRATEGI KOMUNIKASI
POLITIK PEMERINTAHAN DAERAH DALAM MENINGKATKAN
PARTISIPASI MASYARAKAT PEDESAAN (Studi Program “Bupati
Ronda” di Kabupaten Lampung Tengah). MetaCommunication; Journal Of
Communication Studies, 3(1).
Zakaria, F., & Suprihardjo, R. D. (2014). Konsep Pengembangan Kawasan Desa
Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan.
Teknik Pomits, 3(2), C245–C249. https://doi.org/2337-3520