Anda di halaman 1dari 14

TEORI DIFUSI DAN INOVASI

MAGISTER PROMOSI KESEHATAN


KESEHATAN REPRODUKSI DAN HIV/AIDS
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya. Penyusun dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Epidemiologi Prilaku yang berjudul ” TEORI DISFUSI
INOVASI ”
Dalam Penyusunan tugas ini, penulis telah mendapat bimbingan, arahan dan bantuan
dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Drg. Zahroh Shaluhiyah,MPH,PhD

2. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam
penyusunan tugas ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan
makalah ini
Semarang, Oktober 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
TEORI DISFUSI INOVASI :
A.    PENGERTIAN
B.     ELEMEN-ELEMEN
C.     TAHAPAN PERISTIWA YANG MENCIPTAKAN PROSES DIFUSI
D.    TAHAPAN DARI PROSES ADOPSI INOVASI
E.     TAHAPAN ADOPTER
F.      PENERAPAN DAN KETERKAITAN TEORI
G.    APLIKASI TEORI DISFUSI INOVASI

DAFTAR PUSTAKA
TEORI DISFUSI INOVASI

Manusia pada umumnya adalah bersifat aktif yang dilakukuan secara sadar untuk
mengembangkan dirinya kearah yang lebih baik. Segala bentuk perubahan pada diri manusia
baik secara individu maupun kelompok dapat diamati dari perubahan – perubahan
perilakunya. Proses perkembangan manusia sebagian di tentukan oleh kehendak sendiri dan
sebagian di tentukan oleh alam atau lingkungan sekitarnya.

A.  PENGERTIAN
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi
disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada
sekelompok anggota dari sistem sosial.
Rogers (1961) dalam Mulyana S. (2009) mendefinisikan Inovasi sebagai, suatu bentuk
komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang berupa
gagasan baru.Selanjutnya, definisidifusi menyangkut “which is the spread of a new idea from
its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.” 
Parker (1974), mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperan memberi nilai
tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Difusi merupakan suatu tahapan dalam
proses perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan
dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan
melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima sebagai bagian
dari kegiatan produktif.

B.  ELEMEN- ELEMEN


Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat)
elemen pokok, yaitu:
1.    Inovasi;
Gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan
inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu
ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ”baru”
dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
2.    Saluran komunikasi;
”Alat” untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima.
Dalam memilih saluran komunikasi, sumber, paling tidak perlu memperhatikan:
a.    Tujuan diadakannya komunikasi dan
b.    Karakteristik penerima.
Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang
banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah
media massa.
Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara
personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
3.    Jangka waktu;
Proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk
menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan
dimensi waktu.
Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam:
a.    Proses pengambilan keputusan inovasi,
b.    Keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan
c.    Kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
4.    Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama
untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.   
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen
yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara
lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi
serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi.
Menurut Ardianto dkk (2009), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tahapan difusi
inovasi tersebut mencakup:
1.    Atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion),
a.    Keuntungan relative (relative advantage),
adalahinovasi dapat diterima oleh masyarakat apabila menguntungkan secara ekonomis atau
dapat meningkatkan prestise/status social serta kenyamanan dan kepuasan, juga merupakan
unsur yang penting.
b.    Kesesuaian (compatibility),
adalah suatu inovasi dirasakan ajeg atau konsisten dengan nilai – nilai yang berlaku,
pengalaman yang telah dimiliki, kesesuaian dengan tradisi dan kebutuhan mereka yang
melakukan adopsi.
c.    Kerumitan (complexity),
adalah mutu derajat dimana inovasi dirasakan sukar untuk dimengerti dan dipergunakan.
Selanjutnya Mulyana S (2009) mengatakan bahwa kerumitan dari inovasi, apabila
dilaksanakan oleh sasaran.Kompleksitas inovasi yang diterima oleh anggota dalam sistem
sosial sangat berpengaruh.
d.   Kemungkinan di coba (trialability),
adalah mutu derajat dimana inovasi di eksperimentasikan pada landasan yang
terbatas.Mulyana S. (2009) mengatakan bahwa, dapat diujicobakan, setiap inovasi yang
dibawa dapat diujicobakan dulu oleh sasaran sehingga dapat dilanjutkan/tidak, tergantung
dari persepsi sasaran terhadap inovasi tersebut.
e.    Kemungkinan diamati (observability),
adalahhasil inovasi dapat disaksikan oleh orang lain atau dapat dilihat/tampak, dapat
dikomunikasikan dan dapat dideskripsikan.
2.    Jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions),
a.    Keputusan individual:
1)   Keputusan optional melalui proses:
a)    Tahap kesadaran (awareness)
b)    Tahap menaruh minat (interest)
c)    Tahap penilaian (evaluation)
d)   Tahap percobaan (trial)
e)    Tahap penerimaan (adoption)
2)   Keputusan Kolektif
a)    Stimulasi minat ke arah kebutuhan terhadap ide baru (oleh stimulator)
b)   Inisiasi ide-ide baru dalam sistem sosial (inisiator, para pemula)
c)    Legitimasi ide baru melalui pemegang kekuasaan (pemerintah/pimpinan masyarakat)
d)   Keputusan bertindak (anggota sistem)
e)    Tindakan/pelaksanaan ide baru (anggota sistem sosial)
b.    Keputusan Otoritas:
Dimana suatu keputusan diambil dengan paksaan, atas dasar kepentingan atau mendesaknya
suatu inovasi untuk diadopsi atau digunakan atau karena urgensi dari suatu inovasi tersebut
harus digunakan dalam suatu sistem sosial. Karena apabila inovasi itu tidak segera
dikhawatirkan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Disini dalam pengambilan
keputusan tidak harus melalui tahapan-tahapan pengambilan keputusan.
3.    Saluran komunikasi (communication channel),
a.       Sumber,
b.      Media/khalayak
c.       Objek/interpersonal
4.    Kondisi sistem sosial (nature of social system),
Hal yang harus diperhatikan:
a.    Norma masyarakat,
b.    Toleransi terhadap penyimpangan
c.    Pola komunikasi.
5.    Peran agen perubah (change agents). 
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan agen: gencarnya promosi yang berorientasi pada
klien, kerjasama dengan tokoh masyarakat, kredibilitas agen di mata klien.

C.  TAHAPAN PERISTIWA YANG MENCIPTAKAN PROSES DIFUSI


1.    Mempelajari inovasi:
Tahapan ini merupakan awal ketika masyarakat mulai melihat dan mengamati inovasi baru
dari berbagai sumber, khususnya media massa. Pengadopsian awal biasanya merupakan
orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa
menangkap inovasi baru yang ada. Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit
diaplikasikan, maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika
yang dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih cepat
mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan melalui komunikasi
inerpersonal dan kedekatan secara fisik.
2.    Pengadopsian:
Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari. Diadopsi atau
tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset
membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk
mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap
kemampuan seseorang. Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang
tersebut biasanya bertanya pada diri sendiri, apakah mereka mampu melakukannya? Maka
mereka akan cenderung mengadopsi inovasi tersebut. Selain itiu, dorongan status juga
menjadi faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi inovasi.
Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi untuk
menunjukkan status sosialnya di hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh
nilai yang dimiliki individu tersebut serta persepri dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya
menyimpang atau ridak sesuai dengan nilai yang ia anut, maka ia tidak akan mengadopsinya.
Semakin besar pengorbanan yang dikeluarkan untuk mengadopsi sebuah inovasi, semakin
kecil tingkat adopsinya.
3.    Pengembangan jaringan sosial:
Seseorang yang telah mengadopsi sebuah inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada
jaringan sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh
masyarakat. Divusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu individu
lain melalui hubungan sosial yang mereka miliki. Riset menunjukkan bahwa sebuah
kelompok yang solid dan dekat satu sama lain mengadopsi inovasi melalui kelompoknya.
Dalam proses asopsi inovasi, komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat
menyadaran masyarakat mengenai penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi
interpersonal. Komunikasi interpersonal mempengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi
yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa.

D.  TAHAPAN DARI PROSES ADOPSI INOVASI

Rogers.E.M dan Shoemaker G.F.,dalam Mulyana S. (2009) mengemukakan bahwa ada


4 (empat) tahap, proses adopsi inovasi yaitu:
1.    Tahap munculnya pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan
bagaimana suatu inovasi berfungsi. Pada tahap ini, seseorang belum memiliki informasi
mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan
melalui berbagai saluran komunikasi yang ada.
2.    Tahap persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya)
membentuk sikap baik atau tidak baik
3.    Tahap pengambilan keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi
atau penolakan inovasi.
4.    Tahapan implementasi (Implementation), ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi sambil mempelajari tentang
inovasi tersebut.
5.    Tahapan konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan
lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang
sudah dibuat sebelumnya.

E.  TAHAPAN ADOPTER

Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima


inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi).Salah
satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah pengelompokkan berdasarkan kurva
adopsi, yang telah duji oleh Rogers (1961).  
Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:
1.    Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang,
berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.
2.    Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan
inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam
tinggi.
3.    Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh
pertimbangan, interaksi internal tinggi.
4.    Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan
inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu
hati-hati.
5.    Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional.
Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.

F.     PENERAPAN DAN KETERKAITAN TEORI


Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya,  teori Difusi Inovasi
senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk
terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari
pembangunan masyarakat.

Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Mulyana S (2009) menjelaskan bahwa proses
difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana
perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.

Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu:

1.    Penemuan (invention),

Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan.

2.    Difusi (diffusion),

Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru  dikomunikasikan kepada anggota sistem
sosial,

3.    Konsekuensi (consequences),

Konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau
penolakan inovasi.

ROGER menawarkan alternative mekanisme Disfusi Inovasi dalam Lembaga


Pemerintahan, yaitu ;
1.      Agenda Setting
Pada tahap ini dilakukan identifikasi kebutuhan lembaga. dengan Identifikasi dilakukan
dengan cara mengajukan pertanyaan “ Apakah Inovasi yang bersangkutan dibutuhkan
lembaga.
2.      Maching
Pada tahap ini terjadi proses mencocokkan, melakukan redesign organisasi untuk
menyesuaikan dengan inovasi. Organisasi dapat memutuskan bahwa inovasi yang akan di
difusi mach atau mismatch. Apabila menurut penilaian terjadi mismatch maka inovasi dapat
ditolak. Keputusan ini penting karena akan menentukan langkah selanjutnya.
3.      Restrukturing / Redefining
Ketika tahap 2 di putuskan bahwa inovaso mach dengan organisasi maka harus mulai
melakukan modifikasi terhadap inovasi tersebut sehingga inovasi mulai mengurangi karakter
bawaannya dan mulai menyatu dengan karakter organisasi. Dalam tahap ini inovasi di
reinvented sehingga menjadi inovasi yang memiliki karakter organisasi.Dengan demikian
juga secara otomatis terjadi stukturisasi lembaga sebagai dampak dari implementasi inovasi.
4.      Clarifying
Pada tahap ini inovasi diimplementasikan secara luas sehingga ide-ide yang di bawa oleh
innovator lambat laun menjadi kebiasaan bagi setiap anggota organisasi.
5.      Routinizing
Pada tahap ini inovasi telah menjadi ide-ide dan telah menjadi kegiatan rutinitas yang
menyatu dengan kegiatan organisasi. Ide-ide inovasi telah melebur dengan organisasi
menjadi pengetahuan, cara berfikir dan cara bertindak.

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI

ANTECEDENTS PROSES KONSEKUENSI

TerusMengadopsi

Ciri Penerima: Sumber Komunikas


-   Ciri Personaliti Adopsi
Tidak Terus Mengadopsi
(sikap terhadap perubahan)
-   Ciri Sosial
(kosmopolit,lokalit) Pengetahuan Persuasi Keputusan Konfirmasi
-   Kebutuhan akanInovasi

Ciri Sistem Sosial


-  
Mengadopsi terlambat
Norma
-  Toleransi terhadap Ciri-ciri Inovasi Penolakan
penyimpangan
-   Pola komunikasi Keuntungan relative
Kompatibilitas
Terus menolak
Kompleksitas
Triabilitas
Observabilitas

WAKTU
 

G.CONTOH : APLIKASI TEORI DISFUSI INOVASI

PENGEMBANGAN BUKU INFO REMAJA DAN BUKU KESEHATAN REMAJA DI


KABUPATEN BONDOWOSO JAWA TIMUR

( Sumber : Dinas Kesehatan Kab.Bondowoso , Dinas Kesehatan Prop.Jawa Timur , 2011 )

Buku info Kesehatan Remaja dan Buku Kesehatan Remaja di kembangkan sebagai
tujuan memberikan pengetahuan, informasi serta meningkatkan kualitas kesehatan remaja.
Buku ini berisi tentang Promosi Kesehatan khususnya tentang informasi tumbuh kembang
remaja, reproduksi sehat remaja, Gizi Remaja, Catatan Riwayat kesehatan remaja, Skrening
kesehatan pada Remaja serta catatan kesehatan remaja. Buku ini di ibaratkan sebagai diare/
catatan pribadi remaja.
Buku Info Kesehatan Remaja dan Buku Kesehatan Remaja , dikembangkan pada
tahun 2008, dan mulai di sosialisasikan pada tahun 2009. Dimana uji coba di laksanakan di
tiga ( 3 ) Kabupaten yaitu Bondowoso, Tulung Agung, Probolinggo ( 3 Kabupaten Binaan
UNICEF ) .Sasaran pengggunaan buku ini adalah semua anak dan Remaja baik di tingkat
pendidikan Formal ( SMP, SMA, SMK,MTs, MA ), Pendidikan non formal ( Pondok
pesantren, Kelompok Remaja masjid, remaja gereja dll ) serta disosialisasikan ke anak
jalanan. Penggunaan buku ini serentak di gunakan di Jawa Timur sejak tahun 2010
,khususnya di Kabupaten Bondowoso.
Pengembangan inovasi Penggunaan Buku Info Kesehatan Remaja dan Buku
Kesehatan Remaja ( Buku KEREM ) banyak tantangan dan kendala yang di hadapi, sejak
mulai di kembangkan sampai saat ini masih juga banyak kendala terutama pada pengguna
buku remaja di Pendidikan Non Formal ( Pondok Pesantren ).Dimana buku Kesehatan
Remaja maupun Buku Info di anggap tabu karena memberikan informasi tentang tumbuh
kembang serta pendidikan seks pada remaja.

Adapun Aplikasi buku Kesehatan Remaja ini di hubungkan dengan Teori Disfusi dan
Inovasi yaitu :
1.      ANTECEDENT
Ciri Penerima :
  Remaja di kabupaten Bondowoso berkultur religious keagamaan di dalam kehidupan sehari-
hari terutama di daerah pedesaan banyak mengikuti pembelajaran di Pondok pesanten.
Sedangkan ada remaja baik di desa maupun kota juga pembelajaran di Pendidikan formal.
  Banyaknya usia pernikahan dini di kalangan remaja di sebabkan karena factor budaya serta
pengetahuan yang kurang dari para orang tua serta remaja sendiri terhadap Reproduksi sehat.
Data usia perinikahan dini ( menikah kurang dari 20 tahun ) .
  Remaja di kabupaten Bondowoso khususnya sebagian besar berkeinginan memperoleh
informasi kesehatan ,khususnya tentang kesehatan remaja.
Ciri Sistem Sosial :
  Remaja di kabupaten latar budaya adalah suku Madura hampir 80 % sedangkan 20 % suku
jawa,etnis arab dan Tionghoa. ( Sumber : BPS Kab Bondowoso 2010 ).
  Masyarakat Bondowoso sebagian besar masih masyarakat tradisional dan sub modern dimana
rasa kebersamaan serta penganut tokoh agama sangat kuat.

2.      PROSES
  Pengetahuan : tentang Kesehatan Reproduksi remaja dengan pengembangan Buku Info
Remaja dan Buku Kesehatan Remaja. Disosialisasikan pada kalangan remaja di kabupaten
Bondowoso sejak tahun 2009 dan serentak di laksanakan pengunaanya tahun 2010.
  Persuasi :
1.      Pendekatan melalui Pendidik Sebaya (PE ) remaja yang di kembangkan tahun 2007 di
kabupaten Bondowoso bersama Petugas Penanggung jawab Pelayanan Kesehatan Remaja di
Puskesmas .
2.      Bidang Kesga ( Dinkes ) melakukan pendekatan serta advokasi dan kerja sama dengan
lintas sector ( DIKNAS, KBPP, BAPEMAS, BAPPEDA,DEPAG , DINSOS ) .
3.      Pendekatan pada remaja langsung di Pendidikan Formal maupun non formal ( pondok
pesanten ) melalui Kelompok Saresahan Remaja serta Siaran Radio interaktif tentang
Kesehatan Reproduksi Remaja.
  Keputusan :
1.      Adopsi : setelah adanya sosialisasi serta pendekatan remaja yang dilakukan PE ( peer
educator ) serta petugas kesehatan , di kalangan remaja khususnya dipendidikan Formal dan
sebagian remaja di pendidikan non formal, Remaja mau menggunakan buku info dan buku
kesehatan remaja sebagai sumber informasi tentang kesehatan remaja. Serta terus
memanfaatkan buku tersebut. Adapun sebagian kecil remaja di tingkat pendidikan non formal
maupun formal tidak terus menggunakan dengan alasan malas atau buku tidak gratis. Tetapi
tahun 2010 pengadaan buku tersebut dianggarkan melalui APBD II maupun APBD I,
sehingga remaja gratis memperoleh buku tersebut.
2.      Menolak : Keputusan menolak di dasarkan karena merasa tabu dan terlalu vulgar terhadap
keterangan informasi. Khusunya di tingkat pendidikan non formal ( PONPES ). Dengan
berjalannya waktu sudah banyak PONPES mau menggunakan buku tersebut tetapi ada juga
yang tetap menganggap tabu dan tidak boleh di gunakan.
  Implementasi : Para remaja khususnya di tingkat pendidikan formal serta sebagian kecil
remaja di ponpes mau mempelajari serta menggunaka buku tersebut.
  Komfimasi : Para remaja sudah mulai mencari infomasi tentang buku kesehatan remaja serta
mulai tersa manfaatnya

4.      KONSEKUENSI : Di kabupaten Bondowoso terus di adopsi ( terus di gunakan )


penggunaan buku Info Remaja serta Buku Kesehatan Remaja sebagai sarana memperoleh
Informasi Kesehatan pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Prop.Jatim ,Buku Kesehatan Remaja, 2008.Dinkes Jatim

Dinas Kesehatan Prop.Jatim ,Buku Info Kesehatan Remaja, 2008.Dinkes Jatim

Roger, Evertt M, (1964) Diffusion of innovations.Glenceo : Free Press Available on :


http://books.google.com/books?id=ZW0-AAAAIAAJ

Roger, Evertt M, (2003) Diffusion innovations( 5 th ed ).New York : Free Press Available on
: http://wsmulyana.wordpress.com/2009/010250 teori difusi inovasi

http://achmad 42.wordpress.com/2008/06/17 teori disfusi inovasi

http://www.scipd.com/doc/56138197/teori-disfusi-inovasi

Anda mungkin juga menyukai