Anda di halaman 1dari 16

RESUM

PROMOSI KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KESEHATAN

“Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu


Perilaku”
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Rika Subarniati T, dr., S.KM

Oleh :
Eni Purwaningsih (102014153016)

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2021
Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku

1. Pendidikan Kesehatan
a. Pendapat Para Ahli Terkait Pengertian Tentang Pendidikan Kesehatan
Beberapa ahli telah merumuskan berbagai macam definisi terkait pendidikan
kesehatan berdasarkan paradigma masing-masing, di antaranya sebagai berikut :
1. Stuart (1986) secara garis besar berpendapat bahwa pendidikan kesehatan merupakan
bagian dari program kesehatan dan kedokteran. Pendidikan kesehatan merupakan
suatu upaya terencana yang bertujuan memodifikasi sudut pandang, sikap maupun
perilaku suatu individu, kelompok maupun masyarakat ke arah pola hidup yang lebih
sehat, melalui proses promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (Stuart dalam Suliha
et al., 2001).
2. Green (1980) secara garis besar berpendapat bahwa pendidikan kesehatan merupakan
suatu proses yang terencana untuk mencapai tujuan kesehatan dengan
mengombinasikan berbagai macam cara pembelajaran (Green dalam Notoatmodjo,
2012).
3. Committee President on Health Education (1997) secara garis besar mendefinisikan
pendidikan kesehatan sebagai proses yang mampu membantu merevitalisasi
kesenjangan yang terjadi antara informasi yang didapatkan dan praktik kesehatan.
Melalui proses ini, diharapkan seseorang dapat termotivasi untuk menjauhkan diri
dari kebiasaan yang buruk dan mengimplementasikan pola hidup yang lebih
menguntungkan bagi kesehatan (Committee President on Health Education dalam
(Notoatmodjo, 2003).

Beberapa definisi tersebut menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan merupakan


suatu proses pembelajaran yang terencana dan bersifat dinamis. Tujuan dari proses
pembelajaran ini adalah untuk memodifikasi perilaku melalui peningkatan keterampilan,
pengetahuan, maupun perubahan sikap yang berkaitan dengan perbaikan pola hidup ke
arah yang lebih sehat. Perubahan yang diharapkan dalam pendidikan kesehatan dapat
diaplikasikan pada skala individu hingga masyarakat, serta pada penerapan program
kesehatan (Nurmala, 2018).

Proses pembelajaran pada konsep pendidikan kesehatan ini dapat dipraktikkan


oleh siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Menurut (Mubarak W.I., 2007), adanya
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mampu melakukan menjadi mampu
merupakan ciri perubahan dari seseorang yang sedang melakukan proses pembelajaran.

Berbagai unsur dalam komponen pendidikan kesehatan di antaranya adalah para


pendidik dan sasaran didik sebagai bagian input, implementasi berbagai kerangka
kegiatan yang telah direncanakan sebagai upaya untuk membuat perubahan perilaku
(proses), serta hasil (output) yang diharapkan dari kegiatan yang telah diupayakan.
Adanya perubahan perilaku hidup sehat secara mandiri merupakan hasil yang diharapkan
dari kegiatan pendidikan maupun promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

b. Beberapa Tujuan Dari Pendidikan Kesehatan


Tujuan umum pendidikan kesehatan adalah membuat perubahan perilaku pada
tingkat individu hingga masyarakat pada aspek kesehatan (WHO dalam Notoatmodjo,
2003). Adapun tujuan lainnya, yaitu:
1. Mengubah pola pikir masyarakat bahwa kesehatan merupakan sesuatu yang
bernilai bagi keberlangsungan hidup.
2. Memampukan masyarakat, kelompok atau individu agar dapat secara mandiri
mengaplikasikan perilaku hidup sehat melalui berbagai kegiatan.
3. Mendukung pembangunan dan pemanfaatan sarana prasarana pelayanan
kesehatan secara tepat.

1. Ilmu Perilaku
a. Batasan Perilaku
Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
atau makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab, itu dari segi biologis semua
makhluk hidup termasuk binatang dan manusia, mempunyai aktivitas masing-masing.
Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang
sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain: berjalan,
berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir, dan seterusnya. Secara singkat,
aktivitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2 yakni: a) Aktivitas-aktivitas
yang dapat diamati oleh orang lain misalnya: berjalan, bernyanyi, tertawa, dan
sebagainya. b) Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya:
berpikir, berfantasi, bersikap, dan sebagainya.
(Skinner, 1983), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus -----> Organisme
-----> Respons, sehingga teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” (stimulus-organisme-
respons). Selanjutnya, teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu:
 Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena
menimbulkan respons-respons yang relative tetap. Misalnya: makanan lezat akan
menimbulkan reaksi mata tertutup, dan sebagainya. respon-dent respons juga
mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah akan
menimbulkan rasa sedih, mendengar berita suka atau gembira, akan menimbulkan
rasa suka cita.
 Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Perangsang
yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi
untuk memperkuat respons. Misalnya, apabila seorang petugas kesehatan
melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respons terhadap gaji yang
cukup, misalnya (stimulus). Kemudian karena kerja baik tersebut, menjadi
stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi, kerja baik tersebut sebagai
reinforcer untuk memperoleh promosi pekerjaan.

Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat


dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Perilaku tertutup (Covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih
belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang
masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetauan dan
sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior”
atau “covert behavior” yang dapat diukur dari pengetahuan dan sikap. Contoh:
Ibu hamil tahu pentingnya periksa hamil untuk Kesehatan bayi dan dirinya
sendiri (pengetahuan), kemudian ibu tersebut bertanya kepada tetangganya di
mana tempat periksa hamil yang dekat (sikap).

2. Perilaku terbuka (Overt behavior)


Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut
sudah berupa Tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau
“observable behavior”. Contoh, seorang ibu hamil memeriksakan
kehamilannya ke Puskesmas atau ke bidan praktik, seorang penderita TB Paru
minum obat anti TB secara teratur, seorang anak menggosok gigi setelah
makan, dan sebagainya. contoh-contoh tersebut adalah berbentuk Tindakan
nyata, dalam bentuk kegiatan, atau dalam bentuk praktik (practice).

TEORI S-O-R
RESPONS
TERTUTUP
STIMULUS ORGANISME
Pengetahuan
Sikap

RESPONS
TERBUKA
Praktik
Tindakan

b. Pengertian Perilaku dan Perilaku Kesehatan


Perilaku merupakan hasil hubungan antara stimulus dengan respons atau
rangsangan dengan respons (Skinner, 1983). Perilaku adalah tindakan yang dapat
diamati bahkan dipelajari, hasil totalitas penghayatan dan aktivitas yang berasal dari
pengaruh faktor internal maupun eksternal (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku dapat berbentuk perilaku pasif dan perilaku aktif. Bentuk pasif
(respons internal) adalah perilaku yang masih tersembunyi di dalam diri, tidak dapat
diamati secara langsung seperti pikiran, tanggapan, sikap batin dan pengetahuan,
sedangkan bentuk aktif (respon eksternal), perilaku ini sudah merupakan Tindakan
nyata dan merupakan respon yang secara langsung dapat diobservasi. Perilaku pasif
yang belum berubah menjadi aktif disebut sebagai sikap (Mubarak et al., 2007).
Perilaku kesehatan merupakan respons yang memengaruhi kesehatannya,
penyakit yang dideritanya, sistem pelayanan yang diterima serta pola konsumsi di
lingkungan sosialnya (Skinner dalam Notoatmodjo, 2003) perilaku kesehatan dibagi
menjadi tiga, yaitu:
a. Memelihara kesehatan, adalah perilaku untuk menjaga Kesehatan secara pribadi
agar tidak terserang rasa sakit dan upaya penyembuhan terhadap sakit.
b. Mencari dan menggunakan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau perilaku
pencarian pengobatan. Perilaku ini muncul Ketika seseorang menderita penyakit
atau kecelakaan.
c. Kesehatan lingkungan. Respons terhadap lingkungannya baik itu fisik, sosial dan
budaya sehingga lingkungan tidak mengganggu kesehatannya, keluarga atau
masyarakat.

Definisi Sehat :
Menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960 Bab 1 pasal 2 adalah keadaan
yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial serta bukan
hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Pengertian ini sejalan
dengan definisi sehat menurut WHO tahun 1975 yaitu sehat adalah suatu kondisi
yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental dan sosial.
Menurut Green (dalam Mubarak et al., 2007) kesehatan seseorang
dipengaruhi oleh faktor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku menyebutkan
bahwa perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan adat atau
tradisi. Sedangkan faktor non perilaku berupa ketersediaan fasilitas, sikap dan
perilaku para petugas Kesehatan yang mendukung terbentuknya perilaku.
c. Domain Perilaku Kesehatan
Bloom (1908) dalam (Notoatmodjo, 2010) mengkategorikan perilaku individu
dalam tiga domain dalam kaitannya dengan tujuan Pendidikan, yaitu kognitif
(cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Teori Bloom kemudian
berkembang dan dimodifikasi sebagai alat pengukiran pendidikan kesehatan.
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini dihasilkan setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang. Tingkat pengetahuan di dalam domain
kognitif mempunyai enam tingkatan.
1) Mengetahui (know), merupakan level terendah di domain kognitif, di mana
seseorang mengingat kembali (recall) pengetahuan yang telah dipelajari.
2) Memahami (comprehension), merupakan level yang lebih tinggi dari hanya
sekedar tahu. Pada level ini pengetahuan dipahami dan diintrepretasi secara
tahu. Pada leveli ini pengetahuan dipahami dan diintrepretasi secara benar
oleh individu tersebut.
3) Aplikasi (application), merupakan level di mana individu tersebut dapat
menggunakan pengetahuan yang telah dipahami dan diintrepretasi dengan
benar ke dalam situasi yang nyata di kehidupannya.
4) Analisis (analysis), merupakan level di mana individu tersebut mampu untuk
menjelaskan keterkaitan materi tersebut dalam komponen yang lebih
kompleks dalam suatu unit tertentu.
5) Sintesis (synthesis), merupakan level di mana kemampuan individu untuk
menyusun formulasi yang baru dari formulasi yang sudah ada.
6) Evaluasi (evaluation), merupakan level di mana individu mampu untuk
melakukan penilaian terhadap materi yang diberikan.
2. Sikap (attitude)
Sikap digunakan sebagai predictor dari perilaku yang merupakan respons
seseorang ketika meneriman stimulus dari lingkungannya. Sikap lebih bersifat
sebagai reaksi emosional terhadap rangsangan tersebut, yang dibagi dalam
beberapa tingkatan.
1) Menerima (receiving), terjadi jika individu tersebut memiliki kemauan untuk
memperhatikan stimulus yang diterima.
2) Merespons (responding), terjadi jika individu telah memberikan reaksi yang
tampak pada perilakunya terhadap stimulus yang diterima.
3) Menghargai (valueing), terjadi jika individu mulai memberikan penghargaan
pada stimulus yang diterima dan meneruskan stimulus tersebut pada orang
yang lainnya.
4) Bertanggung jawab (responsible), terjadi jika invidu telah menerima segala
konsekuensi dari pilihannya dan bersedia untuk bertanggung jawab.
3. Praktik atau Tindakan (practice)
Praktik mempunyai beberapa tingkatan, yaitu:
1) Respon terpimpin (guided response), dilakukan oleh individu dengan
mengikuti panduan yang ada sesuai urutan yang benar dalam panduan
tersebut.
2) Mekanisme (mechanism), dilakukan oleh individu tanpa melihat panduan
karena sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan.
3) Adopsi (adoption), dilakukan oleh individu yang sudah melakukan dengan
baik sehingga perilaku tersebut dapat dilakukan modifikasi sesuai kondisi atau
situasi yang dihadapi.
d. Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan (Notoatmodjo, 2010)
1. Pengetahuan kesehatan (health knowledge)
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh
seseorang terhadap cara-cara memelihara Kesehatan. Pengetahuan tentang cara-
cara memelihara kesehatan ini meliputi:
1) Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan
tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara
pencegahannya, cara mengatasi atau menangani sementara).
2) Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terakit dan/atau mempengaruhi
kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air
limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan
sehat, polusi udara, dan sebagainya.
3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang professional maupun
yang tradisional.
4) Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga,
maupun kecelakaan lalu lintas, dan tempat-tempat umum.
5) dan seterusnya.
Oleh sebab itu, untuk mengukur pengetahuan Kesehatan seperrti tersebut
diatas, adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung
(wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket. Indikator
pengetahuan kesehatan adalah “tingginya pengetahuan” responden tentang
kesehatan, atau besarnya persentase kelompok responden atau masyarakat tentang
variabel-variabel atau komponen-komponen kesehatan. Misalnya, berapa %
responden atau masyarakat yang tahu tentang cara-cara mencegah penyakit
demam berdarah,atau berapa % masyarakat atau responden yang mempunyai
pengetahuan yang tinggi tentang ASI eklusif, dan sebagainya.
2. Sikap terhadap kesehatan (health attitude)
Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, yang mencakup sekurang-
kurangnya 4 variabel, yaitu:
1) Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan tanda-
tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara
pencegahannya, cara mengatasi atau menanganinya sementara).
2) Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi Kesehatan,
antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah,
pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi
udara, dan sebagainya.
3) Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang professional maupun
tradisional.
4) Sikap untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga, maupun
kecelakaan lalu lintas, dan tempat-tempat umum.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak
langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Misalnya,
bagaimana pendapat responden tentang imunisasi pada anak balita, bagaimana
pendapat responden tentang keluarga berencana, dan sebagainya. Pertanyaan
secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan
menngunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyataan-pernyataan
terhadap objek tertentu, dengan menggunakan skala Lickert. Misalnya: Beri
pendapat Anda tentang pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberikan
penilaian sebagai berikut:
5 : bila sangat setuju
4 : bila setuju
3 : bila biasa saja
2 : bila tidak setuju
1 : bila sangat tidak setuju
Contoh :
a. Demam berdarah adalah penyakit yang sangat berbahaya.
b. Anemia pada ibu haamil dapat menyebabkan kematian ibu.
c. Penderita HIV/AIDS tidak perlu dikucilkan atau diisolasi, dan sebagainya.
Sikap juga dapat diukur dari pertanyaan-pertanyaan secara tidak langsung,
misalnya:
a. Apabila Anda diundang untuk mendengarkan ceramah tentang Napza,
apakah Anda mau hadir ?
b. Seandainya akan dibangun Polindes di des aini, apakah Anda mau
membantu dana ?, dan sebagainya.
3. Praktik Kesehatan (health practice)
Praktik Kesehatan atau Tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan
atau aktivitas orang dalam rangka memelihara Kesehatan. Tindakan atau praktik
Kesehatan ini juga meliputi 4 faktor seperti pengetahuan dan sikap Kesehatan
tersebut di atas, yaitu:
1) Tindakan atau praktik sehubungan dengan pencegaha penyakit menular dan
tidak menular dan praktik tentang mengatasi dan menangani sementara
penyakit yang diderita.
2) Tindakan atau praktik sehubungan dengan gizi makanan, sarana air bersih,
pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah,
perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.
3) Tindakan atau praktik sehubungan dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang
professional maupun tradisional.
4) Tindakan atau praktik sehubungan untuk menghindari kecelakaan baik
kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan tempat-tempat
umum.
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui du
acara, secara langsung, maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang
paling baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu
mengamati Tindakan subjek dalam rangka memelihara kesehatannya, misalnya:
di mana responden membuang air besar, makanan yang disajikan ibu dalam
keluarga untuk mengamati praktik gizi, dan sebagainya.
Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat
Kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap
subjek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan Kesehatan.
Contoh: Untuk mengetahui perilaku gizi ibu terhadap anak balitanya,
dengan menanyakan makanan apa saja yang diberikan kepada anaknya selam 24
jam terakhir. Untuk mengetahui perilaku ante natal care, dapat menanyakan
apakah pada kehamilan terakhir melakukan periksa hamil, berapa kali, di mana,
dan sebagainya.

e. Determinan Perilaku Kesehatan (Notoatmodjo, 2010)


adl faktor yg menentukan/ mbtk seseorg dlm melakukan perilaku kesehatan yg tepat
dan sesuai dg tempatnya
1. Teori Lawrence Green
Green menganalisis, bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor
utama, yaitu:
 Faktor-faktor predisposisi (pre disposing factors), yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara
lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan
sebagainya. Seorang ibu mau membawa anaknya ke Posyandu, karena tahu
bahwa di Posyandu akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui
pertumbuhannya. Anaknya akan memperoleh imunisasi untuk pencegahan
penyakit, dan sebagainya. Tanpa adanya pengetahuan-pengetahuan ini, ibu
tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke Posyandu.
 Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau Tindakan. Yang
dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas
untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, rumah
sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga,
makanan bergizi, uang, dan sebagainya. Sebuah keluarga yang sudah tahu
masalah kesehatan, mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air
bersih, buang air besar WC, makan-makanan yang bergizi, dan sebagainya.
tetapi apabila keluarga tersebut tidak mampu untuk mengadakan fasilitas itu
semua, maka dengan terpaksa buang air besar di kali/kebun, menggunakan air
kali untuk keperluan sehari-hari, makan seadanya, dan sebagainya.
 Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun
seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak
melakukannya. Seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil, dan di dekat
rumahnya ada Polindes, dekat dengan bidan, tetapi ia tidak mau melakukan
periksa hamil, karena ibu lurah dan ibu-ibu tokoh lain tidak pernah periksa
hamil, namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti bahwa, untuk berperilaku
sehat memerlukan contoh dari para tokok masyarakat. Secara matematis,
determinan perilaku menurut Green itu dapat digambarkan sebagai berikut:

B = F (Pf, Ef, Rf)

B = Behavior
F = Fungsi
Pf = Presdiposing faktor
Ef = Enabling faktor
Rf = Reinforcing faktor

2. Teori Snehandu B.Karr


Karr seorang staf pengajar Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku, Universitas Kalifornia di Los Angeles, mengidentifikasi 5 determinan
perilaku, yaitu:
1) Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek
atau stimulus di luar dirinya. Misalnya, orang mau membuat jamban/WC
keluarga di rumahnya, apabila dia mempunyai “niat” untuk itu.
2) Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Di dalam
kehidupan seseorang di masyarakat, dari masyarakat di sekitarnya. Apabila
perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari
masyarakat, maka ia akan merasa kurang atau tidak “nyaman”. Demikian
pula, untuk berperilaku kesehatan orang memerlukan dukungan masyarakat
sekitarnya, paling tidak, tidak menjadi gunjingan atau bahan pembicaraan
masyarakat.
3) Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah tersedianya
informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh
seseorang. Sebuah keluarga mau ikut program keluarga berencana, apabila
keluarga ini memperoleh penjelasan yang lengkap tentang keluarga
berencana: tujuan ber KB, bagaimana cara ber KB (alat-alat kontrasepsi yang
tersedia), akibat-akibat sampingan ber KB dan sebagainya.
4) Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personnal autonomy) untuk
mengambil keputusan. Di Indonesia, terutama ibu-ibu, kebebasan pribadinya
masih terbatas, terutama lagi di pedesaan. Seorang istri, dalam pengambilan
keputusan masih sangat tergantung kepada suami. Contoh, untuk membawa
anaknya yang sakit ke Puskesmas harus menunggu setelah suaminya pulang
kerja. Demikian pula, untuk periksa hamil, seorang istri harus memperoleh
persetujuan dari suami, dan kalau suami tidak setuju maka tidak akan ada
pemeriksaan kehamilan.
5) Adanya kondisi dan sittuasi yang memungkinkan (action situation). Untuk
bertindak apa pun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat.
Kondisi dan situasi mempunyai penegertian yang luas, baik fasilitas yang
tersedia serta kemampuan yang ada. Untuk membangun rumah yang sehat
misalnya, jelas sangat tergantung pada kondisi ekonomi dari orang yang
bersangkutan. Meskipun faktor yang lain tidak ada masalah, tetapi apabila
kondisi dan situasinya tidak mendukung, maka perilaku tersebut tidak akan
terjadi. Secara matematik, teori Karr ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

B = F (Bi, Ss, Ai, Pa, As)

B = Behavior
F = Fungsi
Bi = Behavior intention
Ss = Social support
Ai = Accessibility information
Pa = Personal autonomy
As = Action situation
3. Teori WHO
Tim kerja Pendidikan Kesehatan dari WHO merumuskan ada 4 alasan
pokok (determinan), yaitu:
1) Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)
Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang, atau
lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau
stimulus, merupakan model awal untuk bertindak atau berperilaku. Seorang
ibu akan membawa anaknya ke Puskesmas untuk memperoleh imunisasi, akan
didasarkan pertimbangan untung ruginya, manfaatnya, dan sumber daya atau
uangnya yang tersedia, dan sebagainya.
2) Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai
(personal refences). Di dalam masyarakat, di mana sikap paternalistic masih
kuat, maka perubahan perilaku masyarakat tergantung dari perilaku acuan
(referensi) yang pada umumnya adalah para tokoh masyarakat setempat.
Orang mau membangun jamban keluarga, kalua tokoh masyarakatnya sudah
lebih dulu mempunyai jamban keluarga sendiri.
3) Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Kalau dibandingkan dengan
teori Green, sumber day aini adalah sama dengan faktor enabling (sarana dan
prasarana atau fasilitas). Sebuah keluarga akan selalu menyediakan makanan
yang bergizi bagi anak-anaknya apabila mempunyai uang yang cukup untuk
membeli makanan tersebut, dan orang mau menggosok gigi menggunakan
pasta gigi kalua mampu untuk membeli sikat gigi dan pasta gigi.
4) Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap
terbentuknya perilaku seseorang. Telah diuraikan terdahulu bahwa faktor
sosio-budaya merupakan faktor eksternal untuk terbentuknya perilaku
seseorang. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku tiap-tiap etnis di Indonesia
yang berbeda-beda, karena memang masing-masing etnis mempunyai budaya
yang berbeda yang khas.
Dari uraian tersebut, teori dari tim WHO ini dapat dirumuskan secara
matematis sebagai berikut:

B = F (Tf, Pr, R, C)

B = Behavior
F = Fungsi
Tf = Thought and feeling
Pr = Personal references
R = Resources
C = Culture
Dari pengalaman penulis selama melakukan pengamatan dan bertugas di
lapangan (masyarakat), khsususnya di pedesaan, dapat disimpulkan adanya urutan
terjadinya perilaku sebagai berikut (khususnya perilaku orang dewasa).
SKEMA PERILAKU

Persepsi
Pengalaman Pengetahuan
Fasilitas Keyakinan Perilaku
Sosio- Motivasi
Budaya Niat
Sikap

Eksternal Internal Respons

DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, W. I. (2007) Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar
Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Notoatmodjo, S. (2003) Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010) Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Revisi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012) Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurmala, I. (2018) Promosi Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press.
Skinner (1983) Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai