PP/KM/HSI/VI/R1
PETUNJUK PRAKTIKUM
HIGIENE SANITASI INDUSTRI
PENYUSUN
Oktomi Wijaya, S.K.M., M.Sc.
Julian Dwi saptadi, S. Hut, M.Sc.
PENYUSUN
Oktomi Wijaya
Julian Dwi Saptadi
Penerbit:
© 2019
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PERTEMUAN II
PERTEMUAN III
PERTEMUAN IV
PERTEMUAN V
PERTEMUAN VI
PERTEMUAN VII
iii
FM-UAD-PBM-11-05/R0
REVISI
KE TAHUN REVISI URAIAN REVISI
1 2019 - Revisi Peraturan Perundangan
- Penambahan Form Inspeksi kantin Perusahaan
iv
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena telah selesai disusunnya buku
petujuk praktikum “Higiene Sanitasi Industri” bagi mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan.
Buku ini disusun sebagai pedoman bagi pelaksanaan praktikum mahasiswa, dan dimaksudkan
untuk menambah wawasan serta keterampilan mahasiswa FKM UAD dalam bidan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3). Besar Harapan kami bahwa dengan adanya buku ini mahasiswa dapat
lebih berkembang dan terampil.
Penulis Mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
tersusunnya buku ini. Mohon kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan buku ini.
Apabila ada kekurangan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
PRAKTIKUM 1
PENGAWASAN SANITASI
Oleh: Julian Dwi Saptadi, S.Hut, M.Sc.
TUJUAN
Untuk memahami tentang teknik pengawwasan pemeriksaan penerapan persyaratan hygiene
sanitasi perusahaan di tempat kerja, serta mampu menyiapkan dokumen serta kelengkapan untuk
pemeriksaan hygiene sanitasi perusahaan, juga mampu memeriksa secara visual sanitasi
perusahaan dan mampu membuat laporan hasil pemeriksaan di tempat kerja.
ACUAN:
- Undang-undang no.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri.
TEORI
Higiene perusahaan diartikan sebagai spesialisasi ilmu higiene beserta prakteknya yang
denganmengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dalam lingkungan
kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar perbaikan
kepada lingkungan tersebut serta lebih lanjut pencegahan agar pekerja dan masyrakat sekitar
terhindar dari bahaya kerja.
Bangunan yang menjadi obyek pengawasan menurut peraturan pemerintah nomor 7 tahun
1964 antara lain bangunan perusahaan/industri, gedung tambahan, halaman serta jalan, jembatan
atau bangunan lainnya yang menjadi bagian dari perusahaan.
Semua bangunan perusahaan/industri yang dipergunakan oleh pekerja dan
perlengkapannya harus selalu di pelihara baik dan dijaga kebersihannya, mempunyai ventilasi
yangcukup, penerangan yang cukup, tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan pekerja
dan fasilitas pengganti pakaian yang sesuai.
2
4. Membuat laporan hasil pemeriksaan sanitasi dan higiene perusahaan:
- Laporan hasil pemerikasaan dibuat sesuai dengan bentuk/format yang ditetapkan
- Laporan di tanda tangani dan disampaikan kepada instansi terkait yang berwenang antara
lain: perusahaan, kepala dinas tenaga kerja dan direktur jenderal binwasnaker
WNI WNA
L P L P
D M A D M A D M A D M A
3
Memeriksa secara visual higiene sanitasi perusahaan, antara lain:
Pemeriksaan Utama
1. Bagaimana keadaan tempat kerja ukuran, :
ventilasi, iklim, penerangan, faktor
kebisingan, radiasi, debu, bioligis, getaran
dan lain sebagainya)
2. Bagaimana fasilitas sanitasi :
4
Kesimpulan Pemeriksaan
No. Uraian yang diperiksa Hasil Pemeriksaan
Semua syarat Masih ada yang
terpenuhi (%) belum terpenuhi (%)
1 Pemeriksaan utama
2 Keadaan ventilasi udara
3 Keadaan WC
Kesimpulan keadaan perusahaan umumnya
PENDAPAT PEGAWAI PENGAWAS :
……………………….
…………………… NIP……………………
NIP …………………….
5
PRAKTIKUM 2
PENYELENGGARAAN FASILITAS MAKANAN DI TEMPAT KERJA
Oleh: Julian Dwi Saptadi, S.Hut, M.Sc.
Tujuan
Untuk memahami dan melakukan pengawasan penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja serta
mengetahui kebutuhan gizi dan spesifikasi zat gizi, mekanisme penyelenggaraan makanan bagi
tenaga kerja dan bahaya keselamatan yang spesifik.
ACUAN:
- Undang-undang no.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
- Peraturan Menteri Perburuhan nomor 7 tahun 1964, tentang syarat kesehatan, kebersihan serta
penerangan dalam tempat kerja
- Permen No.02/Men/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan
keselamatan kerja
- Permen no.03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja
TEORI
Gizi kerja adalah nutrisi / kalori yang dibutuhkan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai
dengan jenis pekerjaan yang bertujuan untuk mencapai tingkat kesehatan tenaga kerja dan
produktivitas yang setinggi-tingginya. Kebutuhan kalori ditentukan oleh: metabolisme basal,
pengaruh makanan atau kegiatan tubuh (kira-kira 10% dari metabolisme) dan kerja otot. Dari
ketiga kebutuhan itu yang mempunyai peranan penting adalah kerja otot, dan besarnya kebutuhan
kalori sangat tergantung dari aktivitas / kegiatan tubuh. Gizi kerja sebagai salah satu aspek dari
kesehatan kerja mempunyai peran penting, baik bagi kesejahteraan maupun dalam rangka
meningkatkan disiplin dan produktivitas. Hal ini dikarenakan tenaga kerja menghabiskan
waktunya lebih dari 35% setiap hari di tempat kerja. Oleh karena itu mereka perlu mendapatkan
asupan gizi yang cukup dan sesuai dengan jenis / beban pekerjaan yang dilakukannya.
Kekurangan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja sehari-hari akan membawa
akibat buruk terhadap tubuh, seperti: pertahanan tubuh terhadap penyakit menurun, kemampuan
fisik kurang, berat badan menurun, badan menjadi kurus, muka pucat kurang bersemangat, kurang
motivasi, bereaksi lamban dan apatis dan lain sebagainya. Dalam keadaan yang demikian itu tidak
bisa diharapkan tercapainya efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal.
Usaha untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas tenaga kerja harus sejalan pula dengan
6
usaha mengatasi masalah gizi tenaga kerja, yaitu dengan jalan memperbaiki keadaan kesehatan
dan meningkatkan keadaan gizinya melalui pelaksanaan gizi kerja di perusahaan.
1. PENGERTIAN
1. Gizi Kerja adalah gizi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk melakukan suatu pekerjaan
sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerjanya atau ilmu gizi yang diterapkan kepada
masyarakat tenaga kerja dengan tujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan tenaga kerja sehingga
tercapai tingkat produktivitas dan efisiensi kerja yang setinggi-tingginya.
2. Penyakit Gizi Kerja merupakan penyakit gizi sebagai akibat kerja ataupun ada hubungan dengan
kerja.
3. Pengelolaan makan bagi tenaga kerja adalah suatu rangkaian kegiatan penyediaan makan bagi
tenaga kerja di perusahaan yang dimulai dari rencana perencanaan menu hingga peyajiannya
dengan memperhatikan kecukupan kalori dan zat gizi, pemilihan jenis dan bahan makanan, santasi
tempat pengolahan dan tempat penyajian, waktu dan teknis penyajian bagi tenaga kerja.
4. Produktivitas merupakan sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu
kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini atau perbandingan antara output (keluaran /
jumlah yang dihasilkan) dengan input (masukan / setiap sumber daya yang digunakan).
7
(ergonomi) dan psikologi. Beban kerja dan beban tambahan di tempat kerja yaitu tekanan panas,
bahan – bahan kimia, parasit dan mikroorganisme, faktor psikologis dan kesejahteraan.
8
Untuk dapat menjamin mutu makanan diperlukan persyaratan bagi penyelnggara sebagai berikut:
- Bebas penyakit menular
- Mempunyai pengetahuan tentang kebersihan dan kesehatan serta cara mengelola bahan
makanan
- Tidak mempunyai kebiasaan buruk, missal berbicara ketika menyediakan makanan,
bersin/batuk
- Disiplin kerja baik.
9
Kerja Ringan Kerja Sedang Kerja Berat
Menulis, mengetik Bertani,berkebun Mencangkul
Mengemudikan traktor dan alat Mengangkat/ memikul barang
Menjahit,merajut
berat
berat
Mengendarai mobil pribadi Mencuci, memeras pakaian Menggergaji kayu/ besi
Kerja perkantoran Menyeterika Memotong kayu di hutan
Menyapu Lantai Mendorong kereta ringan Menarik/mendayung becak
Pekerjaan administrasi Memutar baut Kerja tambang dan sejenis
Merokok makan Memompa Pekerjaan kasar
Berdiri memeriksa bahan dan
Mengepel Mendorong kereta bermuatan
membereskan
Berdiri di depan mesin dan
Mendongkrak Mengangkat drum berisi
memutar tombol
Memasukan mie kedalam
Menempa besi, Menggergaji Balap sepeda
kardus, sambil berdiri
Menyeret karung Mencetak mie didepan oven
Duduk diantara dua mesin
sambil memeriksa menyusun
slop rokok dalam kertas
Duduk memotong ujung Duduk di depan mesin sambil Mencetak keramik di depan
batang rokok memasang leher kaleng tanur
10
FORMULIR INSPEKSI
HYGIENE SANITASI KANTIN
1. Nama kantin :
2. Penanggung jawab :
3. Alamat :
4. Tanggal inspeksi :
5. Petugas inspeksi :
11
Tidak kadaluarsa
D PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN
Penempatan bahan makanan terpisah dengan makanan jadi;
Di tempat penyimpanan tidak boleh ada bahan pestisida (B3);
Tersedia kulkas yang dapat digunakan untuk menyimpan
makanan
Bebas dari serangga pengganggu dan tikus
12
Air limbah dari dapur dilengkapi perangkap lemak
Sampah
Tersedia tempat sampah kedap air, tidak berkarat, tertutup, dan
mudah dibersihkan
Sampah harus segera di buang, maksimal dalam waktu 1 x 24
jam
Sampah basah dan kering dipisah
Tempat sampah basah dilapisi dengan kantong plastik
Tempat cuci tangan :
Tersedia tempat cuci tangan/wastafel, sabun, dan alat pengering
tangan
Air untuk tempar cuci tangan harus mengalir
Tempat cuci peralatan :
Dapat berupa rak atau ember
Tersedia air bersih yang cukup dan mengalir, dilengkapi dengan
sabun/detergent;
Disekitar tempat cuci alat tidak boleh ada air yang tergenang.
13
PRAKTIKUM 3
PENGUKURAN KEBISINGAN DI TEMPAT KERJA
Oleh: Julian Dwi Saptadi, S.Hut., M.Sc.
DASAR TEORI
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat
proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran (Permenaker No.05 Tahun 2018). Kebisingan suara ditempat kerja berubah menjadi
salah satu bahaya kerja (occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau
tidak diinginkan secara fisik (menyakitkan pada telinga pekerja) dan psikis (mengganggu
konsentrasi dan kelancaran komunikasi) yang akan menjadi polutan bagi lingkungan, sehingga
kebisingan didefinisikan sebagai polusi lingkungan yang disebabkan oleh suara.
kebisingan di tempat kerja diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan, yaitu:
a. Kebisingan yang tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua
jenis, yaitu:
• Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise). Kebisingan ini
merupakan nada-nada murni pada frekuensi yang beragam. Contohnya suara mesin,
suara kipas dan sebagainya.
• Kebisingan tetap (Broad band noise), kebisingan dengan frekuensi terputus dan Brod
band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise).
Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi.
b. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga
jenis, yaitu:
• Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu berubah-ubah selama
rentang waktu tertentu.
• Intermitent noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah.
Contoh kebisingan lalu lintas.
• Kebisingan impulsif (Impulsive noise), kebisingan ini dihasilkan oleh suara-suara
berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara
ledakan senjata dan alat-alat sejenisnya.
kebisingan dengan intensitas tinggi dapat berdampak buruk pada kesehatan antara lain:
a. Gangguan fisiologis
Gangguan fisiologis adalah gangguan yang pertama timbul akibat bising, fungsi pendengaran
secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat
14
didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan.
Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan juga menambah
kebisingan. Selain itu kebisingan dapat juga meningkatkan tekanan darah. Pada berbagai
penelitian diketahui bahwa pemaparan bunyi dapat menimbulkan reaksi fisiologis seperti:
denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidur dan penyempitan pembuluh darah.
Reaksi ini terutama terjadi pada awal pemaparan terhadap bunyi. Kemudian akan kembali pada
keadaan semula. Bila terus menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi sehingga perubahan
itu tidak tampak lagi. Kebisingan dapat menimbulkan gangguan fisiologis melalui tiga cara
yaitu:
• Sistem Internal Tubuh
Sistem internal tubuh adalah sistem fisiologis yang penting untuk kehidupan seperti:
kardiovaskuler (jantung, paru-paru, pembuluh), gastrointestinal, saraf, musculoskeletal
(otot, tulang) dan endokrin (kelenjar).
• Ambang pendengaran
Ambang pendengaran adalah suara terlemah yang masih bisa didengar. Semakin rendah
level suara terlemah yang didengar berarti semakin rendah nilai ambang pendengaran,
dan semakin baik pendengarannya. Kebisingan dapat mempengaruhi nilai ambang batas
pendengaran baik bersifat sementara (fisiologis) atau menetap (patofisiologis).
Kehilangan pendengaran bersifat sementara.
• Gangguan pola tidur
Pola tidur sudah merupakan pola alamiah, kondisi istirahat yang berulang secara teratur,
dan penting untuk tubuh normal dan pemeliharaan mental serta kesembuhan. Kebisingan
dapat mengganggu tidur dan menyebabkan tidur menjadi tidak lelap. Seseorang yang
sedang tidak bisa tidur atau sudah tidur tetapi belum terlelap kemudian ada gangguan
suara yang akan mengganggu tidurnya, maka orang tersebut akan mudah marah,
tersinggung dan berperilaku irasional. Terjadinya pergeseran kelelapan tidur dapat
menimbulkan kelelahan.
b. Gangguaan psikologis
Gangguan fisiologis apabila terjadi terlalu lama dapat menimbulkan gangguan
psikologis. Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis,
seperti rasa khawatir, jengkel, takut dan sebagainya.
c. Gangguan patologis organis
Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat
pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara
15
hingga permanen.
d. Komunikasi
Kebisingan dapat menganggu pembicaraan dan kebisingan mengganggu
kita dalam menangkap dan mengerti apa yang dibicarakan oleh orang lain.
kebisingan
semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-
alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran
tempat kerja
setiap ruangan atau lapangan yang tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja
bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat
sumber-sumber bahaya.
16
PENGUKURAN KEBISINGAN
17
selama 8 jam kerja (1 shift) secara akumulatif
- Alat yang digunakan Noise Dosimeter yang terpasang pada baju tenaga
kerja yang akan diperiksa
- Setiap tenaga kerja pindah lokasi diganti event baru
- Dicatat lamanya tenaga kerja dilokasi tersebut/tiap lokasi yang ditempati
- Tingkat pemaparan bising akumulatif selama 1 shift (8 jam kerja) dapat
dihitung sebagai berikut:
𝐶1 𝐶2 𝐶𝑛
+ + ⋯+ =?
𝑇1 𝑇2 𝑇𝑛
Dimana:
Cn = waktu pemaparan di lokasi n
Tn = waktu pemaparan yang diperkenankan di lokasi n
METODE PENGUKURAN
1. Prinsip pengukuran
Tingkat tekanan bunyi diukur dengan alat sound level meter yang mempunyai kelengkapan Leq A
dengan rentang waktu tertentu pada pembobotan waktu S. Tekanan bunyi menyentuh membran
mikropon pada alat, sinyal bunyi diubah menjadi sinyal listrik dilewatkan pada filter pembobotan
(weighting network), sinyal dikuatkan oleh amplifier diteruskan pada layar hingga dapat terbaca
tingkat intensitas bunyi yang terukur.
18
2. Peralatan
Umum
Sound level meter yang digunakan untuk mengukur tingkat intensitas kebisingan di tempat kerja
memiliki kelengkapan untuk mengukur tingkat tekanan SLM bunyi sinambung setara pada
pembobotan A secara langsung ataupun tidak langsung. Alat ukur tersebut sesuai dengan yang
ditetapkan SNI 05-2962-1992. Kelengkapan alat minimal memiliki:
a. skala pembobotan A
b. kecepatan respon pada pembobotan waktu slow (S)
Kalibrasi
Alat ukur tingkat intensitas kebisingan di tempat kerja sebelum digunakan, harus dikalibrasi sesuai
dengan konfigurasi yang dimuat di dalam buku petunjuk alat. Alat ukur tersebut juga harus
memiliki sertifikat kalibrasi yang masih berlaku.
19
peredam getaran untuk mengurangi pengaruh perekaman bunyi pada mikropon.
3. Prosedur pengukuran
a. Hidupkan alat ukur intensitas kebisingan.
b. Periksa kondisi baterei, pastikan bahwa keadaan power dalam kondisi baik.
c. Pastikan skala pembobotan.
d. Sesuaikan pembobotan waktu respon alat ukur dengan karakteristik sumber bunyi yang
diukur (S untuk sumber bunyi relatif konstan atau F untuk sumber bunyi kejut).
e. Posisikan mikropon alat ukur setinggi posisi telinga manusia yang ada di tempat kerja.
Hindari terjadinya refleksi bunyi dari tubuh atau penghalang sumber bunyi.
f. Arahkan mikropon alat ukur dengan sumber bunyi sesuai dengan karakteristik mikropon
(mikropon tegak lurus dengan sumber bunyi, 70o - 80o dari sumber bunyi).
g. Pilih tingkat tekanan bunyi (SPL) atau tingkat tekanan bunyi sinambung setara (Leq)
Sesuaikan dengan tujuan pengukuran.
h. Catatlah hasil pengukuran intensitas kebisingan pada lembar data sampling. Lembar data
sampling minimum memuat ketentuan seperti berikut:
1. Nama perusahaan ;
2. Alamat perusahaan ;
3. Tanggal sampling ;
4. Likasi titik pengukuran ;
5. Rentang waktu pengukuran ;
6. Hasil pengukuran intensitas kebisingan ;
7. Tipe alat ukur ;
8. Tipe kalibrator ;
9. Penanggung jawab hasil pengukuran
i. Bila alat ukur Sound Level Meter tidak memiliki fasilitas Leq, maka dihitung secara
manual dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Leq = 10 Log { 1/T[ tlxantilog (L1/10) + t2xantilog (L2/10) + ...tnxantilog (Ln/10)]
Keterangan:
L1 adalah tingkat tekanan bunyi pada periode t1;
Ln adalah tingkat tekanan bunyi pada periode n;
T adalah total waktu (t1+t2 + ... tn).
20
Lampiran
Lembar data sampling pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja
Nama perusahaan : ...................................................................................
Alamat : ...................................................................................
Jenis perusahaan
Tanggal sampling
Petugas
KESIMPULAN:
SARAN:
(………….) (……………………………….)
21
HASIL PENGUJIAN KEBISINGAN YANG MEMAPAR TENAGA KERJA DI
PERUSAHAAN……………………………………..
DATA SAMPEL
1. Nama Tenaga Kerja:………………………………………………
2. Jenis kelamin: …………………………………………………….
3. Umur: …………………Tahun
4. Jabatan: ……………………………………………………………
5. Masa kerja: ………………………………………………………..
6. Tanggal Pengujian: ………………………………………………..
7. Alat yang digunakan: ………………………………………………
PERHITUNGAN
KESIMPULAN
SARAN
(…………..……….) (…………………………………)
22
HASIL PENGUJIAN KEBISINGAN PADA SUMBERNYA
DI PERUSAHAAN………….
KESIMPULAN :
SARAN :
(…………..……….) (…………………………………)
23
PENGUKURAN KEBISINGAN DI LINGKUNGAN
- Pilih titik yang dikehendaki, dengan mikropon diarahkan ke sumber bising yang paling
dominan
- Pengukuran dengan integrating sound level meter yang dapat mengukur Leq selama 10 menit
- Leq = Equivalent Contimous Noise Level atau tingkat kebisingan dari kebisingan yang
berubah ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu, setara dengan tingkat kebisingan yang
konstan (steady) selama waktu yang sama
- Pengkuran dilakukan selama 24 jam siang dan malam (Lsm) dengan cara tingkat kebisingan
siang hari (Ls) selama 16 jam yaitu pada jam 06.00-22.00 dan pada malam hari (Lm) selama
8 jam yaitu jam 21.00-06.00
- Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling
sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan 3 wwaktu pada malam hari, yaitu:
Siang hari:
- L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00-09.00 (3 jam)
- L2 diambil pada jam 11.00 mewakili jam 09.00-14.00 (5 jam)
- L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 – 17.00 (3 jam)
- L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00-22.00 (5 jam)
Malam hari:
- L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 – 24.00 (2 jam)
- L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 – 03.00 (3 jam)
- L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 – 06.00 (3 jam)
24
Ls = 10 log 1/24 (16.100.1LS+…+8.10 0.1LM) dBA
Hasil dievaluasi dengan membandingkan Lsm dengan nilai baku tingkat kebisingan yang
ditetapkan dengan toleransi ±3 dBA
IDENTITAS PEMOHON
1. Nama Perusahaan : …………………………………….
2. Jenis Perusahaa : …………………………………….
3. Alamat : …………………………………….
4. Waktu Pengujian : …………………………………….
5. Alat yang digunakan : …………………………………….
25
NO Lokasi Kawasan TK. Kebisingan NBM KETERANGAN
(Dba)
Leq Lmax
KESIMPULAN :
SARAN :
(…………..……….) (…………………………………)
26
PRAKTIKUM 4
Pengukuran Bahaya Panas di Lingkungan Kerja
Oleh: Oktomi Wijaya, S.K.M., M.Sc.
Tujuan :
1. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi bahaya panas dengan mengukur suhu inti tenaga
kerja
2. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi bahaya panas dengan mengukur denyut nadi
pekerja
3. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi bahaya panas dengan pemantauan dehidrasi
4. Mahasiswa mampu mengevaluasi bahaya panas dengan menghitung Indeks Suhu Basah
dan Bola
Acuan
Permenaker Nomor 5 Tahun 2018
Dasar Teori
Suatu proses produksi dalam suatu industry sering memerlukan suhu yang tinggi, yang diperoleh
dari suatu sumber panas, seperti: dapur peleburan baja, dapur peleburan gelas, dan dapur
pembakaran keramik. Energi panas yang bersumber dari panas akan dipancarkan langsung atau
melalui permukaan dapur dan menyebabkan suhu udara tempat kerja naik, dengan demikian iklim
atau cuaca di dalam tempat kerja berubah dan menimbulkan tekanan panas yang akan diterima
oleh tenaga kerja yang bekerja sebagai beban panas tambahan.
Ada dua macam sumber panas yang sangat penting untuk para tenaga kerja yang bekerja di
lingkungan tempat kerja yang panas:
1. Panas metabolisme
Tubuh manusia akan selalu menghasilkan panas selama masih hidup. Proses menghasilkan
panas dalam tubuh ini disebut panas metabolisme. Apabila beban kerja meningkat, maka
panas metabolisme juga akan meningkat.
2. Panas dari luar tubuh
Panas dari luar tubuh berasal dari lingkungan kerja yang panas. Faktor panas di lingkungan
tempat kerja termasuk suhu udara, kecepatan gerak udara, kelembaban udara, dan panas
radiasi.
27
Ada dua cara tubuh mengatur keseimbangan panas, yaitu dengan :
1. Meningkatkan aliran darah
Ketika panas tubuh meningkat, maka jantung akan memompa darah lebih banyak. Panas
dibawa oleh darah menuju kulit, dan dikeluarkan ke lingkungan.
2. Berkeringat
Apabila panas tubuh masih tinggi, maka otak akan memerintahkan kelenjar keringat untuk
memproduksi keringat. Panas tubuh akan dikeluarkan melalui keringat.
Lingkungan kerja panas yang ekstrim dapat membahayakan bagi tubuh, antara lain:
1. Suhu tubuh naik
2. Denyut nadi meningkat
3. Keringat berlebih
4. Heat cramps
5. Heat exhaustion
6. Heat collapse
Pengukuran temperatur lingkungan kerja dilakukan jika ada informasi atau laporan tentang
adanya ketidaknyamanan akibat panas di lingkungan kerja. Pengukuran temperatur lingkungan
kerja dilakukan dengan mengukur temperature suhu kering, suhu basah dan suhu radiant.
Temperature ligkungan kerja biasanya dinyatakan dalam indeks suhu basah dan bola (ISBB).
Alat yang digunakan untuk mengukur temperature lingkungan kerja bersifat direct reading
instrument. Pengukuran temperature panas meliputi:
1. Suhu kering (dry bulb temperature) – Ta
Pengukuran suhu kering dilakukan dengan menggunakan thermometer yang berisi cairan,
thermocouples dan thermometer resisten.
2. Suhu basah alami dan bola (Natural wet bulb temperature) – Tnwb
Pengukuran suhu basah alami diukur dengan thermometer yang dilengkapi dengan kain katun
yang basah.
28
3. Suhu Radiant (Radiant/Globe Temperature)
Suhu radiant diukur dengan menggunakan black globe thermometer. Thermometer dilengkap
dengan bola tembaga diameter 15 cm yang dicat berwarna hitam untuk menyerap radiasi infra
merah.
4. Kelembaban relative (Relative Humadity)
Pengukuran kelembeban udara juga penting dilakukan karena berhubungan dengan perpindahan
panas dari tubuh dengan lingkungan kerja. Kelembaban yang tinggi akan menyebabkan
evaporasi menjadi rendah. Alat untuk mengukur kelembaban udara adalah hygrometer.
5. Kecepatan Angin
Kecepatan angina berperan dalam proses pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan kerja
melalui konveksi dan evaporasi. Kecepatan angina diukur dengan anemometer.
Prosedur Kerja
1. Pengukuran Suhu inti
Caranya dengan mengukur suhu oral. Suhu oral dapat diukur dengan menggunakan
thermometer air raksa biasa atau dengan menggunakan thermometer elektronik. Tenaga
kerja yang akan diukur suhu oralnya tidak diperkenankan makan atau minum 15 menit
sebelum diukur suhunya dan tenaga kerja harus menutup mulutnya selama pengukuran.
2. Pengukuran denyut jantung
Pengukuran denyut nadi dilakukan saat pemulihan denyut nadi. Untuk pengukuran saat
pemulihan denyut nadi menjadi normal kembali, maka tenaga kerja harus berhenti bekerja
atau dilakukan saat putaran kerja berakhir dan duduk istirahat. Nadi diukur setelah 1 menit
duduk istirahat.
3. Pemantauan status dehidrasi
Dehidrasi diukur dengan mencatat perubahan berat badan pada saat akan mulai bekerja
dan pada akhir bekerja dengan menggunakan timbangan digital.
4. Pengukuran Temperatur Lingkungan Kerja
29
Dalam pengukuran temperature lingkungan dan pajanan panas personel di tempat kerja,
beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
Penentuan sampel
Langkah pengukuran
Kalkulasi hasil pengukuran
Penentuan titik pengukuran
Untuk menentukan lokasi pengkuran panas, ada beberapa pertimbangan yang perlu
diperhatikan, yaitu:
Secara kualitatif menunjukkan ada bahaya panas
Adanya keluhan pekerja dengan kondisi lingkungan kerja yang panas
Ada pekerja yang bekerja di area panas tsb
Selain lokasi, aspek lain yang harus diperhatikan adalah titik pengukuran. Tidak ada format baku
dalam penentuan titik pengukuran. Jumlah titik pengukuran tergantung kepada jumlah sumber
panas dan area yang terpajan panas. Secara umum, untuk ruangan dengan luas 5 x 5 meter diwakili
oleh 1 titik pengukuran. Namun secara umum titik pengukuran adalah pada area yang terpapar
panas dan terdapat pekerja.
Lama Pengukuran
Berdasarkan SNI 16-7061-2004, pengukuran temperatur dilakukan sebanyak 3 kali selama 8
jam kerja, yaitu pada awal shift, tengah shift dan akhir shift. Menurut OSHA Technical Manual,
lama pengukuran indeks WBGT dapat dilakukan kontinyu selama 8 jam kerja atau hanya pada
waktu paparan tertentu. Pengukuran seharusnya dilakukan dengan periode waktu minimal 60
menit.
Langkah Pengukuran
Tahap Persiapan
Peralatan yang harus dipersiapkan antara lain questemp, tripod, aquadest, kain katun, dan
baterai yang sesuai
Pastikan alat dalam kondisi baik dan berfungsi dengn benar serta masih dalam masa
kalibrasi
Periksa apakah daya baterai pada alat masih memadai.
Lakukan pengaturan pada tanggal, waktu, bahasa, satuan pengukuran, logging rate, dan
heat index.
Pasang alat pada tripod dan bawa alat titik pengukuran.
30
Tahap Pengukuran
Letakkan alat pada titik pegukuran dan sesuakan ketinggian sensor dengan kondisi pekerja
Buka tutup thermometer sushu basah alami dan tutup ujung thermometer dengan kain
katun yang sudah disediakan. Basahi kain katun dengan aquadest secukupnya sampai
wadah tersedia cukup aquadest untuk menjamin agar thermometer tetap basah selama
pengukuran.
Nyalakan alat dan biarkan alat selama beberapa menit untuk proses adaptasi dengan
kondisi titik pengukuran.
Setelah melewati masa adaptasi, aktifkan tombol utuk logging atau proses penyimpanan
data dan data temperature lingkungan akan disimpan di dalam memori alat berdasarkan
kelipatan waktu yang digunakan (logging rate). Waktu pengukuran mulai dihitung sejak
proses logging berjalan.
Biarkan alat di titik pengukuran sesuai dengan waktu yang diinginkan.
Bila telah selesai, on aktifkan fungsi logging dan kemudian alat bias pindah ke titik
pengukuran yang lain atau data yang ada sudah bias dipindahlan ke computer atau dicetak.
Bila pengukuran dilanjutkan ke titik pengukuran yang lain tanpa harus melakukan
pemindahan data, maka langkah pengukuran diulang dari langkah ketiga.
Beberapa hal yang harus diperhatikan selama proses pengukuran di tempat kerja adalah
sebagai berikut:
Peletakkan harus pada posisi aman, jangan bergetar atau goyang.
Letakkan alat pada posisi yang tidak mengganggu aktivitas pekerja.
Operator harus memperhatikan aspek keselamatan pada saat melakukan pengukuran.
Berkoordinasi dengan pekerja dan penanggungjawab area untuk kelancaran proses
pengukuran.
Untuk mendapatkan jumlah data yang diinginkan, maka sebaiknya operator
melebihkan waktu pengukuran.
Tahap Setelah Pengukuran
Setelah melakukan melakukan pengukuran maka data hasil pengukuran dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Untuk lingkungan kerja yang terpajan oleh cahaya matahari (outdoor)
WBGT= 0.7 nwb+ 0.2 Tg + 0.1 Ta
Untuk lingkungan kerja yang tidak terpajan cahaya matahari
31
WBGT = 0.7 Tnwb + 0.3 Tg
Untuk pengukuran yang dilakukan secara intermitten, maka dihitung rata-rata WBGT
dengan menggunakan rumus:
WBGT rata-rata = WBGT1 t1 + WBGT2 t2 +……+WBGTntn
T1+t2+…+tn
Interpretasi Hasil Pengukuran
Setelah diperoleh hasil pengukuran temperature lingkungan, maka langkah selanjutna adalah
melakukan analisis dengan mebandingkan hasil pengukuran dengan standard dan peraturan yang
berlaku.
Pelaporan
1. Pengukuran suhu inti
No Nama pekerja Suhu Inti Evaluasi
1
2
3
4
5
6
3. Pemantauan Dehidrasi
No Nama Pekerja Berat bedan Berat badan Evaluasi
awal shift akhir shift
32
1
2
3
4
5
6
*Bila terjadi penurunan berat badan lebih dari 1.5 persen, maka telah terjadi dehidrasi
berlebihan.
Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola Yang Diperkenankan
Pengaturan ISBB (C)
Waktu Kerja Beban kerja
Setiap Jam Ringan Sedang Berat Sangat Berat
75 % - 100 % 31 28 - -
50 % - 75 % 31 29 27.5 -
25% - 50 % 32 30 29 28
0% - 25% 32.5 31.5 30.5 30
33
PRAKTIKUM 5
PENGUKURAN PENCAHAYAAN DI TEMPAT KERJA
Oleh: Oktomi Wijaya, S.K.M., M.Sc.
TUJUAN:
Untuk mengetahui tingkat pencahayaan di lingkungan kerja, baik pencahayaan umum (general
illumination) maupum pencahayaan lokal (Local Illumination) yang dapat digunakan sebagai
dasar penilaian pencahayaan di tempat kerja secara kuantitatif berdasarkan pedoman yang berlaku
yaitu keputusan menteri kesehatan nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri dan Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
ACUAN:
- Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
DASAR TEORI:
Intensitas pencahayaan di tempat kerja dimaksudkan untuk memberikan penerangan pada benda-
benda yang merupakan objek kerja, peralatan atau mesin dan proses produksi serta lingkungan
kerja. Untuk itu di perlukan intensitas pencahayaan yang mencukupi untuk menerangi keadaan di
sekelilingnya.
Standar ini memuat prosedur, penentuan titik dan peralatan pengukuran intensitas pencahyaan
yang digunakan. Intensitas merupakan aspek penting di tempat kerja, Karena berbagai masalah
akan timbul ketika intensitas penerangan/pencahayaan di tempat kerja tidak sesuai dengan standar
yang ditetapkan. Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Lingkungan Kerja, telah menetapkan ketentuan penting intensitas pencahayaan menurut tingkat
ketelitian pekerjaan yang berlangsung di tempat kerja
Kualitas pencahayaan yang tidak memadai berefek buruk bagi fungsi pengelihataan pekerja juga
untuk lingkungan sekeliling tempat kerja, maupun efek bagi psikologis yang dapat dirasakan
sebagai kelelahan, rasa kurang nyaman, kurang kewaspadaan sampai kepada pengaruh yg terberat
seperti kecelakaan akibat kurangnya penerangan.
34
ISTILAH DAN DEFINISI
lux
satuan intensitas penerangan per meter persegi yang dijatuhi arus cahaya 1 lumen
luxmeter
alat yang digunakan untuk mengukur intensitas penerangan dalam satuan lux
Penerangan setempat/Lokal
penerangan di tempat obyek kerja, baik berupa meja kerja maupun peralatan
Penerangan umum
penerangan di seluruh area tempat kerja
PRINSIP PENGUKURAN:
Pengukuran pencahayaan ini menggunakan alat luxmeter yang hasilnya langsung terbaca. Alat ini
mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, kemudian energi listrik dalam bentuk arus
digunakan untuk menggerakan jarum skala (Luxmeter Analog) sedangkan untuk Luxmeter digital
maka akan diubah dalam bentuk angka yang dapat terbaca di layer monitor alat.
PROSEDUR PENGUKURAN:
1. Persiapan
a. Persiapan alat:
Luxmeter wajib di kalibrasi oleh laboratorium kalibrasi yang terakreditasi. Sebelum
digunakan luxmeter harus dikalibrasi secara internal yaitu dengan menutup sel foto
(photo diode), kemudian alat dihidupakn angka pada layer harus menunjukan angka 0
selama 4 detik.
b. Penentuan lokasi pengukuran
Lokasi pengukuran berdasarkan hasil survey dimana sering terjadi keluhan tanaga
kerja terhadap indera pengelihatan ketika bekerja dan dimana terdapat pekerjaan
membutuhkan tingkat ketelitian tinggi.
c. Penentuan jenis pengukuran Pencahayaan
Jenis pencahayaan ada 2 yaitu:
35
1. Pencahayaan umum, dimana pencahayaan digunakan untuk menerangi ruangan
atau lokasi kerja.
2. Pencahayaan local dimana sumber pencahayaan khusus digunakan untuk
menerangi obyek kerja tertentu. Misalnya: lampu belajar, lampu sorot dan
sebagainya
Sedang sumber pencahayaan pada dasarnya dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
1. Sumber cahaya alami (day light), sumber pencahyaan sinar matahari baik langsung
maupun tidak
2. Sumber cahaya buatan yang berasal dari lampu.
Apabila di lokasi yang sudah kita tentukan terdapat sumber pencahayaan umum dan
pencahayaan lokal atau sumber pencahayaan umum saja maka kita tentukan jenis
pengukuran adalah tingkat pencahayaan umum dan pencahayaan lokal.
Pada saat dilakukan pengukuran pencahayaan lokal sumber pencahayaan umum
dimatikan. Apabila dilokasi tersebut hanya terdapat pencahayaan lokal saja maka
hanya dilakukan pengukuran tingkat pencahayaan lokal saja
d. Penentuan titik pengukuran
- Untuk pengukuran tingkat pencahayaan lokal: diambilkan beberapa titik diatas objek
kerja, misal: meja kerja, di atas mesin atau peralatan lainnya secara merata..
- Untuk pengukuran tingkat pencahayaan umum: titik potong garis horizontal panjang
dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai
Jarak tertentu tersebut dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai berikut:
1. Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi titik potong garis horizontal panjang dan
lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1 meter.
1m 1m 1m 1m
1m
1m
2. Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai dengan 100 meter persegi: titik potong
garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 meter
36
3m 3m 3m 3m
3m
3m
3. Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong horizontal panjang dan lebar
adalah pada jarak 6 meter.
6m 6m 6m 6m
6m
6m
Apabila pada titik terdapat mesin besar sehingga tidak memungkinkan pengukuran pada
titik tersebut, maka diambil titik didekat mesin tersebut.
e. Persyaratan pengukuran
- Pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan kondisi tempat pekerjaan dilakukan
- Lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan.
2. Pelaksanaan
- Hidupkan luxmeter yang telah dikalibrasi dengan membuka penutup sensor.
- Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik pengukuran untuk
intensitas penerangan setempat atau umum.
37
- Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa saat sehingga
didapat nilai angka yang stabil
- Catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan untuk intensitas penerangan
setempat, dan untuk intensitas penerangan umum seperti pada Lampiran
- Matikan luxmeter setelah selesai dilakukan pengukuran intensitas
penerangan/pencahayaan.
38
Lampiran
Denah pengukuran intensitas penerangan pada penerangan setempat
1. Nama perusahaan
2. Alamat ................
3. Jenis perusahaan ...............................................................
4. Jumlah tenaga kerja ..........................................................
5. Unit kerja/ruang kerja ........................................................
6. Jenis lampu ........................................................................
7. Pijar/Gas halogen/Germicidal/Fluorescent/Natrium/Infrared*
8. Jenis penerangan ...............................................................
9. Tanggal pengukuran ..........................................................
39
Denah pengukuran intensitas penerangan pada penerangan umum
1. Nama perusahaan
2. Alamat ................
3. Jenis perusahaan ...............................................................
4. Jumlah tenaga kerja ..........................................................
5. Unit kerja/ruang kerja ........................................................
6. Jenis lampu ........................................................................
7. Pijar/Gas halogen/Germicidal/Fluorescent/Natrium/Infrared*
8. Jenis penerangan ...............................................................
9. Tanggal pengukuran ..........................................................
40
Denah penerangan umum (meter)
41
Hasil pencatatan pengukuran intensitas penerangan setempat
Nama perusahaan
Alamat ...................
Tanggal pengukuran
Petugas ...................
Unit kerja ...............
Waktu pengukuran...
Hasil (lux)
Ruang Rata-rata
Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran III
42
Hasil pencatatan pengukuran intensitas penerangan umum
Nama perusahaan
Alamat ...................
Tanggal pengukuran
Petugas ...................
Unit Kerja...............
Waktu pengukuran...
Hasil (lux)
Ruang Rata-rata
Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran III
43
Standar Pencahayaan
No Keterangan Intensitas (Lux)
1 Penerangan Darurat 5
44
g. Mengerjakan kayu.
h. Melapis perabot.
6 Pekerjaan pembedaan yang teliti daripada barang-barang 300
kecil dan halus seperti:
a. Pekerjaan mesin yang teliti.
b. Pemeriksaan yang teliti.
c. Percobaan-percobaan yang teliti dan halus.
d. Pembuatan tepung.
e. Penyelesaian kulit dan penenunan bahan-bahan katun atau
wol berwarna muda.
f. Pekerjaan kantor yang berganti-ganti menulis dan
membaca, pekerjaan arsip dan seleksi surat-surat
7 Pekerjaan mmbeda-bedakan barang-barang halus dengan 500-1000
kontras yang sedang dan dalam waktu yang lama seperti:
a. pemasangan yang halus
b. pekerjaan mesin yang halus
c. pemeriksaan yang halus
d. penyemiran yang halus dan pemotongan gelas kaca
e. pengerjaan kayu yang halus
f. menjahit bahan-bahan wol yang berwarna tua
g. akuntan, pemegang buku, pekerjaan steno, mengetik atau
pekerjaan kantor yang lama.
45
PRAKTIKUM 6
Pengukuran Percepatan Getaran Seluruh Tubuh Pada Sikap Kerja Duduk
Oleh: Oktomi Wijaya, S.K.M., M.Sc.
Tujuan:
Mengukur percepatan rata-rata getaran seluruh tubuh
Acuan:
Permenaker Nomor 5 Tahun 2018
Dasar Teori:
Efek Fisik Getaran
Getaran seluruh badan terutama terjadi pada alat angkutan. Alat angkutan pnyebab getaran
seluruh badan bukan mobil yang pembuatannya sempurna ditinjau dari sudut halusnya mesin
atau efefktifnya fungsi peredam getaran, melainkan pada truk, alat angkut yang digunakan
dalam kegiatan industri dan traktor pertanian. Selain getaran seluruh badan oleh alat angkut
tersebut, seluruh badan oleh alat angkut tersebut, seluruh badan dapat ikut bergetar oleh
beroperasinya alat-alat berat yang memindahkan getaran mekanis dari alat berat dimaksud ke
seluruh badan tenaga kerja lewat getaran lantai melalui kaki.
Sebenarnya pada getaran seluruh badan, hanya getaran mekanis dari tempat duduk dan
topangan kaki di lantai yang penting artinya dilihat dari sudut efeknya kepada tenaga kerja ,
karena getaran mekanis dari lokasi tersebut diteruskan ke badan. Kekuatan getaran mekanis
yang disalurkan ke badan tergantung kepada sifat bantal duduk dan injakan kaki yaitu peredam
yang menurunkan kekuatan getaran aau ikut bergetar sehingga menambha kekuatan getaran.
Bahan peredam bagi getaran mekanis antara lain bantalan tempat duduk atau injakan kaki yang
berisikan kapuk atau busa. Adapun material yang menambah kekuatan getaran adalah logam
atau benda padat lainnya yang frekuensinya sama dengan sumber getaran mekanis yang
bersangkutan.
Efek Fisiologis
Efek fisiologis vibrasi kepada tubuh manusia tergantung dari frekuensi getaran mekanis dan
juga frekuensi alami jaringan. Hal ini terjadi sebesar-besarnya pada frekuensi getaran yang
46
sama dengan frekuensi alami jaringan yang menyebabkan resonansi maksimum jaringan
terhadap getaran. Ternyata frekuensi alami untuk bagian dada dan perut adalah 3-9 Hz.
Getaran mekanis dengan frekuensi yang lebih tinggi mempengaruhi bagian tubuh yang
frekuensinya lebih tinggi pula, yaitu bagian tubuh di periferi. Leher dan kepala, pinggul dan
perineum, otot dan tulang beresonansi dengan baik terhadap getaran mekanis yang
frekeunsinya 10 Hz. Adapu faring beresonansi dengan baik terhadap getaran mekanis dengan
frekuensi 13-15 Hz.
Dari semua organ badan, mata paling banyak dipenagruhi oleh getaran mekanis. Pada frekuensi
sampai dengan 4 Hz, mata masih dapat mengikuti gerakan-gerakan yang berada antara kepala
dan obyek yang dilihat, sedangkan untuk frekeunsi yang lebih tinggi, mata tidak memiliki
kemampuan untuk mengikuti gerakan tersebut. Amplitude juga beprengaruh terhadap
kemampuan indra mata. Pengaruh getraan mekanis dengan frekuensi di bawah 16 Hz kepada
kohlea belum diketahui secara pasti dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Istilah
Getaran
Gerakan teratur atau tidak teratur suatu benda dengan arah bolak balik dari kedudukan
seimbangnya.
Percepatan
Perubahan kecepatan terhadap waktu.
Frekuensi
Jumlah gerakan periodic atau bolak balik getaran per satuan waktu.
47
Akselerometer atau Transducer
Sensor untuk mengukur percepatan dari suatu getaran
Crest Factor
Rasio nilai maksimum percepatan getaran dengan pembobotan frekuensi terhadap percepatan
rata-rata
Getaran Konstan
Getaran dengan crest factor kurang dari atau sama dengan 9
Getaran kejut
Getaran dengan crest factor lebih besar dari 9
Peralatan
Human Vibration
Akselerometer tiga sumbu
Bantalan (pad)
Cara Pengukuran
Pilihlah lokasi yang akan dilakukan pengukuran
Pengukuran dilakukan pada 3 bagian tubuh (punggung, antara tubuh dan alas duduk
dan punggung)
Nyalakan alat, kemudian pilih whole body vibration
Pengukuran dilakukan selama 1 menit dengan pembacaan 3 kali masing-masing setelah
selama 20 detik. Untuk sumber getaran konstan periode pengukuran paling sedikit 2
kali, sedangkan pada sumber getaran kejut periode pengukuran paling sedikit 4 kali
disesuaikan dengan fluktuasi getaran.
Catat hasil pengukuran
48
Evaluasi Paparan Getaran
Form Pelaporan
Nama Perusahaan :
Alamat :
Jenis Usaha :
Tanggal Pengambilan :
49
PRAKTIKUM 7
Pengenalan Bahaya Kimia Di Tempat Kerja
Tujuan:
1. Mahasiswa dapat mengenali berbagai jenis bahan kimia yang digunakan di
laboratorium.
2. Mahasiswa mampu memahami aspek keselamatan bahan kimia.
3. Mahasiswa mengetahui nilai ambang batas dan indeks pajanan biologi suatu bahan
kimia.
Acuan
-Kepmenaker No. 187/Men/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di tempat
kerja.
-
Dasar Teori
Sebagaimana diketahui bahwa proses produksi di dalam suatu industri tidak pernah berjalan
sempurna, walaupun telah direncanakan seefektif mungkin, selalu ada terjadi kebocoran,
ceceran, tumpahan, sisa dan limbah bahan-bahan kimia. Oleh karena itu, bahan-bahan kimia
yang ada di lingkungan kerja dapat ditemukan dalam sejumlah bentuk fisik seperti debu, fume,
asap, kabut, gas, uap, cairan dan larutan. Bahan kimia dapat menjadi berbahaya khususnya
bila terdapat di udara dalam jumlah yang berlebihan.
Jalan yang umum ditempuh oleh bahan kimia untuk masuk ke dalam tubuh adalah melalaui
pernapasa, penyerapan melalui kulit, dan menelan. Reaksi tubuh terhadap bahan-bahan kimia
dapat terjadi baik secara akut dan kronis. Pemajanan akut dan pengaruh akut umumnya
termasuk pemajanan terhadap konsentrasi tinggi dalam jangka waktu yang pendek dan segera
menghasilkan beberapa akibat (penyakit, iritasi, dan kematian). Berlawanan dengan pengaruh
akut, pengaruh kronis dogolongkan dengan gejala atau penyakit yang berlangsung lama atau
sering kambuh.
Bentuk-bentuk fisik bahan kimia yang dapat ditemukan di udara lingkungan kerja dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu:
1. Kelompok bukan partikel : gas, uap, cairan dan pelarut.
2. Kelompok partikel: debu, asap, kabut dan serat.
50
Peralatan dan Bahan
-Lembar Data Keselamatan Bahan
-TLV and BEI ACGIH 2005
-Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Prosedur Kerja
1) Mahasiswa mengidentifikasi satu jenis bahan kimia yang digunakan di laboratorium
2) Mahasiswa menganalisis aspek keselamatan bahan kimia yang sudah diidentifikasi
3) Mahasiswa menganalisis nilai ambang batas dan indeks pajanan bahan kimia yang
sudah diidentifikasi
Pelaporan
Lembar Data Keselamatan Bahan
1. Identitas Bahan Kimia dan Perusahaan Nama Bahan
2. Komposisi Bahan
3. Identifikasi Bahaya
4. Tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
5. Tindakan Penanggulangan Kebakaran
6. Tindakan terhadap Tumpahan dan Kebocoran
7. Penyimpanan dan Penanganan Bahan
8. Pegendalian Pemajanan dan Alat Pelindung Diri
9. Sifat Fisik dan Kimia
10. Reaktifitas dan Stabilitas
11. Informasi Toksikologi
12. Informasi Ekologi
13. Pembuangan Limbah
14. Pengangkutan
15. Peraturan Perundang-undangan
16. Informasi lain yang diperlukan
52
Daftar Pustaka
1. Plog, Barbara A., Quinlan, Patricia J., 2002, Fundamental of Industrial Hygiene Fifth
Edition, USA: National Safety Council
2. M, Soeripto, 2008, Higiene Industri, Jakarta: balai Penerbit FK UI
3. Kementerian Tenaga Kerja, 2005, Pengawasan Penerapan K3 Penyelenggaraan Makanan
di Tempat Kerja, Jakarta: Kemenaker
4. Kementerian Tenaga Kerja, 2006, Pengawasan Penerapan K3 Sanitasi dan Higiene,
Jakarta: Kemenaker
5. Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Lingkungan Kerja
53