Anda di halaman 1dari 14

Sertifikasi Halal dan

Regulasi Produk Halal

Nama Kelompok:
Putri Amelia Roswita 1300023204
Rizky Nur Oktarina 1300023220
Deden Hardian 1300023254
Nurul Ernawati 1300023259
Dahlia Asmahanie 1300023260
Lisnawati 1300023263
Sunengsih 1300023282
Muhammad Nuzuli 1300023283
Sertifikasi Halal

 Sertifikat Halal
Sertifikat Halal MUI adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia yang
menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam.
Sertifikat Halal  MUI ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin
pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah
yang berwenang.

 Tujuan Sertifikasi Halal


Sertifikasi Halal MUI pada produk pangan, obat-obat, kosmetika dan
produk lainnya dilakukan untuk memberikan kepastian status kehalalan,
sehingga dapat menenteramkan batin konsumen dalam
mengkonsumsinya. Kesinambungan proses produksi halal dijamin oleh
produsen dengan cara menerapkan Sistem Jaminan Halal.
Persyaratan Sertifikasi Halal

 Bagi Perusahaan yang ingin mendaftarkan Sertifikasi Halal ke LPPOM


MUI , baik industri pengolahan (pangan, obat, kosmetika), Rumah
Potong Hewan (RPH), restoran/katering, maupun industri jasa
(distributor, warehouse, transporter, retailer) harus memenuhi
Persyaratan Sertifikasi Halal yang tertuang dalam Buku HAS 23000
(Kebijakan, Prosedur, dan Kriteria).

 HAS 23000 adalah dokumen yang berisi persyaratan sertifikasi halal


LPPOM MUI. HAS 23000 terdiri dari 2 bagian, yaitu:
1. Bagian I tentang Persyaratan Sertifikasi Halal : Kriteria Sistem
Jaminan Halal (HAS 23000:1)
2. Bagian II tentang Persyaratan Sertifikasi Halal : Kebijakan dan
Prosedur (HAS 23000:2).
1.   Kriteria SJH

 Penjelasan mengenai kriteria SJH dapat dilihat pada dokumen HAS


23000:1 Persyaratan Sertifikasi Halal: Kriteria Sistem Jaminan Halal.

 Perusahaan bebas untuk memilih metode dan pendekatan yang


diperlukan dalam menerapkan SJH, asalkan dapat memenuhi 11
kriteria SJH sebagai berikut :
 Kebijakan Halal
Manajemen Puncak harus menetapkan Kebijakan Halal dan mensosialisasikan kebijakan halal kepada
seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan.
 Tim Manajemen Halal
Manajemen Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang mencakup semua bagian yang
terlibat dalam aktivitas kritis dan memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang yang jelas.
 Pelatihan dan Edukasi
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan. Pelatihan harus dilaksanakan
minimal setahun sekali atau lebih sering jika diperlukan dan harus mencakup kriteria kelulusan untuk
menjamin kompetensi personel.
 Bahan
Bahan tidak boleh berasal dari : Babi dan turunannya, Khamr (minuman beralkohol), Turunan khamr
yang diperoleh hanya dengan pemisahan secara fisik, Darah, Bangkai, dan Bagian dari tubuh
manusia.
 Produk
Merek/nama produk tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan.
Produk retail dengan sama yang beredar di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi.
 Fasilitas Produksi
Lini produksi dan peralatan pembantu tidak boleh digunakan secara bergantian untuk menghasilkan
produk halal dan produk yang mengandung babi atau turunannya.
 Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis (seleksi bahan
baru, pembelian bahan, pemeriksaan bahan datang, produksi, dll), disesuaikan dengan proses bisnis
perusahaan yang menjamin semua bahan, produk, dan fasilitas produksi yang digunakan memenuhi
kriteria.
 Kemampuan Telusur (Traceability)
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produk yang
disertifikasi berasal dari bahan yang disetujui dan dibuat di fasilitas produksi yang memenuhi kriteria
fasilitas produksi.
 Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang terlanjur dibuat dari
bahan dan pada fasilitas yang tidak memenuhi kriteria.
 Audit Internal
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH yang dilakukan secara
terjadwal setidaknya enam bulan sekali. Hasil audit internal disampaikan ke pihak yang bertanggung
jawab terhadap setiap kegiatan yang diaudit dan pihak ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan berkala
setiap 6 (enam) bulan sekali.
 Kaji Ulang Manajemen
Manajemen Puncak harus melakukan kajian terhadap efektifitas pelaksanaan SJH satu kali dalam satu
tahun atau lebih sering jika diperlukan. Hasil evaluasi harus disampaikan kepada pihak yang
bertanggung jawab untuk setiap aktivitas.
2.   Kebijakan Dan Prosedur Sertifikasi Halal

 Kebijakan dan prosedur harus dipenuhi oleh perusahaan yang


mengajukan sertifikasi halal. Penjelasan mengenai kriteria SJH dapat
dilihat pada dokumen HAS 23000:2 Persyaratan Sertifikasi Halal:
Kebijakan dan Prosedur.

 Berikut diagram alur prosedur sertifikasi halal:


Prosedur Sertifikasi Halal

Secara Umum Prosedur Sertifikasi Halal adalah sebagai berikut :


a. Perusahaan yang mengajukan sertifikasi, baik pendaftaran baru,
pengembangan (produk/fasilitas) dan perpanjangan, dapat melakukan
pendaftaran secara online. melalui website LPPOM MUI (www.halalmui.org)
atau langsung melalui alamat website: www.e-lppommui.org.
b. Mengisi data pendaftaran : status sertifikasi
(baru/pengembangan/perpanjangan), data Sertifikat halal, status SJH (jika
ada) dan kelompok produk.
c. Membayar biaya pendaftaran dan biaya akad sertifikasi halal.
d. Mengisi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses pendaftaran sesuai
dengan status pendaftaran (baru/pengembangan/perpanjangan) dan proses
bisnis (industri pengolahan, RPH, restoran, dan industri jasa), diantaranya :
Manual SJH, Diagram alir proses produksi, data pabrik, data produk, data
bahan dan dokumen bahan yang digunakan, serta data matrix produk.
e. Setelah selesai mengisi dokumen yang dipersyaratkan, maka tahap
selanjutnya sesuai dengan diagram alir proses sertifikasi halal seperti diatas
yaitu pemeriksaan kecukupan dokumen ----- Penerbitan Sertifikat Halal.
 
Catatan :          
 Mulai Bulan Juli 2012, pendaftaran Sertifikasi Halal hanya bisa
dilakukan secara online melalui website LPPOMMUI 
www.halalmui.org pada kolom Layanan Sertifikasi Online Cerol-
SS23000 atau langsung melalui alamat website: www.e-lppommui.org

 Bagi perusahaan yang menginginkan penjelasan detail mengenai


persyaratan sertifikasi halal LPPOM MUI (Kebijakan, Prosedur, dan
Kriteria) dapat memesan Buku HAS 23000 melalui
email:ga_lppommui@halalmui.org
E-HALAL REGISTRATION

 Dalam hal pelayanan, LPPOM MUI telah mengimplementasikan E-


HALAL REGISTRATION atau Cerol-SS23000. System ini
memungkinkan pelayanan pendaftaran sertifikasi halal hanya bisa
dilakukan secara online agar prosesnya transparan, efisien dan
akuntabel, yang manfaatnya sangat dirasakan oleh perusahaan yang
menghendaki pelayanan sertifikasi halal secara cepat dan efisien.
 E-HALAL REGISTRATION diluncurkan sejak Mei 2012 LPPOM
MUI seiring semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan
produk halal dan tuntutan perusahaan akan pelayanan sertifikasi halal
yang cepat, akurat, dan real time.
 Dengan sistem ini perusahaan dapat mengajukan permohonan
sertifikasi halal produk secara online, tanpa batas waktu dan tempat.
Keunggulan system ini, pendaftaran dapat dilakukan di mana pun dan
kapan pun. Selain itu, data bisa terjamin dan lebih cepat
pelaksanaannya. Perkembangan proses sertifikasi juga bisa dipantau
secara real time.
Regulasi produk halal di Indonesia

 Menurut UU no 7/ 1996 tentang Pangan, dalam Bab Label danIklan Pangan pasal 30 ayat
1 : “Setiap orang yang memproduks iatau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia
pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di
dalam, dan atau di kemasan pangan”  
 Dalam Kepmenkes RI No. 924/ Menkes/ SK/VIII/ 1996 tentangperubahan atas
Kepmenkes RI No. 82/ Menkes/ SK/ I/ 1996 tentang pencantuman tulisan “Halal”
diberikan berdasarkanFatwa dari Komisi Fatwa MUI.
 UU tersebut menjadi landasan LPPOM MUI untuk ‘memaksa’ produsen
mensertifikasi halal produknya melalui pengawasan Tim Auditor Internal LPPOM MUI.
 Tetapi penjelasan lanjutan dari UU di atas mengandung keanehan yang mementahkan
konsep ‘pemaksaan’ dalam UUpasal 30 ayat 2 (e). Penjelasan itu berbunyi; “ …
Namun, pencantumannya pada label pangan baru merupakan kewajiban apabila
setiap orang yang memproduksi pangan dan atau memasukkan pangan ke wilayah
Indonesia untuk diperdagangkan menyatakan bahwa pangan yang bersangkutan
adalah halal bagi umat islam…”  
 Karena dalam penjelasan di atas pelabelan halal hukumnya tidak wajib, maka sertifikasi
halal pun menjadi tidak wajibpula
 Sampai saat ini di Indonesia belum ada peraturan perundang-
undangan tegas yang mengatur kehalalan obat dan kosmetik.
 Pada tahun 1996 Depkes, Depag, dan MUImembuat kesepakatan
tentang labelisasi halal.
 Agrement Tripartit (kesepakatan tiga pihak) menyatakan bahwa
permintaan Sertifikasi dan Label Halal dilakukan melalui satu pintu
pemeriksaan yang dilakukan tim gabungan dari unsur-unsur ketiga
pihak.
 Hasil pemeriksaan kemudian disidangkan oleh tim Pakar MUI untuk
selanjutnya dibahas dalam Komisi Fatwa MUI.
 Berdasarkan Fatwa MUI yang dituangkan dalam Sertifikasi Halal,
Depkes memberikan izin pencantuman label halal atas produk yang
bersangkutan
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai