Anda di halaman 1dari 18

INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER, KEBIJAKAN INFLASI

DAN NILAI TUKAR

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah


Kebijakan Fiskal dan Moneter
Pascasarjana UIN Syekh Alihasan Ahmad Addary Padangsidimpuan

OLEH:
Muhammad Zaky Azhary D 2150200019
Idris Syahputra Utama S 2150200040

DOSEN PENGAMPU

Dr. Darwis Harahap, M.Si

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

PASCASARJANA

UIN SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY

PADANGSIDIMPUAN

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita sanjung tinggikan kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan hidayahNya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Sholawat dan salam smoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Makalah ini berjudul “Instrumen Kebijakan Moneter, Kebijakan Inflasi
dan Nilai Tukar”. Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan agar para
pembaca dapat memahami isi dari makalah ini. Selain itu, penyusun juga
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang sudah membantu sampai
makalah ini dapat diselesaikan.
Tentunya dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
dan juga kesalahan dalam penyusunan. Oleh karena itu, penyusun juga
mengharapkan kritik, saran dan masukan-masuka yang bersifat membangun untuk
melengkapi dan memperbaharui makalah ini kedepannya.

Penyusun

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi dan Konsep Ekosistem Teknologi Finansial..............................3
B. Ekosistem Fintech Indonesia....................................................................5
C. Pengembangan Ekosistem Fintech...........................................................8
D. Kompetensi Sumber Daya Insani Mendukung Ekosistem Fintech..........10
E. Upaya BI Mendukung Ekosistem Fintech...............................................11
F. Relasi Antara Fintech dengan Sistem Pembayaran OJK dan BI..............13
BAB III PENUTUP
Kesimpulan..................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral yang berperan penting
dalam suatu perekonomian. Peran kebijakan tersebut dilihat dari kemampuannya
dalam mencapai sasaran ekonomi makro, yaitu pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga,
perluasan kesempatan kerja, dan keseimbangan neraca pembayaran. Salah satu sasaran
yang menjadi tolak ukur kemampuan perekonomian dalam suatu negara dapat dilihat
dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Tak terkecuali untuk negara berkembang
seperti Indonesia, pertumbuhan ekonomi masih menjadi pusat perhatian. Oleh karena
itu , sering kali hal ini menjadi sasaran akhir kebijakan moneter. Sesuai dengan UU
No. 23 Tahun 1999 yang telah diamandemen dengan UU No. 3 Tahun 2004, tujuan
Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, yaitu
kestabilan harga (inflasi) dan nilai tukar rupiah. Dalam instrumen moneter juga
terdapat lima saluran transmisi kebijakan moneter yang dapat berpengaruh terhadap
aktivitas ekonomi dan keuangan. Lima saluran itu diantaranya adalah saluran uang,
saluran kredit, saluran suku bunga, saluran nilai tukar dan ekspetasi inflasi. Mekanisme
transmisi moneter dimulai dari tindakan bank sentral dengan menggunakan instrumen
moneter operasi pasar terbuka (OPT) atau yang lain, dalam melaksanakan kebijakan
moneternya. Tindakan itu kemudian ,berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan
keuangan melalui berbagai saluran transmisi kebijakan moneter.
Di bidang keuangan, kebijakan moneter berpengaruh terhadap perkembangan
suku bunga, nilai tukar dan harga saham di samping volume dana masyarakat yang
disimpan di bank, kredit yang disalurkan bank kepada dunia usaha, penanaman dana
pada obligasi, saham maupun sekuritas lainnya. Sementara itu, di sektor ekonomi riil
kebijakan moneter selanjutnya mempengaruhi perkembangan konsumsi, investasi,
ekspor-impor, hingga pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang merupakan sasaran akhir
kebijakan moneter. Dengan transmisi kebijakan moneter ke pertumbuhan ekonomi dan
inflasi dapat berlangsung dengan tenggat waktu yang cukup lama dan bervariasi. Hal
ini disebabkan karena transmisi kebijakan moneter banyak berkaitan dengan pola
hubungan antara berbagai variabel ekonomi dan keuangan yang selalu berubah sejalan

3
dengan perkembangan ekonomi negara bersangkutan. Pada kondisi ekonomi yang
masih tradisional dan masih tertutup dengan perbankan sebagai satu-satunya lembaga
keuangan, hubungan antara uang beredar dengan aktivitas ekonomi riil pada umumnya
masih relatif erat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Operasi Pasar Terbuka?
2. Apa yang dimaksud dengan Fasilitas Diskonto?
3. Apa yang dimaksud dengan Nilai Tukar Cadangan Wajib Minimum?
4. Apa yang dimaksud dengan Kebijakan Kredit Selektif?
5. Apa yang dimaksud dengan Himbauan Moral?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Operasi Pasar Terbuka.
2. Untuk mengetahui defenisi Fasilitas Diskonto.
3. Untuk mengetahui defenisi Nilai Tukar Cadangan Wajib Minimum.
4. Untuk mengetahui defenisi Kebijakan Kredit Selektif.
5. Untuk mengetahui defenisi Himbauan Moral.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Operasi Pasar Terbuka


Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, keberadaan Bank Indonesia sebagai lembaga yang independen dalam
melaksanakan kebijakan moneternya mulai terwujud, terutama dalam aspek
fungsional dan penggunaan instrumen kebijakan moneter dalam mencapai
sasaran yang telah ditetapkan (instrument independence). Sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya, sasaran yang ditetapkan sesuai dengan undang-undang
adalah menjaga stabilitas nilai rupiah. Dalam melaksanakan tugas untuk
mencapai sasaran yang telah ditetapkan tersebut Bank Indonesia menempuh
kebijakan moneter antara lain dengan menggunakan OPT sebagai instrumen
operasionalnya. Secara umum, OPT bertujuan mencapai sasaran operasional
kebijakan moneter dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan
moneter yang ditetapkan. Sasaran operasional kebijakan moneter dapat
ditetapkan berupa sasaran kuantitas uang primer (atau komponennya) atau
sasaran suku bunga pasar jangka pendek. Dalam hal kebijakan moneter diarahkan
pada pengendalian sasaran kuantitas atau jumlah uang beredar maka uang primer
atau komponennya ditetapkan sebagai sasaran operasional dan jumlah uang
beredar dalam arti sempit (M1 ) dan dalam arti luas (M2 ) merupakan sasaran
antara. 1
Sementara itu, dalam hal kebijakan moneter diarahkan untuk
mengendalikan suku bunga maka suku bunga jangka pendek ditetapkan sebagai
sasaran operasional. Sasaran operasional yang ditetapkan dalam kebijakan
moneter adalah jumlah uang primer. Untuk mencapai sasaran operasional
kebijakan moneter tersebut Bank Indonesia menempuh cara mempengaruhi
likuiditas perbankan melalui kontraksi moneter atau ekspansi moneter.

1 F.X Sugiyono, Instrumen Pengendalian Moneter, PPSK Bank Indonesia

5
Dalam menetapkan seberapa besar kontraksi atau ekspansi yang akan dilakukan
harus diperhatikan komponen atau faktor-faktor yang mempengaruhi dan
komponen jumlah uang primer yang dalam hal ini adalah likuiditas perbankan.
Dilihat dari sisi aktiva neraca Bank Indonesia, faktor-faktor yang mempengaruhi
uang primer terdiri dari dua kelompok besar, yaitu :
a) Cadangan devisa bersih (net international reserves) yang likuid atau
cadangan devisa setelah dikurangi kewajiban jangka pendek, yang dimiliki
Bank Indonesia; dan
b) Aktiva domestik bersih (net domestic assets) atau tagihan bersih Bank
Indonesia (otoritas moneter) kepada sektor swasta dalam negeri (domestik).
Tagihan ini terdiri dari tagihan bersih (setelah dikurangi kewajiban) kepada
pemerintah pusat, bantuan likuiditas, kredit likuiditas, tagihan lainnya, instrumen
OPT, dan lainnya (net other items) Sementara itu, dilihat dari sisi pasiva neraca
Bank Indonesia, uang primer terdiri dari tiga komponen besar, yaitu :
a) Uang kartal, yaitu uang logam dan kertas yang beredar di masyarakat dan
yang ada di kas bank,
b) Saldo giro bank, yaitu simpanan bank-bank dalam rupiah di Bank
Indonesia, dan
c) Saldo giro atau simpanan sektor swasta dalam rupiah di Bank Indonesia.
Dari komponen-komponen uang primer tersebut, yang berada dalam
kendali Bank Indonesia selaku otoritas moneter adalah uang kartal yang ada di
kas bank dan saldo giro perbankan di Bank Indonesia. Sementara itu, jumlah
uang kartal yang beredar di masyarakat hampir sekitar 70% dari komponen uang
primer, merupakan kebutuhan masyarakat yang harus selalu dipenuhi dan yang
pada dasarnya tidak dapat dikendalikan secara langsung oleh Bank Indonesia.
Dengan demikian, sasaran operasional yang diharapkan dapat dipengaruhi oleh
OPT yang dilakukan oleh Bank Indonesia hanyalah di luar uang yang beredar di
masyarakat yang sebagian besar berupa saldo giro perbankan di Bank Indonesia.
Mekanisme Operasi Pasar Terbuka Secara umum, OPT dilakukan dengan cara
menjual atau membeli surat berharga dalam rupiah di pasar primer atau sekunder
melalui mekanisme lelang atau nonlelang. Surat berharga dalam rupiah ini
meliputi SBI, Surat Utang Negara (SUN), dan surat berharga lain yang
6
berkualitas tinggi dan mudah dicairkan.8 Selain jual-beli surat berharga, OPT
dapat juga dilakukan dengan instrumen lain, berupa jual-beli valuta asing
terhadap rupiah dan penyediaan fasilitas simpanan bank sentral. Dilihat dari
dampaknya terhadap kondisi moneter, OPT dapat bersifat kontraksi atau
menyerap kelebihan likuiditas yang ada di pasar dan bersifat ekspansi atau
menambah likuiditas di pasar. Dengan demikian, kegiatan OPT dapat dilakukan
melalui
a) penerbitan surat berharga Bank Indonesia (SBI),
b) jual-beli surat berharga dalam rupiah,
c) penyediaan fasilitas simpanan Bank Indonesia dalam rupiah (intervensi
rupiah/FASBI), dan
d) jual-beli valuta asing terhadap rupiah.
Di antara beberapa instrumen OPT tersebut, saat ini yang aktif digunakan
adalah SBI, SWBI, intervensi rupiah, dan FASBI. Dalam kaitan ini, baik SBI
maupun intervensi rupiah kontraksi pada dasarnya merupakan instrumen OPT
yang bersifat kontraktif, sementara SBI-Repo (repurchase agreement) dan
intervensi rupiah ekspansi dan FASBI bersifat ekspansif. Penerbitan SBI SBI
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen OPT. SBI
merupakan surat pengakuan utang berjangka waktu pendek dalam rupiah dengan
menggunakan sistem diskonto. SBI diterbitkan melalui meknisme lelang dan/atau
nonlelang. SBI hanya dapat dibeli di pasar perdana oleh bank atau pihak lain
nonbank, seperti pialang yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Selanjutnya, SBI
yang telah dibeli di pasar perdana dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Jual-beli surat berharga dalam rupiah Surat berharga yang diperjualbelikan
di sini harus likuid. Artinya, surat berharga tersebut memenuhi syarat :
(i) diperdagangkan di pasar sekunder dengan harga yang wajar,
(ii) volume surat berharga memadai untuk keperluan OPT, dan syarat yang
juga penting ialah
(iii) diterbitkan secara kontinyu serta selalu tersedia setiap saat.
Surat berharga yang tersedia di pasar dan dapat memenuhi ketiga
persyaratan tersebut saat ini adalah SBI. Sementara itu, surat berharga

7
lainnya yang pada umumnya dipergunakan oleh bank-bank sentral, yaitu
obligasi pemerintah atau SUN dan surat berharga lain yang berkualitas
tinggi dan mudah dicairkan atau likuid, saat ini belum memenuhi ketiga
persyaratan tersebut. Meskipun Operasi Pasar Terbuka di Indonesia SUN
sudah diperdagangkan di pasar sekunder, volumenya untuk keperluan OPT
belum memadai. Demikian juga surat berharga lainnya, meskipun sudah
diperdagangkan di pasar sekunder, volume dan kesediaannya di pasar untuk
keperluan OPT belum memadai.

2. Fasilitas Diskonto
Fasilitas Diskonto merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter yang
dilakukan oleh Bank Sentral yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI). Dalam
literatur kamus ekonomi, dijelaskan bahwa Discount Rate adalah suku bunga yang
harus dibayar bank-bank anggotanya jika meminjam uang dari bank sentral. 2 Dalam
pengertian instrumen kebijakan moneter, fasilitas diskonto diartikan sebagai
pengaturan moneter melalui pengaturan suku bunga kredit likuiditas bank sentral
yang diberikan kepada bank-bank umum yang kekurangan likuiditas. Apabila bank
sentral ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka bank sentral akan
menaikkan suku bunga diskonto yang selanjutnya akan mengurangi pinjaman
likuiditas bank-bank umum kepada bank sentral.
Akibatnya bank-bank umum akan mengurangi pemberian kreditnya kepada
masyarakat yang kemudian diikuti dengan pengurangan jumlah uang yang beredar.
Begitupun sebaliknya, apabila bank sentral menetapkan diskonto lebih rendah bank-
bank akan meningkatkan permintaan kredit ke bank sentral untuk disalurkan lebih
lanjut dalam bentuk pinjaman kredit, sehingga jumlah uang yang beredar akan
meningkat.3

2. Tim Prima Pens, Kamus Terbaru Ekonomi & Bisnis, (Surabaya: Gitamedia Press, 2015), h. 196-197
3 . Aulia Pohan, Potret Kebijakan Moneter Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 33.

8
I Wayan Sudirman dalam literaturnya menjelaskan bahwa fasilitas diskonto
adalah fasilitas kredit dan/atau simpanan yang diberikan oleh bank sentral kepada
bank-bank dengan jaminan surat berharga dan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh
bank sentral sesuai dengan arah kebijakan moneter. Tinggi rendahnya tingkat
diskonto akan memengaruhi permintaan kredit dari bank.4
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa fasilitas diskonto tidak hanya
dalam bentuk kredit saja melainkan juga terdapat dalam bentuk deposito. Namun,
fasilitas diskonto dalam bentuk deposito adalah fasilitas yang bersifat pasif yang
berarti inisiatif simpanan berada pada peserta pasar dan berapapun jumlah yang akan
disimpan harus diterima oleh bank sentral. Artinya bank sentral tidak berorientasi
terhadap penyerapan uang, namun bank sentral bersedia untuk menampung dana
bank-bank yang kelebihan likuiditas. Sementara itu, dalam literatur mengenai
kebanksentralan karya Ascarya yang dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia menyebutkan bahwa fasilitas diskonto
disebut juga dengan Standing Facilities atau koridor suku bunga.
Lebih lanjutnya dalam literatur kebanksentralan menjelaskan bahwa
Fasilitas diskonto (Standing Facilities) adalah suatu kegiatan penyediaan dana
rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana
rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi
Moneter..
Berdasarkan pemaparan berbagai definisi di atas, maka dapat dipahami
bahwa fasilitas diskonto adalah instrumen kebijakan moneter dalam bentuk fasilitas
pinjaman likuiditas BI kepada bank-bank umum yang kekurangan likuiditas,
ataupun simpanan jangka pendek dalam bentuk deposito terhadap bank-bank yang
kelebihan likuiditasnya. Namun fasilitas diskonto dalam bentuk deposito ini
inisiatifnya berada pada peserta pasar bukan pada BI, karena tidak ada tempat lain
untuk menampung kelebihan likuiditasnya dalam jangka pendek sehingga harus
disimpan pada BI.

4. I. Wayan Sudirman, Kebijakan Fiskal dan Moneter: Teori dan Empirikal., h. 107

9
Transaksi fasilitas diskonto (standing facilities) terdiri atas pinjaman kredit
(lending facility) dan simpanan deposito (deposit facility). Peserta Peraturan
Anggota Dewan Gubernur Nomor 20/9/PADG/2018 tentang Standing Facilities
Pasal 6 ayat 1. Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 20/9/PADG/2018
tentang Standing Facilities Pasal 1 Ketentuan Umum standing facilities
konvensional terdiri atas Bank Umum Konvensional (BUK) yang telah memperoleh
izin dari Bank Indonesia sebagai peserta operasi moneter konvensional.
Adapun mengenai pendaftaran sebagai peserta standing facilities terdapat
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/5/PBI/2018 Tentang Operasi Moneter
pada Bab V Pasal 53 disebutkan bahwa:
(1)Pihak yang akan menjadi peserta dan lembaga perantara dalam
Operasi Moneter harus memperoleh izin dari Bank Indonesia.
(2)Untuk memperoleh izin sebagai peserta Operasi Moneter
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi
peserta menyampaikan permohonan kepada Bank Indonesia disertai
dengan dokumen pendukung pemenuhan persyaratan kepesertaan
Operasi Moneter.
(3) Untuk memperoleh izin sebagai lembaga perantara dalam Operasi
Moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan
menjadi lembaga perantara menyampaikan permohonan kepada Bank
Indonesia disertai dengan dokumen pendukung pemenuhan
persyaratan kepesertaan Operasi Moneter.
Jadi bank-bank umum yang ingin menjadi peserta standing facilities harus
mendaftarkan diri terlebih dahulu ke BI dengan menyertakan dokumen pendukung
persyaratan pendaftaran. Kemudian, setelah BUK resmi menjadi peserta standing
facilities, barulah dapat melakukan transaksi lending facility (kredit) maupun deposit
facility (simpanan deposito). Transaksi ini dilakukan melalui sistem elektronik yang
disediakan oleh BI, yakni Bank Indonesia-Electronic Trading Platform (BI-ETP).
Selain itu, BI juga menentukan jadwal transaksi tersebut (windows time).

10
3. Cadangan Minimum Wajib

Likuiditas Wajib Minimum atau Cadangan Wajib Minimum atau Reserve


Requirement adalah sejumlah tertentu alat likuid yang harus tetap berada di bank
untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank tersebut. Aturan ini untuk menjamin
kemampuan bank memenuhi kebutuhan likuiditas, seperti penarikan dana simpanan
nasabah, kewajiban yang telah jatuh tempo, dan lain-lain. Posisi likuiditas wajib
minimum tersebut harus dilaporkan ke Bank Indonesia. Alat likuid dalam
perhitungan di atas meliputi:
1. Kas, yaitu uang kertas asing dalam kas, tidak termasuk uang logam asing,
wesel, cek, dan traveler’s check.
2. Giro pada Bank Indonesia, yaitu saldo simpanan dalam USD milik bank yang
bersangkutan pada Bank Indonesia yang setiap saat dapat ditarik. Suatu bank
syariah dikatakan likuid apabila
a. Dapat memelihara Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
b. Dapat memelihara Giro di bank koresponden yang besarnya
ditetapkan berdasarkan saldo minimum
c. Dapat memelihara sejumlah kas secukupnya untuk memenuhi
pengambilan uang tunai.5
Likuiditas wajib minimum yang tinggi menyebabkan semakin terjaminnya
pemenuhan kebutuhan likuiditas suatu bank, sehingga bank tersebut semakin
jauhdan kemungkinan masuk dalam kesulitan likuiditas. Konsekuensi lain dan
likuiditas wajib minimum yang semakin tinggi adalah semakin terbatasnya
kemampuan finansial suatu bank untuk melakukan kegiatan penyaluran dana.6
Pemerintah memberlakukan Giro Wajib Minimum (GWM) berbasis Loan
Deposite to Ratio (LDR) akan menyebabkan bank semakin banyak berlombalomba
untuk menyalurkan kreditnya. Semakin besar nilai dari LDR, maka rasio GWM akan
lebih kecil dan begitu juga sebaliknya. Persaingan dalam pengucuran kredit
antarbank pada akhirnya akan berdampak pada penurunan suku bunga kredit.

5 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Jalasutra, 2004)


6 Herry Sutanto dan Khaerul Umam, Manajemen Pemasaran Bank Syariah, (Bandung, CV Pustaka Setia, 2013) hlm 360

11
Dengan suku bunga kredit yang lebih rendah, hal tersebut akan
meningkatkan jumlah permintaan kredit. Sebab semakin besar dana yang disimpan
sebagai Giro Wajib Minimum, biaya dana (cost of fund) bank akan meningkat dan
menurunkan daya saing. Persaingan dalam pengucuran kredit antarbank pada
akhirnya akan berdampak pada penurunan suku bunga kredit, akan tetapi disisi lain
akan meningkatkan suku bunga deposito. Dengan bertambahnya jumlah kredit yang
disalurkan oleh bank, diharapkan hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi sehingga dapat mencapai target yang diharapkan.
Penyaluran dana merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber
pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Semakin besarnya penyaluran dana
dalam bentuk pembiayaan dibandingkan deposit atau simpanan masyarakat pada
suatu bank membawa konsekuensi semakin besarnya resiko yang harus ditanggung
oleh bank yang bersangkutan. Pengendalian tekanan inflasi serta pengelolaan kondisi
akses likuiditas perbankan yang tinggi diperlukan agar tidak berdampak pada
peningkatan inflasi yang dapat menganggu stabilitas moneter.
Penetapan cadangan wajib minimum bank selain untuk mengendalikan
jumlah uang beredar pada kebijakan makro, juga dimaksudkan untuk menjaga
keadaan perbankaan agar tetap berada dalam keadaan sehat. Bila ingin mengurangi
jumlah uang yang beredar, maka BI akan menaikkan cadangan wajib minimum
Bank, sehingga mengurangi kemampuan Bank umum dalam menyalurkan dananya
ke masyarakat, sehingga uang yang beredar akan dapat ditekan. Dengan adanya
Cadangan Wajib Minimum yang cukup akan memungkinkan pengendalian atau
pengurangan terhadap jumlah uang beredar terutama pada masa inflasi. Cadangan
wajib minimum suatu bank dapat berfungsi sebagai alat likuiditas yang menstabilkan
posisi keuangan bank umum pada saat krisis, akan tetapi Cadangan Wajib Minimum
yang berlebihan akan menunjukkan adanya dana yang tidak produktif dan hal ini
akan menimbulkan kerugian bagi pihak perbankan. Sebaliknya ketidakcukupan
Cadangan Wajib Minimum merupakan indikator utama kegagalan suatu bank dalam
menjaga kestabilannya.

12
4. Kebijakan Kredit Selektif
Secara umum kebijakan moneter adalah untuk mengatur jumlah
penawaranuang dan kredit bank dan tingkat suku bunga umum. Jadi bukan untuk
menentukan alokasi kredit di antara banyak pemakai dan penggunaannya. Fungsi
alokasi atau penjatahan ini diserahkan pada swasta. Mereka yang percaya pada
perekonomian pasar yang sangat bebas pada umumnya menyokong ketergantungan
pokok atas manajemen moneter umu karena alokasi kredit membantu
mengalokasikan sumber daya riil, yang menurut mereka harus dialokasikan melalui
persaingan di pasar. Akan tetapi banyak orang, termasuk beberapa yang menyetujui
ketergantungan pokok pada tindakan-tindakan umum, percaya bahwa tindakan ini
harus dilengkapi dengan pengendalian selektif (selective control) yaitu dengan
tindakan-tindakan yang akan mempengaruhi alokasi kredit, setidaknya sampai titik
penurunan volume kredit yang digunakan untuk keperluan selektif tanpa harus
menurunkan penawaran total dan menaikkan biaya kredit untuk semua keperluan.
Pengendalian kredit selektif dapat positif atau negatif. Pengendalian negatif
(negative controls) berusaha untuk menurunkan penawaran atau menaikkan biaya
kredit untuk keperluan tertentu. Pengendalian positif (positive control) berusaha
menaikkan penawaran atau menurunkan biaya kredit untuk keperluan khusus.
Walaupun perhatian utama adalah pada pengendalian selektif oleh Bank Sentral,
namun perlu diperhatikan pengendalian selektif oleh Bank Sentral dan banyaknya
tindakan oleh instansi pemerintah lain mempengaruhi secara berarti terhadap alokasi
kredit di antara penggunaan potensial atau para pemakai kredit.9
Cara kerja dari kredit selektif ini adalah jika memiliki tujuan mengurangi
jumlah uang, maka cara kerjanya yaitu Bank Indonesia memperketat syarat
pengajuan mengurangi sektor kredit dan mengurangi besarnya uang yang boleh
diberikan ke nasabah. Lalu memberitahukannya ke setiap bank umum yang
mengharuskan setiap bank mematuhi aturan baru tersebut.

7 Wilson Bangun, Alat Kebijakan Moneter di Indonesia(Jurnal Manajemen Maranatha, 2004)

13
Jika ada nasabah yang mengajukan kredit, maka bank melakukan pengecekan
apakah memenuhi persyaratan atau tidak. Karena jumlah sektor dikurangi, banyak
nasabah yang tidak bisa memenuhi persyaratan baru tadi. Hal ini membuat bank
tidak harus mengeluarkan uang banyak untuk kredit, sehingga jumlah uang yang ada
di tengah masyarakat tidak bertambah.
Jika tujuannya menambah jumlah uang, maka cara kerjanya yaitu Bank
Indonesia memberikan kelonggaran mengenai berbagai syarat pengajuan kredit
dengan cara menambah sektor yang bisa diberikan kredit dan jumlah uang yang
disalurkan ke nasabah ditambah. Lalu memberitahukannya ke setiap bank umum
agar aturan baru tersebut diikuti.
Jika ada nasabah yang mengajukan kredit, maka bank melakukan pengecekan
apakah memenuhi persyaratan atau tidak. Karena bertambahnya jumlah sektor yang
boleh diberikan kredit maka banyak nasabah yang bisa memenuhi persyaratan. Hal
ini membuat bank mengeluarkan banyak uang sebagai kredit, dan membuat jumlah
uang yang beredar akan bertambah banyak.
Memahami kebijakan kredit juga menjadi hal penting bagi para nasabah untuk
mengetahuinya. Sangat disarankan untuk tidak hanya meminjam, namun mengetahui
terlebih dahulu seberapa kebijakan ini akan diterapkan bagi si peminjam.
5. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Bank Sentral dapat melakukan himbauan moral terhadap perbankan. Biasanya
himbauan moral merupakan pernyataan bank sentral (misalnya oleh Gubernur Bank
Indonesia) yang bersifat mengarahkan atau memberi informasi yang lebih bersifat
makro.
Informasi tersebut untuk dijadikan masukan bagi bank-bank umum dalam
pengelolaan aset dan kewajibannya. Instrumen ini digunakan untuk mendukung
efektifitas kebijakan moneter lainnya yang dilakukan bank sentral.
Tidak dapat dipungkiri peranan uang dirasakan sangat penting dan tidak ada
bagian kehidupan manusia yang tidak terkait dengan uang. Namun demikian, jumlah
uang yang beredar di luar kendali dapat menimbulkan pengaruh yang buruk bagi
perekonomian secara keseluruhan.
Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong kenaikan
harga, dan dalam jangka panjang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi.
14
Sebaliknya, apabila peningkatan jumlah uang beredar sangat rendah, maka
kelesuan ekonomi akan terjadi, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan
kesejahteraan masyarakat.
Kondisi tersebut melatarbelakangi otoritas moneter dalam membuat kebijakan
pengendalian jumlah uang beredar dalam perekonomian yang dikenal dengan
kebijakan moneter.8

8 PurwantoH. (2017) “Kebijakan Pengendalian Moneter di Indonesia dalam Perspektif Perbankan Syari’ah”, Syariati: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hukum,

3(01), pp. 103 - 118. doi: https://doi.org/10.32699/syariati.v3i01.1146.

15
BAB III

KESIMPULAN
Kebijakan moneter merupakan salah satu kebijakan dalam mengendalikan jumlah uang
beredar. Kebijakan tersebut sebagai kebijakan makroekonomi dalam mengatasi tingkat
inflasi.
Sebagai alat kebijakan moneter terdiri atas : pengendalian kredit umum yang terdiri dari
tiga jenis yakni, open market operation (operasi pasar terbuka), rediscount rate policy
(fasilitas diskonto), dan reserves requirement policy (cadangan wajib minimum).
Kebijakan lainnya adalah pengendalian kredit selektif dan moral suasion.
Di Indonesia, open market operation dilakukan melalui penjualan dan pembelian surat
berharga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU).
Rediscount rate policy, di Indonesia dikenal dengan nama fasilitas diskonto; diskonto
disediakan bagi bank-bank Indonesia sebagai pengaturan likuiditas sehari-hari yaitu
dengan cara penjualan atau peminjaman surat berharga. Reserves requirement policy
dikenal dengan Giro Wajib Minimum (GWM) dengan menetapkan GWM pada tingkat
tertentu.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aulia Pohan, Potret Kebijakan Moneter Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2008), h. 33..

F.X Sugiyono, Instrumen Pengendalian Moneter, PPSK Bank Indonesia

Herry Sutanto dan Khaerul Umam, Manajemen Pemasaran Bank Syariah, (Bandung,

CV Pustaka Setia, 2013) hlm 360

I. Wayan Sudirman, Kebijakan Fiskal dan Moneter: Teori dan Empirikal., h. 107

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Jalasutra, 2004)

PurwantoH. (2017) “Kebijakan Pengendalian Moneter di Indonesia dalam Perspektif

Perbankan Syari’ah”, Syariati: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hukum, 3(01), pp. 103 - 118.

doi: https://doi.org/10.32699/syariati.v3i01.1146.

Tim Prima Pens, Kamus Terbaru Ekonomi & Bisnis, (Surabaya: Gitamedia Press,

2015), h. 196-197

Wilson Bangun, Alat Kebijakan Moneter di Indonesia(Jurnal Manajemen Maranatha,

2004)

Anda mungkin juga menyukai