Anda di halaman 1dari 4

Nomor : S-1018/PJ.

03/2014 28 Agustus 2014


Sifat : Biasa
Hal : Hak dan Kewajiban Perpajakan Wanita
Kawin
Yth. 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJP
2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak,
di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
Sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan bagi wanita kawin, dengan ini
kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. saat ini masih banyak wanita kawin yang tidak berkehendak menjalankan hak dan kewajiban
perpajakan secara terpisah dengan suaminya walaupun telah memiliki NPWP atas namanya
sendiri yang didapatnya sebelum Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013
tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha
dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib
Pajak, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-38/PJ/2013 (PER-20/PJ/2013 s.t.d.d. PER-38/PJ/2013) berlaku. Setelah Peraturan
Direktur Jenderal Pajak tersebut berlaku, dengan memiliki NPWP yang berbeda dengan NPWP
suaminya maka wanita kawin tersebut dapat dianggap memilih untuk menjalankan hak dan
kewajiban perpajakannya sendiri. Wanita kawin tersebut pada umumnya tidak mengetahui
konsekuensi yang timbul dari kepemilikan NPWP tersebut;

2. berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak penghasilan sebagaimana


telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008
(Undang-Undang PPh), diatur antara lain:
a. Pasal 8 ayat (1), bahwa seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin
pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang
berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali
penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang
telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada
hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya;

b. Penjelasan Pasal 8, bahwa sistem pengenaan Pajak Penghasilan menempatkan keluarga


sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota
keluarga (termasuk di antaranya wanita kawin) digabungkan sebagai satu kesatuan yang
dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga:
c. Pasal 8 ayat (3), bahwa penghasilan neto suami-isteri yang dikenai pajak secara terpisah
dalam hal dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan
harta dan penghasilan atau dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak
dan kewajiban perpajakannya sendiri, dikenai pajak berdasarkan penggabungan
penghasilan neto suami isteri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-
masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka;
3. berdasarkan PER-20/PJ/2013 s.t.d.d. PER-38/PJ/2013, diatur anta ra lain:
a. Pasal 2 ayat (1) serta ayat (3) huruf a dan huruf b, bahwa Wajib Pajak orang pribadi
termasuk wanita kawin yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan
memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak, atau wanita kawin yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang dikenai pajak secara terpisah karena:
1) hidup terpisah berdasarkan putusan hakim:
2) menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemtsahan penghasiian dan
harta; atau
3) memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari
suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian
pemisahan penghasilan dan harta;
wajib mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan
tempat kegiatan usaha Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
b. Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 9, bahwa wanita kawin yang tidak menghendaki untuk
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya, harus
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP suami.
Dalam hal:
1) wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak berkehendak melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya; atau
2) wanita kawin yang memiliki NPWP berbeda dengan NPWP suami dan pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak
dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami;
terhadap NPWP wanita kawin tersebut dapat diajukan permohonan penghapusan NPWP
oleh yang bersangkutan;
4. sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Nomor SE-60/PJ/2013 tentang
Petunjuk Pelaksanaan PER-20/PJ/2013 s.t.d.d. PER-38/PJ/2013, disampaikan antara lain
bahwa bagi wanita kawin yang memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya terpisah dari suaminya, wajib melampirkan Surat Pernyataan Menghendaki
Menjalankan Kewajiban Perpajakan secara Terpisah pada saat mengajukan permohonan
pendaftaran NPWP;
5 sesuai dengan angka 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Nomor SE-29/PJ./2010
tentang Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang
Pribadi Bagi Wanita Kawin yang Melakukan Perjanjian Pemisahan Harta dan Penghasilan
atau yang Memilih untuk Menjalankan Hak dan Kewajiban Perpajakannya Sendiri, ditegaskan
antara lain bahwa:
a. bagi wanita kawin yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau yang
memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri wajib
menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atas namanya sendiri
terpisah dengan SPT Tahunan PPh suaminya;
b. penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin sebagaimana
dimaksud pada huruf a adalah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh wanita
kawin tersebut dalam suatu tahun pajak, tidak termasuk penghasilan anak yang belum
dewasa;
c. penghitungan PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin sebaqaimana
dimaksud pada hurut a didasarkan pada penggabungan penghasilan neto suami isteri
dan besarnya PPh terutang bagi isteri tersebut dihitung sesuai dengan perbandingan
penghasilan neto antara suami dan isteri;
d. penghitungan PPh terutang sebagaimana dimaksud pada huruf c, berlaku juga bagi
wanita kawin sebagai pegawai yang mempunyai penghasilan semata-mata diterima atau
diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21;
6. berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut:
a. wanita kawin yang sebelum menikah atau karena sebab lainnya telah memiliki NPWP
namun tidak berkehendak menjalankan hak dan kewajiban perpajakan secara terpisah
dengan suaminya
1) diwajibkan untuk mengajukan permohonan penghapusan NPWP;
2) dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya wanita kawin tersebut
menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga;
3) konsekuensi-konsekuensi yang timbul:
a) seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita kawin pada awal tahun pajak atau
bagian tanun pajak, serta kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya
yang belum dikompensasikan, dianggap sebagai penghasilan atau kerugian
suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari
1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan
pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas
suami atau anggota keluarga lainnya;
b) untuk kepentingan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan, wajib
menunjukkan NPWP suami;
c) kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan
termasuk hak dan kewajiban perpajakan lainnya ada pada pihak suami;
b. wanita kawin yang sebelum menikah atau karena sebab lainnya telah memiliki NPWP
dan tetap menggunakan NPWP tersebut karena berkehendak menjalankan hak dan
kewajiban perpajakan secara terpisah dengan suaminya:
1) diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pernyataan Menghendaki Menjalankan
Kewajiban Perpajakan secara Terpisah;
2) dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya wanita kawin tersebut
menggunakan NPWP sendiri;
3) konsekuensi-konsekuensi yang timbul:
a) seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita kawin tersebut merupakan
penghasilan atau kerugiannya sendiri. Namun demikian, dalam menghitung
Pajak Penghasilan yang terutang bagi wanita kawin dan suaminya dilakukan
berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami dan isteri dan masing-masing
memikul beban Pajak Penghasilan sebanding dengan besarnya penghasilan neto
masing-masing;
b) untuk kepentingan pemotongan atau pemungulan Pajak Penghasilan, wajib
menunjukkan NPWP-nya sendiri;
c) kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan
termasuk hak dan kewajiban perpajakan lainnya dilakukan sendiri olen wanita
kawin.
c. ringkasan perbandingan hak dan kewajiban wanita kawin dapat dilihat pada lampiran
surat ini;
7. dalam rangka pembenahan administrasi bagi wanita kawin yang telah memiliki NPWP atas
namanya sendiri sebelum PER-20/PJ/2013 s.t.d.d. PER-38/PJ/2013 berlaku, dengan ini
diminta bantuan Saudara untuk menyampaikan himbauan dan informasi yang berisi hal-hal
sebagaimana dimaksud pada butir 6 dengan format surat himbauan terlampir;
8. hal-hal teknis yang perlu dilakukan oleh KPP dapat disampaikan sebagai berikut:
a. himbauan disampaikan kepada seluruh Wajib Pajak orang pribadi serta Pemotong atau
Pemungut PPh;
b. surat himbauan dilampiri dengan:
1) Formulir Penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV PER-
20/PJ/2013 s.t.d.d. PER-38/PJ/2013 (untuk dapat digunakan datam hal Wajib Pajak
wanita kawin memilih tidak berkehendak menjalankan hak dan kewajiban perpajakan
secara lerpisah dengan suaminya); dan
2) Surat Pernyataan Menghendaki Menjalankan Kewajiban Perpajakan secara Terpisah
sebagaimana terlampir dalam surat ini (untuk dapat digunakan dalam hal Wajib Pajak
wanita kawin memilih berkehendak menjalankan hak dan kewajiban perpajakan
secara terpisah dengan suaminya);
c. tata cara penghapusan NPWP serta pengadministrasian Surat Pernyataan Menghendaki
Menjalankan Kewajiban Perpajakan secara Terpisah dilakukan berdasarkan PER-
20/PJ/2013 s.t.d.d. PER-38/PJ/2013 serta Surat Edaran Nomor SE-60/PJ/2013;
d. memberikan sosialisasi kepada para Pemotong atau Pemungut PPh mengenai hak dan
kewajiban wanita kawin terkait dengan pemotongan atau pemungutan PPh atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya.
Demikian disampaikan, atas kerjasamanya diucapkan terima kasih.
Direktur,

ttd

P.M. John L. Hutagaol


NIP 196511271989101001

Anda mungkin juga menyukai