OLEH :
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia saat ini perlindungan konsumen mendapat perhatian yang cukup baik
karena menyangkut aturan untuk menciptakan kesejahteraan. Dengan adanya keseimbangan
antara pelaku usaha dan konsumen dapatmenciptakan rakyat yang sejahtera dan makmur.
Negeri-negeri yang sekarang ini disebut negara-negara maju telah menempuh
pembangunannya melalui tiga tingkat unifikasi, industrialisasi, dan negara kesejahteraan.
Pada tingkat yang pertama yang menjadi masalah berat adalah bagaimana mencapai integritas
politik untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional. Tingkat kedua perjuangan untuk
pembangunan ekonomi dan modernisasi politik. Akhirya pada tingkat ketiga tugas negara
yang utama adalah melindungi rakyat dari sisi negatif industrialisasi, membetulkan
kesalahan-kesalahan pada tahap sebelumnya dengan menekankan kesejahteraan masyarakat.
Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen
hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa
disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya. Permasalahan
yang dihadapi konsumen tidak hanya sekedar bagaimana memilih barang, tetapi jauh lebih
kompleks dari itu yang menyangkut pada kesadaran semua pihak, baik pengusaha,
pemerintah maupun konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen.
Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen, memproduksi
barang dan jasa yang berkualitas, aman untuk digunakan atau dikonsumsi, mengikuti standar
yang berlaku, dengan harga yang sesuai. Pemerintah menyadari bahwa diperlukan undang-
undang serta peraturan-peraturan disegala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya barang
dan jasa dari pengusaha ke konsumen. Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi
berjalannya peraturan serta undang-undang tersebut dengan baik.
Pada penulisan makalah ini kita akan membahas mengenai bagaimana perlindungan
terhadap konsumen serta apa saja hak dan kewajiban konsumen. Dalam makalah ini kami
juga akan menjelaskan tentang prinsip ,asas-asas dan tujuan perlindungan konsumen yang
mungkin akan berguna bagi pembaca khususnya mahasiswa/I dimasa yang akan datang.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui keadaan pasar dan konsumen.
2. Untuk mengetahui kewajiban konsumen dan produsen.
3. Untuk mengetahui implementasi perlindungan kepada konsumen di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Dengan adanya pasar bebas dan kompetitif, banyak orang meyakini bahwa konsumen
secara otomatis terlindungi dari kerugian, sehingga pemerintahdan pelaku bisnis tidak perlu
mengambil langkah-langkah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Pasar bebas
mendukung alokasi, penggunaan, dan distribusi barang-barang yang dalam artian tertentu,
adil, menghargai hak, dan memiliki nilai kegunaan maksimum bagi orang-orang yang yang
berpartisipasi dalam pasar.
Demikian juga, salah bila pelaku bisnis memutuskan bahwa konsumen harus
memperoleh lebih banyak perlindungan dengan memaksa mereka membeli dengan harga
lebih tinggi. Hanya konsumen yang bisa mengatakan berapa besar nilai yang mereka berikan
pada masalah keamanan. Konsumen harus diperbolehkan menunjukan preferensi tersebut
melalui pilihan-pilihan bebas dan tidak melalui pemkasaan dari para pelaku bisnis atau
pemerintah untuk membayar sesuatu yang tidak mereka inginkan.
Keuntungan yang diperoleh pasar bebas hanya terjadi bila pasar memiliki tujuh
karakteristik sebagai berikut:
1. Banyak pembeli dan penjual
6. Semua para pembeli dan penjual merupakan pemaksimal utilitas yang rasional
Pasar dikatakan efisien jika konsumen memiliki informasi lengkap dan sempurna
tentang barang-barang yang mereka beli. Pada kenyataannya konsumen jarang memiliki
informasi lengkap, karena memang produk-produk yang ada di pasar sangat beragam dan
hanya para ahli yang memiliki informasi lengkap. Konsumen tidak memiliki sumber daya
untuk memperoleh informasi tersebutt, misalnya dengan menguji beberapa merek yang saling
bersaing untuk menentukan mana yang memberikan tingkat keamanan paling sesuai dengan
harganya,
1. Perkiraan sebelumnya diabaikan saat informasi baru tersedia, sekalipun informasi itu
tidak relevan.
Orang-orang cenderung bersikap tidak rasional dan tidak konsisten dalam menimbang
pilihan dengan didasarkan pada perkiraan probabilitas atas biaya atau keuntungan pada masa
mendatang. Sebagai contoh, konsumen sering secara tidak konsisten menilai keuntungan
yang satu lebih baik atau lebih buruk dari yang lain, sering mangatakan bersedia membayar
lebih banyak untuk keuntungan yang kurang disukai, dan mayoritas individu lebih memilih
salah satu keuntungan dibandingkan yang lain dalam satu konteks yang berbeda, meskipun
kenyataannya sama persis dalam dua konteks tersebut.
Meskipun pembeli atau konsumen di pasar memang banyak, namun sebagian besar
pasar masih merupakan pasar monopoli atau oligopoli atau dengan kata lain, semuanya
didominasi oleh satu atau beberapa penjual besar.
Tiga (3) teori atau pandangan berkaitan dengan kewajiban produsen dengan
konsumen, yaitu teori kontrak, due care, dan teori biaya sosial. Masing-masing menekankan
keseimbangan yang berbeda antara kewajiban konsumen terhadap diri mereka sendiri dengan
kewajiban produsen terhadap konsumen.
Teori kontak berpandangan bahwa kontrak adalah sebuah perjanjian bebas yang
mewajibkan pihak-pihak terkait untuk melaksanakan isi persetujuan. Seseorang berkewajiban
melakukan sesuatu yang menurut perjanjian harus dia lakukan, karena kegagalan
melaksanakan kewajiban merupakan tindakan yang tidak dapat diuniversalisasikan dan
memperlakukan orang lain sebagai sarana, bukan tujuan.
1. Kedua belah pihak harus mengetahui sepenuhnya sifat perjanjian yang mereka buat.
2. Kedua belah pihak tidak boleh dengan sengaja menyalahartikan fakta-fakta perjanjian
pada pihak lain.
3. Kedua belah pihak tidak boleh menyetujui perjanjian karena keterpaksaan atau
pengaruh lain.
Kewajiban moral paling dasar yang harus dilakukan produsen terhadap konsumen,
menurut pandangan kontrak adalah kewajiban untuk memberikan suatu produk dengan
karakteristik persis seperti yang dinyatakan yang mendorong konsumen untuk membuat
kontrak dengan dengan sukarela dan membentuk pemahaman tentang apa yang disetujui akan
dibelinya.
1. Reliabilitas.
Klaim tentang reliabilitas mengacu pada probilitas bahwa suatu produk akan
berfungsi seperti yang diharapkan konsumen. Jika produk tersebut terdiri dari beberapa
fungsi dengan baik sama dengan hasil kali probabilitas masing-masing komponen. Jadi, bila
komponennya semakin banyak, maka produsen berkewajiban menjamin bahwa masing-
masing komponen berfungsi sedemikian rupa sehingga reaibilitas produk itu sendiri sama
dengan klaim yang dibuat produsen, baik secara eksplisit maupun implisit.
2. Masa penggunaan.
Klaim tentang masa penggunaan suatu produk mengacu pada periode dimana suatu
produk berfungsi secara efektif seperti yang diharapkan oleh konsumen. Biasanya konsumen
secara implisit menyadari bahwa masa pengguna bergantung pada tingkat pemakaian produk
itu sendiri.
3. Kemudahan pemeliharaan.
Klaim tentang hal ini berkaitan tentang bagaimana memperbaiki suatu produk dan
menjaganya agar tetap berfungsi baik, klaim ini sering disebutkan dalam bentuk jaminan atau
garansi.
4. Keamanan produk.
Klaim terbuka dan klaim tidak langsung atas keamanan produk mengacu pada tingkat
resiko yang berkaitan dengan penggunaan suatu produk. Karena hampir semua produk pasti
berisiko, maka persoalan tentang keamanan biasanya mencakup risiko yang dapat diterima
dan diketahui.
Sebuah perjanjian tidak bisa mengikat kecuali bila pihak-pihak yang terlibat
mengetahui apa yang mereka akan lakukan dan melakukannya dengan sukarela. Hal ini
mengimplikasikan bahwa penjual ang akan membuat perjanjian dengan konsumen
berkewajiban untuk mengungkapkan dengan tepa tapa yang akan dibeli konsumen dana pa
saja syarat penjualannya.pada tingkat minimum, ini berarti penjual berkewajiban
memberitahukan semua fakta pada konsumen tentang produk tersebut yang dianggap
berpengaruh pada keputusan konsumen untuk membeli. Sebagai contoh, jika pada sebuah
produk yang dibeli konsumen terdapat cacat yang berbahaya atau berisiko pada kesehatan
atau keamanan konsumen , maka konsumen harus diberitahu. Ada yang mengatakan bahwa
penjual perlu juga menjelaskan komponen atau unsur-unsur-unsur yang terdapat dalam suatu
produk, karakteritik hasil kerjanya, biaya pengoperasiannya, tingkat produksinya, serta
standar-standar yang sesuai lainnya.
Akan tetapi, pandangan bahwa penjual harus memberikan berbagai macam informasi
kepada pembeli juga banyak dikritik. Informasi adalah sesuatu yang mahal, harus dianggap
sebagai suatu produk dimana konsumen harus membayar untuk mendapatkannya atau tidak
menggunakannya sama sekali. Pendeknya, konsumen juga harus melalkukan kontrak untuk
membeli informasi seperti halnya dia membeli produk-produk lain, dan produsen tida perlu
menyediakan informasi tersebut. Masalah yang berkaitan dengan kritik ini adalah informasi
yang digunakan sebagai acuan seseorang untuk membuat keputusan untuk melakukan
kontrak, merupakan jenis informasi yang agak berbeda dari produk yang diperjualbelikan.
Karena sebuah kontrak atau perjanjian harus dilakukan dengan bebas dan kebebasan memilih
tergantung dengan pengetahuan, maka transaksi kontraktual harus didasarkan pada
pertukaran informasi yang sifatnya terbuka. Jika konsumen harus melakukan tawar menawar
untuk mendapatkan informasi seperti itu, maka kontrak yang dihasilkan juga tidak bisa
dikatakan bebas.
Misrepresentasi atau kesalahan pengambaran, yang dalam hal ini, lebih parah
dibandingkan kegagalan mengungkapkan informasi, meniadakan kebebasan untuk memilih.
Seorang penjual melakukan misrepresentasi suatu komoditas bila dia merepresentasikannya
dalam suatu cara yang dengan sengajar dimaksudkan untuk menipu pembeli agar memikirkan
sesuatu tentang produk tersebut yang oleh penjualnya diketahui sebagai hal yang salah.
Penipuan ini bisa melalui cara verbal, misalnya, produk bekas dikatakan sebagai produk baru,
atau dengan tindakan, saat sebuah produk bekas (tanpa diberi tanda apapun) dipajang
bersama dengan produk-produk baru. Atau dengan kata lain, tindakan yang sengaja untuk
melakukan misrepresentasi sama salahnya dengan tindakan berbohong.
Orang sering bertindak irasional karena pengaruh rasa takut atau tekanan emosional.
Saat penjual mengambil keuntungan dari rasa takut atau tekanan emosional pembeli untuk
membeli sesuatu yang tidak akan dibelinya jika berpikir secara rasional, maka penjual berarti
menggunakan paksaan atau pengaruh untuk memkasa. Karena ikatan kontrak mensyaratkan
persetujuan sukarela atau bebas, maka penjual berkewajiban untuk tidak memanfaatkan
ketidaktahuan, ketidakdewasaan, kebodohan, ataupun faktor-faktor lain yang mengurangi
atau menghapuskan kemampuan pembeli untuk menetapkan kemampuan secara bebas.
Keberatan utama terhadap teori kontrak ditujukan pada kejanggalan asumsi yang
mendasarinya.
1. Teori Kontraktual secara tidak realistis mengasumsikan bahwa perusahaan melakukan
perjanjian secara langsung dengan konsumen. Tidak ada yang lebih aneh dari hal ini.
Biasanya terdapat usaha grosir dan eceran yang menjadi perantara perusahaan dengan
konsumen. Perusahaan menjual produk pada usaha grosir, yang kemudian menjualnya
ke pengusaha eceran, yang akhirnya sampai ke tangan konsumen. Perusahaan tidak
pernah melakukan kontrak langsung dengan konsumen. Jadi, bagaimana kita bisa
mengatakan bahwa perusahaan memiliki kewajiban kontraktual terhadap konsumen ?
Para pendukung pandangan kontrak berusaha menanggapi kritik tersebut menyatakan
bahwa perusahaan mengadakan perjanjian secara tidak langsung dengan konsumen.
Perusahaan mempromosikan produk mereka melalui iklan.
2. Setiap Kontrak Sama Dengan Pedang Bermata Dua, jika konsumen dengan sukarela
setuju untuk membeli sebuah produk dengan kualitas-kualitas tertentu, maka dia bisa
setuju untuk membeli sebuah produk tanpa kualitas-kualitas tersebut atau dengan kata
lain, kebebasan kontrak memungkinkan perusahaan dibebaskan dari kewajiban
kontraktual dengan secara eksplisit menyangkal bahwa produk yang dijual bisa
diandalkan, bisa diperbaiki, aman, dan sebagainya.
Teori “Due Care” tentang hubungn anatara produsen dan konsumen didasarkan pada
gagasan bahwa produsn dan konsumen tidak saling sejajar dan bahwa kepentingan-
kepentingan konsumen sangat rentan terhadap tujuan tujuan produsen yang memiliki
pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki konsumen karena produsen berada dalam
posisi yang lebih menguntungkan , mereka berkewajiban menjamin bahwa kepentingan-
kepentingan konsumen tidak dirugikan oleh produk yang mereka tawarkan.
Pandangan Due Care dengan demikian, menyatakan bahwa karena konsumen harus
bergantung pada keahlian produsen, maka produsen tidak hanya berkewajiban untuk
memberikan produk yang sesuai dengan claim yang dibuatnya. Namun, juga wajib berhati-
hati untuk mencegah orang lain tidak terluka oleh produk tersebut. Perusahaan dianggap
melanggar atau melalaikan kewajiban ini bila gagal memberikan perhatian yang seharusnya
bisa dilakukan dan perlu dilakukan untuk mencegah agar orang lain agartidak dirugikan oleh
penggunaan suatu produk. Perhatian juga harus dimasukan dalam desain produk, proses
pembuatan, proses kendali mutu yang dipakai untuk menguji dan mengawasi produksi, serta
peringatan, label dan intruksi yang ditempelkan pada suatu produk.
Menurut pandangan Due Care pihak perusahaan, yang dalam hal ini, lebih ahli dan le
bih mengetahui produk mereka, memiliki kewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang
diperlukan unruk memastikan bahwa produk mereka aman saat kkeluar dari pabrik, dan
konsumen mempunyai hak untuk memperoleh jaminan ini
Pandangan Due Care tentu saja berdasarkan prinsip bahwa ada yang memiliki
kewajiban moral untuk tidak merugikan pihak-pihak lain dan bahwa kewajiban ini sangan di
tekankan bila pihak lain tersebut adaalah pihak yang rentan dan sangat bergantung pada
penilaian agen.
Menurut teori Due Care, perusahaan dikatakan memberi perhatian yang memadai jika
mereka melakukan langkah-langkah untuk mencegah pengaruh-pengaruh merugikan yang
dapat diperkiraan terjadi akibat penggunaan produk mereka oleh konsumen, setelah
melakukan pengamatan atas cara bagaimana produk digunakan dan setelah mengantisipasi
semua kemungkinan kesalahan penggunaannya. Secara umum, tanggung jawab produsen
mencangkup 3 bagian berikut ini:
1. Desain
2. Produksi
3. Informasi
Produsen perlu melampirkan label, peringatan, atau instruksi pada produk yang
memberitahu pemakaian tentang semua bahaya penggunaan atau penyalahgunaan suatu
produk yang memungkinkan mereka untuk menjaga diri. Instruksi ini haruslah jelas dan
sederhana, dan peringatan kemungkinan bahaya atas penggunaan atau penyalahgunaan
produk jug harus jelas, sederhana, dan mencolok.
Hambatan utama “teori due care” adalah tidak ada metode yang secara jelas
menentukan kapan seseorang atau produsen telah memberikan perhatian yang memadai.
Hambatan kedua muncul karena teori ini mengasumsikan bahwa produsen mampu
menemukan resiko-resiko yang muncul dalam penggunaan sebuah produk sebelum
konsumen membeli dan menggunakannya.
Ketiga, teori due care terlihat paternalistik dengan ini mengasumsikan bahwa
produsen adalah pihak yang mengambil keputusan-keputusan penting bagi konsumen dalam
kaitannya dengan tingkat resiko yang layak diterima oleh konsumen.
Kritik utama terhadap pandangan biaya sosial tentang kewajiban biaya perusahaan
adalah karena pandangan ini dianggap tidak adil. Keadilan kopensatif mengimplikasikan
bahwa seorang wajib memberikan ganti rugi pada pihak yang dirugikan hanya jika mampu
memperkirakan dan melakukan tindakan untuk mencegahnya. Kritik kedua atas teori biaya
sosial ditunjukkan pada asumsi bahwa membebankan semua biaya kerugian pada perusahaan,
akan mengurangi jumlah kecelakaan. Argument ketiga terhadap teori biaya sosial difokuskan
pada beban finansial yang diberikan teori ini pada pihak perusahaan dan asuransi.
Perlindungan Konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan
intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini
karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta,
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten dan Undang-undang Nomor 14 Tahun
1997 tentang Merek yang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
melanggar ketentuan tentang HAKI.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan agar tercipta
harmonisasi tujuan antara produsen yang ingin memperoleh laba tanpa membahayakan
konsumen yang ingin memiliki kepuasan maksimum,
Semoga makalah yang kami buat ini dapat memberi penjelasan dan dapat
mengingatkan para pembaca bahwa kita sebagai konsumen memiliki hak-hak serta kewajiban
yang harus kita laksanakan, dan kita juga memiliki perlindungan penuh atas hukum dan UU
yang berlaku yang bisa digunakan kapan saja ketika diri kita endapat perlakuakuan yang
tidak sesuai dengan apa-apa yang telah ditetapkan bagi konsumen.
Semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi para mahasiswa/mahasiswi, dan
bisa dijadikan referensi dalam melakukan kajian-kajian ilmiah tentang hukum perlindungan
konsumen.
3.2 Saran
Segala saran dan kritik kami harapkan dari semua pihak karena kami menyadari
bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna. Saran dan kritik tersebut semoga saja
dapat menjadi pelajaran bagi kami semua untuk dapat menjadi lebih baik lagi dihari esok.
Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
https://silpiintansuseno7.wordpress.com/2017/07/06/makalah-perlindungan-konsumen/
https://dokumen.tips/documents/etika-bisnis-dan-perlindungan-konsumen.html