Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ETIKA BISNIS

“ETIKA PERLINDUNGAN KONSUMEN”

Dosen Pengampu : I Gede Nyoman Carlos Wiswanatha Mada, S.E., M.M

OLEH :

NI PUTU VIRA DIAH NATHANIA (1832121603)


KADEK WINDA PARDANA PUTRI (1832121595)
MADE MAYRA SUKMA DEWI (1832121555)
PUTU AYU ARIESTA PRADNYA PARAMITHA (1832121008)
I GUSTI NGURAH YOGA PRAJADINATA (1832121557)
GUS MADE SUDARTA (1832121007)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS WARMADEWA

DENPASAR

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia saat ini perlindungan konsumen mendapat perhatian yang cukup baik
karena menyangkut aturan untuk menciptakan kesejahteraan. Dengan adanya keseimbangan
antara pelaku usaha dan konsumen dapatmenciptakan rakyat yang sejahtera dan makmur.
Negeri-negeri yang sekarang ini disebut negara-negara maju telah menempuh
pembangunannya melalui tiga tingkat unifikasi, industrialisasi, dan negara kesejahteraan.
Pada tingkat yang pertama yang menjadi masalah berat adalah bagaimana mencapai integritas
politik untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional. Tingkat kedua perjuangan untuk
pembangunan ekonomi dan modernisasi politik. Akhirya pada tingkat ketiga tugas negara
yang utama adalah melindungi rakyat dari sisi negatif industrialisasi, membetulkan
kesalahan-kesalahan pada tahap sebelumnya dengan menekankan kesejahteraan masyarakat.

Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan. Permasalahan ini tidak


akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih
banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu,
masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan. Hak konsumen yang diabaikan oleh
pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas
saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang
dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran
barang secara langsung.

Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen
hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa
disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya. Permasalahan
yang dihadapi konsumen tidak hanya sekedar bagaimana memilih barang, tetapi jauh lebih
kompleks dari itu yang menyangkut pada kesadaran semua pihak, baik pengusaha,
pemerintah maupun konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen.
Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen, memproduksi
barang dan jasa yang berkualitas, aman untuk digunakan atau dikonsumsi, mengikuti standar
yang berlaku, dengan harga yang sesuai. Pemerintah menyadari bahwa diperlukan undang-
undang serta peraturan-peraturan disegala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya barang
dan jasa dari pengusaha ke konsumen. Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi
berjalannya peraturan serta undang-undang tersebut dengan baik.

Tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen


yang direncanakan adalah untuk meningakatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan
secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya
dengan penuh rasa tanggung jawab. Yang perlu disadari oleh konsumen adalah mereka
mempunyai hak yang dilindungi oleh undang-undang perlindungan konsumen sehingga
dapat melakukan sasial kontrol terhadap perbuatan dan perilaku pengusaha dan pemerintah.
Dengan lahirnya undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
diharapkan upaya perlindungan konsumen di indonesia dapat lebih diperhatikan.

Pada penulisan makalah ini kita akan membahas mengenai bagaimana perlindungan
terhadap konsumen serta apa saja hak dan kewajiban konsumen. Dalam makalah ini kami
juga akan menjelaskan tentang prinsip ,asas-asas dan tujuan perlindungan konsumen yang
mungkin akan berguna bagi pembaca khususnya mahasiswa/I dimasa yang akan datang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana keadaan pasar dan konsumen ?
2. Apa kewajiban konsumen dan produsen ?
3. Bagaimana implementasi perlindungan kepada konsumen di Indonesia ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui keadaan pasar dan konsumen.
2. Untuk mengetahui kewajiban konsumen dan produsen.
3. Untuk mengetahui implementasi perlindungan kepada konsumen di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

5.1 Pasar dan Perlindungan Konsumen

Dengan adanya pasar bebas dan kompetitif, banyak orang meyakini bahwa konsumen
secara otomatis terlindungi dari kerugian, sehingga pemerintahdan pelaku bisnis tidak perlu
mengambil langkah-langkah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Pasar bebas
mendukung alokasi, penggunaan, dan distribusi barang-barang yang dalam artian tertentu,
adil, menghargai hak, dan memiliki nilai kegunaan maksimum bagi orang-orang yang yang
berpartisipasi dalam pasar.

Dalam pendekatan “pasar” terhadap perlindungan konsumen, keamanan konsumen


dilihat sebagai produk yang paling efisien bila disediakan melalui mekanisme pasar bebas,
dimana penjual memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen. Jika konsumen
menginginkan produk yang lebih aman, mereka akan bersedia membayar lebih mahal serta
mengabaikan produsen dari produk-produk lain yang tidak aman. Pihak produsen harus
menanggapi permintaan itu dengan meningkatkan keamanan produk mereka. Jika tidak,
mereka akan kehilangan konsumen Karena diambil alih oleh pesaing yang memenuhi
keiningan konsumen. Jadi, pasar menjamin bahwa produsen memberikan tanggapan secara
memadai terhadap keinginan konsumen untuk memperoleh keamanan. Akan tetapi, jika
konsumen tidak memperdulikan masalah keamanan dan tidak bersedia membayar lebih
mahal untuk produk yang lebih aman, maka tidaklah tepat bila keamanan produk-produk
mereka lebih tinggi dibandingkan permintaan konsumen. Intervensi pemerintah seperti ini,
akan menganggu pasar, membuatnya tidak adil, tidak menghargai hak, dan tidak efesien.

Demikian juga, salah bila pelaku bisnis memutuskan bahwa konsumen harus
memperoleh lebih banyak perlindungan dengan memaksa mereka membeli dengan harga
lebih tinggi. Hanya konsumen yang bisa mengatakan berapa besar nilai yang mereka berikan
pada masalah keamanan. Konsumen harus diperbolehkan menunjukan preferensi tersebut
melalui pilihan-pilihan bebas dan tidak melalui pemkasaan dari para pelaku bisnis atau
pemerintah untuk membayar sesuatu yang tidak mereka inginkan.

Keuntungan yang diperoleh pasar bebas hanya terjadi bila pasar memiliki tujuh
karakteristik sebagai berikut:
1. Banyak pembeli dan penjual

2. Semua orang bebas keluar masuk pasar

3. Semua orang memiliki informasi lengkap

4. Semua barang di pasar sama

5. Tidak ada biaya eksternal

6. Semua para pembeli dan penjual merupakan pemaksimal utilitas yang rasional

7. Pasar tidak diatur

Pasar dikatakan efisien jika konsumen memiliki informasi lengkap dan sempurna
tentang barang-barang yang mereka beli. Pada kenyataannya konsumen jarang memiliki
informasi lengkap, karena memang produk-produk yang ada di pasar sangat beragam dan
hanya para ahli yang memiliki informasi lengkap. Konsumen tidak memiliki sumber daya
untuk memperoleh informasi tersebutt, misalnya dengan menguji beberapa merek yang saling
bersaing untuk menentukan mana yang memberikan tingkat keamanan paling sesuai dengan
harganya,

Konsumen diasumsikan sebagai “individu yang selalu berpegang pada anggaran,


rasional, tanpa kenal lelah terus berusaha memaksimalkan kepuasan mereka”. Konsumen
dalam konteks ini didefinisikan sebagai orang yang selalu menjaga pengeluaran dengan
sangat hati-hati. Namun, sayangnya hampir semua pilihan konsumen didasarkan pada
perkiraan yang cenderung kurang tepat dan tidak konsisten saat menentukan pilihan. Hanya
sedikit dari konsumen yang mampu membuat perkiraan dengan baik.

Riset menunjukkan bahwa kemampuan konsumen untuk membuat perkiraan menjadi


kacau karena beberapa alasan, yaitu:

1. Perkiraan sebelumnya diabaikan saat informasi baru tersedia, sekalipun informasi itu
tidak relevan.

2. Penekanan pada “penyebab” mengakibatkan konsumen mengabaikan bukti yang


relevan dengan probabilitas, namun tidak dianggap sebagai “penyebab”.

3. Generalisasi dibentuk dengan berdasarkan jumlah sampel yang kecil.


4. Keyakinan ditempatkan pada “hukum rata-rata” yang selalu diperbaharui, namun
sebenarnya tidak ada.

5. Orang-orang percaya bahwa mereka memiliki kendali atas peristiwa-peristiwa yang


sesungguhnya hanya kebetulan.

Orang-orang cenderung bersikap tidak rasional dan tidak konsisten dalam menimbang
pilihan dengan didasarkan pada perkiraan probabilitas atas biaya atau keuntungan pada masa
mendatang. Sebagai contoh, konsumen sering secara tidak konsisten menilai keuntungan
yang satu lebih baik atau lebih buruk dari yang lain, sering mangatakan bersedia membayar
lebih banyak untuk keuntungan yang kurang disukai, dan mayoritas individu lebih memilih
salah satu keuntungan dibandingkan yang lain dalam satu konteks yang berbeda, meskipun
kenyataannya sama persis dalam dua konteks tersebut.

Meskipun pembeli atau konsumen di pasar memang banyak, namun sebagian besar
pasar masih merupakan pasar monopoli atau oligopoli atau dengan kata lain, semuanya
didominasi oleh satu atau beberapa penjual besar.

Jadi, secara keseluruhan tidak terlihat bahwa keuntungan-keuntungan pasar mampu


menghadapi semua pertimbangan konsumen tentangkeamanan, bebas risiko, dan nilai.
Adanya kenyataan yang dimiliki konsumen dan sikap konsumen yang tidak rasional ketika
memilih, telah menolak argument yang berusaha menunjukan bahwa pasar saja sudah
mampu.

5.2 Kewajiban Produsen dan Konsumen

Tiga (3) teori atau pandangan berkaitan dengan kewajiban produsen dengan
konsumen, yaitu teori kontrak, due care, dan teori biaya sosial. Masing-masing menekankan
keseimbangan yang berbeda antara kewajiban konsumen terhadap diri mereka sendiri dengan
kewajiban produsen terhadap konsumen.

a). Teori Kontrak

Teori kontak berpandangan bahwa kontrak adalah sebuah perjanjian bebas yang
mewajibkan pihak-pihak terkait untuk melaksanakan isi persetujuan. Seseorang berkewajiban
melakukan sesuatu yang menurut perjanjian harus dia lakukan, karena kegagalan
melaksanakan kewajiban merupakan tindakan yang tidak dapat diuniversalisasikan dan
memperlakukan orang lain sebagai sarana, bukan tujuan.

Tindakan menyetujui kontrak atau perjanjian dilakukan dengan batasan sebagai


berikut:

1. Kedua belah pihak harus mengetahui sepenuhnya sifat perjanjian yang mereka buat.
2. Kedua belah pihak tidak boleh dengan sengaja menyalahartikan fakta-fakta perjanjian
pada pihak lain.
3. Kedua belah pihak tidak boleh menyetujui perjanjian karena keterpaksaan atau
pengaruh lain.

Kewajiban Untuk Mematuhi

Kewajiban moral paling dasar yang harus dilakukan produsen terhadap konsumen,
menurut pandangan kontrak adalah kewajiban untuk memberikan suatu produk dengan
karakteristik persis seperti yang dinyatakan yang mendorong konsumen untuk membuat
kontrak dengan dengan sukarela dan membentuk pemahaman tentang apa yang disetujui akan
dibelinya.

Klaim yang mungkin diberikan penjual tentang kualitas produknya mencakup


berbagai bidang dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Frederick Strurdivant
mengklasifikasikan bidang-bidang tersebut dalam empat variable: “Definisi kualitas produk
yang digunakan disini adalah tingkat dimana kinerja produk memenuhi harapan yang telah
ditetapkan:

1. Reliabilitas.

Klaim tentang reliabilitas mengacu pada probilitas bahwa suatu produk akan
berfungsi seperti yang diharapkan konsumen. Jika produk tersebut terdiri dari beberapa
fungsi dengan baik sama dengan hasil kali probabilitas masing-masing komponen. Jadi, bila
komponennya semakin banyak, maka produsen berkewajiban menjamin bahwa masing-
masing komponen berfungsi sedemikian rupa sehingga reaibilitas produk itu sendiri sama
dengan klaim yang dibuat produsen, baik secara eksplisit maupun implisit.
2. Masa penggunaan.

Klaim tentang masa penggunaan suatu produk mengacu pada periode dimana suatu
produk berfungsi secara efektif seperti yang diharapkan oleh konsumen. Biasanya konsumen
secara implisit menyadari bahwa masa pengguna bergantung pada tingkat pemakaian produk
itu sendiri.

3. Kemudahan pemeliharaan.

Klaim tentang hal ini berkaitan tentang bagaimana memperbaiki suatu produk dan
menjaganya agar tetap berfungsi baik, klaim ini sering disebutkan dalam bentuk jaminan atau
garansi.

4. Keamanan produk.

Klaim terbuka dan klaim tidak langsung atas keamanan produk mengacu pada tingkat
resiko yang berkaitan dengan penggunaan suatu produk. Karena hampir semua produk pasti
berisiko, maka persoalan tentang keamanan biasanya mencakup risiko yang dapat diterima
dan diketahui.

Kewajiban Untuk Mengungkapkan

Sebuah perjanjian tidak bisa mengikat kecuali bila pihak-pihak yang terlibat
mengetahui apa yang mereka akan lakukan dan melakukannya dengan sukarela. Hal ini
mengimplikasikan bahwa penjual ang akan membuat perjanjian dengan konsumen
berkewajiban untuk mengungkapkan dengan tepa tapa yang akan dibeli konsumen dana pa
saja syarat penjualannya.pada tingkat minimum, ini berarti penjual berkewajiban
memberitahukan semua fakta pada konsumen tentang produk tersebut yang dianggap
berpengaruh pada keputusan konsumen untuk membeli. Sebagai contoh, jika pada sebuah
produk yang dibeli konsumen terdapat cacat yang berbahaya atau berisiko pada kesehatan
atau keamanan konsumen , maka konsumen harus diberitahu. Ada yang mengatakan bahwa
penjual perlu juga menjelaskan komponen atau unsur-unsur-unsur yang terdapat dalam suatu
produk, karakteritik hasil kerjanya, biaya pengoperasiannya, tingkat produksinya, serta
standar-standar yang sesuai lainnya.

Akan tetapi, pandangan bahwa penjual harus memberikan berbagai macam informasi
kepada pembeli juga banyak dikritik. Informasi adalah sesuatu yang mahal, harus dianggap
sebagai suatu produk dimana konsumen harus membayar untuk mendapatkannya atau tidak
menggunakannya sama sekali. Pendeknya, konsumen juga harus melalkukan kontrak untuk
membeli informasi seperti halnya dia membeli produk-produk lain, dan produsen tida perlu
menyediakan informasi tersebut. Masalah yang berkaitan dengan kritik ini adalah informasi
yang digunakan sebagai acuan seseorang untuk membuat keputusan untuk melakukan
kontrak, merupakan jenis informasi yang agak berbeda dari produk yang diperjualbelikan.
Karena sebuah kontrak atau perjanjian harus dilakukan dengan bebas dan kebebasan memilih
tergantung dengan pengetahuan, maka transaksi kontraktual harus didasarkan pada
pertukaran informasi yang sifatnya terbuka. Jika konsumen harus melakukan tawar menawar
untuk mendapatkan informasi seperti itu, maka kontrak yang dihasilkan juga tidak bisa
dikatakan bebas.

Kewajiban Untuk Tidak Memberikan Gambaran Yang Salah

Misrepresentasi atau kesalahan pengambaran, yang dalam hal ini, lebih parah
dibandingkan kegagalan mengungkapkan informasi, meniadakan kebebasan untuk memilih.
Seorang penjual melakukan misrepresentasi suatu komoditas bila dia merepresentasikannya
dalam suatu cara yang dengan sengajar dimaksudkan untuk menipu pembeli agar memikirkan
sesuatu tentang produk tersebut yang oleh penjualnya diketahui sebagai hal yang salah.
Penipuan ini bisa melalui cara verbal, misalnya, produk bekas dikatakan sebagai produk baru,
atau dengan tindakan, saat sebuah produk bekas (tanpa diberi tanda apapun) dipajang
bersama dengan produk-produk baru. Atau dengan kata lain, tindakan yang sengaja untuk
melakukan misrepresentasi sama salahnya dengan tindakan berbohong.

Kewajiban Tidak Memaksa

Orang sering bertindak irasional karena pengaruh rasa takut atau tekanan emosional.
Saat penjual mengambil keuntungan dari rasa takut atau tekanan emosional pembeli untuk
membeli sesuatu yang tidak akan dibelinya jika berpikir secara rasional, maka penjual berarti
menggunakan paksaan atau pengaruh untuk memkasa. Karena ikatan kontrak mensyaratkan
persetujuan sukarela atau bebas, maka penjual berkewajiban untuk tidak memanfaatkan
ketidaktahuan, ketidakdewasaan, kebodohan, ataupun faktor-faktor lain yang mengurangi
atau menghapuskan kemampuan pembeli untuk menetapkan kemampuan secara bebas.

Kelemahan Teori Kontrak

Keberatan utama terhadap teori kontrak ditujukan pada kejanggalan asumsi yang
mendasarinya.
1. Teori Kontraktual secara tidak realistis mengasumsikan bahwa perusahaan melakukan
perjanjian secara langsung dengan konsumen. Tidak ada yang lebih aneh dari hal ini.
Biasanya terdapat usaha grosir dan eceran yang menjadi perantara perusahaan dengan
konsumen. Perusahaan menjual produk pada usaha grosir, yang kemudian menjualnya
ke pengusaha eceran, yang akhirnya sampai ke tangan konsumen. Perusahaan tidak
pernah melakukan kontrak langsung dengan konsumen. Jadi, bagaimana kita bisa
mengatakan bahwa perusahaan memiliki kewajiban kontraktual terhadap konsumen ?
Para pendukung pandangan kontrak berusaha menanggapi kritik tersebut menyatakan
bahwa perusahaan mengadakan perjanjian secara tidak langsung dengan konsumen.
Perusahaan mempromosikan produk mereka melalui iklan.

2. Setiap Kontrak Sama Dengan Pedang Bermata Dua, jika konsumen dengan sukarela
setuju untuk membeli sebuah produk dengan kualitas-kualitas tertentu, maka dia bisa
setuju untuk membeli sebuah produk tanpa kualitas-kualitas tersebut atau dengan kata
lain, kebebasan kontrak memungkinkan perusahaan dibebaskan dari kewajiban
kontraktual dengan secara eksplisit menyangkal bahwa produk yang dijual bisa
diandalkan, bisa diperbaiki, aman, dan sebagainya.

3. Teori Kontraktual mengasumsikan bahwa pembeli dan penjual sama-sama ahli


mengevaluasi suatu produk dan pembeli mampu melindungi kepentingan-
kepentingannya terhadap penjual. Kenyataannya, pembeli dan penjual tidak sejajar
atau setara seperti yang diasumsikan. Seorang konsumen yang harus membeli ratusan
jenis komoditas tidak bisa berharap mengetahui segala sesuatu tentang semua produk
tersebut seperti produsen yang khusus memproduksikan satu produk. Konsumen tidak
memiliki keahlian ataupun waktu untuk memperoleh dan memproses informasi untuk
dipakai sebagai dasar membuat keputusan. Konsekuensinya, konsumen biasanya
harus bergantung pada penilaian penjual guna memutuskan untuk membeli atau tidak
membeli dan dalam hal ini mereka sangat rentan terhadap niat buruk penjual.
memberikan perlindungan yang memadai bagi konsumen.

b). Teori Perhatian Semestinya (Due Care Theory)

Teori “Due Care” tentang hubungn anatara produsen dan konsumen didasarkan pada
gagasan bahwa produsn dan konsumen tidak saling sejajar dan bahwa kepentingan-
kepentingan konsumen sangat rentan terhadap tujuan tujuan produsen yang memiliki
pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki konsumen karena produsen berada dalam
posisi yang lebih menguntungkan , mereka berkewajiban menjamin bahwa kepentingan-
kepentingan konsumen tidak dirugikan oleh produk yang mereka tawarkan.

Pandangan Due Care dengan demikian, menyatakan bahwa karena konsumen harus
bergantung pada keahlian produsen, maka produsen tidak hanya berkewajiban untuk
memberikan produk yang sesuai dengan claim yang dibuatnya. Namun, juga wajib berhati-
hati untuk mencegah orang lain tidak terluka oleh produk tersebut. Perusahaan dianggap
melanggar atau melalaikan kewajiban ini bila gagal memberikan perhatian yang seharusnya
bisa dilakukan dan perlu dilakukan untuk mencegah agar orang lain agartidak dirugikan oleh
penggunaan suatu produk. Perhatian juga harus dimasukan dalam desain produk, proses
pembuatan, proses kendali mutu yang dipakai untuk menguji dan mengawasi produksi, serta
peringatan, label dan intruksi yang ditempelkan pada suatu produk.

Menurut pandangan Due Care pihak perusahaan, yang dalam hal ini, lebih ahli dan le
bih mengetahui produk mereka, memiliki kewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang
diperlukan unruk memastikan bahwa produk mereka aman saat kkeluar dari pabrik, dan
konsumen mempunyai hak untuk memperoleh jaminan ini

Pandangan Due Care tentu saja berdasarkan prinsip bahwa ada yang memiliki
kewajiban moral untuk tidak merugikan pihak-pihak lain dan bahwa kewajiban ini sangan di
tekankan bila pihak lain tersebut adaalah pihak yang rentan dan sangat bergantung pada
penilaian agen.

Tugas Untuk Memberikan Perhatian

Menurut teori Due Care, perusahaan dikatakan memberi perhatian yang memadai jika
mereka melakukan langkah-langkah untuk mencegah pengaruh-pengaruh merugikan yang
dapat diperkiraan terjadi akibat penggunaan produk mereka oleh konsumen, setelah
melakukan pengamatan atas cara bagaimana produk digunakan dan setelah mengantisipasi
semua kemungkinan kesalahan penggunaannya. Secara umum, tanggung jawab produsen
mencangkup 3 bagian berikut ini:

1. Desain

Produsen harus memastikan apakah desain sebuah produuk mengandung bahaya,


dilengkapi dengan perangkat pengaman yang diperlukan dan apakah menggunakan bahan-
bahan yang memadai untuk keperluan penggunaan produk tersebut?
Produsen bertanggung jawab karena mengetahui dengan baik desain sebuah produk,
dan juga bertanggung jawab melakukan penelitian dan pengujian yang ekstensif untuk
mengungkapkan semua resiko yang mungkin terjadi dalam penggunaan suatu produk dalam
berbagai penggunaan suatu produk dalam berbagai kondisi pemakaian.

2. Produksi

Manajer produksi perlu mengawasi pemanufakturan untuk menyingkirkan produk-


produk yang cacat, mengidentifikasi kelemahan yang muncul selama produksi dan
memastikan bahwa tindakan menggantikan material dengan bahan yang harganya lebih
murah atau langkah-langkah “ekonomi” lainnya tidak terjadi selama proses pemanufakturan.

3. Informasi

Produsen perlu melampirkan label, peringatan, atau instruksi pada produk yang
memberitahu pemakaian tentang semua bahaya penggunaan atau penyalahgunaan suatu
produk yang memungkinkan mereka untuk menjaga diri. Instruksi ini haruslah jelas dan
sederhana, dan peringatan kemungkinan bahaya atas penggunaan atau penyalahgunaan
produk jug harus jelas, sederhana, dan mencolok.

Kelemahan Teori Due Care

Hambatan utama “teori due care” adalah tidak ada metode yang secara jelas
menentukan kapan seseorang atau produsen telah memberikan perhatian yang memadai.
Hambatan kedua muncul karena teori ini mengasumsikan bahwa produsen mampu
menemukan resiko-resiko yang muncul dalam penggunaan sebuah produk sebelum
konsumen membeli dan menggunakannya.

Ketiga, teori due care terlihat paternalistik dengan ini mengasumsikan bahwa
produsen adalah pihak yang mengambil keputusan-keputusan penting bagi konsumen dalam
kaitannya dengan tingkat resiko yang layak diterima oleh konsumen.

c). Teori Biaya Sosial

Teori ketiga tentang kewajiban perusahaan memperluas kewajiban tersebut diluar


kewajiban-kewajiban yang diberikan oleh hubungan kontraktual serta kewajiban memberikan
perhatian untuk mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan.
Teori biaya sosial menjadi dasar dari doktrin hukum pertanggungjawaban penuh yang
dibentuk dari argument-argumen utilitarian. Dasar dari teori ketiga tentang kewajiban
perusahaan adalah sejumlah asumsi utilitarian tentang nilai efisien. Teori ini mengasumsikan
bahwa pengguna sumber daya yang efisien adalah sangat penting bagi masyarakat sehingga
biaya sosial harus dialokasikan dalam cara apapun yang dapat mengarahkan pada
penggunaan dan pemanfaatan sumber daya dengan lebih baik.

Masalah Dengan Teori Biaya Sosial

Kritik utama terhadap pandangan biaya sosial tentang kewajiban biaya perusahaan
adalah karena pandangan ini dianggap tidak adil. Keadilan kopensatif mengimplikasikan
bahwa seorang wajib memberikan ganti rugi pada pihak yang dirugikan hanya jika mampu
memperkirakan dan melakukan tindakan untuk mencegahnya. Kritik kedua atas teori biaya
sosial ditunjukkan pada asumsi bahwa membebankan semua biaya kerugian pada perusahaan,
akan mengurangi jumlah kecelakaan. Argument ketiga terhadap teori biaya sosial difokuskan
pada beban finansial yang diberikan teori ini pada pihak perusahaan dan asuransi.

5.3 Implementasi Perlindungan Kepada Konsumen di Indonesia

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan


awal dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada
terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini telah ada beberapa
undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti :

1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang barang, menjadi undang-
undang .
2. Undang-undang Nomor 2 tahun 1966 tentang Hygiene.
3. Undang-undang Nomor 5 tahun 1975 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah.
4. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
5. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang perindustrian.
7. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.
8. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang danIndustri.
9. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tenatang Kesehatan.
10. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Aggrement Establishing The World Trade
Organizatioan (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
11. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
12. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
13. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
14. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak
Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987.
15. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor
6 Tahun 1989 tentang Paten.
16. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor
19 Tahun 1989 tentang Merek.
17. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
18. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran.
19. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan.
20. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Perlindungan Konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan
intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini
karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta,
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten dan Undang-undang Nomor 14 Tahun
1997 tentang Merek yang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
melanggar ketentuan tentang HAKI.

Demikian juga perlindungan perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup


tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur
dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Dengan
demikian, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang
mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta perlindungan


hukum atas mereka harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang layak
atas mereka, mengingat faktor utama perlakuan yang semena-mena oleh produsen kepada
konsumen adalah kurangnya kesadaran serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta
kewajiban mereka.

Pemerintah sebagai perancang,pelaksana serta pengawas atas jalannya hukum dan


UU tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan fenomena-fenomena
yang terjadi pada kegiatan produksi dan konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen
untuk mencari laba berjalan dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan, demikian juga
dengan konsumen yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai
mereka dirugikan karena kesalahan yang diaibatkan dari proses produksi yang tidak sesuai
dengan setandar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan UU yang telah dibuat oleh
pemerintah.

Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan agar tercipta
harmonisasi tujuan antara produsen yang ingin memperoleh laba tanpa membahayakan
konsumen yang ingin memiliki kepuasan maksimum,

Semoga makalah yang kami buat ini dapat memberi penjelasan dan dapat
mengingatkan para pembaca bahwa kita sebagai konsumen memiliki hak-hak serta kewajiban
yang harus kita laksanakan, dan kita juga memiliki perlindungan penuh atas hukum dan UU
yang berlaku yang bisa digunakan kapan saja ketika diri kita endapat perlakuakuan yang
tidak sesuai dengan apa-apa yang telah ditetapkan bagi konsumen.

Semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi para mahasiswa/mahasiswi, dan
bisa dijadikan referensi dalam melakukan kajian-kajian ilmiah tentang hukum perlindungan
konsumen.
3.2 Saran

Segala saran dan kritik kami harapkan dari semua pihak karena kami menyadari
bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna. Saran dan kritik tersebut semoga saja
dapat menjadi pelajaran bagi kami semua untuk dapat menjadi lebih baik lagi dihari esok.
Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

https://silpiintansuseno7.wordpress.com/2017/07/06/makalah-perlindungan-konsumen/

https://dokumen.tips/documents/etika-bisnis-dan-perlindungan-konsumen.html

Anda mungkin juga menyukai