Disusun oleh :
Disusun Oleh :
Larasati Ayu Sekarsari
(136020200011002)
Tiara Khoerunisa
(136020217011002)
KATA PENGANTAR
Segala puji, syukur, dan penghormatan dipanjatkan hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
hanya oleh karuniaNya maka penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini dapat selesai dengan tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Dan oleh
karena itu, penulis menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang sebesar - besarnya, kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. Margono Setiawan SE., SU., selaku Dosen Mata Kuliah Entrepreneurship &
Business Ethics yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan kami
dalam penyusunan makalah ini.
2.
Orang tua,kakak, adik-adik, dan teman teman yang telah memberikan bantuan dukungan
moral.
3.
Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang disusun ini masih jauh dari
sempurna.Oleh karena itu penulis selalu membuka diri terhadap kritik dan saran yang membangun
guna memperbaiki diri dalam pembuatan makalah selanjutnya.Tak lupa penulis memohon maaf
apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
Theory
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dankewajiban moral.
2.
3.
Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan ataumasyarakat.
atau
petunjuk
konkret
tentang
bagaimana
harus
hidup,
bagaimanaharus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik dan bagaimana menghindari
perilaku-perilaku yang tidak baik. Sedangkan etika berbicara mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
Antonius Alijoyo (2004) menerangkan perusahaan perlu menerapkan nilai-nilai etika
berusaha, karena dengan adanya praktik etika berusaha dan kejujuran dalam berusaha dapat
menciptakan aset yang langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan nilai perusahaan. Etika
bisnis tidak akan dilanggar jika terdapat aturan dan sangsi. Kalau perilaku yang salah tetap
dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Sehingga perlu ada sanksi bagi yang
melanggar untuk memberi pelajaran kepada yang bersang-kutan.
Moral dan etika mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi orientasi bagaimana
dan ke mana harus melangkah dalam hidup ini, namun terdapat sedikit perbedaan bahwa moralitas
langsung menunjukkan inilah caranya untuk melangkah sedangkan etika justru mempersoalkan
apakah harus melangkah dengan cara ini? Dan mengapa harus dengan cara itu. Dengan kata
lain moralitas adalah suatu pranata, sedangkan etika adalah sikap kritis setiap pribadi atau
kelompok masyarakat dalam merealisasikan moralitas. Pada akhirnya etika memang menghimbau
orang untuk bertindak sesuai dengan moralitas. Etika berusaha membantu manusia untuk bertindak
secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pelaku usaha dapat memperoleh ilmu etika melalui teori etika, selain pengalaman dan
informasi moral yang diterima dari berbagai sumber. Dalam teori etika terungkap etika deontologi,
etika teleologi, etika hak dan etika Keutamaan.
Etika Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berkewajiban" atau sesuai dengan
prosedur dan logos yang berarti ilmu atau teori. Menurut teori ini beberapa prinsip moral itu
bersifat mengikat betapapun akibatnya. Etika ini menekankankan kewajiban manusia untuk
bertindak secara baik. Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan
akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai
baik pada dirinya sendiri. Atau dengan kata lain tindakan itu bernilai moral karena tindakan
itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yangmemang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan
atau akibat dari tindakan itu. Teori ini menekankan kewajiban sebagai tolak ukur bagi penilaian
baik atau buruknya perbuatan manusia, dengan mengabaikan dorongan lain seperti rasa
cinta atau belas kasihan. Terdapat tiga kemungkinan seseorang memenuhi kewajibannya
yaitu: karena nama baik, karena dorongan tulus dari hati nurani, serta memenuhi
kewajibannya. Deontologist menetapkan aturan, prinsip dan hak berdasarkan pada agama,
tradisi, atau adat istiadat yang berlaku. Yang menjadi tantangan dalam penerapan
deontological di sini adalah menentukan yang mana tugas, kewajiban, hak, prinsip yang
didahulukan. Sehingga banyak filosof yang menyarankan bahwa tidak semua prinsip
deontologicalharus diterapkan secara absolut. Teori ini memang berpijak pada norma-norma
moral konkret yang harus ditaati, namun belum tentu mengikat untuk kondisi yang bersifat
khusus. Contohnya, seseorang boleh saja merampok kalau hasil rampokannya dipakai
untuk memberi makan orang yang terkena musibah.
2)
Etika Teleologi
Istilah teleologi berasal dari kata Yunani telos yang berarti tujuan, sasaran atau hasii dan
logos yang berarti ilmu atau teori. Etika ini mengukur baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan konsekuensi yang
ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik, kalau bertujuan mencapai
sesuatu yang baik, atau kalau konsekuensi yang ditimbulkannya baik dan berguna. Bila
kita akan memutuskan apa yang benar, kita tidak hanya melihat konsekuensi keputusan
tersebut dari sudut pandang kepentingan kita sendiri. Tantangan yang sering dihadapi dalam
penggunaan teori ini adalah bila kita bisa kesulitan dalam mendapatkan seluruh informasi
yang dibutuhkan dalam mengevaluasi semua kemungkinan konsekuensi dari keputusan
yang diambil.
3)
Etika Hak
Etika Hak memberi, bekal kepada pebisnis untuk mengevaluasi apakah tindakan, perbuatan
dan kebijakan bisnisnya telah tergolong baik atau buruk dengan menggunakan kaidah hak
seseorang. Hak seseorang sebagai manusia tidak dapat dikorbankan oleh orang lain apa
statusnya. Hak manusia adalah hak yang dianggap melekat pada setiap manusia, sebab
berkaitan dengan realitas hidup manusia sendiri.
"hak manusia" sebab manusia berdasarkan etika hams dinilai menurut martabatnya. Etika
10
Etika Keutmaann
Etika keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak mendasarkan penilaian
moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal seperti kedua teori sebelumnya.
Etika ini lebih mengutamakan pembangunan karakter moral pada diri setiap orang. Nilai
moral bukan muncul dalam bentuk adanya aturan berupa larangan atau perintah, namun
dalam bentuk teladan moral yang nyata dipraktikkan oleh tokoh-tokoh tertentu dalam
masyarakat. Di dalam etika karakter lebih banyak dibentuk oleh komunitasnya. Pendekatan
ini terutama berguna dalam menentukan etika individu yang bekerja dalam sebuah
komunitas profesional yang telah mengembangkan norma dan standar yang cukup baik.
Keuntungan teori ini bahwa para pengambil keputusan dapat dengan mudah
mencocokkan dengan standar etika komunitas tertentu untuk menentukan sesuatu itu benar
atau salah tanpa ia harus menentukan kriteria terlebih dahulu (dengan asumsi telah ada
kode perilaku). Indikator Etika (Ethics) merupakan kemampuan individu untuk memutuskan
hal-hal yang berhubungan dengan issue etika dan moral, baik dan buruk, salah dan benar
(Forsyth, 1980; Kohlberg, 1981; Velasques, 2005):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
11
2.
Etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi
perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak
boleh dilakukan.
2.
Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. Etika menyangkut pilihan
yaitu apakah perbuatan boleh dilakukan atau tidak.
3.
Etiket hanya berlaku dalam pergaulan pada suatu kelompok tertentu.Bila tidak ada saksi
mata , maka etiket tidak berlaku.
4.
Etika selalu berhku dimana saja dan kapan saja, meskipun tidak adasaksi mata, tidak
tergantung pada ada dan tidaknya seseorang.
5.
Etiket bersifat relatif artinya yang dianggap tidak sopan dalam suatukebudayaan, bisa saja
dianggap sopan dalam kebudayaan lain.
6.
Etika bersifat absolut. Prinsip-prinsipnya tidak dapat ditawar lagi, danharus dilakukan.
7.
8.
Etika menyangkut manusia dari segi rohaniahnya. Orang yang bersikap etis adalah rang yang
sungguh-sungguh baik, dimana nilai moralnya sudah terinternalisasi dalam hati nuraninya.
1.3.2
12
ETHICS
Hukum pada dasarnya tidak hanya mencakup ketentuan yang dirumuskan secara tertulis,
tapi juga nilai-nilai konvensi yang telah menjadinorma di masyarakat.
2.
3.
Pada umumnya kebanyakan orang percaya bahwa dengan perilaku yangpatuh terhadap hukum
adalah juga merupakan perilaku yang etis.
4.
Banyak sekali standar perilaku yang sudah disepakati oleh masyarakatyang tidak tercakup
dalam hukum, sehingga terdapat bagian etika yangtercakup dalam hukum, namun sebagian
juga belum tercakup di dalamhukum, seperti contoh kasus di dalam masyarakat yang
dianggapmelanggar etika tetapi dalam hukum itu tidak melanggar, sepanjangtidak ada
aturan yang tertulis bahwa tindakan tersebut adalah melanggarhukum.
5.
1.3.3
keyakinan dan sikap batin, bukan hanya sekedar penyesuaian atau asal taat terhadap aturan.
Karena antara satu dengan yang lain saling mempe-ngaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas
penegakan hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralitasnya. Karena itu hukum harus
dinilai/diukur dengan norma moral. Undang-undang moral tidak dapat diganti apabila dalam
suatu masyarakat kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang. Sebaliknya moral pun
13
Hukum bersifat obyektif karena hukum dituliskan dan disusun dalamkitab undang-undang.
Maka hukum lebih memiliki kepastian yang lebihbesar.
2.
Moral bersifat subyektif dan akibatnya seringkali diganggu oleh pertanyaan atau diskusi
yang mengigingkan kejelasan tentang etis dantidaknya.
3.
4.
5.
Pelanggaran terhadap hukum mengakibatkan si pelaku dikenakan sanksiyang jelas dan tegas.
6.
7.
8.
1.3.4
menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Pada dasarnya agama memberikan ajaran
moral untuk menjadi pegangan bagi perilaku para penganutnya. Menurut Kanter (2001) tidak
mungkin orang dapat sungguh-sungguh hidup bermoral tanpa agama, karena (1) moralitas pada
hakikatnya bersangkut paut dengan bagaimana manusia menjadi baik, jalan terbaiknya adalah kita
mengikuti perintah dan kehendak Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan keyakinan kita (2) agama
merupakan salah satu pranata kehidupan manusia yang paling lama bertahan sejak dulu kala,
sehingga moralitas dalam masyarakat erat terjalin dengan kehidupan ber-agama (3) agama
menjadi penjamin yang kuat bagi hidup bermoral. Perbedaan antara etika dan ajaran moral
agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut
seseorang untuk mendasarkan diri pada wahyu Tuhan dan ajaran agama.
1.3.4
dikenal sebagai kode etik. Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan.
Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manners, morals (BP-7,
1993: Poespoprodjo, 1986). Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan
yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing
tingkah laku batin dalam hidup. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai
yang berkenaan dengan baik buruk, atau dengan kata lain moralitas merupakan pedoman/standar
14
Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius
atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
2.
Standar moral moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu,
standar moral tidak dibuat oleh kekuasaan, validitasstandar moral terletak pada
kecukupan nalar yang digunakan untukmendukung atau membenarkannya, jadi sejauh
nalarnya mencukupimaka standarnya tetap sah.
3.
Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai yang lain, khusus-nya kepentingan
pribadi.
4.
5.
Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu, seperti jika kita
bertindak bertentangan dengan standar moral,normalnya kita akan merasa bersalah, malu atau
menyesal.
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline which can act as the
performance index or reference for our control system". Dengan demikian, etika akan memberikan
semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok
sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia,
etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja
dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa
difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional
umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi
dari apa yang disebut dengan "self control", karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan
dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Jadi etika lebih berkaitan
dengan kepatuhan, sementara moral lebih berkaitan dengan tindak kejahatan.
Kegiatan dengan mengarahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai sesuatu
maksud.
15
yang dilakukan organisasi atau perusahaan dengan menyediakan produk barang atau jasa dengan
tujuan memperoieh nilai lebih (value added). Karena organisasi (perusahaan) yang menyediakan
produk barang atau jasa tentu dengan tujuan memperoleh laba, tentu saja prospek mendapatkan
laba, selalu memperhitungkan perbedaan penerimaan bisnis dengan biaya yang dikeluarkan.
Maka laba di sini merupakan pemicu (driver) bagi pebisnis untuk memulai dan mengembangkan
bisnis. Bagai-manapun juga pebisnis mendapatkan laba dari risiko yang diambil ketika
mengivestasikan sumber daya (modal, keahlian/skill, dan waktu) mereka.
Dalam sistem kapitalis bisnis dijalankan untuk mendapatkan laba bagi pemilik yang juga
bebas untuk menjalankannya. Namun konsumen juga memiliki kebebasan untuk memilih. Dalam
memilih cara mengejar laba, bisnis harus memperhitungkan apa yang diinginkan dan dibutuhkan
konsumen. Terlepas dari seberapa efisien bisnis itu dijalankan.
16
17
18
Normative ethics:
Concerned with supplying and justifying a coherent moral system of thinking and judging.
Normative ethics seeks to uncover, develop, and justify basic moral principles that are
intended to guide behavior,actions, and decisions.
2.
Descriptive ethics:
Is concerned with describing, characterizing, and studying the morality of a people, a
culture, or a society. It also compares and contrasts different moral codes, systems,
practices, beliefs, and values.
Dalam etika bisnis, kewajiban moral dalam bisnis dibatasi oleh persyaratan hukum. Aspek
yang paling universal dalam moralitas barat telah digunakan pada sistem legal bangsa kita, yaitu
hukum yang menegaskan mengenai sangsi bagi pembunuhan, pencurian, penipuan, pelecehan
danperilaku yang membahayakan lainnya. Terlebih lagi jika masalah etika itu sudah berkaitan
dengan nilai budaya, politik dan agama. Tuntutan masyarakat internasional terutama berkaitan
dengan mutu barang atau jasa yang dijual. Banyak kasus dimana pengusaha sangat
mengabaikan lingkungan, dan masyarakat pun kadangkala miris melihat pemerintah seolah tidak
ada upaya yang tegas terhadap perilaku pengusaha yang bandel ini. Kasus yang terjadi beberapa
waktu yang lalu yaitu ditolaknya pengiriman kayu kita ke Skotlandia karena dinyatakan tidak
berekolabel, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berbisnis,
tidak hanya memperhatikan keuntungan saja, namun juga perlu memperhatikan etika dalam
pengolahan. Disini kita melihat bahwa etika bisnis menjadi suatu hal yang sangat mendesak untuk
diterapkan, sebab dengan etika pertimbangan mengenai baik atau buruk dapat distandardisasi
secara tepat dan benar. Namun perlu juga dicatat bahwa etika bisnis tidak akan berfungsi jika
praktik-praktik bisnis yang curang dilegalkan. Di sinilah diperlukan dua perangkat utama yaitu
moral dan legal politis.
19
Indikator Etika bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan atau pebisnis telah
melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan sumber daya alam secara efisien tanpa
merugikan masyarakat lain.
2.
Indikator etika bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan indikator ini
seseorang pelaku bisnis dikatakan
Indikator etika bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator hokum seseorang atau
suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan etikabisnis apabila seseorang pelaku
20
segala
norma hukum
yang
berlaku
5.
Indikator etika berdasarkan nilai budaya. Setiap pelaku bisnis baik secara individu
maupun kelembagaan telah menyelenggarakan bisnisnyadengan mengakomodasi nilai-nilai
budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah dan suatu
bangsa.
6.
21
Yang dilakukan atau dilaksanakan seseorang dengan sengaja dan secara bebas
2.
Yang gagal dilakukan atau dicegah dan yang secara moral keliru karena orang itu dengan
sengaja atau secara bebas gagal melaksanakan atau mencegahnya.
Ada kesepakatan umum, bahwa ada dua kondisi yang sepenuhnya menghilangkan
tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan kerugian : (1) Ketidaktahuan dan (2)
ketidakmampuan. Keduanya disebut kondisi yang memaafkan karena sepenuhnya memaafkan
orang dari tanggung jawab terhadap sesuatu. Jika seseorang tidak mengetahui, atau tidak dapat
menghindari apa yang dia lakukan, kemudian orang itu tidak berbuat secara sadar, ia bebas dan
tidak dapat dipersalahkan atas tindakannya. Namun, ketidaktahuan dan ketidakmampuan tidak
selalu memaafkan seseorang, salah satu pengecualiannya adalah ketika seseorang mungkin secara
sengaja, membiarkan dirinya tidak mau mengetahui persoalan tertentu. Ketidakmampuan bisa jadi
merupakan akibat lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan seseorang tidak dapat
melakukan sesuatu atau tidak dapat menahan melakukan sesuatu. Seseorang mungkin kekurangan
kekuasaan, keahlian, kesempatan atau sumber daya yang mencukupi untuk bertindak. Seseorang
mungkin secara fisik terhalang atau tidak dapat bertindak, atau pikiran orang secara psikologis
cacat sehingga mencegahnya mengendalikan tindakannya. Ketidakmampuan mengurangi
tanggung jawab karena seseorang tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan (atau
melarang melakukan) sesuatu yang tidak dapat dia kendalikan. Sejauh lingkungan menyebabkan
22
Lingkungan yang mengakibatkan orang tidak pasti, namun tidak juga tidak yakin tentang apa
yang sedang dia lakukan ( hal tersebut mempengaruhi pengetahuan seseorang)
2.
3.
Hal tersebut dapat memperingan tanggung jawab seseorang karena kelakuan yang keliru
yang tergantung pada faktor keempat, yaitu keseriusan kesalahan. Kesimpulan mendasar tentang
tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian yang memperingan tanggung jawab moral
seseorang yaitu :
1.
Secara moral individu, bertanggung jawab atas tindakan yang salah yang dia lakukan (atau
yang secara keliru dia lalaikan) dan atas efek-efek kerugian yang disebabkan (atau yang
gagal dia cegah) ketika itu dilakukan dengan bebas dan sadar.
2.
Tanggung jawab moral sepenuhnya dihilangkan (atau dimaafkan) oleh ketidaktahuan dan
ketidakmampuan
3.
Tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian diringankan oleh : ketidak pastian dan
kesulitan Bobot keterlibatan yang kecil (meskipun kegagalan tidak memperingan jika
seseorang mempunyai tugas khusus untuk mencegah kesalahan), namun cakupan sejauh
mana hal-hal tersebut memperingan tanggung jawab moral seseorang kepada (dengan)
keseriusan kesalahan atau kerugian. Semakin besar keseriusannya, semakin kecil ketiga
faktor pertama tadi dapat meringankan.
1.10.1
didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri
atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau
kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah yang
bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu? Pandangan tradisional
berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan bebas apa yang diperlukan
perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab. Lain halnya pendapat para kritikus
pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti
perusahaan bertindak bersama-sama, tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai
23
1.10.2
Perusahaan biasanya memiliki struktur yang lebih tinggi ke beragam agen pada level yang lebih
rendah. Jadi, siapakah yang harus bertanggung jawab secara moral ketika seorang atasan
memerintahkan bawahannya untuk melakukan tindakan yang mereka ketahui salah. Orang kadang
berpendapat bahwa, ketika seorang bawahan bertindak sesuai dengan perintah atasannya yang sah,
dia dibebaskan dari semua tanggung jawab atas tindakan itu. Hanya atasan yang secara moral
bertanggung jawab atas tindakan yang keliru, bahkan jika bawahan adalah agen yang
melakukannya. Pendapat tersebut keliru, karena bagaimanapun tanggung jawab moral menuntut
seseorang bertindak secara bebas dan sadar, dan tidak relevan bahwa tindakan seseorang yang
salah merupakan pilihan secara bebas dan sadar mengikuti perintah. Ada batas-batas kewajiban
karyawan untuk mentaati atasannya. Seorang karyawan tidak mempunyai kewajiban untuk
mentaati perintah melakukan apapun yang tidak bermoral. Dengan demikian, ketika seorang atasan
memerintahkan seorang karyawan untuk melakukan sebuah tindakan yang mereka ketahui salah,
karyawan secara moral bertanggung jawab atas tindakan itu jika dia melakukannya. Atasan juga
bertanggung jawab secara moral, karena fakta atasan menggunakan bawahan untuk melaksanakan
tindakan yang salah tidak mengubah fakta bahwa atasan melakukannya.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
Journal Review
PRACTITIONER CONTRIBUTION
Toward applied Islamic business ethics: responsible halal business
Peneliti
Sumber
Tujuan
Metodologi
Melihat praktek saat ini tentang regulasi dan sertifikasi halal serta literatur
tentang etika Islam untuk mengidentifikasi pendekatan praktis untuk etika
bisnis Islam.
Latar
Belakang
serius yang tidak dapat diselesaikan tanpa adanya sistem etika yang efektif.
Selama berabad-abad peneliti mengembangkan teori mengenai kegiatan
intelektual, etika,
26
Literature
Review
Konsep dasar sistem etika Islam adalah konstan karena mereka berasal dari
sumber yang transendental (yaitu wahyu dari Allah). Dalam mengembangkan
aplikasinya, etika bisnis Islam harus tetap selaras dengan konsep
fundamentalnya.
Filsafat dan epistemologi
Menurut Quran, manusia adalah khalifah Allah (Tuhan) di Bumi: "Aku akan
menciptakan seorang khalifah di bumi" (Al Quran, 2: 30). Konsep khalifah ini
adalah dasar untuk eksistensi manusia dan komitmen etika di dunia harus
sesuai dengan ajaran Islam. Setiap kali seorang Muslim berperilaku sebagai
khalifah, mereka sedang melakukan ibadah. Ajaran Islam biasanya disebut
sebagai syariat. Syariat adalah seperangkat norma, nilai-nilai dan hukum yang
membentuk cara hidup Islam (Ahmad, 2003 dikutip dalam Dusuki, 2008).
Norma-norma dan nilai-nilai komponen Syariah dapat digunakan untuk
meningkatkan etika bisnis Islam dalam praktek bisnis.
Penerapan
27
Menurut Hadis, ada tiga tingkatan agama (Deen); Islam, Iman dan Ihsan.
Tingkat pertama Islam berkaitan dengan mematuhi instruksi dan ajaran Allah
(Tuhan). Tingkat kedua Iman berkaitan dengan penguatan kepercayaan dan
nilai-nilai dalam hati seseorang. Sementara tingkat ketiga adalah Ihsan
berkaitan dengan pengalaman hidup spiritual dalam setiap tindakan tunggal.
Hal ini sesuai dengan pendapat teori normatif etika secara tradisional
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama: etika deontologis, etika
konsekuensialis, dan etika moralitas (Jonsson, 2011). Dalam etika deontologis,
penilaian etika adalah konstan untuk setiap tindakan, dengan kata lain,
tindakan yang benar atau salah karena sifat intrinsiknya. Sementara dalam
etika
konsekuensialis,
kebenaran
dari
tindakan
tergantung
pada
28
29
Pada Praktik
dalam praktek bisnis masih tergantung pada sikap antara para pemangku
Manajemen
kepentingan pasar Halal itu. Kita dapat berharap bahwa industri Halal akan
mendukung dan mendorong sertifikasi Halal multi-level jika pelanggan
menuntut hal itu.
Masalah lain dalam aplikasi praktis bahwa pelanggan hanya yaitu pasar Halal
harus membangun satu dasar umum untuk sertifikasi Halal dan selanjutnya
memperkaya sertifikasi halal oleh sertifikasi multi-level.
Kesimpulan
30