Anda di halaman 1dari 6

Masalah Etis Seputar Konsumen

Konsumen merupakan stakeholder yang sangat hakiki dalam bisnis modern.


Bisnis tidak mungkin berjalan, jika tidak ada konsumen yang menggunakan produk
atau jasa yang dibuat dan ditawarkan oleh bisnis. Dalam hal ini tentu tidak cukup,
bila konsumen tampil satu kali saja pada saat bisnis dimulai. Supaya bisnis
berkesinambungan , perlulah konsumen yang secara teratur memakai serta membeli
produk atau jasa tersebut dan dengan demikian menjadi pelanggan.

Bahwa konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral, tidak saja
merupakan tuntutan etis, melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai
keberhasilan dalam bisnis. Sebagaimana halnya dengan banyak topik etika bisnis
lainnya, disini pun berlaku bahwa etika dalam praktek bisnis sejalan dengan
kesuksesan bisnis. Perhatian untuk etika dalam hubungan dengan konsumen, harus
dianggap hakiki demi kepentingan bisnis itu sendiri. Perhatian untuk segi etis dari
relasi bisnis – konsumen itu mendesak , karena posisi konsumen sering kali agak
lemah. Walaupun konsumen digelari raja, pada kenyataannya “kuasanya” sangat
terbatas karena berbagai alasan. Dalam konteks modern si konsumen justru mudah
dipermainkan dan dijadikan korban manipulasi produsen, karena bisnis itu
mempunyai kewakjiban moral untuk melindungi konsumen dan menghindari
kerugian baginya.

1. Perhatian untuk konsumen

Secara spontan bisnis mulai dengan mencurahkan segala perhatiannya


kepada produknya, bukan kepada konsumen. Perkembangan itu juga terlihat dalam
sejarah bisnis amerika serikat yang dari banyak segi menjadi perintis dalam bisnis
modern . Di situ pun perhatian buat konsumen hal yang masih agak baru. Selangkah
penting dalam memutarkan fokus ke arah konsumen ditempuh oleh presiden John
F. Kenedy. Pada tahun 1962 ia mengirim kepada Kongres Amerika yang disebut
Special Message on Protecting The Consumer Interest, dimana ia mendapatkan
empat hak yang dimiliki setiap konsumen. Keempat hal tersebut ialah :
1) Hak atas keamanan
Konsumen berhak atas produk produk yang aman, artinya produk yang tidak
mempunyai kesalahan tekhnis atau kesalahan lainya yang bisa merugikan
kesehatanya atau bahkan mengancam jiwanya. Seperti adanya obat
pengawet pada makanan, mainan anak , dan sebagainya.
2) Hak atas informasi
Konsumen berhak mengetahui segala informasi yang relevan mengenai
produk yang dibelinya, baik apa sesungguhnya produk itu maupun
bagaimana cara memakai yang benar dan maupun resiko yang ditimbulkan
dari produk tersebut.
3) Hak untuk memilih
Konsumen berhak untuk memilih antara berbagai produk dan jasa yang
ditawarkan, kualitas dan harga produk bisa berbeda sehingga konsumen
berhak membandingkanya sebelum mengambil keputusan untuk membeli.
4) Hak untuk didengarkan
Konsumen berhak keinginanya tentang produk atau jasa didengarkan dan
dipertimbangkan, terutama keluhanya dan produsen harus menerima baik
keluhan tersebut. Hak ini merupakan hak legal yang dapat dituntut di
pengadilan.
5) Hak lingkungan hidup
Melalui produk yang digunakannya, konsumen memanfaatkan sumber daya
alam. Ia berhak bahwa produk dibikin sedemikian rupa, sehingga tidak
mengakibatkan pencemaran lingkungan atau merugikan keberlanjutan
proses – proses alam.
6) Hak konsumen atas pendidikan
Konsumen mempunyai hak untuk secara positif dididik ke arah yang baik
terutama di sekolah dan melalui media massa, masyarakat harus
dipersiuapkan menjadi konsumen yang kritis dan sadar akan haknya.

2. Tanggung jawab bisnis untuk menyediakan produk yang aman


Disini produsen harus menjamin bahwa produknya pada saat pembelian
dalam keadaan prima sehingga bisa dipakai dengan aman. Jadi, terhadap suatu
produk yang baru dibeli dan dipakai, produsen maupun konsumen masing – masing
mempunyai tanggung jawab. Untuk mendasarkan tanggung jawab produsen, telah
dikemukakan 3 teori, yaitu:
1) Teori kontrak
Menurut pandangan ini hubungan antara produsen dan konsumen sebaiknya
dilihat sebagai semacam kontrak dan kewajiban produsen terhadap
konsumen didasarkan atas kontrak itu. Jika konsumen membeli sebuah
produk, ia seolah olah mengadakan kontrak dengan perusahaan yang
menjual produk tersebut. Transaksi jual beli harus dijalankan sesuai dengan
apa yang tertera dalam kontrak itu dan hak pembeli maupun kewajiban
penjual memperoleh dasarnya dari apa yang tertera.
Tetapi tidak bisa dikatakan juga bahwa hubungan produsen–konsumen,
selalu dan seluruhnya berlangsung dalam kerangka kontrak. Karena itu
pandangan kontrak dari beberapa segi tidak memuaskan juga. Terutama ada
3 keberatan berikut terhadap pandangan ini :
a. Teori kontrak mengandalkan bahwa produsen dan konsumen berada
pada taraf yang sama. Tetapi pada kenyataannya tidak terdapat
persamaan antara produsen–konsumen. Khususnya dalam konteks
bisnis modern.
b. Kritik kedua menegaskan bahwa teori kontrak mengandalkan hubungan
langsung antara produsen dan konsumen, padahal konsumen pada
kenyataannya jarang sekali berhubungan langsung dengan produsen.
c. Konsepsi kontrak tidak cukup untuk melindungi konsumen dengan baik.
Kalau perlindungan terhadap konsumen hanya tergantung pada
ketentuan dalam kontrak, maka bisa terjadi juga bahwa konsumen
terlanjur menyetujui kontrak jual beli. Padahal disitu tidak terjamin
bahwa produk bisa diandalkan, akan berumur lama, akan bersifat aman
dan sebagainya.
2) Teori perhatian semetinya
Berbeda dengan pandangan kontrak, pandangan kedua ini tidak
menyetarafkan produsen dan konsumen, melainkan bertolak dari kenyataan
bahwa konsumen selalu dalam posisi lemah, dikarenakan produsen
mempunyai jauh lebih banyak pengetahuan dan pengalaman tentang produk
yang tidak dimiliki oleh konsumen. Produsen bertanggung jawab atas
kerugiian yang dialami konsumen dengan memakai produk, walaupun
tanggung jawab itu tidak tertera dalam kontrak jual beli atau bahkan
disangkal secara eksplisit.
3) Teori biaya sosial
Teori biaya sosial menegaskan bahwa produsen bertanggung jawab atas
semua kekurangan produk dan setiap kerugian yang dialami konsumen
dalam memakai produk tersebut. Hal itu juga berlaku jika produsen sudah
mengambil semua tindakan yang semestinya dalam merancang serta
memproduksi produk bersangkutan atau jika produsen sudah mengingatkan
kepada konsumen tentang resiko yang ditimbulkan dari produk tersebut.
Teori ini terlalu berat sebelah dengan membebankan segala tanggung jawab
pada produsen.

3. Tanggung Jawab Lainnya Terhadap Konsumen


Terdapat tiga kewajiban moral lain yang masing masing berkaitan dengan
kualitas produk, harganya, dan pemberian label serta pengemasan :
1) Kualitas produk
Produk harus sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh produsen ( melalui
iklan atau informasi lainya) dan apa yang secara wajar boleh diharapkan
oleh konsumen. Konsumen berhak atas produk yang berkualitas, karena ia
membayar untuk itu. Dan bisnis berkewajiban untuk menyampaikan produk
yang berkualitas, misalnya seperti produk yang tidak kadaluwarsa. Salah
satu cara yang biasanya ditempuh oleh produsen adalah dengan cara
memberikan jaminan kulaitas produk berupa garansi dari produk tersebut.
Akhirnya bahwa kualitas produk tidak hanya merupakan suatu tuntutan etis
melainkan juga suatu syarat untuk mencapai sukses dalam bisnis.
2) Harga
Harga yang adil merupakan sebuah topik etika yang sudah tua. Dalam
zaman yunani kuno, masalah etis sudah dibicarakan dengan cukup
mendalam. Karena itu masalah harga pun menjadi kenyataan ekonomis
sangat kompleks yang ditentukan oleh banyak faktor namun masalah ini
tetap mempunyai implikasi etis yang penting. Harga merupakan buah hasil
perhitungan faktor faktor seperti biaya produksi, biaya investasi, promosi,
pajak dan laba yang wajar. Dalam sistem ekonomi pasar bebas, sepintas
harga yang adil adalah hasil akhir dari perkembangan daya pasar. Harga
yang adil dihasilkan oleh tawar menawar sebagaimana dilakukan di pasar
tradisional, dimana si pembeli sampai pada maksimum harga yang mau ia
bayar dan sampai pada minimum harga yang mau penjual pasang.
Dalam situasi harga yang adil terutama merupakan hasil dari penerapan dua
prinsip yaitu pengaruh pasar dan stabilitas harga. Harga menjadi tidak adil
setidaknya karena 4 faktor yaitu :
 Penipuan : Terjadi bila beberapa produsen berkoalisi untuk
menentukan harga.
 Ketidaktahuan : Ketidaktahuan pada pihak konsumen juga
mengakibatkan harga menjadi tidak adil.
 Penyalahgunaan kuasa : Terjadi dengan banyak cara, salah satunya
adalah pengusaha besar yang merasa dirinya kuat memasang harga
murah hingga sainganya tergeser dari pasaran.
 Manipulasi emosi : Merupakan faktor lain yang bisa mengakibatkan
harga menjadi tidak adil. Memanipulasikan keadaan emosional
seorang untuk memperoleh untung besar melalui harga tinggi dan
tak lain mempermainkan konsumen itu sendiri.
3) Pengemasan dan pemberian label
Pengemasan produk dan label yang ditempelkan pada produk merupakan
aspek bisnis yang semakin penting. Selain bertujuan melindungi produk dan
memungkinkan mempergunakan produk dengan mudah. Pada produk yang
berbahaya harus disebut informasi yang dapat melindungi si pembeli dan
orang lain. Tuntutan etis lainya adalah bahwa pengemasan tidak boleh
menyesatkan konsumen.
Contoh Kasus
Pinjaman Bank
Untuk dapat membeli rumah, seorang karyawan muda mengambil pinjaman
dari bank. Setelah kredibilitas orang itu dipastikan, diadakan kontrak yang ditanda
tangani oleh kedua belah pihak. Bank mengikat diri membayar 80% dari harga
rumah. Jumlah uang itu dipinjamkan kepada nasabah dengan bunga tetap 8,5%
pertahun. Nasabah akan membayar bunga tiap 6 bulan, ditambah sebagian dari
pinjaman. Disamping itu nasabah mewajibkan diri mangambil asuransi pada bank
itu untuk menutup resiko ia akan meninggal atau terkena penyakit, sebelum
melunasi uangnya karena alasan lain, bank menjadi pemilik rumah dan berhak
menjualnya agar memperoleh kembali modalnya. Dalam kontrak ini hak dan
kewajiban bank serta nasabah ditentukan dengan seksama.

Anda mungkin juga menyukai