Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

EKONOMI MANAJERIAL
“ Pasar Oligopoli Dan Artsitektur Perusahaan “

DOSEN PENGAMPU
Kamsidik, S.Kom, M.M
DISUSUN OLEH
Amelia Septiani 171010507765
Dwiky Syahputra 171010507512
Hesti 171010508937
Remigius Ngai Ceme 171010502437
Winda Guswindari 171010501720
Yuli Khotimah 2016051661

UNIVERSITAS PAMULANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul Pasar Oligopoli dan Arsitektur Perusahaann ini
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk


memenuhi tugas Bpk.Kamsidik pada mata kuliah Ekonomi
Manajerial. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Kamsidik


selaku dosen mata kuliah Ekonomi Manajarial yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 15 March 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................. 1
Latar Belakang Study Kasus ......................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat ................................................................................................... 3
BAB II ...................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 4
2.1 Pengertian Pasar Oligopoli .................................................................................... 4
2.2 Bentuk Bentuk Pasar Oligopoli ............................................................................. 7
2.3 Ciri – ciri Pasar Oligopoli ...................................................................................... 8
2.4 Dampak Positif dan Dampak Negatif dari Pasar Oligopoli .............................. 10
2.5 Keseimbangan harga dalam pasar oligopoly...................................................... 10
2.5.1 Cara Mengatasi Keburukan Pasar Oligopoli ............................................. 13
BAB III................................................................................................................................... 14
STUDI KASUS ...................................................................................................................... 14
3.1 Landasan Teori ..................................................................................................... 14
3.1.1 Oligopoli dan Konsentrasi Pasar ................................................................. 14
3.1.2 Model Kurva Patahan .................................................................................. 15
3.1.3 Arsitektur Perusahaan yang Ideal ............................................................... 16
3.2 Profil Perusahaan.................................................................................................. 17
1. PT. Coca-Cola Amatil Indonesia ......................................................................... 17
2. PT. Prima Cahaya Indobaverages ....................................................................... 24
3. PT. AJE Indonesia ................................................................................................ 30
3.3 Bentuk Pasar Oligopoli......................................................................................... 31

ii
BAB IV ................................................................................................................................... 34
PENUTUP .............................................................................................................................. 34
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 34
4.2 Saran ...................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 36

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ilmu ekonomi adalah suatu bidang studi yang sudah cukup lama
berkembang. Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu, perusahaan-
perusahaan dan masyarakat secara keseluruhannya akan selalu menghadapi
persoalan-persoalan yang bersifat ekonomi, yaitu persoalan yang menghendaki
seseorang atau suatu perusahaan ataupun suatu masyarakat membuat keputusan
tentang cara yang terbaik untuk melakukan suatu kegiatan ekonomi.
Dalam perekonomian perusahaan-perusahaan dikembangkan untuk
mengahasilkan barang dan jasa yang diperlukan oleh individu, perusahaan lain,
dan pemerintah. Pemilik-pemilik perusahaan menjalankan kegiatannya untuk
mencari keuntungan, dan keuntungan yang maksimal hanya akan didapat
apabila pemilik atau pemimpin perusahaan membuat pilihan yang teliti.
Berdasarkan hal di atas, maka dalam makalah kami ini akan membahas
mengenai bentuk-bentuk pasar yakni salah satunya yaitu pasar oligopoli.

1
Latar Belakang Study Kasus
Minuman berkarbonasi, atau yang lebih akrab disebut soft drink
merupakan suatu varian minuman yang sangat lekat dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Definisi dari minuman berkarbonasi sendiri adalah
minuman yang ditambahkan gas karbondioksida. Semua kalangan tentu pernah,
bahkan sering mengonsumsi minuman tersebut. Selain mudah didapat,
beberapa restoran waralaba terkenal menyertakan soft drink sebagai bagian dari
menu minumannya. Rasanya yang nikmat, menyegarkan, dan tersedia dalam
berbagai varian rasa membuat minuman berkarbonasi begitu lekat dalam
kehidupan masyarakat.
Penulis melihat bahwa industri minuman berkarbonasi di Indonesia
termasuk dalam bentuk pasar oligopoli, di mana hanya terdapat beberapa
produsen saja, yaitu; PT. Coca-Cola Amatil Indonesia (produsen Coca-Cola,
Fanta, Sprite, dan lain-lain), PT. Prima Cahaya Indobeverages (produsen Pepsi,
7up, dan lain-lain, awalnya bernama PT. Pepsi-Cola Indobeverages, namun
kemudian diakusisi oleh salah satu anak perusahaan Indofood), dan PT. AJE
Indonesia (produsen Big Cola). Setiap perusahaan tersebut memiliki ciri
tersendiri, baik dari segi produk, strategi pemasaran, hingga manajemennya.
Penulis melihat bahwa bentuk pasar oligopoli dalam industri minuman
berkarbonasi ini sangat menarik untuk diteliti, karena industri ini bukan
merupakan industri yang bisa berdiri sendiri di Indonesia. Dapat dilihat dari
tiga perusahaan yang telah disebutkan penulis sebelumnya, perusahaan-
perusahaan tersebut merupakan cabang dari perusahaan internasional dan telah
memiliki reputasi yang kuat, sehingga tidak menciptakan celah bagi produsen
baru (lokal) untuk ikut serta meramaikan industri tersebut.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pasar Oligopoli ?
2. Apa saja bentuk-bentuk dari pasar oligopoli ?
3. Apa saja ciri-ciri dari pasar oligopoli ?
4. Apa saja dampak positif dan negatif dari pasar oligopoli ?
5. Bagaimana keseimbangan harga dalam pasar oligopoli ?
6. Apakah model pasar oligopoli yang tepat bagi industri minuman berkarbonasi
di Indonesia?
7. Perusahaan manakah yang tepat untuk disebut sebagai perusahaan dengan
arsitektur yang ideal?

C. Tujuan dan Manfaat


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis bentuk pasar
oligopoli dalam industri di Indonesia, serta menentukan perusahaan mana yang
memiliki arsitektur yang ideal. Sedangkan manfaat dari penelitian ini tentu
memberi wawasan tambahan bagi penulis dan sebagai pelengkap tugas mata
kuliah Ekonomi Manajerial.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pasar Oligopoli


Pasar oligopoli adalah adalah pasar di mana penawaran satu jenis
barang dikuasai oleh beberapa perusahaan.Umumnya jumlah perusahaan lebih
dari dua tetapi kurang dari sepuluh (Rahardja, 2008).Praktek oligopoli
umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-
perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-
perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba
normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas,
sehingga menyebabkan kompetisi harga di antara pelaku usaha yang melakukan
praktik oligopoli menjadi tidak ada (Sicat, 1991).

Menurut Rahardja (2008), ciri reaksi oligopolis jika terjadi perubahan


harga adalah jika suatu oligopolis menurunkan harga maka oligopolis
cenderung juga akan menurunkan harga karena tidak mau kehilangan
konsumen dan jika oligopolis menaikkan harga maka akan kehilangan
konsumen karena oligopolis lain tidak menaikkan harga dan akan mendapat
tambahan konsumen dengan tanpa melakukan reaksi apapun.

Istilah Oligopoli berasal dari bahasa Yunani, yaitu: Oligos Polein yang
berarti: yang menjual sedikit atau beberapa penjual. Beberapa penjual dalam
konteks ini, maksudnya di mana penawaran satu jenis barang di kuasai oleh
beberapa perusahaan, beberapa dapat berarti paling sedikit 2 dan paling banyak
10 atau 15 perusahaan. Teori oligopoli memiliki sejarah yang cukup
panjang.Istilah oligopoly pertama kali digunakan oleh Sir Thomas Moore
dalam karyanya pada tahun1916, yaitu “Utopia” 11.Dalam karya tersebut

4
dikatakan bahwa harga tidak harus berada pada tingkat kompetisi ketika
perusahaan di pasar lebih dari satu.

Sedangkan Teori Oligopoli pertama kali diformalkan oleh Augustin


Cournot pada tahun 1838 melalui karyanya “Researches sur les priciples
mathematiques de la theorie des richesses”. Lima puluh tahun kemudian, teori
tersebut dibantah oleh Bertrand .Meskipun menuai banyak kritik, namun hingga
kini teori Cournot tetap dianggap sebagai benchmark bagi teori-teori oligopoli
lainnya.Pasar oligopoli adalah suatu bentuk persaingan pasar yang didominasi
oleh beberapa produsen atau penjual dalam satu wilayah area.Pasar Oligopoli
adalah suatu pasar dimana terdapat beberapa produsen yang menghasilkan
barang-barang yang saling bersaingan.Ini merupakan sifat utama dari pasar
oligopoli Pasar Oligopoli merupakan salah satu jenis dari pasar persaingan
tidak sempurna.Dimana pasar Oligopoli merupakan pasar yang hanya terdapat
beberapa perusahaan atau penjual yang memproduksi barang sejenis.

Gambar Kurva Oligopoli :

Keterangan :

Apabila pesaing ikut bila harga turun, maka akan mengakibatkan


jumlah barang yang diminta oleh konsumen (quantity demanded) bergerak

5
sesuai garis D1. Apabila pesaing tidak ikut menaikkan harga bila perusahaan
menaikkan harga akan mengakibatkan (pada waktu harga diatas P0), quantity
demanded akan bergerak sepanjang garis D2. Jadi kurva demand (demand
curve) dari perusahaan yang menghadapi situasi ini adalah garis ABD1.

Jadi garis demand dari barang yang dihasilkan oleh perusahaan yang
beropersidipasar oligopoli, sangat tergantung dari respon pesaingnya. Apabila
pesaing tidak mengikuti perubahan harga yang dillakukan oleh perusahaan,
maka demand curve dari produk perusahaan mengikuti garis demand D1. Untuk
memaksimumkan keuntungan (profit maximizing), maka MR(Marginal
Revenue) harus mengikuti garis D1, dan harus sama dengan MC (Marginal
Cost). Demikian pula sebaliknya apabila pesaing tidak mengikuti perbahan
harga yang dilakukan oleh perusahaan, maka demand curve dari produk
perusahaan mengikuti garis D2 , dan manager kalau ingin memaksimumkan
labanya MR-nya harus mempertimbangkan garis D2 , dan MR harus sama
dengan MCPada pasar oligopoli aturan untuk memaksimumkan
keuntungan/laba adalah sama dengan (persis seperti) aturan pada pasar
monopoli.

Berikut adalah gambar perbandingan 4 cara untuk memaksimalkan laba di


oligopoli :

6
2.2 Bentuk Bentuk Pasar Oligopoli
Bentuk pasar oligopoli dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu:

1. Oligopoli ketat, dimana terdapat penggabungan 4 perusahaan


terkemuka yang memiliki pangsa pasar 60% - 100%. Kesepakatan diantara
mereka dalam menetapkan harga relatif mudah. Sebagai contoh: Semen, Siaran
TV, Perbankan Lokal.

7
2. Oligopoli longgar, dimana terdapat penggabungan 4 perusahaan
terkemuka yang memiliki 40% atau kurang dari pangsa pasar, kesepakatan
diantara mereka untuk menetapkan harga sebenarnya tidak mungkin. Sebagai
contoh: Kayu, perangkat keras, perkakas rumah (mebel).

2.3 Ciri – ciri Pasar Oligopoli


1. Menghasilkan barang standar maupun barang berbeda corak.

2. Terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai pasar, dan salah


satu diantaranya merupakan market leader.

3. Terdapat halangan masuk yang cukup kuat bagi perusahaan diluar pasar
untuk masuk kedalam pasar.

4. Menentukan harga adakalanya lemah dan adakalanya sangat tangguh.

5. Persaingan antar perusahaan.

Rintangan Memasuki Industri pada Pasar Oligopoli ;

Ada beberapa faktor yang dianggap paling penting sebagai rintangan


suatu perusahaan baru yang akan memasuki suatu industri, yakni:

1. Skala Ekonomis (economic scale)

Skala ekonomis menggambarkan suatu kondisi bahwa semakin


banyak produk yang dihasilkan maka biaya produksi per unitnya
semakin kecil. Oleh sebab itu, bila terjadi permintaan yang sangat
banyak maka perusahaan-perusahaan lama lebih mudah dalam mengisi
kesempatan tersebut karena perusahaan tersebut telah berproduksi
secara efisien. Keadaan seperti ini jelas menyulitkan pendatang baru
untuk memasuki pasar.

2. Biaya Absolut yang Dibutuhkan (absolute cost requirement)

8
Antara perusahaan yang satu dengan yang lain, kadang-kadang
harus mengeluarkan biaya produksi yang berbeda-beda meskipun untuk
menghasilkan output yang sama. Hal ini disebabkan karena:

a. Tingkat pengalaman yang sudah dimiliki oleh


perusahaan lama lebih tinggi daripada tingkat
pengalaman perusahaan baru.

b. Tenaga kerja perusahaan lama yang mempunyai


pengalaman atau kemampuan.

c. Karena perusahaan lama sudah dikenal oleh berbagai


pihak dibandingkan dengan perusahaan baru.

3. Keistimewaan Hasil Produksi dan Differensiasi Produk

Bentuk keistimewaan hasil produksi perusahaan lama, diantaranya:

a. Produk yang dihasilkan sudah sangat terkenal

(product recognition).

b. Produk yang dihasilkan sangat rumit (product complexity).

c. Memproduksi barang-barang yang sejenis

(product differentiation).

9
2.4 Dampak Positif dan Dampak Negatif dari Pasar Oligopoli
Adapun dampak positif dari pasar oligopoli, yaitu antara lain:

✓ Terdapat sedikit penjual karena dibutuhkan investasi yang besar untuk


masuk kedalam pasar
✓ Jumlah penjual yang sedikit membuat penjual dapat mengendalikan
harga dalam tingkat tertentu
✓ Bila terjadi perang harga, konsumen akan diuntungkan

Adapun dampak negative dari pasar oligopoli, yaitu antara lain:

• Terdapat rintangan yang kuat untuk masuk kedalam pasar


• Akan terjadi perang harga
• Produsen bila melakukan kerjasama (kartel) yang pada akhirnya akan
merugikan konsumen

2.5 Keseimbangan harga dalam pasar oligopoly


Harga dalam pasar ini juga dapat ditentukan oleh masing-masing produsen,
namun tidak sepenuhnya ditentukan produsen. Produsen tentu akan melihat harga dan
kualitas dari para pesaingnya. Produsen tentu tidak ingin kehilangan konsumen hanya
karena harga yang lebih tinggi dari pesaing, namun dengan kualitas yang sama.

10
Dalam UU No. 5 Tahun 1999 dalam hal pasal Oligopoli :

Bagian Pertama

Oligopoli

Pasal 4

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan
penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana
dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu

Bagian Kedua

Penetapan Harga

Pasal 5

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar
oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalaim ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

11
Pasal 6

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang


satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar
oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.

Pasal 7

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya


untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 8

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual
atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga
yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Penejelasan

Secara sederhana oligopoli ditafsirkan sebagai kondisi suatu pasar di


mana hanya terdapat sedikit penjual, dan masing-masing menjual barang yang
sama dengan yang lain. Kondisi pasar yang oligopolistik menyebabkan
tindakan salah satu penjual dalam pasar dapat memengaruhi keuntungan
penjual yang lain. Artinya, perusahaan-perusahaan oligopolistik saling terkait
satu sama lain dengan cara yang berbeda dengan perusahaan-perusahaan yang
berkompetisi dalam sebuah pasar persaingan sempurna.

Perusahaan-perusahaan yang bertindak sebagai oligopolis tentunya


memiliki keuntungan layaknya perusahaan monopolis di dalam pasar yang
tidak kompetitif. Para oligopolis sangat mungkin menggunakan posisinya yang

12
dominan di dalam pasar untuk secara bersama-sama menentukan harga yang
tinggi yang harus dibayar konsumen. Praktek-praktek seperti kartel maupun
penetapan harga (price fixing) antara oligopolis sangat mungkin untuk
menjauhkan pasar dari efisiensi secara mandiri dan membuat konsumen
membayar harga yang tinggi yang ditetapkan secara sewenang-wenang antara
para oligopolis. Tindakan dari oligopolis yang dapat membahayakan
persaingan di pasar tersebut juga menjadi perhatian pembuat undang-undang
dalam menyusun UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam UU No. 5 Tahun 1999, oligopoli
dikelompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya
oligopoli terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang
yang bersifat homogen dan identik.

2.5.1 Cara Mengatasi Keburukan Pasar Oligopoli


Guna menghindari dampak buruk yang mungkin ditimbulkan oleh pasar
oligopoli, maka pemerintah dapat membuat kebijakan sebagai berikut :

• Memberikan aturan kemudahan bagi perusahaan baru untuk


masuk ke dalam pasar dan ikut menciptakan persaingan,
seperti masuknya Petronas dan Shell
• Memberlakukan undang-undang anti kerjasama antar produsen,
yaitu dengan diberlakukannya UU anti monopoli No. 5 Tahun
1999
• Untuk mengawasi persaingan usaha di Indonesia, pemerintah
telah membentuk satu badan independen yaitu Komisi
Pengawas Persaingan Usaha yang disingkat dengan KPPU.
Dengan adanya KPPU diharapkan dampak negatif dari oligopoli
dapat dihindari.

13
BAB III

STUDI KASUS
3.1 Landasan Teori
3.1.1 Oligopoli dan Konsentrasi Pasar
Oligopoli adalah suatu bentuk organisasi pasar di mana penjual atas
sebuah produk yang homogen atau terdiferensiasi jumlahnya sedikit. Jika hanya
terdapat dua penjual, maka yang terjadi adalah duopoli (duopoly). Jika
produknya homogen, maka yang terjadi adalah oligopoli murni (pure
oligopoly). Jika produknya terdiferensiasi, maka yang terjadi adalah oligopoli
terdiferensiasi (differentated oligopoly).

Ciri istimewa oligopoli adalah adanya saling ketergantungan atau


persaingan antara berbagai perusahaan dalam industri. Ini merupakan akibat
alamiah karena sedikitnya jumlah perusahaan. Setiap oligopolis harus pandai
memperkirakan reaksi pesaingnya ketika melakukan berbagai terobosan bagi
produknya. Karena saling ketergantungan ini, maka pengambilan keputusan
manajerial lebih rumit dalam pasar oligopoli dibanding bentuk struktur pasar
lainnya.

Sumber terjadinya oligopoli pada umumnya sama dengan sumber


terjadinya monopoli, yaitu:

1. Skala ekonomi yang bisa dicapai jika jumlah outputnya cukup


besar.
2. Investasi modal yang besar dan input yang terspesialisasi
biasanya dibutuhkan untuk memasuki industri yang
oligopolistik dan ciri ini merupakan penghalang alamiah untuk
masuk ke dalam pasar.

14
3. Beberapa perusahaan bisa jadi memiliki hak paten untuk secara
eksklusif memproduksi suatu komoditas atau memanfaatkan
suatu proses produksi tertentu.
4. Perusahaan yang sudah berdiri mungkin memiliki pelanggan
setia karena kualitas produk dan pelayanannya, sehingga
perusahaan baru sulit untuk menyainginya.
5. Beberapa perusahaan bisa jadi memiliki atau menguasai seluruh
penawaran bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan
suatu produk
6. Pemerintah bisa jadi memberikan hak monopoli hanya kepada
beberapa perusahaan untuk beroperasi dalam pasar.

Berbagai hal tersebut tidak hanya merupakan sumber terjadinya


oligopoli, tetapi juga merepresentasikan hambatan bagi perusahaan lain untuk
memasuki pasar dalam jangka panjang. Jika masuknya perusahaan baru ke
dalam pasar tidak dibatasi, industri tersebut tidak akan bersifat oligopolistik
dalam jangka panjang. Hambatan lainnya adalah berupa penentuan harga
limit (limit pricing), yaitu perusahaan yang ada mengenakan harga yang cukup
rendah untuk menghalangi perusahaan baru masuk ke dalam industri. Dengan
melakukan hal tersebut, mereka secara sukarela mengorbankan laba jangka
pendek agar dapat memaksimumkan laba jangka panjang.

3.1.2 Model Kurva Patahan


Model kurva permintaan terpatah (kinked demand curve) dikemukakan
oleh Paul Sweezy pada tahun 1939 dalam usahanya menjelaskan harga yang
sulit diubah, seperti yang sering terjadi dalam berbagai model oligopolistik.
Sweezy merumuskan bahwa jika seseorang oligopolis menaikkan harga
produknya, dia akan kehilangan hampir seluruh pelanggannya karena
perusahaan lain dalam industri tidak akan ikut menaikkan harga. Sebaliknya,
seorang oligopolis tidak dapat meningkatkan pangsa pasarnya dengan

15
menurunkan harga karena pesaingnya akan dengan cepat melakukan hal yang
sama.

Sebagai akibatnya, menurut Sweezy, para oligopolis menghadapi kurva


permintaan yang memiliki patahan pada tingkat harga yang berlaku dan sangat
elastis terhadap perubahan harga jika harganya dinaikkan, tetapi sangat tidak
elastis jika harganya diturunkan. Dalam model ini, para oligopolis menyadari
kesalingtergantungan mereka, tetapi bertindak tanpa adanya persekongkolan
untuk mempertahankan tingkat harga yang mereka kenakan, meskipun faktor
biaya dan permintaan yang mereka hadapi berubah, artinya mereka lebih
memilih untuk bersaing dalam hal kualitas, iklan, pelayanan, dan bentuk-
bentuk lain persaingan nonharga.

3.1.3 Arsitektur Perusahaan yang Ideal


Istilah arsitektur perusahaan (firm architecture) berarti jalan atau cara
suatu perusahaan diorganisasi, bergerak/beroperasi, dan merespons berbagai
perusahaan di pasar. Perusahaan yang ideal adalah:

1. Melakukan spesialisasi pada kompetensi intinya dan mensubkontrakkan


(outsourcing) seluruh aktivitas yang lain untuk memaksimumkan
penciptaan nilai oleh perusahaan.
2. Suatu organisasi pembelajar yang melakukan inovasi dan menciptakan
kompetensi baru dengan cepat di sekitar kompetensi intinya
3. Mempunyai struktur organisasi yang datar dan garis perintah yang
pendek untuk mempermudah komunikasi dan interaksi
4. Mengoperasikan pabrik yang sangat terspesialisasi dan mampu
berpindah dengan cepat untuk memproduksi pabrik baru

5. Mengombinasikan fisik (physic) dan maya (virtual)


6. Bisa dengan segera bereaksi (real-time enterprise)

16
7. Aktif dan mampu merespon dengan cepat berbagai perubahan kondisi
pasar

3.2 Profil Perusahaan


1. PT. Coca-Cola Amatil Indonesia
Sejarah-Di Indonesia, Coca-Cola mulai dikenal pada tahun 1927 melalui
De Nederland Indische Mineral Water Fabrieck yang membotolkannya untuk
pertama kali di Batavia. Selanjutnya perusahaan tersebut diambil alih oleh
pedagang Indonesia dan berubah nama menjadi The Indonesian Bottles Ltd. N.
V. (IBL) yang berstatus perusahaan nasional.

Pada tahun 1971, dengan pertambahan usaha dan modal, IBL berubah nama
menjadi PT. Djaya Beverages Bottling Company (PT. DBBC) yang merupakan
pabrik pembotolan modern pertama di Indonesia. Adanya penambahan modal
tersebut meningkatkan kapasitas pabrik yang diikuti pula dengan penambahan
macam produk yang dihasilkan dalam berbagai ukuran kemasan.

Pada tahun 1993 seluruh saham PT. DBBC diambil alih oleh Coca-Cola Amatil
Ltd, suatu grup perusahaan pembotolan Coca-Cola dikawasan Asia Pasifik dan
EropaTimur yang bermarkas di Sydney, Australia. Adanya perpindahan saham
tersebut mengakibatkan nama PT. DBBC berubah menjadi PT. Coca-Cola
Amatil Indonesia (PT. CCAI). Tahun 2000, seluruh pabrik pembotolan
minuman merek dagang Coca-Cola yang ada di Indonesia resmi bergabung
menjadi satu dibawah PT. CCAI.

PT. Coca-Cola Amatil Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu PT. Coca-Cola
Amatil Indonesia Bottling (PT. CCAIB) dan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia

17
Distribution (PT. CCAID). PT. CCAIB bertugas untuk memproduksi minuman
ringan (Soft Drink), sedangkan PT. CCAID yang bertugas untuk memasarkan
dan mempromosikan minuman ringan (Soft Drink) yang dihasilkan PT.
CCAIB. Untuk meningkatkan volume penjualan keseluruh wilayah Indonesia,
maka PT. CCAI mengoperasikan pabrik pembotolan di 10 kota besar Indonesia,
yaitu Medan, Padang, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Pandaan, Bali,
Makassar, dan Banjar Baru.

Pada tahun 2002, PT. CCAIB berubah nama menjadi PT. Coca-Cola Bottling
Indonesia (PT. CCBI) dan PT. CCAID menjadi PT. Coca-Cola Distribution
Indonesia (PT. CCDI). Seluruh pabrik pembotolan Coca-Cola di Indonesia
berada dibawah manajemen PT. Coca-Cola Indonesia (PT. CCI). PT. Coca-
Cola Indonesia ini merupakan perwakilan dari The Coca-Cola Company yang
menyuplai bahan baku konsentrat keseluruh pabrik pembotolan Coca-Cola di
Indonesia dan menetapkan seluruh standar bahan baku yang digunakan oleh
pabrik.

Visi perusahaan adalah “Menjadi perusahaan produsen minuman terbaik di


Asia Tenggara”. Sedangkan misi perusahaan adalah “Memberikan kesegaran
kepada pelanggan dan konsumen kita dengan rasa bangga dan semangat
sepanjang hari, setiap hari”. Agar perusahaan dapat memenuhi visi dan misinya,
cara kerja dan cara berhubungan dengan semua pihak yang memiliki
kepentingan atas perusahaan mulai dari konsumen dan pelanggan hingga ke
pemasok, terhadap pemerintah dan diri perusahaan sendiri harus dibangun atas
dasar nilai-nilai yang kuat. Bertumpu pada dasar kejujuran dan integritas, maka
nilai-nilai inti perusahaan adalah:

• Sumber Daya Manusia: Mengembangkan Sumber Daya Manusia,


menghargai prestasi serta menikmati apa yang perusahaan lakukan.
• Pelanggan: Menang untuk pelanggan dan untuk diri sendiri.
• Semangat: Semangat untuk bertindak, bertanggung jawab dan sukses.

18
• Inovasi: Selalu mencari cara yang terbaik
• Keunggulan: Senantiasa melakukan pekerjaan yang terbaik.
• Warga negara yang baik: Melakukan hal yang benar dari perusahaan,
masyarakat dan sesama. Perusahaan diharuskan untuk memelihara
nilai-nilainya dengan selalu mempertahankan standar dalam
berperilaku.

Gambar 1.1 Value Chain Coca-Cola

Inbound–Beberapa pemasok Coca-Cola yang paling penting seperti


Spherion, Jones Lang LaSalle, IBM, Ogilvy & Mather, IMI Cornelius, dan
Prudential. Perusahaan-perusahaan ini mendukung Coca-Cola dengan
menyediakan bahan, kemasan, dan mesin. Dalam rangka untuk memastikan

19
bahwa bahan-bahan tersebut dalam kondisi memuaskan, Coca-Cola telah
menempatkan standar tertentu di tempat yang harus dipatuhi oleh para pemasok
(The Supplier Guiding Principles). Di dalamnya termasuk; kepatuhan dengan
hukum dan standar, hukum dan peraturan, kebebasan berserikat dan
perundingan bersama, pekerja anak, penyalahgunaan tenaga kerja,
diskriminasi, upah dan tunjangan, jam kerja dan lembur, kesehatan dan
keselamatan, lingkungan, dan demonstrasi dari kepatuhan (Coca-Cola 2006).

Sales & Marketing–Selain bertindak sebagai produsen dan distributor,


perusahaan juga memasarkan dan menjual produk Coca-Cola melalui lebih dari
120 pusat penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia, memastikan bahwa
produk perusahaan selalu tersedia di mana saja, kapan saja. Saluran penjualan
perusahaan terdiri dari Foodstores (supermarket dan mini market di seluruh
Indonesia) dan General Trade (outlet tradisional). Dan dengan terbatasnya
sumber daya dan kemampuan untuk melakukan pengembangan daerah tertentu,
sekaligus berkomitmen untuk menciptakan peluang kerja yang luas di sektor
informal, Coca-Cola Amatil Indonesia juga terdorong untuk secara serius dan
berkesinambungan mengembangkan jaringan Distribusi Tak Langsung
(Indirect Distribution) berbasis Usaha Kecil dan Menengah (UKM) melalui
Manage Third Party (MTP) model di Indonesia. Sementara melalui saluran
(Modern Immediate Consumption) MIC, perusahaan bekerjasama dengan
berbagai hotel, restoran, dan café ternama untuk memberikan penawaran
menarik kepada para konsumen.

Perusahaan juga memiliki program untuk mendukung penjualan dan pemasaran


produk-produknya, sekaligus untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas
konsumen. Strategi pemasaran Coca-Cola mempunyai ciri khas tersendiri, yang
unik dan kreatif. Berbagai program promosi diadakan sesuai dengan event dan
tren yang sedang berlangsung, baik melalui promo penukaran tutup botol,
hadiah kejutan, konser, pameran, maupun iklan di berbagai media. Promo

20
Coca-Cola juga memanfaatkan momentum tertentu, seperti demam Piala
EURO 2004 atau SEA GAMES 2011. Dengan memanfaatkan event berskala
nasional dan internasional, Coca-Cola mencoba tampil dengan strategi
pemasaran baru yang menarik masyarakat.

Inovasi−Inovasi adalah salah satu kunci keberhasilan yang menjadikan


Coca-Cola Indonesia semakin besar, dikenal luas, serta memberikan kontribusi
bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Melalui riset dan pengembangan
(Research & Development), Coca-Cola terus berinovasi untuk menciptakan
produk, kemasan, strategi pemasaran, serta perlengkapan penjualan baru yang
lebih berkualitas, kreatif, serta mempunyai ciri khas tersendiri.

Dengan memahami kebutuhan dan perilaku konsumen, serta potensi kekayaan


alam Indonesia, Coca-Cola berinovasi dengan menciptakan produk-produk
baru yang menjadikan produk minuman cepat saji Coca-Cola mempunyai rasa
dan pilihan yang beragam. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara lebih
spesifik, pada tahun 2002 Coca-Cola meluncurkan AQUARIUS, minuman
isotonik yang diperuntukkan bagi mereka yang aktif dan gemar berolahraga.
Pada tahun yang sama, Coca-Cola Indonesia meluncurkan Frestea, teh dalam
kemasan botol dengan aroma bunga melati yang khas. Pada tahun 2003, Fanta
menghadirkan campuran dua rasa buah, orange dan mango, yang disebut “Fanta
Oranggo”, setelah pada tahun sebelumnya sukses meluncurkan Fanta Nanas.
Pada tahun ini pula, Coca-Cola Indonesia meluncurkan Sunfill – produk
minuman Sirup dan Serbuk instan rasa buah. Dengan inovasi, Coca-Cola yakin
bahwa produk-produk yang ditawarkan akan mampu memenuhi kebutuhan
pasar di Indonesia.

Selain berinovasi pada produk-produk baru, Coca-Cola juga mencoba


mengembangkan desain kemasan minuman, serta meningkatkan kualitasnya.
Setelah meluncurkan Frestea dalam kemasan botol, pada akhir tahun 2002,

21
Coca-Cola Indonesia meluncurkan Frestea dalam kemasan Tetra Wedge yang
lebih mudah dan praktis untuk dibawa. Pada akhir 2003, Coca-Cola, Sprite, dan
Fanta hadir dalam kemasan kaleng ramping baru yang unik. Pada tahun 2004
ini, Coca-Cola hadir dengan inovasi terbaru yaitu botol gelas berbobot lebih
ringan 30 % dengan desain mungil, imut, tapi kuat. Inovasi kemasan produk
akan terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan teknologi terbaru.

Strategi pemasaran Coca-Cola mempunyai ciri khas tersendiri, yang unik dan
kreatif. Berbagai program promosi diadakan sesuai dengan event yang sedang
berlangsung, baik melalui konser musik, pameran, promo penukaran tutup
botol, hadiah kejutan, maupun iklan TV. Pada tahun 2004 ini, iklan Coca-Cola
versi Kabayan dinobatkan sebagai iklan paling efektif dalam bulan Februari dan
Maret versi survey TV Ad Monitor MRI. Promo Coca-Cola juga memanfaatkan
momentum tertentu, misalnya: Demam Piala EURO 2004. Dengan
memanfaatkan event berskala nasional maupun internasional, Coca-Cola
mencoba tampil dengan strategi pemasaran baru yang menarik masyarakat.

Selain berinovasi dalam produk, kemasan, dan strategi pemasaran,


perlengkapan penjualan baru juga dikembangkan ke arah yang lebih baik.
Berkaitan dengan inovasi ini, Coca-Cola Indonesia menciptakan jenis krat baru
yang lebih ringan, dibuat dari bahan yang ramah lingkungan.

Kunci sukses inovasi tersebut adalah kolaborasi yang baik antara Coca-Cola
Bottling Indonesia dan Coca-Cola Company, pengembangan varian minuman
cepat saji dengan rasa baru, serta keinginan untuk menjadikan Coca-Cola
Indonesia sebagai perusahaan minuman cepat saji yang lengkap.

Manufacture & Operation–Semua produk yang dijual dan


didistribusikan oleh Coca-Cola Amatil Indonesia diproduksi langsung di
Indonesia. Produk perusahaan berasal dari bahan baku pilihan berkualitas tinggi
dan diproses melalui beberapa tahap; penyiapan bahan, pencampuran,

22
pencucian, pengisian dan penutupan, pengkodean, pemeriksaan, pengemasan,
dan pengangkutan.

Saat ini ada delapan pabrik pembotolan yang tersebar di seluruh Indonesia,
yaitu di Cibitung-Bekasi, Medan, Padang, Lampung, Bandung, Semarang,
Surabaya dan Denpasar. Semua pabrik diwajibkan untuk mematuhi dan bahkan
kerap kali melampaui standarisasi internasional dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pabrik Coca-Cola juga teratur melaksanakan audit di
bidang pengawasan mutu, lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja.

Selama ini pabrik-pabrik di Indonesia telah menerima berbagai penghargaan


dari The Coca-Cola Company atas pencapaian standar yang melampaui pabrik-
pabrik sejenis di dunia. Atas kebanggan ini, perusahaan membuka kesempatan
bagi semua orang yang ingin melihat langsung proses produksi perusahaan
yang higienis dan berkualitas.

Outbound–Mayoritas dari produk perusahaan didistribusikan melalui


lebih dari 120 pusat penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia. Produk-
produk tersebut diangkut oleh truk berukuran besar, kemudian didistribusikan
ke pedagang-pedagang eceran dengan kendaraan yang lebih kecil. Apabila
diparkir berderetan, truk-truk penjualan akan membentuk garis sepanjang
kurang lebih 17 km, membuat Coca-Cola resmi menjadi salah satu perusahaan
distribusi terbesar di Indonesia. Diperkirakan lebih dari 80% produk-produk
perusahaan dijual melalui para pengecer dan grosir, di mana 90% diantaranya
berasal dari kategori pengusaha usaha kecil, dan mereka mempekerjakan
kurang dari lima karyawan dengan omset penjualan per tahun kurang dari 1
milyar rupiah.

Satu hal yang perlu dicatat, tim sales perusahaan yang sangat besar tak hanya
menjual produk-produk kepada para pelanggan tetapi juga memberikan tips
dalam menempatkan produk Coca-Cola. Sales supervisor perusahaan juga

23
teratur mengunjungi para pelanggan, memberikan bimbingan, serta
menampung masukan yang disampaikan para pelanggan.

2. PT. Prima Cahaya Indobaverages


Sejarah−PT. Prima Cahaya Indobeverages/PT. PCI (sebelumnya
bernama PT. Pepsi Cola Indobeverages, namun pada tahun 2013 diakusisi oleh
anak perusahaan Indofood dan berganti nama), Ungaran diawali dengan
berdirinya PT. Jafar Utama pada tahun 1975. PT. Jafar Utama memproduksi
teh dan air minum dalam kemasan dengan merk dagang “Jafar”. Banyak
permasalahan yang harus dihadapi sebelum akhirnya dilakukan pengambil
alihan kepemilikan. Kemampuan produksi yang dicapai hanya sekitar 3000-
3500 krat setiap bulan dengan waktu produksi kurang dari 4 jam sehari. Kondisi
ini berada di bawah kapasitas produksi maksimal perusahaan sehingga mesin-
mesin produksi lebih banyak menganggur. Selain itu, dengan armada penjualan
empat buah menyebabkan jangkauan pemasaran yang terbatas. Dengan kondisi
tersebut PT. Jafar Utama hanya mampu bertahan sampai dengan tahun 1985.

Akhir tahun 1985, PT. Mantrust mengambil alih kepemilikan perusahaan


setelah PT. Jafar Utama menjualnya. PT. Mantrust mengambil alih seluruh aset
dan memegang kendali penuh perusahaan pada tahun 1987. Lisensi dari Pepsi
Cola Internasional kemudian dipegang untuk memproduksi produk minuman
ringan. Pembenahan mulai dilakukan dengan cara menghentikan produksi air
minum dalam kemasan dan mengubah merk teh “Jafar” menjadi “Tekita”.
Secara perlahan perusahaan memperlihatkan grafik kemajuan. Hal ini ditandai
dengan meningkatnya kemampuan produksi dan penjualan, bertambahnya
jumlah tenaga kerja serta armada penjualan hingga mencapai 32 armada.
Kesalahan dalam manajemen perusahaan khususnya dalam pengaturan dana
perusahaan untuk penambahan botol secara berkala mengakibatkan semakin
lama jumlah botol semakin berkurang dan akibatnya kemampuan produksi
semakin menurun. PT. Mantrust akhirnya menjual aset yang dimilikinya dan

24
mengembalikan lisensi produk minuman ringan kepada pihak Pepsi Cola
Internasional.

Pepsi Cola Internasional menemukan mitra usaha yang tepat untuk


menjalankan usahanya yaitu PT. Gapura Usaha Tama. Tahun 1993, PT. Gapura
Usaha Tama sebagai anak perusahaan dari Salim Grup mendapatkan
penyerahan aset dan lisensi untuk menjalankan usaha dalam memproduksi
minuman ringan. Setelah mendapat izin dari Badan Koordinasi Penanaman
Modal Asing pada tanggal 12 Oktober 1993 dengan nomor 187/I/PMA dengan
masa pengelolaan selama 75 tahun, PT. Gapura Usaha Tama mulai
menjalankan produksinya pada tanggal 20 Januari 1994.

Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 17/KP/XII/70 yang menetapkan bahwa


setiap perusahaan industri joint venture tidak diperkenankan untuk langsung
menjual hasil produksinya kepada konsumen maka dalam pengelolaan usaha
PT. Gapura Usaha Tama dibagi menjadi 2 nama yaitu PT. Buana Distrindo
yang berperan sebagai distributor dan PT. Pepsi Cola Indobeverages sebagai
perusahaan produksi.

Kegagalan dari perusahaan terdahulu dijadikan bahan referensi dan pelajaran


bagi PT. Prima Cahaya Indobeverages untuk mencegah terjadinya kegagalan
kembali. PT. PCI mulai mengantisipasi dan mempelajari aspek penyebab
kegagalan serta melakukan perubahan secara menyeluruh. Perubahan tersebut
meliputi restrukturisasi dan perbaikan terhadap manajemen perusahaan,
program dan perencanaan produksi, sistem produksi dan penjualan.

Perubahan-perubahan yang dilakukan tersebut efektif dan mampu


meningkatkan kemampuan produksi hingga mencapai 50.000–60.000 krat
setiap bulan. Dan bertambahnya jumlah armada penjualan. Sampai saat ini
terjadi perkembangan yang cukup pesat yaitu selain dari kemampuan produksi
yang meningkat dan armada penjualan yang mulai bertambah hingga mencapai

25
80 buah armada, PT. Prima Cahaya Indobeverages banyak menghasilkan
variasi produk untuk memenuhi tuntutan konsumen yang sangat beragam.
Selain itu, PT. PCI juga memperluas wilayah dan jaringan distribusi untuk
memasarkan produk yang dihasilkan dengan mendirikan gudang-gudang
distribusi atau warehousedi wilayah Yogyakarta, Pekalongan, Kudus, Ungaran,
Solo dan Surabaya.

Misi dan Tujuan–Dalam usahanya untuk membangkitkan kembali


keberadaan Pepsi di Indonesia, PT. Prima Cahaya Indobeverages bertekad
untuk menjadi perusahaan total minuman yang handal dengan tingkat
perkembangan tercepat di Indonesia. Berkaitan dengan misi tersebut telah
ditetapkan sejumlah tujuan yang diantaranya adalah; meningkatkan penjualan,
meningkatkan penerimaan, dan meminimalkan kerugian.

Pasar dan Pelanggan–Pasar yang dimasuki PT. PCI adalah pasar


minuman ringan dengan produk utama adalah minuman ringan berkarbonasi.
Produk~produk yang dihasilkan masuk ke dalam mekanisme pasar penjualan
kembali, di mana pembeli dan distributor tunggal adalah PT. Buana
Grahakreasi. Kegiatan pemasaran yang dilakukan PT. PCI adalah menyangkut
tiga faktor, yaitu availability, acceptability, dan affordability (strategi
pemasaran 3-A).

Faktor availibility (ketersediaan) merupakan strategi yang menggariskan pada


kesiapan stok produk yang lebih dari cukup untuk memenuhi permintaan
konsumen dan keberadaan outlet dimana-mana. Faktor acceptability
(penerimaan) menekankan pada penerimaan masyarakat terhadap kualitas rasa,
kemasan, dan logo dengan standar internasional. Faktor affordabilty
(keterjangkauan) menyangkut kebisaan produk-produk PT. PCI dijangkau dan
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat melalui penentuan tingkat harga
yang sesuai dengan segala lapisan masyarakat.

26
Produk minuman ringan yang dihasilkan diposisikan sebagai minuman ringan
generasi baru (New Generation). Hal iniuntuk membedakan dari produk-
produk pesaingnya terutama terhadap pesaing utamanya yaitu Coca-Cola
Company. Segmen pasar yang dimasuki adalah orang muda dan masyarakat
perkotaan dengan penyebaran yang lebih luas kepada mereka yang suka
olahraga, musik, dan berjiwa petualang.

Mata rantai terakhir dari rantai pemasaran PT. PCI adalah konsumen.
Konsumen dibagi menjadi dua kelompok yaitu customer (pelanggan) dan
consumer (pemakai akhir). PT. PCI mengelompokkan para customer ke dalam
kelompok agen, horeca (hotel, restauran, dan cafetaria), toko P&D, sekolah,
warung, pedagang kaki lima, dan lain-lain. Kelompok consumer dibedakan atas
mereka yang minum di tempat (on-premise) dan mereka yang membawa pulang
produk (take-home). Perilaku pembelian untuk produk-produk PT. PCI didasari
oleh faktor budaya dan faktor pribadi. Faktor budaya menunjukkan kebiasaan
masyarakat untuk mengkonsumsi produk minuman ringan. Sedangkan faktor
pribadi meliputi usia, gaya hidup, dan keadaan ekonomi yang mendasari
konsumen untuk membeli produk-produk minuman ringan.

Produk–Produk minuman ringan yang dihasilkan PT. PCI meliputi


minuman ringan berkarbonasi (Carbonated Soft Drink atau CSD) dan minuman
ringan non karbonasi (Non Carbonated Soft Drink atau NCSD). Produk
minuman ringan berkarbonasi yang merupakan produk andalan meliputi Pepsi-
Cola (aroma cola), Seven-Up (aroma lemon Zinre), Mirinda (aroma orange,
strawberry, dan soda), A&W (aroma root beer), dan Canada Dry (aroma ginger
ale, tonic aler, bitter lemon, dan soda). Minuman ringan non karbonasi saat ini
yang diproduksi adalah teh dalam kemasan dengan merek Tekita.

Produk minuman ringan yang dihasilkan dikemas dalam kemasan botol gelas,
kaleng, botol plastik PET (polietilen), dan dalam kemasan khusus premix dan

27
postmix. Botol gelas kemasan terdiri dari ukuran 5.8 oz, 7 oz, dan 10 oz.
Kemasan kaleng berukuran 330 ml, sedangkan botol plastik PET memiliki
ukuran 1.25 l.

Kualitas produk PT. PCI didefinisikan sebagai produk berkualitas dalam hal
karakteristik produk (aroma dan rasa) dan penampilan yang sesuai dengan
standar produk PepsiCo International. Penampilan produk melalui desain
spesifik yang menjadi ciri khas produk-produk PepsiCo membantu untuk
menanamkan citra produk ke dalam benak konsumen. Citra produk yang ada
dalam benak konsumen diharapkan dapat menciptakan kelompok konsumen
yang loyal sehingga memberikan keunggulan bersaing kepada perusahaan.

Harga–Tingkat harga produk-produk minuman ringan berkarbonasi


seperti Pepsi-Cola, Seven-Up, Mirinda dan A&W adalah sama. Hal ini
diterapkan agar konsumen diharapkan pada tingkat harga yang sama dapat
membedakan merek dan kualitas tanpa meninggalkan selera. Kebijaksanaan
penentuan harga berpengaruh besar dalam menunjang konsep affordability
dimana harga terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Penetapan harga
didasarkan melalui perhitungan tersendiri terhadap variabel-variabel penentu
harga baik dari biaya tetap maupun biaya variabel.

Ketersediaan Bahan Baku-Dalam proses pembuatan minuman ringan,


air mempunyai peranan sebagai bahan baku paling utama. Salah satu pemilihan
lokasi didasarkan atas ketersediaan air dalam jumlah yang memadai untuk
mendukung proses produksi dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, pendirian
industri didasarkan pada daerah yang kandungan airnya dinilai cukup banyak
dan melimpah. Bahan baku lainnya diperoleh perusahaan dengan
memanfaatkan koneksi sebagai penyuplai bahan baku sehingga bahan-bahan
tersebut dapat diperoleh dengan mudah dan kontinyu.

28
Letak Dari Pasar-Pada dasarnya proses produksi dilaksanakan untuk
menghasilkan suatu produk yang pada akhirnya mudah didistribusikan ke
pasar. PT. Prima Cahaya Indobeverages mendirikan perusahaan yang akses ke
pasarnya mudah untuk dijangkau, dengan demikian dapat dilakukan penekanan
terhadap biaya transportasi. Selain itu, perusahaan juga mendirikan gudang-
gudang distribusi di beberapa lokasi yang strategis untuk menunjang
pemasaran.

Ketersediaan Tenaga Kerja-Pencapaian tujuan perusahaan sangat


dipengaruhi oleh kemampuan dan kualitas tenaga kerja. Ketersediaan tenaga
kerja yang memadai akan memberikan efek secara langsung untuk efisiensi
kerja dan penekanan biaya produksi. Lokasi PT. Prima Cahaya Indobeverages
cukup strategis sehingga memungkinkan tersedianya tenaga kerja dalam jumlah
yang mencukupi serta mempunyai kapabilitas dan kualitas untuk mendukung
proses produksi.

Kemudahan Transportasi-Kelancaran distribusi produk dan


pemenuhan bahan dasar serta bahan penunjang lainnya sangat tergantung pada
kemudahan transportasi. PT. Prima Cahaya Indobeverages terletak di Jl.
Jenderal Sudirman No. 23 Ungaran, Kabupaten Semarang yang mempunyai
posisi sangat strategis dan menguntungkan karena merupakan poros jalan raya
antar provinsi yang menghubungan beberapa kota antara lain Semarang,
Yogyakarta, Solo dan kota-kota lain di Jawa Tengah. Letak lokasi ini sangat
menunjang kemudahan akses bahan baku yangdibutuhkan dan kelancaran dari
distribusi produk yang telah dihasilkan.

Ketersediaan Pembangkit Tenaga Listrik-Dalam menjalankan


proses produksinya, PT. Prima Cahaya Indobeverages menggunakan alat-alat
produksi yang menggunakan aplikasi kemajuan teknologi. Untuk menjalankan
mesin-mesin, fasilitas penerangan serta fasilitas pendukung lainnya diperlukan

29
suplai tenaga listrik dalam jumlah yang memadai. Kekurangan suplai tenaga
listrik akan menyebabkan terganggunya kelancaran proses produksi. PT. Prima
Cahaya Indobeverages didirikan di lokasi yang dekat dengan sentral
pembangkit tenaga listrik “Piring Jabar Jaya” Ungaran sehingga suplai listrik
dapat memenuhi kebutuhan produksi secara keseluruhan.

Struktur Organisasi dan Personalia-PT. Prima Cahaya


Indobeverages mempunyai struktur organisasi yang tergolong dalam struktur
organisasi garis. Organisasi garis yaitu suatu bentuk organisasi yang wewenang
dan tanggung jawab mengikuti jalur atau garis vertikal. Menurut Swastha dan
Sukotjo (1988), dalam struktur organisasi garis, kekuasaan mengalir secara
langsung dari direktur ke kepala bagian dan kemudian terus ke karyawan-
karyawan dibawahnya. Masing-masing bagian merupakan unit yang berdiri
sendiri dan kepala bagian menjalankan semua fungsi pengawasan dalam
bagiannya. PT. Prima Cahaya Indobeverages memiliki Management
Comitee yang berkedudukan di Jakarta. Management Commitee membawahi
lima orang manajer yaitu region sales manager, plant manager, personal and
GA manager, finance and administration managerdan marketing service
manager. Masing-masing manajer membawahi beberapa supervisor atau
koordinator warehouse.

3. PT. AJE Indonesia


Sama seperti dua perusahaan yang lain, PT. AJE Indonesia merupakan bagian
dari AJE Group, perusahaan multinasional yang berada di sekitar 20 negara dan
berpusat di Peru. AJE Group mulai melakukan ekspansi ke Indonesia pada
tahun 2011, dengan menghadirkan produk BIG Cola.

Tujuan Perusahaan−Sebagai perusahaan yang mempunyai filosofi


"Think Big", PT. AJE Indonesia mempunyai keinginan untuk menggebrak
pasar dunia dengan menjaga etos kerja keras untuk mencapai tujuan

30
perusahaan, yaitu menjadi salah satu dari 20 perusahaan multinasional
terpenting pada tahun 2020.

Strategi Pemasaran−Strategi pemasaran yang dilakukan oleh PT. AJE


Indonesia adalah dengan merangkul distributor dan grosir tradisional. Cara ini
terbukti ampuh dan mampu mendistribusikan produk hingga pelosok daerah.

Produk−PT. AJE Indonesia memiliki produk BIG Cola dengan


berbagai varian rasa, yaitu cola, strawberry, lemon, dan orange. Produk BIG
Cola juga memiliki beberapa keunggulan yaitu; berkualitas internasional, tidak
mengandung kafein, kandungan CO2 lebih ideal, mempunyai berbagai macam
ukuran dan rasa, harga lebih terjangkau untuk konsumen, isi dan ukuran lebih
besar dari produk lain, kemasan botol plastik (PET) yang praktis.

3.3 Bentuk Pasar Oligopoli


Dilihat dari jenis produknya, maka perusahaan-perusahaan dalam indsutri
minuman berkarbonasi tersebut termasuk oligopoli terdiferensiasi, yaitu produk yang
dihasilkan bukan berupa barang dasar tetapi barang yang sudah diproses sedemikian
rupa sehingga menjadi suatu barang yang berbeda. Sedangkan bentuk pasar oligopoli
yang paling tepat bagi industri tersebut adalah model kurva permintaan terpatah.
Hal ini terjadi karena persaingan yang terjadi antara tiga perusahaan tersebut
merupakan persaingan nonharga. Sebelum masuknya PT. AJE Indonesia, pemain
utama dalam industri minuman berkarbonasi di Indonesia adalah PT. Coca-Cola
Amatil Indonesia dan PT. Prima Cahaya Indobeverages. Persaingan yang paling
terlihat adalah antara produk Coca-Cola dengan Pepsi. Dari kedua produk tersebut,
dapat dilihat bahwa harga yang dikeluarkan oleh satu perusahaan tidak mempengaruhi
harga produk perusahaan yang lain. Masing-masing perusahaan tersebut berkeyakinan
bahwa harga yang sudah ditetapkan sudah cukup terjangkau oleh konsumen, sehingga
tidak perlu menurunkan harga lagi. Jika harga turun, maka tentu ada perbedaan atau

31
perubahan pada produk yang bersangkutan. Konsumen dapat bebas memilih kemasan
mana yang akan dibeli sesuai dengan keinginan dan tentu saja finansial.

Persaingan nonharga ini juga jelas tampak ketika PT. AJE Indonesia muncul
dengan produk BIG Cola-nya, yang sudah terkenal sebagai soft drink dengan harga
murah. Menanggapi kemunculan BIG Cola, respon dari dua perusahaan lain biasa saja.
Kedua perusahaan yang lain tidak serta merta menurunkan harga produknya (seperti
yang lazim terjadi pada indsutri-industri besar lain), namun tetap bertahan dengan
harga yang telah ditetapkan, pun dengan kualitasnya. Seperti yang sudah penulis bahas
dalam profil masing-masing perusahaan, tiap perusahaan tersebut lebih bersaing dalam
hal promo dan iklan untuk menarik konsumen baru dan tentu saja mempertahankan
konsumen lama. Cara-cara tersebut terbukti ampuh dan tentu saja mendatangkan
keuntungan bagi perusahaan. Perusahaan berperilaku sesuai kebutuhannya
masing-masing, namun tetap mengawasi kondisi pasar, dan tidak berperang dengan
harga.

4.3 Perusahaan dengan Arsitektur Ideal

Berdasarkan aspek-aspek yang telah dibahas pada profil tiap perusahaan, maka
perusahaan dengan arsitektur ideal adalah PT. Coca-Cola Amatil Indonesia dan
PT. Prima Cahaya Indobeverages. Kedua perusahaan tersebut memenuhi syarat-syarat
perusahaan dengan arsitektur yang ideal seperti yang telah dibahas oleh penulis pada
landasan teori, yaitu:

1. Melakukan spesialisasi pada kompetensi intinya dan mensubkontrakkan


(outsourcing) seluruh aktivitas yang lain untuk memaksimumkan penciptaan
nilai oleh perusahaan PT.CCAI dan PT. PCI melakukan spesialisasi pada
produk soft drink, disamping memproduksi produk non soft drink.
2. Suatu organisasi pembelajar yang melakukan inovasi dan menciptakan
kompetensi baru dengan cepat di sekitar kompetensi intinya PT.CCAI dan PT.

32
PCI terbukti selalu melakukan inovasi pada produknya, seperti mengeluarkan
kemasan baru, dan lain sebagainya.
3. Mempunyai struktur organisasi yang datar dan garis perintah yang pendek
untuk mempermudah komunikasi dan interaksi-PT. CCAI dan PT. PCI
memiliki sistem manajemen yang ringkas dan ampuh untuk menghadapi situasi
pasar minuman berkarbonasi di Indonesia.
4. Mengoperasikan pabrik yang sangat terspesialisasi dan mampu berpindah
dengan cepat untuk memproduksi pabrik baru-PT.CCAI dan PT. PCI
mempunyai beberapa pabrik yang tersebar di beberapa kota di Indonesia.
5. Mengombinasikan fisik (physic) dan maya (virtual)¬PT.CCAI dan PT. PCI
memiliki fasilitas website.
6. Bisa dengan segera bereaksi (real-time enterprise)-PT.CCAI dan PT. PCI
mampu mengambil tindakan cepat dalam menghadapi berbagai situasi dan
kondisi yang terjadi baik internal maupun eksternal.
7. Aktif dan mampu merespon dengan cepat berbagai perubahan kondisi pasar-
PT.CCAI dan PT. PCI mampu merespon situasi pasar dengan cepat melalui
berbagai tindakan yang diambil.

33
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Industri minuman berkarbonasi di Indonesia termasuk dalam pasar oligopoli.
Hal ini terjadi karena hanya ada sedikit perusahaan dalam industri tersebut, yaitu PT.
Coca-Cola Amatil Indonesia, PT. Prima Cahaya Indobeverages, dan PT. AJE
Indonesia. Ketiga perusahaan tersebut merupakan hasil ekspansi dari tiga perusahaan
multinasional, yaitu The Coca-Cola Company, PepsiCo International, dan AJE Group.
Bentuk pasar oligopoli yang tepat bagi industri tersebut adalah model kurva permintaan
terpatah, dimana persaingan yang terjadi adalah persaingan nonharga (promo, iklan,
dan lain sebagainya).

Ketiga perusahaan tersebut memproduksi soft drink, beberapa di antaranya


adalah Coca-Cola (PT. CCAI), Pepsi (PT. PCI), dan BIG Cola (PT. AJE Indonesia).
Segala aspek yang ada di perusahaan-perusahaan tersebut mulai dari manajemen
hingga distribusi produk, sudah terbukti berjalan dengan baik dan mampu meramaikan
industri minuman berkarbonasi di Indonesia, di samping memenuhi kepuasan
konsumen tentunya.

Namun tetap saja, ukuran pengalaman yang lebih lama membuat PT. CCAI dan
PT. PCI berhak menyandang status sebagai perusahaan dengan arsitektur yang ideal,
karena memenuhi kriteria-kriteria yang ada.

34
4.2 Saran
Ketiga perusahaan tersebut harus terus menjaga konsistensi yang telah
terbangun. Dengan pengertian bahwa ketiga perusahaan tersebut jangan sampai
mengalami penurunan kualitas dari segala aspek yang ada pada tiap perusahaan, agar
keuntungan tetap terjaga dan kepuasan konsumen tetap tercapai.

35
DAFTAR PUSTAKA

Case, Karl E dan Ray C Fair. 2007. Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro. Jakarta: Indeks.

Gaspersz, Vincent. 2011. Ekonomi Manajerial: Landasan Analisis dan Strategi


Bisnis untuk Manajemen Perusahaan dan Industri. Jakarta: Penebar Swadaya.

Salvatore, Dominick. 2005. Ekonomi Manajerial dalam Perekonomian Global.


Jakarta: Salemba Empat.

http://yushendratmo.blogspot.com/value-chain-ptcocacolaamatilindonesia.html.
(diakses pada tanggal 1 Januari 2014, pukul 11.30 WIB)

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/30718/Bab%20IV_F96YYI.p
df?sequence=9.html (diakses pada tanggal 1 Januari 2014, pukul 13.41 WIB)

http://jembatanmatematikaku.blogspot.com/2013/08/laporan-pkl-smti-di-pepsi-cola-
ungaran.html (diakses pada tanggal 1 Januri 2014, pukul 19.00 WIB)

http://tugaspom.wordpress.com/2011/12/08/laporan-company-visit-coca-cola-amatil-
indonesia/ (diakses pada tanggal 2 Januari 2014, pukul 07.17 WIB)

http://roda2blog.com/2013/11/13/big-cola-dari-peru-mengguncang-coca-cola-di-
indonesia/ (diakses pada tanggal 2 Januari 2014, pukul 08.55 WIB)

http://bigcolabandung.blogspot.com/2012/11/sejarah-big-cola.html (diakses pada


tanggal 2 Januari 2014, pukul 08.55 WIB)

http://hanyaberita47.blogspot.com/2012/01/big-cola-vs-coca-cola.html (diakses pada


tanggal 2 Januari 2014, pukul 08.55 WIB)

36

Anda mungkin juga menyukai