Peternak dituntut memiliki pengetahuan mengenai antibiotika dalam menggunakan obat untuk ternaknya,
guna untuk menentukan kualitas campurannya, dosis yang tepat, juga pemakaian obatnya (aftercure dan
Ketiga withdrawal time) guna menjaga keamanan baik bagi ternak maupun bagi konsumen.
Peternak diminta hanya menggunakan obat jadi. Penggunaan bahan mentah yang diolah sendiri merupakan
penyimpangan fatal. Kedok dari hal ini tentu saja karena alasan keuntungan bagi kedua belah pihak, baik bagi
produsen maupun peternak. Baik produsen maupun peternak perlu untuk menyediakan produk yang aman
Keempat bagi konsumen, sebagai tanggung jawab etisnya.
Analisis
Harga obat manusia yang lebih murah;
Pilihan yang lebih luas;
Kuantitas penjualan obat hewan yang cenderung besar;
Kelima Kualitas obat hewan dan manusia yang hampir serupa.
Produsen obat-lah yang tidak bertindak etis. Salah satu caranya adalah dengan memberikan penyuluhan yang kurang tepat
kepada peternak (seperti tidak menyampaikan withdrawal time). Hal ini dapat menjadi kelalaian yang serius, ataupun muslihat
lain produsen untuk mendapatkan keuntungan, dalam bentuk menjual obatnya maupun manipulasi konsentrasi dalam obat
Keenam tersebut.
Pelanggaran obat hewan golongan nitrofuran dan turunannya seperti furaltadon dan furazolidon yang sudah dilarang dalam SE
Direktorat Jenderal Peternakan No. TH 260/634/DKH/0096 tertanggal 19 September 1996. Konsumen masih saja
menggunakan obat ini dengan dalih menghabiskan stok obat yang ada, padahal sudah jelas bahwa penggunaan obat ini
Ketujuh dilarang. Hal ini tentu saja mengganggu keselamatan konsumen.
Kesimpulan (Yang Perlu Dilakukan)