Anda di halaman 1dari 5

BAB II

Tentang Intangible Asset

1. Pengertian Intangible Asset


Intangible asset atau asset tidak berwujud secara luas merujuk pada aset
perusahaan yang tidak memiliki bentuk fisik (intengible) dimana dapat memberikan
manfaat ekonomi atau dapat digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan lebih
dari satu tahun atau lebih dari satu periode akuntansi. Beberapa kriteria utama suatu
aset perusahaan dapat dikatakan sebagai aset tidak beruwujud adalah :
 Dapat diidentifikasi secara andal
 Digunakan dalam operasi bisnis perusahaan
 Tidak memiliki wujud perusahaan
2. PSAK 19 Tentang Intangible Asset
Penerapan akuntansi pada intangible asset di Indonesia mengacu pada standar
akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan dalam
bentuk Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 19.
3. Tahapan – tahapan proses akuntansi dalam intangible asset
a. Identifikasi
Proses akuntansi pertama dalam intengible asset adalah identifikasi. Suatu hasil
kegiatan ekonomi atau peristiwa ekonomi dapat diidentifikasi sebagai aset tidak
berwujud jika memenuhi salah satu diantara dua syarat utama, yaitu dapat dipisahkan
dan timbul dari suatu kontrak atau hak legal lainya.
Dapat dipisahkan atau dibedakan adalah suatu kegiatan atau kejadian ekonomi
dapat dipisahkan dari entitas dan dijual, dapat dipindahkan, dilisensikan secara
individu atau bersamaan dengan beberapa hasil kegiatan atau kejadian ekonomi
lainya. Timbul dari kontrak atau hak legal maksudnya bahwasanya suatu aset tidak
berwujud dapat timbul dari suatu kesepakatan yang dapat diterima dimuka hukum.
b. Pengakuan
Kegiatan – kegiatan atau kejadian ekonomi yang telah diidentifikasi dapat
memunculkan manfaat namun tidak memiliki bentuk fisik akan diakui oleh
perusahaan kedalam klasfifikasi aset tidak berwujud dengan nama akun yang akan
ditentukan oleh perusahaan. Dengan merujuk pada PSAK 19, maka terdapat bagian –
bagian porsi tertentu dari dana – dana yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam upaya
memperoleh intangible asset akan diakui sebagai intangible asset.
Bagian – bagian porsi tertentu dana yang diakui ini mengingat ada bagian dari
kegiatan – kegiatan atau kejadian ekonomi yang tidak diakui sebagai intangible asset,
namun diakui sebagai beban. Misal dalam internally creating, proses research tidak
dapat diakui sebagai intangible asset. Juga ada bagian dari proses development yang
tidak diakui sebagai intangible asset.
Pemisahan pengakuan proses ini, dimana ada yang diakui sebagai beban dan ada
yang diakui sebagai asset merujuk pada konsep economic verifiability. Dimana, jika
terdapat economic verifiability, maka kegiatan – kegiatan atau kejadian ekonomi akan
diakui sebagai intangible asset. Adapun bagian dari kegiatan – kegiatan atau kejadian
ekonommi yang dikapitalisasi menjadi intangible asset harus memiliki kriteria sebagai
berikut :
 Produk atau proses didefinisikan dengan jelas dan biaya – biaya yang dapat
didistribusikan kepada produk atau proses dapat diidentifikasi secara terpisah
dan diukur secara andal.
 Kelayakan teknis dari produk atau proses dapat ditunjukan
 Perusahaan bermaksud untuk memproduksi dan memasukan atau
menggunakan produk/proses tersebut.
 Adanya pasar untuk produk atau proses, atau jika digunakan sendiri,
kegunaanya untuk perusahaan dapat ditunjukan
 Terdapat sumber daya yang cukup atau ktersedianyaa dapat ditunjukan untuk
menyelesaikan proyek dan memasarkan atau menggunakan produk atau proses
tersebut.
 Terdapat pengetahuan atau kemampuan yang cukup untuk dapat mengukur
secara andal pengeluaran – pengeluaran yang terkait dengan aset tidak
berwujud.
c. Pengukuran
Bagian – bagian biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, yang dapat dikapitalisasi
menjadi intangible asset dimana mengacu pada kriteria – kriteria yang terdapat dalam
PSAK 19 harus dapat diukur secara andal dengan satuan moneter yang digunakan
oleh perusahaan dalam laporan keuangan.
d. Penyajian
Biaya – biaya yang muncul dalam kegiatan – kegiatan atau kejadian ekonomi yang
dapat memunculkan intangible asset, dalam penyajianya akan dipisahkan. Ada bagian
dari biaya – biaya dari kegiatan – kegiatan atau kejadian ekonomi yang dikapitalisasi
menjadi intangible asset, maka biaya – biaya ini akan disajikan dalam akun intangible
asset sebagai bagian dari aset. Sedangkan bagian biaya dari kegiatan atau kejadian
ekonomi yang tidak dikapitalisasi maka akan disajikan dalam akun beban.
e.
4. Sumber – sumber perolehan Intangible Asset
Intangible assets atau aset tidak berwujud dapat diperoleh dari beberapa sumber.
Sumber – sumber tersebut antara lain :
a. Internal Creating
Intangible aset yang dimiliki oleh sebuah perusahaan salah satunya diperoleh dari
Internal creating. Internal creating disini merujuk pada kegiatan – kegiatan perusahaan
yang dapat memunculkan suatu entitas yang disebut dengan intangible asset. Hak
cipta, merek dagang dan penemuan teknologi baru merupakan contoh dari asset yang
berasal dari internal creating.
b. Pembelian
Terdapat juga intangible asset yang dimiliki perusahaan yang berasal dari proses
pembelian. Franchise, hak paten dari pihak lain, dan lisensi adalah beberapa contoh
intangible asset yang diperoleh melalui membeli.
c. Akuisisi aset tidak berwujud sebagai bagian dari kombinasi bisnis
Perusahaan juga bisa memperoleh intangible aset dari proses kombinasi bisnis. Aset
tidak berwujud ini adalah goodwill. Aset ini diakui sebagai aset tidak berwujud ketika
perusahaan membayar fair value dalam sebuah proses akuisis bisnis dan nilai yang
dibayarkan ini lebih tinggi dari pada nilai buku perusahaan yang diakuisisi.
d. Hibah pemerintah
Aset tidak berwujud yang dimiliki oleh perusahaan dapat juga diperoleh melalui hibah
pemerintah. Perolehan konsesi tambang, hak guna lahan, dan beberapa bentuk hibah
lainya dari pemerintah dapat diakui sebagai intangible asset. Dari sumber ini,
perusahaan harus mencatat aset tidak berwujud sebesar nilai wajar, kecuali
perusahaan tidak dapat mengukur dengan andal maka perusahaan dapat
mendistribusikan biaya – biaya yang dikeluarkan yang dapat diatributkan secara
langsung terhadap aset tidak berwujud yang bersangkutan.
BAB III
Tentang bakar uang startup
Pergeseran pola dan kebiasaan masyarakat sebagai akibat dan juga tentunya
penyebab improvment teknologi sedikit banyak telah mempengaruhi iklim bisnis,
proses bisnis dan juga tentunya model bisnis itu sendiri. Pergeseran pola dan
kebiasaan masyarakat ini yang paling mempengaruhi dunia bisnis dua diantaranya
pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat. Kecendrungan untuk tidak ingin ribet,
efisiensi waktu dan proses adalah dua contoh bentuk dari pergeseran pola dan
kebiasaan masyarakat ini. Akibat ada pergeseran ini, model – model bisnis yang
berpusat pada kebutuhan masyarakat tumbuh begitu pesat dalam berbagai bidang.
Mulai dari penyediaan dana bagi masyarakat dalam jaringan, jasa angkutan dalam
jaringan, pasar dalam jaringan, dan berbagai bentuk pelayanan lainya yang berbasis
dalam jaringan.
“Setiap orang akan melakukan apapun yang akan menyebabkan kebahagian
bagi dirinya sendiri”. Kalimat diatas merupakan penggalan pandangan tentang sifat
dasar manusia oleh John Stuart Mill dalam bukunya On Liberty. Tentunya kita
memahami dengan jelas, kemunculan stratup yang menjawab kebutuhan dan
keinginan masyarakat ini tentunya berdasarkan pada keinginan manusia yang
bermuara ingin mencapai kebahagiaan bagi dirinya sendiri, yaitu keuntungan.
Efisiensi proses bisnis dan juga kemampuan mereka untuk memperoleh pendapatan
dari hasil proses bisnis merupakan kunci utama dalam memperoleh keuntungan yang
besar, baik keuntungan secara harfiah dimana terjadi selisih lebih antara penjualan
produk atau jasa dengan biaya – biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk
atau jasa, dan juga keuntungan secara subjektif, seperti anggapan keuntungan dimasa
mendatang maupun subjektifitas keuntungan lainya yang sangat bergantung pada
pelaku bisnis itu sendiri.
Masyarakat menginginkan suatu kemudahan dalam berbelanja, harga yang
bersaing, dan tidak ingin beranjak dari rumah, maka muncul Tokopedia, Shopee,
Bukalapak, Lazada dan berbagai marketplace lainya menjawab keinginan masyarakat
ini. Atau kejenuhan masyarakat atas kepadatan lalu lintas, keengganan beranjak dari
kantor untuk hanya sekedar membeli makan, maka Gojek dan Grab muncul menjawab
keinginan ini. Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Gojek dan Grab adalah segelintir
contoh dari penyedia jasa dalam jaringan yang berhasil menjawab perubahan pola
konsumsi dan kebiasaan masyarakat, untuk saat ini.
Keberhasilan menjawab segmentasi kebutuhan dan keinginan masyarakat oleh
beberapa pelaku bisnis tentunya akan menimbulkan suatu persaingan. Seperti yang
secara umum kita pahami, persaingan antara pelaku bisnis pada segmentasi bisnis
yang sama secara konsep akan mendatangkan keuntungan dalam bentuk yang
bervariasi bagi masyarakat . Kemudahan akses, kemurahan harga yang ditopang oleh
berbagai diskon adalah dua diantara sekian keuntungan yang didapatkan oleh
masyarakat akibat adanya persaingan ini.
“No free lunch” selalu relevan dalam ekonomi. Jika merujuk pada keuntungan
secara harfiah, maka

Anda mungkin juga menyukai