Anda di halaman 1dari 47

Arie Pratama, SE, CPSAK

Fakultas Ekonomi
Universitas Padjadjaran
 Otonomi Daerah

 Kriteria Pajak Daerah: Pengantar Teori

 Pajak Daerah dan Retribusi daerah setelah


2010
 Pajak daerah
 Retribusi Daerah

 Kelemahan dan Tantangan


OTONOMI DAERAH
 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32
TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33


TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN
ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN
DAERAH RINTAHAN DAERAH
 Sebagai negara kesatuan, Indonesia merupakan
kumpulan dari seluruh daerah yang menjadi
bagiannya
 Kekayaan Indonesia adalah kekayaan yang ada
di seluruh daerah yang menjadi bagian
Indonesia
 Apabila setiap daerah mampu mengoptimalkan
potensinya secara optimal maka potensi negara
juga akan optimal
 Dilaksanakan sesuai dengan amanat UU 22/1999 dan 25/1999
 Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
 Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
 Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Pemerintahan
Pemerintahan Daerah
Daerah Provinsi Kabupaten/Kota
(Pemerintah Daerah (Pemerintah Daerah
+ DPRD Provinsi) + DPRD
Kabupaten/Kota)

Pemerintahan
Daerah
 Negara mengakui wewenang pemerintah
daerah untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat berdasarkan prakarsa
sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakat
 Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, secara normatif tidak lagi berdifat
hierarkis
 Kepala daerah dipilih langsung oleh masyarakat
melalui mekanisme PILKADA
 Peningkatan jumlah administratif pemerintahan daerah
1997 Des 2007 Pertumbuhan
Jumlah Provinsi 27 33 22%
Jumlah Kabupaten 249 370 49%
Jumlah Kota 65 95 46%
Jumlah Kabupaten/Kota 314 465 48%
Jumlah Kecamatan 4.028 6.131 52%
Jumlah Desa/Kelurahan 67.925 73.405 8%
PENDAPATAN
PEMBIAYAAN
DAERAH
Sisa lebih
Pendapatan perhitungan
Asli Daerah anggaran
Daerah

Penerimaan
Dana
Pinjaman
Perimbangan
Daerah

Lain-lain Dana Cadangan


Pendapatan Daerah

Hasil penjualan
kekayaan
Daerah yang
dipisahkan.
 Pajak Daerah
 Retribusi Daerah
 Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan
 Lain-lain PAD yang sah:
a. hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan
b. jasa giro
c. pendapatan bunga
d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
e. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

Dalam upaya meningkatkan PAD, Daerah dilarang:


a. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan
ekonomi biaya tinggi
b. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat
mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan
kegiatan impor/ekspor.
DANA BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS
• Bagi Hasil Pajak: (PBB, BPHTB • Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan • Besaran DAK ditetapkan setiap tahun
dan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 sekurang-kurangnya 26% (dua puluh dalam APBN.
enampersen) dari Pendapatan Dalam • DAK dialokasikan kepada Daerah
Wajib Pajak Orang Pribadi Negeri Neto yang ditetapkan dalam tertentu untuk mendanai kegiatan
Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. APBN. khusus yang merupakan urusan
• Sumber Daya Alam (kehutanan, • DAU untuk suatu Daerah dialokasikan Daerah dan sesuai dengan fungsi yang
pertambangan umum, atas dasar celah fiskal dan alokasi telah ditetapkan dalam APBN.
perikanan, pertambangan dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan • Pemerintah menetapkan kriteria DAK
minyak bumi, pertambangan fiskal dikurang dengan kapasitas fiskal yang meliputi kriteria umum, kriteria
Daerah. Alokasi dasar dihitung khusus, dan kriteria teknis.
gas bumi dan pertambangan berdasarkan jumlah gaji Pegawai
panas bumi. • Daerah penerima DAK wajib
Negeri Sipil Daerah. menyediakan Dana Pendamping
• Kebutuhan fiskal Daerah merupakan sekurang-kurangnya 10% (sepuluh
kebutuhan pendanaan Daerah untuk persen) dari alokasi DAK, yang
melaksanakan fungsi layanan dasar dianggarkan dalam APBD.
umum, dan diukur secara berturut- • Daerah dengan kemampuan fiskal
turut dengan jumlah penduduk, luas tertentu tidak diwajibkan
wilayah, Indeks Kemahalan menyediakan Dana Pendamping.
Konstruksi,Produk Domestik Regional
Bruto per kapita, dan Indeks
Pembangunan Manusia.
• Kapasitas fiskal Daerah merupakan
sumber pendanaan Daerah yang
berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil.
1. Pendapatan Hibah
 Merupakan bantuan yang tidak mengikat
 Hibah kepada Daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui
Pemerintah Pusat.
 Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara Pemerintah
Daerah dan pemberi hibah.
2. Pendapatan Dana Darurat.
 Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk
keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau
peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan
menggunakan sumber APBD.
 Pemerintah dapat mengalokasikan Dana Darurat pada Daerah yang
dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi
Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Krisis
solvabilitas ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan
Dewan Perwakilan Rakyat.
 Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan
dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional.
 Batas maksimal kumulatif pinjaman dimaksud tidak melebihi 60% (enam
puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan.
 Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar
negeri. Pelanggaran terhadap ketentuan dimaksud, dikenakan sanksi
administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran
Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan.
 Sumber Pinjaman
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah lain;
c. Lembaga keuangan bank;
d. Lembaga keuangan bukan bank;
e. Masyarakat, berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui pasar
modal.
 Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah dalam mata uang
Rupiah di pasar modal domestik.
 Hasil penjualan Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai
investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan
memberikan manfaat bagi masyarakat. Penerimaan dari investasi
sektor publik dimaksud digunakan untuk membiayai kewajiban
bunga dan pokok Obligasi Daerah terkait dan sisanya disetorkan
ke kas Daerah.
 Dalam hal Pemerintah Daerah menerbitkan Obligasi Daerah,
Kepala Daerah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan DPRD
dan Pemerintah.
 Pemerintah tidak menjamin Obligasi Daerah.
No Jenis Biaya Pemerintah Provinsi Kab/Kota Kab/Kota
Pungut Pusat Penghasil Penghasil Lainnya
Nasional
1 PBB 9% - 16,2% 64,8% 10%
2 BPHTB - - 16% 64% 20%
3 PPh Ps. 25 dan - 80% 8% 12% -
Ps. 29 WP OP
DN dan PPh Ps.
21
No Jenis Pemerinta Provinsi Kab/Kota Kab/Kota Kab/Kota Pendidikan
h Pusat Penghasil Penghasil Lainnya Lainnya Dasar
dalam Nasional
provinsi

Kehutanan
1 Iuran Hak Pengusahaan 20% 16% 64% - - -
2 Provisi Sumber Daya Hutan 12% 16% 32% 32% - -
3 Dana Reboisasi 60% - 40% - - -
Pertambangan Umum
1 Iuran Tetap (land rent) 20% 16% 64% - - -
2 Iuran eksplorasi dan eksploitasi 20% 16% 32% 32% - -
(royalti)
Perikanan
1 Pungutan Perusahaan Perikanan 20% - - - 80% -
2 Pungutan Hasil Perikanan 20% - - - 80% -
3 Pertambangan Minyak Bumi 84,5% 3% 6% 6% - 0,5%
4 Pertambangan Gas Bumi 69,5% 6% 12% 12% - 0,5%
Pertambangan Panas Bumi

1 Iuran Tetap dan Iuran Produksi 20% 16% 32% 32% - -


1999 2000 2001 2002
Provinsi
PAD 37,22 32,20 30,23 26,65
Bagi Hasil 18,66 15,94 27,89 28,81
DAU dan lain-lain 44,12 15,76 41,88 44,54

Kabupaten/Kota
PAD 10,31 9,04 4,99 5,92
Bagi Hasil 12,39 11,31 22,43 21,72
DAU dan lain-lain 77,30 79,65 72,58 72,36
Negara Rasio
Swiss 38
Swedia 32
Denmark 31
Islandia 29
Belgia 28
Jepang 24
Finlandia 22
Norwegia 20
Meksiko 20
Austria 19
Cheko 13
Bulgaria 6
Selandia Baru 5
Indonesia 4
KRITERIA PAJAK DAERAH:
PENGANTAR TEORI
Kenneth Davey (1988), Nick Devas
 Kecukupan dan Elastisitas (Penghasilan)
 Keadilan
 Kapasitas Administratif
 Kesepakatan Politis
 Efisiensi Ekonomi
 Kesesuaian Sebagai Pajak Daerah
 Mencukupi untuk tujuan apa pajak tersebut
dipungut
 Stabil
 Dapat diprediksi
 Dapat mengantisipasi gejolak inflasi,
pertumbuhan penduduk dan menimbulkan
harapan-harapan
 Biaya untuk memungut harus proporsional
dengan hasil yang diperoleh.
 Mencerminkan dasar pengenaan dan kewajiban bayar
yang jelas dan tidak semena-mena
 Pajak harus adil secara horizontal dalam arti bahwa beban
pajak harus sama atas wajib pajak yang mempunyai
kemampuan ekonomi yang sama
 Pajak harus adil secara vertikal dalam arti bahwa wajib
pajak dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi harus
membayar pajak yang lebih tinggi pula
 Secara geografi juga harus adil dalam arti bahwa tidak ada
perbedaan pajak antara daerah-daerah yang memperoleh
pelayanan yang sama dari pemerintah setempat
 Kaitan dengan belanja; pajak yang lebih tinggi dikenakan
kepada mereka yang tinggal di daerah dengan kualitas
pemerintah yang sangat baik
 Biaya administrasi (keahlian, integritas dan
administrasi) untuk menilai dan menghimpun
pajak reasonable
 Pajak dapat diterima secara politis
 Mampu menimbulkan efisiensi dalam alokasi
sumber-sumber ekonomi daerah
 Mencegah distorsi ekonomi
 Mencegah ekses dari beban pajak terhadap
perekonomian di daerah
 Ada kejelasan untuk daerah mana pajak tersebut
diterapkan dan bagaimana cara pemungutannya
guna mencegah usaha-usaha penghindaran
pajak dari wajib pajak
 Objek pajak tidak mudah dialihkan dari satu
daerah ke daerah lainnya
 Tidak boleh menyebabkan pengurasan sumber-
sumber ekonomi daerah
 Tidak boleh dipaksakan untuk daerah-daerah
yang kurang kapasitas administrasinya.
PAJAK DAERAH DAN
RETRIBUSI DAERAH SETELAH
2010

(1) PAJAK DAERAH


 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28
TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI
DAERAH
 Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
 Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN),
atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha
tetap
PAJAK PROPINSI PAJAK KABUPATEN/KOTA

• Pajak Kendaraan Bermotor • Pajak Hotel;


• Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor • Pajak Restoran
• Pajak Bahan Bakar Kendaraan • Pajak Hiburan
Bermotor • Pajak Reklame
• Pajak Air Permukaan • Pajak Penerangan Jalan
• Pajak Rokok. • Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan
• Pajak Parkir
• Pajak Air Tanah
• Pajak Sarang Burung Walet
• Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan
• Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
 Daerah dilarang memungut pajak selain jenis Pajak yang
sudah ditentukan
 Jenis Pajak sebagaimana sudah ditentukan dapat tidak
dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau
disesuaikan dengan kebijakan Daerah yang ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
 Khusus untuk Daerah yang setingkat dengan daerah
provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah
kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, jenis Pajak yang dapat dipungut merupakan
gabungan dari Pajak untuk daerah provinsi dan Pajak
untuk daerah kabupaten/kota.
NO JENIS PAJAK TARIF
1 Pajak Kendaraan • Kendaraan bermotor pribadi:
Bermotor • Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan paling
tinggi sebesar 2%;
• Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan
secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi sebesar 10%.
• Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan,
lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan
lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% dan
paling tinggi sebesar 1%.
• Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat- alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1%
dan paling tinggi sebesar 0,2%.
2 Bea Balik Nama • Paling tinggi : (a). penyerahan pertama sebesar 20%, dan (b) penyerahan kedua dan seterusnya
Kendaraan Bermotor sebesar 1%
• Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan
jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi: (a) penyerahan pertama sebesar 0,75%, dan (b)
penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%.
3 Pajak Bahan Bakar • Paling tinggi sebesar 10%.
Kendaraan Bermotor • Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum
dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima puluh persen) lebih rendah dari tarif Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi.
4 Pajak Air Permukaan Paling Tinggi 10%

5 Pajak Rokok. 10% dari cukai rokok


NO JENIS PAJAK BAGIAN KETERANGAN
KABUPATEN/
KOTA
1 Pajak Kendaraan 30% Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor paling sedikit
Bermotor 10%, termasuk yang dibagihasilkan kepada
kabupaten/kota, dialokasikan untuk pembangunan
dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan
sarana transportasi umum.
2 Bea Balik Nama 30%
Kendaraan Bermotor
3 Pajak Bahan Bakar 70%
Kendaraan Bermotor
4 Pajak Air Permukaan 50% Khusus untuk penerimaan Pajak Air Permukaan dari
sumber air yang berada hanya pada 1 (satu) wilayah
kabupaten/kota, hasil penerimaan Pajak Air Permukaan
dimaksud diserahkan kepada kabupaten/kota yang
bersangkutan sebesar 80%
5 Pajak Rokok. 70% Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun
bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50%
untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan
penegakan hukum oleh aparat yang berwenang
NO JENIS PAJAK TARIF MAKSIMUM
1 Pajak Hotel 10%
2 Pajak Restoran 10%
3 Pajak Hiburan 35%
4 Pajak Reklame 25%
5 Pajak Penerangan Jalan 10%
6 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 25%
7 Pajak Parkir 30%
8 Pajak Air Tanah 20%
9 Pajak Sarang Burung Walet 10%
10 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan 0,3%
Perkotaan
11 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 5%
PAJAK DAERAH DAN
RETRIBUSI DAERAH SETELAH
2010

(2) RETRIBUSI DAERAH


 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28
TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI
DAERAH
 Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
 Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN),
atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha
tetap
JASA
UMUM

RETRIBUSI

PERIZINAN JASA
TERTENTU USAHA
Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan
atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan
dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau Badan.
 Retribusi Pelayanan Kesehatan;
 Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
 Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta
Catatan Sipil;
 Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
 Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
 Retribusi Pelayanan Pasar;
 Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
 Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
 Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
 Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
 Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
 Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
 Retribusi Pelayanan Pendidikan;
 Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi

Retribusi sebagaimana dimaksud dapat tidak dipungut apabila potensi


penerimaannya kecil dan/atau atas kebijakan nasional/daerah untuk
memberikan pelayanan tersebut secara cuma-cuma.
Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan
oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial
yang meliputi:
a. pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan
kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara
optimal; dan/atau
b. pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum
disediakan secara memadai oleh pihak swasta.
 Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
 Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan
 Retribusi Tempat Pelelangan
 Retribusi Terminal
 Retribusi Tempat Khusus Parkir
 Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa
 Retribusi Rumah Potong Hewan
 Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan
 Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
 Retribusi Penyeberangan di Air
 Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah
Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan
tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau
Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan
atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya
alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.
 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
 Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
 Retribusi Izin Gangguan
 Retribusi Izin Trayek
 Retribusi Izin Usaha Perikanan.
KELEMAHAN DAN TANTANGAN
 SDM
 AMBISI MEMAKSIMALKAN PAD MEMBUAT
BANYAK DAERAH MENERBITKAN PERDA
PAJAK DAERAH YANG TIDAK MEMENUHI
PESRSYARATAN SEBAGAI PAJAK DAERAH

Anda mungkin juga menyukai