Anda di halaman 1dari 115

PBB, BPHTB DAN BEA MATERAI

DASAR HUKUM

UU No. 12 Tahun 1985 jo


UU No. 12 Tahun 1994
PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
(PBB)

ADALAH

PAJAK KEBENDAAN ATAS


BUMI DAN/ATAU BANGUNAN

DIKENAKAN TERHADAP
SUBJEK PAJAK

ORANG PRIBADI ATAU BADAN


SECARA NYATA:
• MEMPUNYAI HAK DAN/ATAU MEMPEROLEH
MANFAAT ATAS BUMI, DAN/ATAU
• MEMILIKI, MENGUASAI, DAN/ATAU
MEMPEROLEH MANFAAT ATAS BANGUNAN
Objek PAJAK
Pasal 2 ayat (1)

BUMI BANGUNAN

ADALAH : ADALAH :

PERMUKAAN BUMI YG KONSTRUKSI TEKNIK


MELIPUTI TANAH DAN YG DITANAM ATAU
PERAIRAN PEDALAMAN DILEKATKAN SECARA
SERTA LAUT WILAYAH TETAP PADA TANAH
INDONESIA, DAN/ATAU PERAIRAN
DAN TUBUH BUMI YG Pasal 1 angka 2
ADA DIBAWAHNYA
Pasal 1 angka 1
Objek PAJAK
Pasal 2 ayat (1)

BANGUNAN

 TERMASUK DALAM PENGERTIAN BANGUNAN


ADALAH (Penjelasan Pasal 1 angka 2) :
Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu
kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan
emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan
satu kesatuan dengan kompleks bangunan
tersebut;
Jalan tol;
Kolam renang;
Pagar mewah;
Tempat olah raga;
Galangan kapal, dermaga;
Taman mewah;
Tempat penampungan/kilang minyak, air dan
gas, pipa minyak;
Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
FAKTOR YANG MENENTUKAN
KLASIFIKASI Objek PAJAK
Pasal 2 ayat (2)

BUMI/TANAH BANGUNAN
- Letak - Bahan bangunan
- Peruntukan - Rekayasa
- Pemanfaatan - Letak
- Kondisi lingkungan - Kondisi lingkungan
- Dan lain-lain - Dan lain-lain
Objek PAJAK
YANG TIDAK DIKENAKAN PBB
Pasal 3 ayat (1)

ADALAH Objek PAJAK YANG :

§ Digunakan semata-mata untuk melayani


kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional,
yang nyata-nyata tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan;
§ Digunakan untuk kuburan, peninggalan
purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
§ Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam,
hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan
tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
§ Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
§ Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
Internasional yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan.
OBJEK PAJAK
YANG DIGUNAKAN UNTUK
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
Pasal 3 Ayat (2)

PENGENAAN PAJAKNYA DIATUR


LEBIH LANJUT DENGAN
PERATURAN PEMERINTAH
SUBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)

ORANG ATAU BADAN

Memperoleh Memperoleh
manfaat manfaat
atas bangunan atas bumi

Memiliki, Mempunyai
menguasai suatu hak
bangunan atas bumi

Pasal 4 ayat (2)

Dikenakan
SUBJEK kewajiban WAJIB
PAJAK membayar PAJAK
pajak
SUBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (3)

Dirjen Pajak menetapkan


Subjek Pajak

Objek Pajak yang belum


jelas Wajib Pajaknya
NILAI JUAL Objek PAJAK
TIDAK KENA PAJAK
(NJOPTKP)
Pasal 3 Ayat (3)

NJOPTKP

Setinggi-tingginya
Rp. 8.000.000,00

 Per Wajib Pajak;


 Diberikan untuk bumi dan/atau bangunan;
 Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai
beberapa Objek pajak, yang diberikan
NJOPTKP hanya salah satu Objek pajak
yang nilainya terbesar.
DASAR PENGENAAN
Pasal 6 Ayat (1), (2)

NJOP
(Nilai Jual Objek Pajak)

Adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli


yang terjadi secara wajar

Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual


Objek Pajak ditentukan melalui :
- perbandingan harga dengan Objek lain yang sejenis;atau
- nilai perolehan baru; atau
- Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan,


kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai
perkembangan daerahnya
PENENTUAN NJOP

PENILAIAN Objek PBB

 PENDEKATAN PENILAIAN

 Pendekatan Data Pasar


(Market Data Approach)
 Pendekatan Biaya
(Cost Approach)
 Pendekatan Pendapatan
(Income Approach)

 CARA PENILAIAN
 Penilaian Massal
 Penilaian Individual
PENDEKATAN PENILAIAN

 Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)


 NJOP dihitung dengan cara membandingkan Objek
pajak yang sejenis dengan Objek lain yang telah
diketahui harga pasarnya.
 Pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk
menentukan NJOP tanah, namun dapat juga dipakai
untuk menentukan NJOP bangunan.
 Pendekatan Biaya (Cost Approach)
 Pendekatan ini digunakan untuk menentukan nilai
tanah atau bangunan terutama untuk menentukan
NJOP bangunan dengan menghitung seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baru
yang sejenis dikurangi dengan penyusutan phisiknya.
 Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
 Pendekatan ini digunakan untuk menentukan NJOP
yang tidak dapat dilakukan berdasarkan pendekatan
data pasar atau pendekatan biaya, tetapi ditentukan
berdasarkan hasil bersih objek pajak tersebut
 Pendekatan ini terutama digunakan untuk
menentukan NJOP galian tambang atau objek
perairan
CARA PENILAIAN

 Penilaian Massal (Mass Appraissal)


 NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata
(NIR) yang terdapat pada setiap Zona Nilai Tanah (ZNT).
 NJOP bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya
Komponen Bangunan (DBKB) dikurangi penyusutan phisik.
 Perhitungan penilaian massal dilakukan dengan
menggunakan program komputer (Computer Assisted
Valuation / CAV).

 Penilaian Individual (Individual Appraissal)

Diterapkan untuk Objek tertentu yang bernilai tinggi atau


keberadaannya mempunyai sifat khusus, antara lain :
 Jalan tol
 Pelabuhan laut/sungai/udara
 Lapangan golf
 Industri semen/pupuk
 PLTA, PLTU, PLTG
 Pertambangan
 Tempat rekreasi
 Dan lain-lain sejenisnya
 Objek pajak tertentu, seperti rumah mewah, pompa
bensin, jalan tol, lap. golf, Objek rekreasi, usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
DASAR PENGHITUNGAN
Pasal 6 ayat (3) dan (4)

NILAI JUAL KENA PAJAK

SERENDAH-RENDAHNYA 20 %
DAN
SETINGGI-TINGGINYA 100 %

PERSENTASE NJKP
DITETAPKAN DENGAN
PERATURAN PEMERINTAH
PENETAPAN BESARNYA
NILAI JUAL KENA PAJAK
(PP No. 25 TAHUN 2002)

NILAI JUAL KENA PAJAK

1. OBJEK PAJAK PERKEBUNAN


OBJEK PAJAK LAINNYA
2. OBJEK PAJAK KEHUTANAN
YANG NJOP-NYA
3. OBJEK PAJAK
KURANG DARI
PERTAMBANGAN
Rp.1.000.000.000,00 (satu
4. OBJEK PAJAK LAINNYA YANG
milliar rupiah).
NJOP-NYA Rp.1.000.000.000,00
(satu milliar rupiah) atau lebih.

40% X NJOP 20% X NJOP


TARIF
Pasal 5

TARIF TUNGGAL

0,5 %
CARA MENGHITUNG

PBB = TARIF x NJKP

= 0,5% x 20% x NJOP


= 0,5% x 40% x NJOP

NJOP = (NJOP BUMI + NJOP BANGUNAN) 


NJOPTKP
TAHUN PAJAK, SAAT, DAN
TEMPAT YANG MENENTUKAN
PAJAK TERUTANG
Pasal 8 ayat (1), (2), (3)

Tahun Pajak
Adalah jangka waktu satu tahun takwim,
yaitu dari tanggal 1 Januari s/d 31
Desember.

Saat yang menentukan pajak terutang


Adalah menurut keadaan Objek pajak pada
tanggal 1 Januari.

Tempat Pajak Terutang :


 untuk daerah Jakarta, di wilayah DKI Jakarta;
 untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten
atau Kota;
yang meliputi letak Objek pajak.
PENDATAAN
Pasal 9 ayat (1), (2), (3)

WAJIB PAJAK MENGISI SPOP

• JELAS
• BENAR
• LENGKAP
• DITANDATANGANI
PENERBITAN KETETAPAN
Pasal 10

SPOP

tidak disampaikan disampaikan dalam


dalam waktu 30 hari waktu 30 hari

Setelah ditegor secara


tertulis SPPT

BERDASARKAN
SKP PEMERIKSAAN/ DATA LAIN
SPOP TIDAK BENAR
TATA CARA PEMBAYARAN
DAN PENAGIHAN
Pasal 11, 12, 13, dan 14

DASAR PENAGIHAN

6 bulan SEJAK
SPPT
D TEMPAT
I PEMBAYARAN
1 bulan T
- Bank,
SKP E
R
- Kantor Pos ,
I - Tempat lain
M yg ditunjuk
1 bulan
STP A

MENTERI KEUANGAN DAPAT MELIMPAHKAN


KEWENANGAN PENAGIHAN PAJAK KEPADA :

- GUBERNUR DAN/ATAU
- BUPATI/WALIKOTA
PENDAFTARAN, PENAGIHAN,
DAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 9 dan 10

30 hr DIKEM- TIDAK
SPOP SKP
BALIKAN
+ denda 25%
YA dari pokok
pajak
SPPT Ternyata SPOP
tdk benar SKP
(Ketetapan
6 bulan kurang)
+ denda 25%
dari selisih
JATUH pajak terutang
1 bulan
TEMPO
Segera
1 bln JATUH stlh. 21 hr
SURAT
STP TEMPO
TEGORAN
PAKSA
7 hr
+ bunga 2%
sebulan 2 X 24 JAM
(maks 24 bulan)
Paling
cepat
PERMINTAAN JADWAL 10 hr SURAT PERINTAH
KLN WAKTU & TEMPAT MELAKUKAN PE-
PELELANGAN NYITAAN
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 15 dan 16

 Keberatan diajukan atas :


 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT);
 Surat Ketetapan Pajak (SKP).
 Jangka waktu pengajuan keberatan adalah 3 (tiga) bulan
setelah SPPT atau SKP diterima oleh WP kecuali WP
dalam keadaan di luar kekuasaannya.
 Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan
atas keberatan WP paling lama 12 bulan sejak tanggal
Surat Keberatan diterima.
 Atas keberatan yang diajukan, Direktur Jenderal Pajak
dapat menerima seluruhnya atau sebagian, menolak,
atau menambah jumlah pajak terutang.
 Keberatan dapat diajukan dalam hal terjadi perbedaan
persepsi antara Wajib Pajak dan Fiskus
 Wajib Pajak dapat mengajukan banding atas keberatan
terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak kepada
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
 Ketentuan banding PBB mengikuti ketentuan Pasal 27
UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994.dan perubahan ke
dua dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000
 Pengajuan keberatan atau banding tidak menunda
pembayaran pajak.
PEMBAGIAN
HASIL PENERIMAAN PBB
Pasal 18

DATI I I
DATI I
64,8 %
16,2 %

PEM. PUSAT BIAYA PEMUNGUTAN


10 % 9%

- Berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor
83/KMK.04/1994 tanggal 19
Maret 1994, 10% bagian
pemerintah pusat
dibagikan kepada seluruh
Daerah Tingkat II
- SKB DJA-DJP
KEP. 56/A/44/1996
KEP. 50/PJ.6/1996
ALUR PENERIMAAN PBB

Pelimpahan BANK
TEMPAT PERSEPSI/
PEMBAYARAN KANTOR POS

Pembayaran

WAJIB
PAJAK
Pelimpahan

Pembayaran
BANK/
OPERASIONAL V

PETUGAS Pembagian
PEMUNGUT

10% 9% 16,2% 64,8%

PEM. BIAYA DATI I DATI II


PUSAT PEMUNGUTAN
PENGURANGAN
Pasal 19 dan 20

Menteri Keuangan
dalam hal :
PAJAK - Kondisi tertentu Objek
TERUTANG pajak yang ada
hubungannya dengan
subjek pajak/sebab -
sebab tertentu lainnya

- Objek pajak terkena


bencana alam atau
sebab lain yang luar
biasa

Dirjen Pajak
DENDA atas permintaan
ADMINISTRASI WAJIB PAJAK
karena hal-hal tertentu
KEWAJIBAN PEJABAT YANG DALAM
JABATAN/TUGAS PEKERJAANNYA
BERKAITAN LANGSUNG DENGAN Objek PAJAK
Pasal 21 dan 22

1. MENYAMPAIKAN LAPORAN BULANAN


MENGENAI SEMUA MUTASI DAN PERUBA
HAN Objek PAJAK KEPADA DJP;
2. MEMBERIKAN KETERANGAN YANG
DIPERLUKAN ATAS PERMINTAAN DJP

KEWAJIBAN TERSEBUT BERLAKU


JUGA BAGI PEJABAT LAIN YANG ADA
HUBUNGANNYA DENGAN Objek PAJAK

KEWAJIBAN UNTUK MERAHASIAKAN


DITIADAKAN SEPANJANG MENYANGKUT
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PBB

TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN DIKENAKAN


SANKSI MENURUT PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
HAL-HAL YANG TIDAK DIATUR SECARA
KHUSUS DALAM UU PBB
Pasal 23

TIDAK DIATUR DALAM


UU PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

BERLAKU KETENTUAN :
- UU KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA
PERPAJAKAN
- PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24

KARENA ALPA

SPOP TIDAK BENAR/


TIDAK MENGEMBALIKAN TIDAK LENGKAP
SPOP KEPADA DITJEN DAN/ATAU MELAMPIRKAN
PAJAK KETERANGAN YANG
TIDAK BENAR

MENIMBULKAN KERUGIAN PADA NEGARA

- PIDANA KURUNGAN SELAMA-LAMANYA


6 (ENAM) BULAN, ATAU
- DENDA SETINGGI-TINGGINYA 2 (DUA)
KALI PAJAK TERUTANG
KETENTUAN PIDANA
Pasal 25 ayat (1)

D E N G A N S E N G A J A

SPOP
TIDAK TIDAK
MEMPERL
TIDAK BENAR/ MENUN
TIDAK IHAT
MENGEM TIDAK JUKKAN/
MEMPERLI KAN
BALIKAN/ LENGKAP MENYAM
HATKAN/ SURAT/
MENYAM DAN/ATAU PAIKAN
MEMIN DOKU-
PAIKAN MELAMPIR DATA/
JAMKAN MEN
SPOP KAN KETERA
SURAT/ PALSU
KEPADA KETERA NGAN
DOKUMEN ATAU
DITJEN NGAN YANG
LAINNYA DIPALSU
PAJAK YANG DIPERLU
KAN
TIDAK KAN
BENAR

MENIMBULKAN KERUGIAN PADA NEGARA

- PIDANA PENJARA SELAMA-LAMANYA 2


(DUA) TAHUN, ATAU
- DENDA SETINGGI- TINGGINYA 5 (LIMA) KALI
PAJAK TERUTANG
KETENTUAN PIDANA
Pasal 25 ayat (2), (3) dan Pasal 26

 Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan,


yang dengan sengaja melakukan tindakan :
 tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat
atau dokumen lainnya;
 tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan
keterangan yang diperlukan;
dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya
1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya
Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

 Ancaman pidana dilipatkan dua, apabila seseorang


melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan
sebelum lewat 1 (satu) tahun terhitung sejak
selesai menjalani pidana penjara/sejak dibayarnya
denda.

 Tindak pidana tidak dapat dituntut setelah lampau


waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya tahun
pajak yang bersangkutan.
PENGENAAN PBB TERHADAP Objek PAJAK
YANG DINILAI SECARA INDIVIDUAL
KMK No. 523/KMK.04/1998

OBJEK PAJAK YANG BERSIFAT


KHUSUS DAPAT DITENTUKAN
BERDASARKAN PENILAIAN SECARA
INDIVIDUAL
KEP. DIRJEN PAJAK NO. KEP. 16/PJ.6/1998

Objek Pajak yang bersifat khusus adalah sebagai


berikut :
 Jalan tol
 Pelabuhan laut/sungai/udara
 Lapangan golf
 Industri semen/pupuk
 PLTA, PLTU, PLTG
 Pertambangan
 Tempat rekreasi
 Dan lain-lain sejenisnya
STANDAR INVESTASI TANAMAN (SIT)
PERKEBUNAN
KEP DJP NO.16/PJ.6/1998

Standar Investasi adalah jumlah biaya yang diinvestasikan


untuk suatu pembangunan dan/atau penanaman dan/atau
penggalian jenis sumber daya alam atau budidaya tertentu,
yang dihitung berdasarkan komponen tenaga kerja, bahan
dan alat, mulai dari awal pelaksanaan pekerjaan hingga
tahap produksi atau menghasilkan

SIT adalah jumlah biaya yang diinvestasikan untuk satu jenis


tanaman budidaya perkebunan per hektar yang dihitung
berdasarkan :
- koomponen tenaga kerja;
- bahan dan alat;
mulai dari pengolahan tanah hingga tanaman menghasilkan

Catatan :
Penentuan SIT perkebunan diatur sebagai berikut :
a. Besarnya SIT perkebunan dihitung berdasarkan jumlah biaya yang
diinvestasikan untuk suatu jenis tanaman budidaya perkebunan
per hektar dalam satu tahun.
b. Apabila suatu jenis tanaman budidaya perkebunan dalam satu
tahun mengalami lebih dari satu kali periode tanam, maka
besarnya SIT perkebunan dalam satu tahun dihitung sebesar
standar investasi untuk sekali periode tanam dikalikan jumlah
periode tanam dalam satu tahun.
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERKEBUNAN
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 3
 Areal kebun :
NJOP = NJOP tanah + Jumlah
Investasi Tanaman Perkebunan sesuai
dengan SIT menurut umur tanaman

 Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan


perkebunan

NJOP = NJOP tanah sekitar dengan


penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan

NJOP = Nilai konversi biaya


pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR KEHUTANAN
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 4
A.Untuk HPH, HPHH, IPK, serta ijin sah lain selain HPHTI
 Areal produktif :
NJOP = 8,5 x Hasil bersih setahun
sebelum tahun pajak berjalan

 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal


lainnya
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan
penyesuaian seperlunya
 Objek Pajak berupa bangunan

NJOP = Nilai konversi biaya


pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR KEHUTANAN
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

B.Untuk HPHTI Pasal 5


 Areal hutan :
NJOP = NJOP tanah + jumlah biaya
pembangunan hutan tanaman industri
menurut umur tanaman
 Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan
hutan tanaman industri
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan
penyesuaian seperlunya
 Objek Pajak berupa bangunan

NJOP = Nilai konversi biaya


pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK
DAN GAS BUMI
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 6
 Areal produktif :
NJOP = 9,5 x Hasil penjualan minyak
dan gas bumi dalam satu tahun
sebelum tahun pajak berjalan

 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal


lainnya didalam atau diluar wilayah kuasa
pertambangan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan
penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya
pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN ENERGI
PANAS BUMI
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 7
 Areal produktif :
NJOP = 9,5 x Hasil penjualan energi
panas bumi/ listrik dalam satu tahun
sebelum tahun pajak berjalan

 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal


lainnya didalam atau diluar wilayah kuasa
pertambangan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan
penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya
pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS SELAIN
PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI DAN GALIAN C
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 8
 Areal produktif :
NJOP = 9,5 x Hasil bersih galian
tambang dalam satu tahun sebelum
tahun pajak berjalan

 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal


lainnya didalam atau diluar wilayah kuasa
pertambangan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan
penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya
pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS GALIAN C
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 9
 Areal produktif :
NJOP = Angka kapitalisasi tertentu X
hasil bersih galian tambang dalam
setahun sebelum tahun pajak berjalan

 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal


lainnya didalam atau diluar wilayah kuasa
pertambangan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan
penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya
pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik

Catatan : NJOP atas Objek Pajak sektor pertambangan yang


dikelola berdasarkan Kontrak Karya atau Kontrak
Kerjasama ditetapkan sesuai dengan yang diatur dalam
kontrak yang berlaku
(Pasal 10)
PENENTUAN BESARNYA NJOP
USAHA BIDANG PERIKANAN LAUT
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 11
 Areal penangkapan ikan :
NJOP = 10 x Hasil bersih ikan dalam
satu tahun sebelum tahun pajak
berjalan

 Areal pembudidayaan ikan


NJOP = 8 x Hasil bersih ikan dalam
satu tahun sebelum tahun pajak
berjalan
 Areal emplasemen dan areal lainnya

NJOP = NJOP tanah sekitar dengan


penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya
pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
USAHA BIDANG PERIKANAN DARAT
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 12
 Areal pembudidayaan ikan darat :
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan
penyesuaian seperlunya + Standar
biaya investasi tambak menurut
jenisnya

 Areal emplasemen dan areal lainnya


NJOP = NJOP tanah sekitar dengan
penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan

NJOP = Nilai konversi biaya


pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
OBJEK PAJAK YANG BERSIFAT KHUSUS
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 13
 Areal tanah :

NJOP = NJOP tanah sekitar dengan


penyesuaian seperlunya
 Areal perairan untuk kepentingan pelabuhan, industri,
lapangan golf serta tempat rekreasi
NJOP = Nilai jual yang ditentukan
berdasarkan korelasi garis lurus
kesamping dengan klasifikasi NJOP
permukaan bumi berupa tanah
sekitarnya
 Areal perairan untuk kepentingan pembangkit listrik tenaga
air (PLTA)

NJOP = 10 X (10 % dari hasil bersih


dalam satu tahun sebelum tahun
pajak berjalan)

 Objek Pajak berupa bangunan

NJOP = Nilai konversi biaya


pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
OBJEK PAJAK YANG BERSIFAT KHUSUS
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 14

Besarnya NJOP atas Objek Pajak yang bersifat khusus atau


objek lainnya dapat ditentukan berdasarkan penilaian
individual yang dilaksanakan oleh pejabat fungsional penilai
dan dibuatkan laporan penilaian kemudian ditetapkan oleh
Kakanwil DJP atas nama Menteri Keuangan

Objek Pajak Khusus adalah Objek Pajak yang memiliki jenis


konstruksi khusus baik ditinjau dari segi bentuk, material
pembentuk maupun keberadaannya memiliki arti khusus
seperti :
a. jalan tol
b. pelabuhan laut/sungai/udara
c. lapangan golf
d. industri semen/pupuk
e. PLTA, PLTU dan PLTG
f. pertambangan
g. tempat rekreasi
h. dan lain-lain yang sejenis
DASAR HUKUM
UU NO.21 TAHUN 1997
UU Sebagaimana diubah dgn
UU NO.20 TAHUN 2000

No. 34/1997
No. 111 /2000
PP No. 112/ 2000
No. 113/2000
No. 114/ 2000

630/KMK.04/97 517/ KMK.04/2000


631/KMK.04/97 518/ KMK.04/2000
632/KMK.04/97 519/ KMK.04/2000
633/KMK.04/97
KMK 636/KMK.04/97
514/KMK.04/2000
515/KMK.04/2000
516/KMK.04/2000

21/PJ.6/97
22/PJ.6/97
KEP. DJP 23/PJ.6/97
24/PJ.6/97
531/PJ/2000

KEP-179/PJ./1998
SKB SKB antara Ditjen Pajak dan Ka.BPN
No.2 Tahun 1998

51
TANAH

Memenuhi
Lahan Alat investasi yg
kebutuhan dasar
usaha menguntungkan
untuk papan

WAJAR

bagi yang memperoleh hak


atas tanah

memberikan kontribusi
kepada Negara
dengan membayar pajak
(BPHTB)
52
Prinsip-prinsip yang diatur
dalam UU BPHTB

 Pemenuhan kewajiban berdasarkan sistem “Self


Assessment”.
 Tarif sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek
Pajak Kena Pajak (NPOPKP).
 Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP) ditetapkan secara regional paling
banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah), dan Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah) atas waris atau hibah wasiat .
 Pengenaan sanksi terhadap Wajib Pajak dan
pejabat-pejabat umum yang melanggar
ketentuan atau tidak melaksanakan
kewajibannya.
 Penerimaan BPHTB merupakan penerimaan
Negara yang sebagian besar diserahkan kepada
Pemerintah Daerah.
 Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah
dan/atau bangunan di luar ketentuan UU ini
tidak diperkenankan.

53
OBJEK PAJAK
Pasal 2

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH


DAN/ATAU BANGUNAN

Pemindahan Hak Pemberian Hak Baru

54
Jenis Perolehan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan
Pasal 2 ayat (2)

Pemindahan Hak, karena :


1. jual beli; 2. tukar-menukar;
3. hibah; 4. hibah wasiat;
5. waris;
6. pemasukan dalam perseroan atau
badan hukum lainnya;
7. pemisahan hak yang mengakibatkan
peralihan;
8. penunjukan pembeli dalam lelang;
9. putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap;
10. penggabungan usaha;
11. peleburan usaha;
12. pemekaran usaha;
13. hadiah.
Pemberian Hak Baru, karena :
 kelanjutan pelepasan hak;
 di luar pelepasan hak.
55
JENIS HAK-HAK ATAS TANAH
Pasal 2 ayat (3)

Diatur dlm UU
Diatur dlm UUPA
Rumah Susun
(UU No. 5 / 1960)
(UU No. 16 / 1985)

hak milik hak milik atas


hak guna usaha satuan rumah susun
hak guna bangunan hak pengelolaan
hak pakai

56
OBYEK PAJAK
YANG TIDAK DIKENAKAN BPHTB
Pasal 3 ayat (1) jo Kep.Men.Keu No.630/KMK.04/1997

Objek Pajak yang diperoleh :


 perwakilan diplomatik (asas timbal balik) :
 Negara untuk kepentingan umum
 badan / perwakilan organisasi internasional
 orang pribadi/badan karena konversi hak /
perbuatan hukum lain tanpa perubahan nama
 orang pribadi/badan karena wakaf
 untuk kepentingan ibadah

57
OP yang diperoleh karena waris,
hibah wasiat dan hak pengelolaan
diatur dengan PP
Pasal 3 ayat (2) jo. PP No.111/2000 dan PP No.112/2000
Kep. Men. Keu No.514/KMK.04/2000 dan 515/KMK.04/2000

Untuk lebih Hak pengelolaan


memberikan rasa merupakan hak di
keadilan luar UUPA

 Saat pewaris meninggal dunia


pada hakikatnya telah terjadi pengenaannya
pemindahan hak dari pewaris perlu diatur
kepada ahli waris dengan PP
 mengingat ahli waris
memperoleh hak secara cuma-
cuma, maka adalah wajar
apabila perolehan hak karena
waris termasuk objek pajak
 hibah wasiat merupakan
penetapan wasiat yg khusus yg
berlaku pada saat pemberi
wasiat meninggal dunia
 padaumumnya penerima hibah
wasiat adalah orang pribadi yg
masih dalam hubungan
keluarga yg tidak mampu atau
badan sebagai penghargaan
58
SUBJEK PAJAK
(Pasal 4)

“Orang pribadi atau badan yang


memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan”

dikenakan kewajiban membayar pajak

Wajib Pajak

59
TARIF PAJAK
Pasal 5

Untuk kesederhanaan dan kemudahan


penghitungan pajak

Tarif Tunggal

5%

60
DASAR PENGENAAN
Pasal 6

Nilai Perolehan Objek Pajak


(NPOP)

Nilai Pasar Apabila NPOP


Harga tidak
1) tukar-menukar
Transaksi 2) hibah
diketahui atau
3) hibah wasiat lebih rendah
- jual beli 4) waris dari NJOP
5) pemasukan dalam PBB
- penunjukan perseroan atau badan
pembeli hukum lainnya
dlm lelang 6) pemisahan hak yang
mengakibatkan
peralihan NJOP PBB
7) peralihan hak karena
putusan hakim yg tetap
8) pemberiah hak baru
karena pelepasan hak Besarnya NJOP
9) pemberian hak baru PBB ditetapkan
diluar pelepasan hak
10)penggagungan,
oleh Menteri
peleburan dan Keuangan dalam
pemekaran usaha. hal belum
11)hadiah. diketahui 61
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak
Kena Pajak (NPOPTKP)
Pasa l 7

Ditetapkan oleh Kakanwil dengan


pertimbangan Pemda dan
perekonomian daerah

paling banyak paling banyak


Rp 300.000.000,00 Rp 60.000.000,00
untuk waris atau hibah selain perolehan
wasiat bagi orang pribadi hak dari waris
yg masih dalam hubungan & hibah wasiat
keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus

Dapat diubah dengan PP

NPOPTKP untuk kota Bandung :


- 200 juta untuk waris dan hibah
wasiat
- 30 juta selain waris dan hibah
wasiat 62
CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 8

BPHTB = ( NPOP - NPOPTKP ) x Tarif

atau

Bila NJOP digunakan sebagai dasar


pengenaan

BPHTB = ( NJOP - NPOPTKP ) x Tarif

63
SAAT PAJAK TERUTANG
( Pasal 9 )

 jual beli
 tukar-menukar
 hibah
 pemasukan dlm
perseroan/ badan
hukum lainnya sejak tgl dibuat
 pemisahan hak yang dan
mengakibatkan ditandatanganinya
peralihan akta
 hadiah
 penggabungan usaha,
peleburan usaha,
pemekaran usaha

 waris sejak tgl pendaftaran


 hibah wasiat peralihan hak

 putusan hakim sejak tgl putusan


pengadilan yg tetap

 lelang sejak tgl penunjukan


pemenang lelang

 pemberian hak baru


sbg kelanjutan sejak tgl diterbitkannya
surat keputusan
pelepasan hak & di pemberian hak
luar pelepasan hak
64
PELUNASAN PAJAK TERUTANG
Pasal 9 ayat 2

Dilunasi pada saat


terjadinya perolehan
hak

65
TEMPAT TERUTANG
PAJAK
Pasal 9 ayat 3

Di Wilayah:
1. Kabupaten
2. Kota
3. Propinsi

Yang meliputi letak tanah


dan atau bangunan

66
PEMBAYARAN PAJAK TERUTANG
( Pasal 10 )

Wajib Pajak wajib membayar pajak yang


terutang dengan tidak mendasarkan pada
adanya surat ketetapan

Dibayar ke Kas Negara melalui Kantor


Pos dan atau Bank BUMN atau Bank
BUMD atau tempat pembayaran lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan

Tata cara pembayaran pajak diatur lebih


lanjut dengan Keputusan Menteri

67
Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas
Tanah atau/Bangunan
Kep. Men. Keu no.631/KMK.04/1997
jo Kep. DJP No. Kep-21/PJ.6/1997

Wajib Pajak

Setor
ke
Bank Persepsi
Operasional V
Sebelum:
a. Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan
ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
/Notaris;
b. Risalah lelang untuk pembeli ditandatangani oleh Kepala
Kantor Lelang / Pejabat Lelang;
c. dilakukan pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten /Kotamadya dalam hal:
1) pemberian hak baru;
2) pemindahan hak karena pelaksanaan Putusan Hakim, warisan
atau Hibah Wasiat

Dengan
menggunakan

Surat Setoran
Bea
68
Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar
( SKBKB )
Pasal 11

Dalam jangka Waktu 5 tahun berdasarkan


hasil pemeriksaan / keterangan lain

Pajak kurang dibayar

SKB KB + bunga 2% / bln


maksimum 24 bln
sejak saat pajak terutang s/d
diterbitkan SKBKB

Dasar penagihan Wajib Pajak


Pasal 14

69
Surat Ketetapan BPHTB
Kurang Bayar Tambahan ( SKBKBT )
Pasal 12

Dalam jangka Waktu 5 tahun berdasarkan


hasil pemeriksaan di temukan data baru
dan/atau yang semula belum terungkap

Pajak kurang dibayar

SKB KBT + kenaikan 100%; kecuali


Wajib Pajak melapor sendiri
sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan

Dasar penagihan Wajib Pajak


Pasal 14

70
SURAT TAGIHAN BPHTB ( STB )
Pasal 13

menagih pajak
yang tidak/ kurang
dibayar
+ bunga2%/bln
maks 24 bln
sejak saat
menagih pajak pajak terutang
yang kurang
dibayar karena
salah tulis/hitung
pada SSB

menagih sanksi
adm.berupa bunga
dan/ataudenda

71
DASAR PENAGIHAN PAJAK
Pasal 14

Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar,


Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar
Tambahan, Surat Tagihan BPHTB, dan
Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan maupun Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah

Harus dilunasi dalam jangka waktu


paling lama 1 (satu) bulan sejak
diterima oleh Wajib Pajak

Tata Cara Penagihan Pajak diatur


dengan Keputusan Menteri

72
SURAT PAKSA
Pasal 15

JUMLAH PAJAK TERUTANG

BERDASARKAN

SKBKB, SKBKBT, SURAT TAGIHAN BPHTB, DAN


SURAT KEPUTUSAN PEMBETULAN, SURAT
KEPUTUSAN KEBERATAN DAN SURAT KEPUTUSAN
BANDING

TIDAK ATAU KURANG DIBAYAR


PADA WAKTUNYA

DAPAT DITAGIH DENGAN


SURAT PAKSA

73
KEBERATAN
Pasal 16 dan 17

SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN

Maksimum 3 bulan sejak


diterimanya SKB

DIRJEN PAJAK

Keputusan maksimum 12
bulan
• Ditolak
• Diterima seluruh/sebagian
• Menambah

74
KEPUTUSAN KEBERATAN
Pasal 20
Kep. DJP N0.Kep-22/PJ.6/1997

SKB.KB SKB.KB
s/d Rp 2.500.000.000,00 › Rp 2.500.000.000,00

KPP Pratama Kantor Wilayah

75
BANDING
Pasal 18

Surat Keputusan Keberatan

WAJIB PAJAK
WAJIB PAJAK (MENOLAK)
(MENERIMA)

BANDING
Diajukan secara tertulis
Apabila SK dalam Bahasa
Keberatan Indonesia dengan
menambah jumlah alasan yg jelas, dalam
pajak terutang jk waktu maksimum 3
(merupakan dasar bulan sejak SK
Keberatan diterima
penagihan)
Pasal 14

BADAN
PEMBAYARAN PERADILAN PAJAK
76
PENGAJUAN KEBERATAN
ATAU BANDING DITERIMA
Psl.19

Kelebihan pembayaran pajak dikembalikan


dengan ditambah imbalan bunga 2%
perbulan paling lama 24 bulan
sejak tanggal pembayaran sampai
diterbitkannya keputusan

77
PENGURANGAN
Pasal 20
jo Ps 1 & 2 KMK No.518/KMK.04/2000

DIBERIKAN
KARENA HAL-HAL
TERTENTU

kondisi tertentu WP yg
ada hubungannya Tanah dan/atau
dengan Objek Pajak: bangunan yg
1. WP tidak mampu secara digunakan untuk
ekonomis yg memperoleh
hak baru melalui program kepentingan
pemerintah (75%) sosial/pendidikan yg
2. WP pribadi menerima hibah tidak mencari
dari OP yg mempunyai
hubungan keluarga sedarah
keuntungan (50%)
(50%)

kondisi WP yg ada hubungannya dengan


sebab-sebab tertentu:
1. Ganti rugi pemerintah dibawah NJOP (50%)
2. Pengganti tanah yg dibebaskan pemerintah (50%)
3. Terkena dampak krisis sehingga harus melakukan
restrukturisasi usaha dan utang sesuai kebijakan
pemerintah (100%)
4. Penggabungan usaha yg disetujui DJP(100%)
5. Bencana alam paling lama 3 bulan sejak tandatangan akta (50%)
6. Perolehan atas rumah dinas pemerintah (50%)
78
BESARNYA PENGURANGAN
ARISTASINYA
Kep.Men.Keu No.632/KMK.04/1997
jo Kep. DJP No. Kep-23/PJ.6/1997

75 % SKB.KB
50 % dari Bea s/d
SKB.KB
dari Bea › Rp 2.500.000.000
Rp 2.500.000.000

untuk untuk

Wajib Pajak Wajib Pajak KPP Pratama Kanwil


a dan b c

79
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 21

karena Karena
karena Keberatan/ permohonan
pengajuan Banding yang WP,antara lain
pengurangan dikabulkan dalam hal:
yang diterima sebagian atau - kelebihan
seluruhnya bayar
- terlanjur bayar
tetapi
perolehan
SKBLB haknya batal
SKBLB + bunga 2%/bln
maks. 24 bln.
(Pasal 19)

dilakukan
pemeriksan
(Pasal 22)

SKBLB
+ bunga 2%/bln
apabila
SKBN
pengembalian
lewat 2 bln (Psl
22)

80
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN
Pasal 23
Kep. Men. Keu No.519/KMK.04/2000

BPHTB merupakan pajak pusat yang


dibagikan kepada:

Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah


20% 80%

Dibagikan kepada
- 16% untuk propinsi
pemerintah
- 64% untuk pemerintah
kabupaten/kota
kabupaten
secara merata

81
KETENTUAN BAGI PEJABAT
Pasal 24

PPAT/Notaris/Kepala KLN
Kakan Pertanahan Kab/Kod

Bukti
Pembayaran BPHTB

- Penandatanganan Akta/ Risalah


Lelang
- Pendaftaran hak/peralihan hak
karena waris atau hibah wasiat

Sanksi (Pasal 26):


Jika melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1) & (2)
PPAT/Notaris/Kepala KLN = Denda Rp7,5 juta
Kakan Pertanahan Kab/Kod = PP 30/1980
82
KEWAJIBAN MELAPOR
BAGI PEJABAT
Pasal 25

PPAT/ Notaris/ Kepala KLN

Batas waktu
Pembuatan Akta/ pelaporan
Risalah Lelang kepada Ditjen
Pajak

Tanggal 10 Bulan
Bulan Yang
Bersangkutan berikutnya

Sanksi (Pasal 26):


Lewat waktu denda
Rp250 ribu
untuk setiap laporan
83
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27

“Hal yg tidak diatur dalam Undang-Undang ini,


berlaku Kententuan dalam UU KUP”

Dengan berlakunya UU BPHTB


1 Januari 2001

Ordonansi BBN Stbl. 1924 No. 291


beserta perubahannya,sepanjang
mengenai pungutan BBN atas
pemindahan harta tetap yang berupa
tanah dan/atau bangunan dinyatakan
tidak berlaku

Ketentuan pengenaan pajak atas akta


pendaftaran dan pemindahan kapal
berdasar Ordonansi BBN Stbl. 1924 No.
291 masih tetap berlaku
84
PERATURAN PEMERINTAH RI
NOMOR 111 TAHUN 2000
TENTANG
PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK
ATAS TANAH DAN BANGUNAN
KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT
Kep. Men. Keu No.514/KMK.04/2000
tanggal 14 Desember 2000

85
PENGERTIAN
(Pasal 1 dan 2)

1. Perolehan hak karena waris adalah


perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan oleh ahli waris kepada
pewaris, yang berlaku setelah pewaris
meninggal dunia

2. Perolehan hak karena hibah wasiat


adalah perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan dari pemberi hibah wasiat
yang berlaku setelah pemberi hibah
wasiat meninggal dunia.

86
BESARNYA BPHTB ATAS PEROLEHAN
HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
KARENA WARIS & HIBAH WASIAT YANG
DITERIMA:
Pasal 2

DIKENAKAN SEBESAR

50%

DARI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH


DAN BANGUNAN YANG SEHARUSNYA
TERUTANG

87
SAAT TERUTANGNYA PAJAK
(Pasal 3)

SAAT TERUTANGNYA PAJAK ATAS


PEROLEHAN HAK KARENA WARIS
DAN HIBAH WASIAT

ADALAH

SEJAK TANGGAL YANG


BERSANGKUTAN MENDAFTARKAN
PERALIHAN HAKNYA KE KANTOR
PERTANAHAN KABUPATEN/ KOTA

88
PERATURAN PEMERINTAH RI
NOMOR 112 TAHUN 2000
TENTANG
PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK
ATAS TANAH DAN BANGUNAN
KARENA PEMBERIAN HAK
PENGELOLAAN
Kep. Men. Keu No.515/KMK.04/2000
tanggal 14 Desember 2000

89
PENGERTIAN
(Pasal 1)

Hak Pengelolaan adalah


Hak menguasai dari Negara atas tanah
yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada
pemegang haknya

Antara lain untuk :


• merencanakan peruntukan dan
penggunaan tanah
• keperluan pelaksanaan tugas
• menyerahkan bagian tanah tersebut
kepada pihak ketiga atau bekerja
sama dengan pihak ketiga

90
BESARNYA BPHTB ATAS PEROLEHAN
HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
KARENA PEMBERIAN HAK
PENGELOLAAN
Pasal 2

- DEPARTEMEN,
- LEMBAGA
PEMERINTAH NON
DEPARTEMEN,
- PEMDA PROVINSI PIHAK-PIHAK
- PEMDA KABUPATEN/ LAINNYA
KOTA
- LEMBAGA
PEMERINTAH LAINNYA
- PERUM PERUMNAS

0% 50 %
DARI

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan


Bangunan Yang Seharusnya Terutang
91
SAAT TERUTANGNYA PAJAK
(Pasal 3)

SAAT TERUTANGNYA PAJAK ATAS


PEROLEHAN HAK PENGELOLAAN

ADALAH

SEJAK DITANDATANGANI DAN


DITERBITKANNYA SURAT KEPUTUSAN
PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN

92
PERATURAN PEMERINTAH RI
NOMOR 114 TAHUN 2000
TENTANG PENCABUTAN PP NOMOR 33 TAHUN
1997
TENTANG
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BEA
PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH
DAERAH

93
HASIL PENERIMAAN BPHTB
MERUPAKAN PENERIMAAN NEGARA
( Pasal 1 )
jo Kep. Men. Keu No.519/KMK.04/2000

KAS NEGARA

20 % PENERIMAAN 80 % PENERIMAAN
PEMERINTAH PEMERINTAH
PUSAT DAERAH

94
PENGGUNAAN BAGIAN
PEMERINTAH PUSAT
( Pasal 5 )
jo Kep. Men. Keu No.519/KMK.04/2000

KEGIATAN : SISA :
1. Peningkatan 1. Pengembalian
Sertifikasi Tanah Kelebihan
2. Penyediaan Pembayaran BPHTB
Peralatan dan
2. Biaya administrasi
Sarana
Peningkatan
3. Komputerisasi
Pelayanan BPHTB
Pertanahan
4. Pengembangan 3. Pemberian Imbalan
Sumber Daya Bunga
Manusia

95
PENERIMAAN DAERAH
80%

64 %
16 %
PEMERINTAH
PEMERINTAH
DAERAH
DAERAH
KABUPATEN/
PROPINSI
KOTA

PENDAPATAN DAERAH DAN SETIAP


TAHUN ANGGARAN DICANTUMKAN
DALAM APBD

96
PERATURAN PEMERINTAH RI
NOMOR 34 TAHUN 1997
TENTANG
PELAPORAN ATAU PEMBERITAHUAN
PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU
BANGUNAN.

97
TATA CARA PELAPORAN BAGI PEJABAT
( Pasal 1 )

PEJABAT YANG BERWENANG

Menandatangani akta atau Risalah


Lelang atas tanah dan atau bangunan

Pejabat Pembuat Kepala Kantor


Akta Tanah/ Lelang/ Pejabat
Notaris Lelang

98
TATA CARA PELAPORAN BAGI PEJABAT
Pasal 1 ayat (1)

PEJABAT YANG BERWENANG

Wajib menyampaikan laporan bulanan disertai


fotokopi Surat Setoran BPHTB (SSB)

KP PBB yang wilayah kerjanya meliputi


letak tanah dan bangunan

99
PEROLEHAN HAK ATAS TANAH KARENA
PEMBERIAN HAK BARU
Pasal 1 ayat (2)

Diberikan oleh :

Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kotamadya

Memberitahukan kepada Kepala Kantor


Pajak Bumi dan Bangunan

Dengan disertai bukti SSB

100
TATA CARA PELAPORAN BAGI PEJABAT
Pasal 1 ayat (3)

PEJABAT YANG BERWENANG

Membuat laporan sekurang-kurangnya memuat :

• Nomor dan Tanggal • Nomor dan tahun Surat


akta, Risalah lelang Pemberitahuan Pajak
• Status hak Terutang Pajak Bumi dan
• Letak tanah dan atau Bangunan
bangunan • NJOP PBB
• Luas tanah • Harga Transaksi/ Nilai
• Luas Bangunan Pasar
• Nama dan alamat pihak
yang mengalihkan dan
yang memperoleh hak
• Tanggal dan jumlah
setoran.

101
TATA CARA PELAPORAN BAGI PEJABAT
( Pasal 1 ayat (4)

Laporan bulanan

Disampaikan paling lambat tanggal 10


bulan berikutnya
Kep. Men. Keu No.636/KMK.04/1997 tanggal 22 Des’97

102
SANKSI BAGI PEJABAT
Pasal 2

PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH/NOTARIS,


KEPALA KANTOR LELANG/PEJABAT
LELANG DAN KEPALA KANTOR
PERTANAHAN KABUPATEN/KOTAMADYA

APABILA PEJABAT TIDAK MENYAMPAIKAN


LAPORAN ATAU PEMBERITAHUAN

DIKENAKAN SANKSI SESUAI DENGAN


PERATURAN YANG BERLAKU

103
LAPORAN BAGI PEJABAT
Pasal 3

KETENTUAN LEBIH LANJUT YANG DIPERLUKAN


MENGENAI PELAPORAN ATAU
PEMBERITAHUAN

DIATUR DENGAN KEPUTUSAN MENTERI


KEUANGAN

104
• Bea materai adalah pajak atas
dokumen
• Dokumen adalah kertas yang
berisikan tulisan yang
mengandung arti dan maksud
tentang perbuatan, keadaan atau
kenyataan bagi seseorang dan
atau pihak-pihak yang
berkepentingan.
Obyek Bea Materai

Dikenakan Bea Materai atas dokumen yang


berbentuk :
1. Suratperjanjian dan surat-surat lainnya yang
dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang
bersifat perdata.Surat-surat lainnya dimaksud
antara lain surat kuasa, surat hibah, surat
pernyataan.
2. Akta-akta notaris termasuk salinanny
3. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat
Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya.
4. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari
Rp 1.000.000,00:
_ Yang menyebutkan penerimaan uang
_ Yang menyatakan pembukaan uang atau penyimpanan
uang dalam rekening di bank
Yang berisi pemberitahuan saldo rekening dibank
– Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya
atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan
5. Surat berharga seperti wesel ,promes , aksep dan cek
yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00
6. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun ,
sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp
1.000.000,00
7.Dokumen yang akan digunakan sebagai
alat pembuktian dimuka pengadilan
,yaitu:
• a. surat-surat biasa dan
kerumahtanggan
• b. surat-surat yang semula tidak
dikenakan Bea Materai berdasarkan
tujuannya , jika digunakan untuk
tujuan lain atau digunakan oleh
orang lain,
lain dari maksud semula.
Tarip Bea Materai

• Dokumen dari no 1 sampai dengan no


7 dikenakan BM dengan tarip Rp
6.000,00
• ( kecuali cek dan bilyet giro dikenakan
BM dengan tarip Rp 3.000.000,00)
• Dokumen no 4, 5, 6 , yang mempunyai
harga nominal tidak lebih dari Rp
250.000,00 tidak dikenakan BM, dan
jika lebih dari Rp Rp 250.000,00 tetapi
tidak lebih dari Rp 1.000.000,00
dikenakan BM dengan tarip Rp
3.000,00
• Bukan obyek Bea materai
1. dokumen yang berupa:
• a. surat penyimpanan barang
• b. konosemen
• c. surat angkutan penumpang
• d. keterangan pemindahan yang dituliskan atas
• dokumen ( butir a,b,c )
• e. bukti untuk pengiriman dan penerimaan
barang
• f. surat pengiriman barang untuk dijual atas
• tanggungan pengirim
• g. surat-surat lainnya yang dapat disamakan
• dengan surat-surat sebagaimana dimaksud
• dalam butir a sampai butir f.
2. segala bentuk ijasah
3. tanda terima gaji, uang tunggu,
pension, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang ada
kaitannya dengan hubungan verja
serta surat-surat yang diserahkan
untuk mendapatkan pembayaran itu.
4. tanda bukti penerimaan uang Negara
dari Kas Negara, Kas Pemewrintah
Daerah dan bank.
5. kwitansi untuk semua jenis pajak dan
untuk penerimaan lainnya yang
dapat
6. tanda terima uang yang dibuat untuk
keperluan intern organisasi.
7. dokumen yang menyebutkan
tabungan pembayaran uang
tabungan kepada penabung oleh
bank , koperasi, dan badan-badan
lainnya yang bergerak dibidang
tersebut.
8. surat gadai yang diberikan oleh PT
Pegadaian.
9. tanda pembagian keuntungan atau
bungan dari efek, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
Saat terutangnya Bea
Materai

• Saat terutangnya Bea Materia


ditentukan dalam hal:
• dokumen yang dibuat oleh satu pihak
adalah pada saat dokumen itu
diserahkan
• dokumen yang dibuat oleh lebih satu
pihak adalah pada saat selesainya
dokumen itu dibuat
• dokumen yang dibuat diluar negeri
pada saat digunakan di Indonesia.
Benda Materai

• Benda Materai :
adalah materai tempel dan kertas
materai yang dikeluarkan oleh
Pemerintah RI.

• Pemateraian kemudian
dilakukan atas dokumen
kerumahtanggaan biasa dan dokumen
yang dibuat diluar negeri, apabila akan
digunakan sebagai bukti yang sah
dipengadilan
TERIMA KASIH ATAS
PERHATIAN ANDA

Anda mungkin juga menyukai