Anda di halaman 1dari 46

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

(PBB)

LANDASAN HUKUM :
 UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana diubah
dalam UU No. 12 Tahun 1994 tentang PBB
(PBB Sektor P3)
 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah
(PBB Sektor P2)
DASAR HUKUM
UU No. 12 Tahun 1985 jo
UU No. 12 Tahun 1994

PP No. 25 Tahun 2002

KMK No.523/KMK.04/1998

KEP-16/PJ.6/1998
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ( PBB )

ADALAH

PAJAK KEBENDAAN ATAS


BUMI DAN/ATAU BANGUNAN

DIKENAKAN TERHADAP SUBJEK PAJAK

ORANG PRIBADI ATAU BADAN SECARA NYATA:


 MEMPUNYAI HAK DAN/ATAU MEMPEROLEH MANFAAT ATAS
BUMI, DAN/ATAU
 MEMILIKI, MENGUASAI, DAN/ATAU MEMPEROLEH MANFAAT
ATAS BANGUNAN
OBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (1)

BUMI BANGUNAN

ADALAH : ADALAH :
PERMUKAAN BUMI YG MELIPUTI KONSTRUKSI TEHNIK YANG
TANAH DAN PERAIRAN DITANAM ATAU DILEKATKAN
PEDALAMAN SERTA LAUT SECARA TETAP PADA
WILAYAH INDONESIA, DAN TUBUH TANAH DAN/ATAU
BUMI YANG ADA DIBAWAHNYA PERAIRAN
Pasal 1 angka 1 Pasal 1 angka 2
OBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (1)

BANGUNAN

TERMASUK DALAM PENGERTIAN BANGUNAN ADALAH (Penjelasan


Pasal 1 angka 2) :
Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti
hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu
kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
Jalan tol;
Kolam renang;
Pagar mewah;
Tempat olah raga;
Galangan kapal, dermaga;
Taman mewah;
Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
FAKTOR YANG MENENTUKAN
KLASIFIKASI OBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (2)

BUMI/TANAH BANGUNAN
Letak  Jenis atau macam bahan
Peruntukan  Kontruksi bangunan
Kondisi lingkungan  Fasilitas pelengkap yang
Dan lain-lain merupakan penunjang
 Tahun dibangun
 Tahun renovasi
OBJEK PAJAK
YANG TIDAK DIKENAKAN PBB
Pasal 3 ayat (1)
ADALAH OBJEK PAJAK YANG

Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,


sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang nyata-nyata tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani
suatu hak;
Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik;
Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan.
OBJEK PAJAK
YANG DIGUNAKAN UNTUK
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Pasal 3 ayat (2)

PENGENAAN PAJAKNYA DIATUR


LEBIH LANJUT DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH
SUBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)

ORANG ATAU BADAN


Memperoleh Memperoleh
Manfaat atas Manfaat atas
bangunan bumi

Memiliki, Mempunyai suatu


menguasai hak
bangunan atas bumi

Pasal 4 ayat ( 2 )

Dikenakan
SUBJEK kewajiban WAJIB
membayar pajak
PAJAK PAJAK
SUBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (3)

Dirjen Pajak menetapkan


Subjek Pajak

Objek Pajak yang belum


jelas Wajib Pajaknya
UU No. 28 tahun 2009
NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK
( NJOPTKP )
Pasal 77

NJOPTKP

maksimal Rp. 12.000.000,00


untuk setiap Wajib Pajak

Per Wajib Pajak;


Diberikan untuk bumi dan/atau bangunan;
Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa
objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah
satu objek pajak yang nilainya terbesar.
PENETAPAN

PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
DASAR PENGENAAN
Pasal 6 ayat (1), (2)

NJOP
(Nilai Jual Objek Pajak)

Adalah harga rata-rata yang diperoleh dari harga transaksi jual beli
yang terjadi secara wajar

Bilamana tidak terjadi transaksi jual beli, Nilai jual objek pajak
ditentukan melalui:
-Perbandingan harga dengan objek pajak lain yang sejenis; atau
-Nilai perolehan baru; atau
-Nilai jual objek pajak pengganti

NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri


Keuangan kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan
setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya
DASAR PERHITUNGAN
Pasal 6 ayat (3) dan (4)

NILAI JUAL KENA PAJAK

SERENDAH-RENDAHNYA 20%
DAN
SETINGGI-TINGGINYA 100%

PRESENTASE NJKP
DITETAPKAN DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH
TARIF
Pasal 5

TARIF TUNGGAL

0,5 %
CARA MENGHITUNG

NJOP = ( NJOP BUMI + NJOP BANGUNAN ) - NJOPTKP

UU No. 12 tahun 1994

PBB = TARIF x N J K P x NJOP

= 0,5% x 20% x NJOP (< 1 milyar)


= 0,5% x 40% x NJOP (≥ 1 milyar, P3)
Penentuan NJOP PBB

K
Nilai Rata L
-rata A NJOP
Tanah S bumi
Kosong Total
I
NJOP
F
Nilai K NJOP
Bangunan A Bangunan
S
I

Peraturan Kepala Daerah


tentang Klasifikasi NJOP 18
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI
• Contoh :
Udin memiliki tanah dengan luas 500 m2 dan
bangunan seluas 150 m2. Nilai tanah
sekitarnya Rp 100.000/m2 dan nilai
bangunan setelah disusutkan Rp
1.000.000/m2
CARA MENENTUKAN NJOP
NJOP :
Nilai tanah 100.000/m2 dikonversi ke NJOP Rp 103.000 (klas 079)

Nilai bangunan 1.000.000/m2 dikonversi ke Rp 968.000 (klas 022)

Sumber :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor -150/PMK.03/2010
CARA MENGHITUNG PBB
- NJOP bumi : 500 x Rp 103.000 = Rp 51.500.000
- NJOP bangunan : 150 x Rp 968.000 = Rp 145.200.000
NJOP Sbg Dsr Pengenaan Rp 196.700.000
NJOPTKP Rp 10.000.000
NJOP untuk perhitungan PBB Rp 186.700.000
PBB = 0,5% x 20% xRp 186.700.000 Rp 186.700

*)Diasumsikan tarif sesuai Perda ditetapkan sebesar 0,5%


CONTOH :
TAHUN PAJAK, SAAT, DAN
TEMPAT YANG MENENTUKAN
PAJAK TERUTANG
Pasal 8 ayat (1), (2), (3)

Tahun Pajak
Adalah jangka waktu satu tahun takwim, yaitu
dari tanggal 1 Januari s/d 31 Desember

Saat yang menentukan pajak terutang


Adalah menurut keadaan objek pajak pada
tanggal 1 Januari

Tempat Pajak Terutang


Untuk daerah Jakarta, di wilayah DKI Jakarta;
Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten
atau Kotamadya yang meliputi objek pajak.
PENERBITAN KETETAPAN
Pasal 10

SPOP

tidak disampaikan disampaikan dalam


dalam waktu 30 hari waktu 30 hari

Setelah ditegor secara tertulis SPPT

BERDASARKAN PEMERIKSAAN/ DATA


SKP LAIN SPOP TIDAK BENAR
PENDATAAN
DAN PENILAIAN

PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
PENDATAAN
Pasal 9 ayat (1), (2), (3)

WAJIB PAJAK MENGISI SPOP

JELAS
BENAR
LENGKAP
DITANDATANGANI
PENENTUAN NJOP

PENILAIAN OBJEK PAJAK

PENDEKATAN PENILAIAN
 Pendekatan Data Pasar (Market Data
Approach)
 Pendekatan biaya (Cost Approach)
 Pendekatan Pendapatan (Incame Approach)

CARA PENILAIAN
Penilaian Massal
Penilaian Individual
PENDEKATAN PENILAIAN

Pendekatan Data Pasar (Market Approach)


- NJOP dihitung dengan cara membandingkan Objek Pajak yang sejenis dengan
Objek Pajak lain yang telah diketahui harga pasarnya.
- Pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk menentukan NJOP tanah, namun
dapat juga dipakai untuk menentukan NJOP bangunan.
Pendekatan Biaya (Cost Approach)
- Pendekatan ini digunakan untuk menentukan nilai tanah atau bangunan terutama
untuk menentukan NJOP bangunan dengan menghitung seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk membuat bangunan baru yang sejenis untuk dikurangi dengan
penyusutan phisiknya.
Pendekatan Pendapatan (income Approach)
- Pendekatan ini digunakan untuk menentukan NJOP yang tidak dapat dilakukan
berdasarkan pendekatan data pasar atau pendekatan biaya, tetapi ditentukan
berdasakan hasil bersih objek pajak tersebut.
- Pendekatan ini terutama digunakan untuk menentukan NJOP galian tambang atau
objek perairan.
CARA PENILAIAN

 Penilaian Masal (Mass Appraissal)


- NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) terdapat
pada setiap zona Nilai Tanah (ZNT).
- NJOP bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan
(DBKB) dikurangi penyusutan phisik.
- Perhitungan penilaian massal dilakukan dengan menggunakan program
komputer (Computer Assisted Valuation / CAV).
• Penilaian Individual (Individual Appraissal)
Diterapkan untuk Objek tertentu yang bernilai tinggi atau keberadaannya
mempunyai sifat khusus, antara lain :
- Jalan tol
- Pelabuhan laut/sungai/udara
- Lapangan golf
- Industri semen/pupuk
- PLTA, PLTU, PLTG
- Pertambangan
- Tempat rekreasi
- Dal lain-lain sejenisnya
- Objek pajak tertentu, seperti rumah mewah, pompa bensin, jalan tol, lap.
Golf, objek rekreasi, usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
PENERIMAAN
DAN PENAGIHAN

PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
TATA CARA PEMBAYARAN
DAN PENAGIHAN
Pasal 11, 12, 13, dan 14,

DASAR PENAGIHAN

SEJAK
SPPT 6 bulan
D TEMPAT
I PEMBAYARAN
T Bank
SKP 1 bulan Tempat lain yg
E
R ditunjuk
I
M
STP 1 bulan A

MENTERI KEUANGAN DAPAT MELIMPAHKAN KEWENANGAN


PENAGIHAN PAJAK KEPADA:
•GUBERNUR DAN/ATAU
BUPATI/WALIKOTAMADYA
PENDAFTARAN, PENAGIHAN, DAN SANKSI
ADMINISTRASI
Pasal 9 dan 10

DIKEM- SKP
30 Hari BALIKA TIDAK +Denda 25%
SPOP
N Dari pokok
pajak

YA

SPPT SKP
Ternyata SPOP tdk + denda 25 %
benar (ketetapan dari selisih pajak
kurang) terutang
6 bulan

JATUH
1 bulan
TEMPO

STP 1
bln 21 SURAT
+ bunga 2 % JATUH TEGORAN
hr PAKSA
sebulan TEMPO
(maks 24 bln)
Paling 2X24 JAM
cepat
PERMINTAAN 10 hari
KLN SURAT PERINTAH
JADWAL & WAKTU MELAKUKAN
PELELANGAN PENYITAAN
ALUR PENERIMAAN PBB
BANK
TEMPAT Pelimpahan PERSEPSI/
PEMBAYARAN On line BCA

Pembayaran
Pelimpahan
WAJIB
PAJAK

Pembayaran

BANK
PETUGAS OPERASIONAL III
PEMUNGUT
Pembagian

10 % 9%
PEM. BIAYA 16,2 % 64,8 %
PUSAT PEMU- PROPINSI KABUPATEN
NGUTAN
KEBERATAN DAN PENGURANGAN

PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 15 dan 16

 Keberatan diajukan atas:


Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Surat Ketetapan Pajak (SKP)
 Jangka waktu pengajuan keberatan adalah 3 bulan setelah SPPT atau
SKP diterima oleh WP kecuali WP dalam keadaan diluar kekuasaannya.
 Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan WP
paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima.
 Atas Keberatan yang diajukan, Direktorat Jenderal Pajak dapat menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah jumlah pajak
terutang.
 Keberatan dapat diajukan dalam hal terjadi perbedaan persepsi antara
Wajib Pajak dengan Fiskus.
 Wajib Pajak dapat mengajukan banding atas keberatan terhadap
keputusan Direktorat Jenderal Pajak kepada Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak.
 Ketentuan banding PBB mengikuti ketentuan pasal 27 UU No. 6 Tahun
1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah dengan UU NO. 9 Tahun
1994.
 Pengajuan keberatan atau banding tidak menunda pembayaran pajak.
PENGURANGAN
Pasal 19 dan 20

Menteri Keuangan
Dalam hal :
Kondisi tertentu objek pajak
PAJAK yang ada hubungannya dengan
TERUTANG subjek pajak/sebab-sebab
tertentu lainnya
Objek pajak terkena bencana
alam atau sebab lain yang luar
biasa

DENDA
Dirjen Pajak
atas permintaan
ADMINISTRASI
WAJIB PAJAK
Karena hal-hal tertentu
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24

KARENA ALPA

SPOP TIDAK BENAR/


TIDAK MENGEMBALIKAN SPOP TIDAK LENGKAP
KEPADA DITJEN DAN/ATAU MELAMPIRKAN
PAJAK KETERANGAN YANG TIDAK BENAR

MENIMBULKAN KERUGIAN PADA NEGARA

PIDANA KURUNGAN SELAM-LAMANYA 6 (ENAM) BULAN, ATAU


DENDA SETINGGI-TINGGINYA 2 (DUA) KALI PAJAK TERUTANG
SANKSI

PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
KETENTUAN PIDANA
Pasal 25 ayat (1)

DENGAN SENGAJA
TIDAK SPOP TDK MEMPER TIDAK TIDAK
MENGEM- BENAR/ LIHAT MEMPERL MENUN
BALIKAN/ TDK LENG- KAN LIHATKAN, JUKKAN/
MENYAM KAP DAN / SURAT/ MEMIN MENYAM
PAIKAN ATAU DOKU- JAMKAN PAIKAN
SPOP MELAMPIR MEN SURAT/ DATA/
KEPADA KAN KETE- PALSU DOKUMEN KETERA
DITJEN RANGAN ATAU LAINNYA NGAN
PAJAK YG TDK DIPALSU YANG
BENAR KAN DIPERLU
KAN

MENIMBULKAN KERUGIAN PADA NEGARA

 PIDANA PENJARA SELAMA-LAMANYA 2 (DUA) TAHUN, ATAU


 DENDA SETINGGI-TINGGINYA 5 (LIMA) KALI PAJAK
TERUTANG
KETENTUAN PIDANA
Pasal 25 ayat (2), (3), dan Pasal 26

 Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan, yang


dengan sengaja melakukan tindakan :
 Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen
lainnya;
 Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan;
Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun
atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,00 (dua juta
rupiah).

 Ancama pidana dilipatkan dua, apabila seorang melakukan


lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1
(satu) tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana
penjara/sejak dibayarnya denda.

 Tindak pidana tidak dapat dituntut setelah lampu waktu 10


(sepuluh) tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang
bersangkutan.
KEWAJIBAN PEJABAT YANG DALAM JABATAN/TUGAS PEKERJAANNYA
BERKAITAN LANGSUNG DENGAN OBJEK PAJAK
Pasal 21 dan 22

• MENYAMPAIKAN LAPORAN BULANAN MENGENAI SEMUA MUTASI DAN


PERUBAHAN OBJEK PAJAK KEPADA DJP
• MEMBERIKAN KETERANGAN YANG DIPERLUKAN ATAS PERMINTAAN DJP

KEWAJIBAN TERSEBUT BERLAKU


JUGA BAGI PEJABAT LAIN YANG ADA
HUBUNGANNYA DENGAN OBJEK PAJAK

KEWAJIBAN UNTUK MERAHASIAKAN DITIADAKAN SEPANJANG


MENYANGKUT
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PBB

TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN DIKENAKAN


SANKSI MENURUT PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG YANG BERLAKU
HAL-HAL YANG TIDAK DIATUR SECARA
KHUSUS DALAM UU PBB
Pasal 23

TIDAK DIATUR DALAM


UU PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

BERLAKU KETENTUAN :
 UU KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA
PERPAJAKAN
 PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA

Anda mungkin juga menyukai