Anda di halaman 1dari 9

PENILAIAN HARGA SAHAM

Tujuan Instruktusional Khusus : Diharapkan mahasiswa dapat memahami bagaimana para pemodal menentukan harga saham yang seharusnya agar tujuan untuk dapat memperoleh keuntungan yang menarik dapat dicapai. Bahasan Materi : 1. Saham biasa 2. Model valuasi ( penilaian ) saham 3. Analisis cross sectional untuk penilaian harga saham I. Saham Biasa. Saham menunjukan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang berbentuk PT. Pemilik saham suatu perusahaan disebut sebagai pemegang saham merupakan pemilik perusahaan. Tanggung jawab pemilik perusahaan yang berbentuk PT terbatas pada modal yang disetorkan. Berikut contoh rekening modal sendiri dari PT. Semen Gresik Modal sendiri PT Semen Gresik 31 Des 1992 (jutaan rupiah ) SAHAM BIASA DAN EKUITAS PEMEGANG SAHAM Saham biasa, nominal Rp. 1.000, diotorisir 500.000.000 lembar dan diterbitkan dan disetor penuh 148.288.000 lembar Agio Laba ditahan Total Rp. 148.288 Rp. 240.000 Rp. 293.284 Rp. 681. 572

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Luna Haningsih, SE, ME. MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN

Informasi tersebut menunjukan bahwa perusahaan bisa menerbitkan saham sampai dengan 500 juta saham tanpa harus merubah anggaran dasar atau dapat diterbitkan direksi tanpa persetujuan para pemegang saham dan ini disebut sebagai saham yang diotorisir, tidak semua saham yang diotorisir berarti telah diterbitkan. Dalam contoh kita saham yang telah diterbitkan dan disetor penuh (issued stock) adalah 148.288 juta lembar. Sewaktu saham tersebut dijual pertama kali ke pasar modal pada tahun 1991, yaitu sebanyak 40 juta lembar saham , harga yang dibayar oleh para pemodal adalah Rp. 7.000 per lembar. Sebelumnya jumlah saham yang telah diterbitkan adalah 108.288.000 lenbar dan dimiliki oleh pemerintah. Dengan nilai nominal Rp. 1.000 per lembar, selisihnya dicatat sebagai agio ( yaitu Rp. 6.000 perlembar ). Karena itu dalam neraca dicatat 40 juta

Rp. 6.000 = Rp. 240.000 juta nilai agio saham ( disebut juga

sebagai capital surplus atau paid in capital ) Laba yang tersedia bagi pemegang saham, mungkin sekali tidak seluruhnya dibagikan sebagai deviden. Dengan demikian akan terdapat rekening laba yang ditahan, dalam contoh kita adalah Rp. 293.284 juta. Dengan demikian jumlah keseluruhan nilai buku modal sendiri adalah Rp. 681.572 juta, yang berarti perlembar sahamnya adalah sekitar Rp. 4.600. Nilai ini disebut juga sebagai net asset value perlembar saham. Berapa harga saham tersebut dijual ? harga saham dapat dijual lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai buku. Pada dasarnya harga pasar saham dipengaruhi oleh profitabilitas dimasa yang akan datang dan resiko yang ditanggung oleh pemodal, sedangkan apa yang kita lihat pada neraca adalah profitabilitas yang telah terjadi. Harga saham semen gresik pada akhir 1992 mencapai sekitar Rp. 5.500. Dengan demikian perbandingan antara harga pasar dan nilai buku saham adalah Rp. 5.500/ Rp. 4.600 = 1,20. Rasio ini disebut sebagai Price to book value (PBV). Semakin besar PBV semakin baik, berarti perusahaan dinilai oleh pemodal relatif lebih tinggi dibanding dengan dana yang telah ditanamkan diperusahaan . Para pemegang saham mempunyai hak untuk memilih direksi perusahaan, yang berlaku adalah one share one vote. Walaupun demikian ada pula perusahaan yang menerbitkan saham dengan kelas berbeda ( seperti Ford Motor Company yang menerbitkan saham kelas B yang tidak diperdagangkan dipasar bursa dan dimiliki oleh keluarga Ford setrta memiliki hak suara sebesar 40% walaupun jumlah keseluruhan saham tersebut hanya 15%. Meskipun demikian sebagian besar bursa umumnya tidak diizinkan menerbitkan saham yang memberikan hak suara yang berbeda. Beberapa Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Luna Haningsih, SE, ME. MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN

perkecualian adalah untuk saham yang boleh dibeli pemodal asing . Ada bursa tertentu yang mengizinkan bahwa saham yang boleh dibeli oleh pemodal asing adalah saham yang tidak mempunyai hak suara. Di Indonesia dikenal istilah modal dasar (authorized stock ) yang merupakan jumlah maksimum saham yang dapat diterbitkan tanpa harus merubah anggaran dasar. Misalnya kita contohkan ada 100 juta lembar saham dengan nominal Rp. 1.000. Penambahan modal dasar akan merubah anggaran dasar dan belum berarti ada penambahan kas masuk. Dari 100 juta lembar saham tersebut mungkin ditempatkan 50 juta lembar saham. Istilah ditempatkan menunjukan bahwa terdapat 50 juta lembar saham diperusahaan yang dapat dijual. Saham yang ditempatkan tidak berarti telah ada arus kas masuk keperusahaan. Dari saham yang ditempatkan tersebut mungkin diterbitkan sebanyak 20 juta lembar saham. Umumnya saham tersebut akan terjual diatas nilai nominalnya, jika saham tersebut terjual seharga Rp. 4.000 maka dalam pos saham akan tercatat sebagai berikut : Saham Nominal @ Rp. 1.000, 20 juta lembar Agio @ Rp. 3.000 Jumlah Rp. 20 milyar Rp. 60 milyar Rp. 80 milyar

Istilah saham ditempatkan tidak ada padanannya di Amerika Serikat, BAPEPAM mensyaratkan bahwa saham yang ditempatkan harus telah disetor penuh. Dalam contoh diatas perusahaan hanya bisa melaporkan : (1) Modal dasar (2) Modal ditempatkan dan disetor penuh 1.000 dan agio Rp. 3.000 II. Model Valuasi ( penilaian ) saham Analisis saham bertujuan untuk menaksir nilai intrinsik suatu saham dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saat ini (P0) saham tersebut. Nilai intrinsik (NI) menunjukan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut. Apa yang yang harus dilakukan pemodal dari hasil perbandingan tersebut ? 1. Apabila NI > P0 maka saham tersebut dinilai undervalued ( harganya terlalu rendah) dan karenanya saham tersebut harus dibeli atau ditahan apabila saham tersebut telah dimiliki 2. Apabila NI < P0 maka saham tersebut dinilai overvalued ( harganya terlalu mahal ) dan karenya harus dijual Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Luna Haningsih, SE, ME. MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN 100 juta lembar @ Rp. 1.000 20 juta lembar nominal Rp.

3. Apabila NI = P0 maka saham tersebut dinilai wajar dan berada dalam kondisi keimbangan. Walaupun sulit mengalahkan pasar untuk memperoleh tingkat keuntungan diatas pasar terlebih lagi jika pasar efisien, berikut akan disajikan bagaimana para pemodal dapat melalukan valuasi terhadap saham dengan pendekatan Present Value Berdasarkan pendekatan ini maka nilai saat ini suatu saham adalah sama dengan present value arus kas yang diharapkan akan diterima oleh pemilik saham tersebut Secara formal dapat dituliskan : Nilai saham =
Aruskas (1 + r ) t

..(13.1)

Apabila suatu saham memberikan deviden Rp. 1.000,- pada tahun depan dan tahun depan diperkirakan harganya Rp. 11.000,-. diisyaratkan (r) sebesar 20 % maka P0 = P1/(1 + r) + D1/(1 + r) = 11.000/(1 + 0,20) + 1.000/(1 + 0,20) = 10.000 Tetapi apa yang menentukan harga pada t = 1 ? Harga pada t = 1 akan dipengaruhi oleh deviden pada t = 2 dan harga pada t = 2. Atau secara formal, P1 = P2/(1 + r) + D2/(1 + r) Dengan demikian maka, P0 = P2/(1 + r)2 + D2/(1 + r)2 + D1/(1 + r) Dan seterusnya. Karena seseorang bisa memiliki saham untuk waktu n tahun, maka persamaan umumnya menjadi,
n

Sedangkan tingkat keuntungan yang

P0 = (
t =1

Dt (1 + r )
t

)+

Pn (1 + r ) n

..(13.2)

Dalam hal ini P0 adalah harga saham saat ini, Dt adalah deviden yang diterima oleh pemodal pada tahun ke t (t = 1, ,n), Pn adalah harga saham pada tahun ke n, dan r adalah tingkat keuntungan yang dianggap relevan. Meskipun seorang pemodal bisa memiliki saham selama n tahun, tetapi sewaktu saham tersebut dijual, akhirnya periode kepemilikan akan menjadi tidak terhingga. Dengan demikian persamaan (13.2) bisa dituliskan menjadi,

P0 =
t =1

Dt (1 + r ) t

..(13.3)

Dalam persamaan tersebut n =

(tidak terhingga).
Luna Haningsih, SE, ME. MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Secara konsepsional rumus penentuan harga saham tersebut benar, tetapi untuk operasionalisasinya akan sangat sulit. Bagaimana kita bisa memperkirakan Dt dari tahun ke 1 sampai dengan tahun tidak terhingga? Semakin jauh dimensi waktu estimasi kita semakin tidak pasti estimasi tersebut. dengan menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut : a. Keuntungan tidak berubah setiap tahunnya, dan b. Semua keuntungan dibagikan sebagai deviden (asumsi ini yang menyebabkan laba tidak meningkat). Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut bisa dirumuskan bahwa harga saham saat ini adalah : P0 Atau P0 = D/r (13.5) Asumsi-asumsi tersebut kemudian dirasa sangat tidak realistis. Karena itu kemudian diasumsikan : = E/r (13.4) Karena itulah kemudian dipergunakan berbagai penyederhanaan. Penyederhaaan yang pertama adalah

a. Tidak semua laba dibagi, tetapi ada sebagian yang ditahan. Proporsi laba
yang ditahan (diberi notasi b) diasumsikan konstan.

b. Laba yang ditahan dan diinvestasikan kembali tersebut bisa menghasilkan


tingkat keuntungan, disebut juga Return On Equity, sebesar R.

c. Sebagai akibat dari asumsi-asumsi tersebut, maka laba per lembar saham (=E)
dan juga deviden (=D) meningkat sebesar bR. Peningkatan ini kita beri notasi g. Dengan kata lain g = bR. Dengan menggunakan serangkaian asumsi tersebut maka,

P0 =
Dengan n =

D1 D (1 + g ) D (1 + g ) n 1 + 1 + .......... + 1 (1 + r )2 (1 + r ) (1 + r ) n

maka persamaan tersebut merupakan penjumlahan dari suatu

deret ukur dengan kelipatan [(1+g)/(1+r)] dan n = sama dengan,

, sehingga jumlahnya adalah

P0 =

D1 x (1 + r )

1 (1 + g ) 1 (1 + r )
(13.6)

Yang dapat disederhanakan menjadi, P0 = D1/(r-g) Model tersebut disebut sebagai model pertumbuhan konstan (constant growth model), karena diasumsikan pertumbuhan laba (dan juga deviden) meningkat secara konstan. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Luna Haningsih, SE, ME. MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN

Tentu saja kita bisa menggunakan pertumbuhan yang tidak konstan, yang menyatakan bahwa g1 > g2. Misalnya selama 3 tahun pertama pertumbuhan diperkirakan sebesar 20% pertahun (g1), tetapi setelah itu hanya tumbuh sebesar 10% per tahun (g2). Persoalan tersebut bisa dirumuskan, P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 + D1(1+g1)2/(1+g2)/(1+r)4 + .. + D1(1+g1)2/(1+g2) -3/(1+r) Deviden pada tahun ke 4 sampai dengan tahun P3 Karena itu, P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 + D1(1+g1)2/(1+g2)/(1+r)4 + P3/(1+r)3 Yang berarti juga bisa dituliskan sebagai, P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 + D1(1+g1)2/(1+g2)/(1+r)4 + [D4/(r-g2) x 1/(1+r)3] CAPM dapat diterapkan untuk menaksir tingkat bunga (r) yang dipandang relevan untuk penaksiran harga saham. Apabila diperkirakan bahwa suatu saham adalah 1,20 (yang berarti lebih beresiko apabila dibandingkan dengan portofolio pasar), sedangkan Rf dan Rm diperkirakan berturut-turut adalah 12% dan 22%, maka tingkat keuntungan yang layak untuk saham tersebut adalah, Ri = 0,12 + 1,20(0,22 0,12) = 0,24 Dengan demikian apabila diterapkan constant growth model, sedangkan diperkirakan D1 = Rp. 800,- dan g = 0,16, maka P0 = 800/(0,24 0,16) = Rp. 10.000,Nampak bahwa penerapan CAPM menunjukkan bahwa harga saham akan dipengaruhi oleh resiko yang ditanggung oleh pemodal karena menginvestasikan dananya pada saham tersebut. menaksir harga saham. Resiko tersebut dinyatakan dalam beta ( ). Semakin tinggi resiko, semakin besar tingkat bunga (r) yang dipergunakan untuk = D4/(r-g2)

bisa dirumuskan sebagai,

III. Analisis cross sectional untuk penilaian saham Analisis cross sectional berarti bahwa analisis dilakukan terhadap banyak saham untuk periode waktu yang sama. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Luna Haningsih, SE, ME. MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN

suatu saham relatif terhadap saham-saham lain, dengan menggunakan variable tertentu (misal r atau PER). Analisis cross sectional untuk penilaian saham dilakukan dengan cara membandingkan kewajaran harga suatu saham relatif terhadap sahamsaham lain. Analisis cross sectional dapat dilakukan dengan menggunakan analisis present value deviden.. Contoh: Misalkan suatu saham (#1) saat ini mempunyai harga di bursa sebesar Rp.3.125. Diperkirakan bahwa deviden tahun depan (=D1) akan sebesar Rp.250, dan pertumbuhan laba (dan juga deviden) diperkirakan akan sebesar 12% setiap tahun selamanya. MOdel ini kemudian menaksir berapa tingkat keuntungan yang Untuk menaksir r, model pertumbuhan konstan diharapkan akan diperoleh oleh pemodal (yaitu r), assuming bahwa harga pasar merupakan harga yang benar. diterapkan sebagai berikut : 3.125 = 3.125r 375 = 3.125r r = = 250 / (r 0,12) 250 625 0,20 (atau 20%)

Perhatikan bahwa dalam analisis ini harga teoritis (nilai intrinsic) diganti dengan harga pasar untuk memperoleh taksiran r. Langkah berikutnya adalah menaksir beta saham #1 tersebut. 1 = 1,10. Sekarang kita lakukan analisis yang sama untuk saham #2. Misalkan untuk saham #2, harga di bursa saat ini adalah Rp.2.000, dengan menggunakan taksiran D1 = 150, dan g = 0,10. Kalau dipergunakan model pertumbuhan konstan untuk menaksir r, maka akan diperoleh : 2.000 = r = 150 / (r 0,10) 0,175 Dengan menggunakan cara model indeks tunggal, misalkan diperoleh taksiranbeta saham #1,

Sedangkan beta untuk saham #2 misalkan ditaksir 2 =0,80 Demikian seterusnya kita lakukan analisis untuk saham-saham yang kita pilih dalam analisis. Hasil analisis tersebut kita tabulasikan dalam tabel dibawah ini : Tabel Hubungan r (tingkat keuntungan yang diharapkan) dengan resiko () saham-saham yang diteliti Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Luna Haningsih, SE, ME. MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN

Saham nomor #1 #2 . #N

Tingkat keuntungan yang diharapkan (r) 0,200 0,175 .

Resiko () 1,10 0.80 .

Dari hasil analisis yang dapat dilihat dari tabel diatas, tentunya diharapkan terdapat hubungan yang positif antara r dan . Dengan demikian maka kita tinggal meregresikan r (sebagai variable tergantung) terhadap (sebagai variable bebas). Misalkan dari regresi tersebut diperoleh persamaan sebagai berikut : E (r) adalah : E(r1) = = 0,05 + 0,15(1,10) 0,215 = 0,05 + 0,15() Dengan menggunakan persamaan tersebut, maka untuk saham #1 taksiran r nya

Apabila dibandingkan dengan analisis model pertumbuhan konstan, maka r Cuma diperoleh sebesar 0,20. Dengan demikian maka r masih di bawah taksiran, sehingga saham #1 dinilai kurang mencukupi untuk menutup resiko yang ditanggung, sehingga sebaiknya dijual (memperoleh excess return negatif). Untuk saham #2, E(r2) = = 0,05 + 0,15(0,80) 0,170

Karena angka yang diperoleh dari analisis dengan model pertumbuhan konstan adalah 0,175, maka saham #2 merupakan saham yang sebaiknya dibeli (memperoleh excess return positif). Tentu saja model cross sectional ini tidak harus menggunakan model pertumbuhan konstan. Model Wells-Fargo misalnya, pada dasarnya menggunakan model dengan tiga pertumbuhan. Langkah pertama dalam model Wells-Fargo adalah menaksir tingkat keuntungan yang implicit dari saham yang diperdagangkan. Cara yang dilakukan adalah dengan mencari tingkat bunga yang menyamakan present value deviden-deviden yang akan diterima dikemudian hari dengan harga saham saat ini. Mereka menggunakan model pertumbuhan (growth model) yang mirip dengan model pertumbuhan tiga periode yang telah kita bicarakan. Secara rinci analis yang mempergunakan model ini perlu Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Luna Haningsih, SE, ME. MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN

untuk kelima.

menaksir

1. Deviden (dan juga laba) per lembar saham setiap tahun sampai dengan tahun 2. Laba per saham, tingkat pertumbuhan dan payout ratio yang normal pada tahun kelima. 3.Tingkat pertunbuhan laba dan dividend payout ratio yang normal dalam jangka panjang. 4. Periode transisi (beberapa tahun) sebelum mencapai pertumbuhan laba dan payout ratio yang normal. 5. Pola pertumbuhan dari tahun kelima sampai dengan tingkat pertumbuhan yang normal tercapai (yaitu pola pertumbuhan laba dalam masa transisi sebelum tercapai pola pertumbuhan yang normal). Estimasi atas faktor-faktor tersebut memberikan estimasi atas deviden yang diharapkan akan diterima oleh pemilik saham tersebut, dan karenanya bisa dihitung internal rate of return (IRR) saham tersebut.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Luna Haningsih, SE, ME. MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN

Anda mungkin juga menyukai