Anda di halaman 1dari 5

BIOGRAFI DEWI SARTIKA (SINGKAT)

Raden Dewi Sartika adalah seorang advokat dan tokoh perintis pendidikan sekaligus mempelopori
perjuangan untuk kaum wanita saat masa penjelajahan Belanda. Ia juga merupakan tokoh
perempuan Indonesia paling terkenal dan diakui sebagai pahlawan nasional pada tahun 1966.

Ia memiliki nama asli “Dewi Sartika” dan lahir dari keluarga priyayi sunda ternama yaitu R. Rangga
Somanegara (ayah) dan R.A. Rajapermas (ibu) di Cicalengka pada tanggal 4 Desember 1884. Ia
merupakan anak ke-5 dari lima bersaudara ( R. Somamur, R. Yunus, R. Entis, dan R. Sari Pamerat dan
Dewi Sartika ). Orang tua Dewi Sartika adalah putri dari Bupati Bandung R.A. Wiranatakusumah IV
(1846-1874). Ayahnya adalah seorang pejuang kemerdekaan yang akhirnya dihukum dan dibuang ke
Pulau Ternate oleh pemerintah Hindia Belanda. Ia meninggal di sana.

Pendidikan Dewi Sartika


Setelah ayahnya meninggal, Dewi Sartika diasuh oleh pamannya yang mengajarkan tentang adat
kesundaan. Tak hanya itu, ia juga mendapatkan pengajaran kebudayaan barat dari seorang Nyonya
Asisten Residen berkebangsaan Belanda. Dewi Sartika bersekolah di salah satu sekolah asal Eropa
yang bernama “Europeesche Lagere School” ( ELS ).

Sejak kecil, Dewi Sartika sering menunjukan bakat dalam bidang pendidikan yang dimana ia terlihat
memiliki tekad untuk meraih kemajuan. Ia sering bermain di belakang gedung sekolah dengan
mempraktikan hal-hal yang diajarkan di sekolah, lalu ia juga suka untuk bermain peran dengan
teman-temannya dan menjadi seorang guru saat bermain sekolah-sekolahan. Bahkan dengan hati
yang penuh kebaikan, ia juga mengajarkan anak-anak pembantu di kepatihan untuk belajar
membaca, menulis dan Bahasa belanda menggunakan alat belajar sederhana ( papan bilik
kandang kereta, arang, dan pecahan genting ).

Akhirnya saat ia berusia 10 tahun, Cicalengka dihebohkan dengan kemampuan baca-tulis dan
beberapa pepatah Bahasa belanda yang ditunjukan oleh anak-anak pembantu di kepatihan. Hal ini
semakin membuat Dewi Sartika semangat berjuang untuk memberikan kesempatan perempuan-
perempuan disekitarnya untuk memperoleh pendidikan.

Dewi Sartika menikah pada tahun 1906 dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, seorang guru di
Sekolah Karang Pamulang yang pada saat itu merupakan sekolah pelatihan untuk guru. Keduanya
memiliki visi dan cita-cita yang sama dalam hal pendidikan.

Peninggalan Dewi Sartika


Nama Dewi Sartika digunakan sebagai nama jalan di mana sekolahnya berada

Meninggalkan SD dan SMP yang Dewi Sartika bangun setelah mendirikan Sekolah Keutamaan
Istri.

Nama Dewi Sartika digunakan sebagai nama TK,SD,SMP maupun SMA yang hamper tersebar
di seluruh Indonesia.
Penghargaan Dewi Sartika
Ia dianugerahi gelar Orde van Oranje-Nassau pada ulang tahun ke-35 Sekolah Kaoetamaan
Isteri sebagai penghargaan atas jasanya dalam memperjuangkan pendidikan

Pada 1 Desember 1966, ia diakui sebagai Pahlawan Nasional

Perjuangan Dewi Sartika


Pendidikan bagi perempuan pada masa pemerintahan Hindia Belanda masih terpaku pada
peran gender. Dalam artian, pendidikan yang diberi pada para gadis remaja bertujuan untuk
menyiapkan mereka sebagai istri dan ibu rumah tangga nantinya.

Merasa prihatin, Dewi Sartika berencana untuk membangun sekolah khusus anak anak
perempuan. Awalnya, hal ini tidak disetujui oleh Bupati Martanegara. Berkat kegigihannya,
pada tahun 1904, Dewi Sartika berhasil membangun sebuah sekolah khusus perempuan
bernama “Sakola Istri” yang diresmikan di Paseban Kabupaten Bandung. Sekolah ini
memprioritaskan anak anak permepuan dari kalangan kelas bawah. Pada tahun 1910,
sekolah ini berubah nama menjadi “Sakola Kautamaan Isteri”. Dewi Sartika berusaha keras
mendidik murid-muridnya. Hal ini bertujuan agar mereka menjadi perempuan yang terampil
dan mandiri. Raden Kanduruan Agah Surawinata (suaminya) juga bantuan dari beberapa
pihak mendukung Dewi Sartika dalam mewujudkan pendidikan yang layak bagi kaum
perempuan.
Pada tahun 1912, sudah ada 9 sekolah istri yang berdiri di kota – kota maupun kabupaten,
dan pada tahun 1914, nama sekolah istri berubah menjadi “Sekolah Keutamaan
Perempuan”.

Wafatnya Dewi Sartika

Setelah kemerdekaan, kondisi kesehatan Dewi Sartika menurun. Saat serangan agresi
militer Belanda padamasa pereng kemerdekaan, ia terpaksa mengungsi di Tasikmalaya.
Pada tanggal 11 September 1947, Dewi Sartika meninggal di usia yang ke 62 di Cineam
dan dimakamkan disana sebelum kemudian makamnya dipindahkan ke Jalan Karanganyar,
Bandung.

Karya Dewi Sartika

Kehidupan Dewi Sartika membuka matanya tentang kehidupan kaum perempuan yang jauh
dari pendidikan sehingga kehidupan mereka tidak dianggap terlalu penting. Maka Dewi
Sartika mulai memperjuangkan derajat perempuan dari pendidikan. Dia ingin membuka
sekolah khusus unutk anak perempuan.

Dan karena kegigihan Dewi Sartika, pamannya (Bupati Martanagara) mengizinkan dia untuk
mendirikan sekolah untuk perempuan. Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka
Sakola Istri pertama se-Hindia-Belanda. Pengarajar di sekolah tersebut berupa Dewi Sartika
bersama dengan dua saudaranya. Yaitu Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid. Murid- murid disana
terdiri dari 20 siswa yang menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung. Pada 1910
nama sekolah ini diganti menjadi Sakola Kautamaan Isteri.

Setelah mendirikan Sakola Istri, Dewi Sartika membangun gedung sekolah lain pada 1905.
Sekolah yang dikenal sebagai SD dan SMP Dewi Sartika.

Jasa Dewi Sartika

Dewi Sartika telah memajukan pendidikan untuk kaum perempuan, termasuk perempuan
dari kalangan bawah karena Sakola Istri nya. Dia juga memperjuangkan derajat wanita di
antara masyrakat. Perjuangan Dewi Sartika membantu supaya derajat kaum wanita dan
kaum laki2 setara. Para perempuan di masa kini sekarang bisa belajar karena pahlawan
Dewi Sartika. Itulah alasan ia di anugerahkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1966.

Kematian Dewi Sartika

Dewi Sartika meninggal pada 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan
upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan
Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati
Bandung di Jalan Karang Anyar, Kabupaten Bandung. Ia meninggal pada umur 62 tahun.

Anda mungkin juga menyukai