Dewi Sartika

Dewi Sartika berasal dari keluarga Priyayi sunda terkenal, yaitu pasangan R. Rangga
Somanegara dan R. A. Rajapermas. Dewi Sartika lahir pada tanggal 4 Desember 1884 di
Cicalengka, Bandung, Jawa Barat. Sebagai anak seorang patih, Dewi Sartika memiliki status
sosial yang mapan dan mendapat pendidikan yang layak pada masa itu. Namun pada
kenyataannya, Dewi Sartika hanya bersekolah di Eerste Klasse School atau Sekolah Kelas
Satu penduduk non-Eropa sampai kelas dua saja. Pasalnya, pada tahun 1893, ayah Dewi
Sartika yaitu Raden Rangga Somanegara diasingkan oleh penjajah ke Ternate. Kemudian
Dewi Sartika akhirnya hidup bersama pamannya yang bernama Raden Demang Suria
Kartahadiningrat. Namun kehidupan bersama sang paman rupanya bukan keputusan yang
tepat, karena Dewi Sartika diperlakukan berbeda seperti diberi banyak pekerjaan rumah
tangga hingga tidur di kamar pelayan.

Dewi Sartika tumbuh sebagai orang yang menyaksikan penindasan terhadap kaumnya
yaitu kaum perempuan. Yang pada masa itu, Perempuan Sunda dianggap lemah, selalu
dikekang, tidak punya pilihan, dan praktik kawin paksa yang merajalela. Dari penindasan
tersebut Dewi Sartika mulai bertekad untuk memperjuangkan hak-hak kaum wanita. Hal
pertama yang harus dilakukan adalah memberikan hak pendidikan kepada kaum perempuan.
Maka, pada tahun 1902 Dewi Sartika menghadap Bupati Bandung Martanegara untuk
meminta izin mendirikan sekolah untuk remaja perempuan. Kemudian pada tanggal 16
Januari 1904, sekolah perempuan pertama di Indonesia didirikan oleh Dewi Sartika dengan
nama Sakola Istri atau Sakola Kautamaan Istri.

Atas kiprahnya yang memelopori Sakola Kautamaan Istri itu, Dewi Sartika sempat
mendapat penghargaan bintang perak dari pemerintah Hindia Belanda. Selain itu,
Penghargaan Orde van Oranje-NAssau itu diberikan kepada Dewi Sartika saat ulang tahun
ke-35 Sakola Kautamaan Istri pada tahun 1939. Pemerintah Indonesia pada tanggal 7 Oktober
1966 menetapkan Dewi Sartika sebagai Pahlawan Nasional atas jasa-jasanya tersebut.