Anda di halaman 1dari 10

PEREMPUAN TANGGUH DARI KOTA KEMBANG:

RADEN DEWI SARTIKA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Kesetaraan Gender Dalam Hukum Islam
Dosen Pengampu : Wiwin Siti Aminah Rohmawati, S.Ag., M. Ag

Oleh :
Yusril Sidik

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
CIAMIS
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan curahan Rahmat dan pertolongan-Nya yang tak terhingga
serta petunjuk yang memberikan jalan bagi saya, sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini, dengan judul “ Perempuan Tangguh Dari
Kota Kembang: Raden Dewi Sartika”.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi


Muhammad SAW yang mengubah dunia kegelapan menjadi terang
benderang dan menuntun segenap manusia menuju jalan kebenaran dan
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Juga kepada seluruh keluarga dan
sahabat-sahabatnya yang selalu membantu perjuangan dalam menegakkan
Agama Islam di muka bumi ini.

saya berharap, makalah ini dapat menjadi sumbangsih tersendiri


yang melengkapi pustaka tentang riwayat hidup dan gagasan Raden Dewi
Sartika dalam memperjuangkan hak-hak kaum perempuan dalam
memperoleh pendidikan. Sehingga dapat bermanfaat, dan memberi
inspirasi bagi penerus bangsa agar berbuat dan berkarya yang lebih dari
yang telah dilakukan oleh Raden Dewi Sartika. Aamiin

Yusril Sidik
Penulis
PEMBAHASAN

A. Biografi Dewi Sartika


Dewi Sartika lahir di Bandung pada 4 Desember 1884. Ayahnya,
Raden Rangga Somanagara, adalah Patih Bandung. Ibunya, Rajapermas,
adalah putri Bupati Bandung saat itu, R.A.A. Wiranatakusumah IV. Status
Uwi—nama kecil Dewi Sartika—terhitung piyayi tinggi di kalangan
menak Sunda.
Dewi Sartika dibesarkan oleh seorang priyayi (kelas bangsawan)
Sunda yaitu Raden Somanagara. Ibunya juga merupakan perempuan
Sunda yang bernama Nyi Raden Ayu Rajapermas. Kedua orang tua Dewi
Sartika juga merupakan pejuang Indonesia yang menentang pemerintah
Hindia Belanda.
Akibatnya, mereka mendapat hukuman keras dari pemerintah
Hindia Belanda, diasingkan ke Ternate dan terpisah dari Dewi Sartika.
Setelah kedua orang tua Dewi Sartika meninggal, dia diasuh oleh
pamannya yang merupakan kakak kandung dari Ibundanya, yang bernama
Aria. Dia merupakan seorang patih di Cicalengka. Dari sang Paman, Dewi
Sartika mendapatkan ilmu pengetahuannya terkait adat budaya sunda.
Selain itu, seorang Asisten Residen berkebangsaan Belanda juga
mengajarkan Dewi Sartika tentang budaya dan adat bangsa Barat. Kedua
orang tua Dewi Sartika sebenarnya sudah mengenalkannya tentang
pendidikan sedari kecil, meskipun hal tersebut bertentangan bagi seorang
perempuan. Dewi Sartika juga mengenyam pendidikan Sekolah Dasar di
Cicalengka.
Minat Dewi Sartika terhadap dunia pendidikan sudah terlihat sejak
masih anak-anak. Dia seringkali bermain guru-guruan dengan anak
seusianya. Karena mahir membaca dan menulis, Dewi Sartika sering
berperan sebagai guru. Dia mengaplikasikan kemampuannya dengan
mengajarkan anak-anak di sekitarnya, khususnya anak perempuan
pribumi.
Dewi Sartika juga memiliki kemampuan berbahasa Bahasa
Belanda. Menginjak usia remaja, Dewi Sartika mulai mengajarkan baca
dan tulis kepada warga sekitar. Hal inilah yang menjadi cikal bakal Dewi
Sartika agar anak-anak perempuan memperoleh pendidikan yang sama.

B. Karya-Karya Dewi Sartika


Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika mulai mendirikan sekolah. Hal
ini juga mendapatkan dukungan dari Kakeknya, Raden Agung A
Martanegara dan seorang Inspektur Kantor Pengajaran, Den Hamer. Dewi
Sartika berhasil mendirikan sebuah sekolah untuk kaum perempuan yang
bernama Sekolah Isteri.
Ketika pertama kali dibuka, Sekolah Isteri hanya memiliki 20
murid wanita. Di sekolah itu, para wanita tidak hanya sekadar belajar
membaca, menulis dan berhitung. Mereka turut belajar menjahit, merenda
dan belajar agama.
Dua tahun setelah mendirikan Sekolah Isteri, tepatnya pada 1906,
Dewi Sartika menikah dengan salah seorang guru di Sekolah Karang
Pamulang, yang menjadi Sekolah Latihan Guru. Kesamaan visi dan misi di
antara mereka berdua menambah semangat Dewi Sartika.
Sekolah Isteri hanya memiliki dua ruang kelas. Jumlah wanita yang
ingin bersekolah terus meningkat. Alhasil, ruang kelas ditambah dengan
meminjam sebagian ruang kepatihan Bandung. Namun, masyarakat yang
mendaftar terus bertambah setiap harinya. Karena ruang kepatihan
Bandung yang telah dipinjam sudah tidak cukup lagi, sekolah
dipindahkan.
Perpindahan tempat turut mengubah nama sekolah menjadi
Sekolah Keutamaan Isteri. Sejalan dengan kepindahan sekolah, pada tahun
1910, Sekolah Keutamaan Isteri resmi dibuka di gedung yang lebih luas.
Sekolah keutamaan Isteri yang telah dibuka memiliki beberapa
perbedaan dari sebelumnya. Para wanita tidak hanya diajarkan
keterampilan seperti menjahit saja. Namun, dididik untuk menjadi istri.
Gadis-gadis yang nantinya akan menjadi istri mendapat pelajaran
bagaimana menjadi ibu rumah tangga yang baik, mandiri dan terampil.
Dua tahun setelah perpindahan Sekolah Keutamaan Isteri,
perempuan-perempuan di tanahSunda yang memiliki cita-cita yang sama
dengan Dewi Sartika mulai berani mendirikan sekolah-sekolah untuk
perempuan. Hingga tahun 1912, jumlah sekolah isteri mencapai sembilan
sekolah.
Tidak hanya itu, banyaknya sekolah perempuan di Sunda
memunculkan kembali ide untuk mendirikan organisasi. Tahun 1913,
berdiri Organisasi Keutamaan Isteri yang bertujuan untuk menaungi
sekolah-sekolah yang telah didirikan di Tasikmalaya. Organisasi ini
sengaja dibentuk, guna menyatukan sistem pembelajaran dari sekolah-
sekolah yang telah dibangun Dewi Sartika.
Sekolah Keutamaan Isteri kembali berubah nama menjadi Sekolah
Keutamaan Perempuan. Pada masa itu, seperempat wilayah Jawa Barat
telah berdiri Sekolah Keutamaan Perempuan. Seorang wanita bernama
Encik Rama Saleh, terinspirasi oleh Dewi Sartika. Dia juga mendirikan
sekolah di wilayah Bukittinggi.
Tahun 1929, Sekolah Keutamaan Perempuan berubah nama
menjadi Sekolah Raden Dewi. Bahkan, Pemerintah Hindia Belanda
memberikan apresiasi dengan membangunkan sebuah gedung sekolah
baru yang lebih besar dari sebelumnya.
Dewi Sartika juga ikut banting tulang, untuk membayar
pengeluaran operasional sekolah. Dia tak pernah mengeluh dan merasa
terobati saat melihat kaumnya bisa memperoleh pendidikan.
Selain mendirikan sekolah, Raden Dewi Sartika juga menulis buku.
Masih terkait dengan kepeduliannya terhadap perempuan, buku yang
ditulisnya itu juga berjudul 'Kaoetamaan Istri'.
Buku tersebut ditulisnya pada tahun 1911. Tujuh tahun setelah ia
mendirikan 'Sakola Istri'. Buku yang ditulis dalam bahasa sunda itu
kemudian diterbitkan tahun 1912, oleh A. C. NIX & Co.
Dalam kata pengantarnya (boeboeka), Dewi Sartika menjelaskan
penyusunan buku tersebut ditujukan sebagai bahan bacaan anak sekolah,
dan juga orang tuanya. "Buku ini diberi judul 'Kautamaan Istri', untuk
bahan baca anak sekolah dan orang tuanya," tulis Dewi Sartika.
Melihat maksud penulisannya tersebut, bisa terlihat bahwa
pemikiran Dewi Sartika kala itu memang sudah sangat maju dan terdepan.
Ia menilai bahwa membangun pendidikan bukan hanya menyoal mengajar
peserta didik, melainkan orang tua juga harus ikut terlibat memahami
perannya membangun pendidikan.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bahkan
saat ini memiliki Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, yang berada
di bawah Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat.
Direktorat tersebut salah satunya fokus pada pendidikan bagi orang tua,
untuk ikut terlibat dalam memberikan pendidikan yang baik pada anak di
level rumah. Sesuatu yang sudah dipikirkan Dewi Sartika sejak lama.
Setidaknya, menurut Dewi Sartika dalam bukunya, terdapat tiga
hal utama yang menjadi dasar keutamaan seorang perempuan. Yakni
berdasarkan bangsanya, adat dan kebiasaan, serta pendidikan yang
ditanamkan sejak kecil.
"Namun yang paling penting lagi, satu hal, yakni memahami dan
selalu ingat menjalankan kewajibannya sebagai seorang perempuan," tulis
Dewi Sartika. Apa saja kewajiban perempuan yang dimaksud ?
Utama, dalam bahasa sunda berarti bagus, hebat, atau ideal. Dalam
bukunya, Dewi Sartika menyampaikan bahwa 'kautamaan' seorang
perempuan juga ialah menjadi seorang yang hebat yakni terdidik dan
cerdas, agar bisa ikut mencerdaskan generasi penerus mereka.
Hal ini sama seperti yang diutarakan seorang intelektual asal
Ghana, James Emmanuel Kwegyir Aggrey. "If you educate a man you
educate an individual, but if you educate a woman you educate a family
(nation)."
Di zamannya, Dewi Sartika mengungkapkan, hanya sedikit
perempuan pribumi yang bagus dalam pendidikan. Kalaupun ada,
mayoritas mereka ialah berasal dari kaum bangsawan (kaum menak).
Sementara kaum masyarakat kecil, kurang mendapatkan akses pendidikan
yang baik.
Dalam buku 'Kaoetamaan Istri', yang terdiri dari lima bab dan 24
halaman itu Dewi Sartika juga berupaya mengubah paradigma masyarakat
yang masih menilai perempuan tidak perlu mengenyam pendidikan.
Padahal, Dewi Sartika percaya bahwa perempuan adalah garda
terdepan dari pendidikan. Karena ia menjadi sosok pertama yang
memberikan pengertian dan pemahaman tentang berbagai hal pada anak,
generasi penerus bangsa.

C. Pelajaran Dari Dewi Sartika Untuk Wanita Modern


Berikut beberapa hal yang dapat dipelajari dari sosok Dewi
Sartika :
1. Dikenal Tomboy dan Tegas
Dewi Sartika kerap disapa Uwi terkenal tomboy meski
kesehariannya menggunakan kebaya dan rambut disanggul. Cara
bicara beliau lugas, tegas dan terkadang terdengar keras tidak
seperti perempuan Sunda pada umumnya, Beliau pun dikenal aktif
dan lincah.
2. Mandiri
Saat berumur 10 tahun, Dewi Sartika dan saudara-saudaranya
pernah dititipkan kepada keluarga Raden Demang Suriakarta yang
merupakan Patih Afdeling Cicalengka. Beliau ditempatkan di
kamar belakang setara dengan abdi dalem. Meski semasa kecilnya
penuh dengan kenangan pahit, beliau tetap belajar dengan rajin
bersama Agan Eni yang merupakan istri ke-4 Patih Cicalengka.
3. Penentang Poligami
Dewi Sartika dianugerahi rupa yang menawan sampai-sampai
Raden Kanjun Surianingrat yang merupakan salah satu anak dari
Patih Cicalengka dan sudah mempunyai 1 istri ingin menikahi
beliau dan menjadikannya istri ke-2 tetapi, hal ini ditolak beliau
secara halus karena beliau menolak poligami dan tidak ingin
menyakiti perasaan sepupunya dengan menjadi perusak rumah
tangga orang.
4. Percaya Cinta Sejati
Setelah menolak lamaran Raden Kanjun Surianingrat, beliau
dipinang oleh Pangeran Banten yang seorang pria modern lulusan
HBS tetapi, pilihan hatinya jatuh kepada Raden Agah Kanduruan
Suriawinata yang adalah seorang guru di Eerste Klasee School
Karang Pamulang. Pilihan beliau tidak salah karena suami beliau
sangat mendukung beliau dalam mendirikan sekolah.
PENUTUP

1. Kesimpulan
Raden Dewi Sartika adalah sosok pahlawan Indonesia yang
berjuang untuk memajukan derajat perempuan melalui Pendidikan
dan kesetaraan gender. Salah satu yang menarik dari riwayat
hidupnya adalah bahwa beliau menolak dan menentang poligami
hal ini dibuktikan ketika Dewi Sartika dianugerahi rupa yang
menawan sampai-sampai Raden Kanjun Surianingrat yang
merupakan salah satu anak dari Patih Cicalengka dan sudah
mempunyai 1 istri ingin menikahi beliau dan menjadikannya istri
ke-2 tetapi, hal ini ditolak beliau secara halus karena beliau
menolak poligami dan tidak ingin menyakiti perasaan sepupunya
dengan menjadi perusak rumah tangga orang.
Walaupun Raden Dewi Sartika tidak memiliki ijazah
namun ia mampu menjadi guru bangsa. Ia memiliki naluri seorang
pemikir dan aktifis yang dengan tegas mendobrak kebiasaan lama
menjadi sesuatu yang baru dengan bermodalkan tekad yang kuat,
keberanian, tanggung jawab, keteguhan, serta pemikiran yang
cemerlang dalam membuat suatu konsep luar biasa, yang belum
tentu ada orang pada masa sekarang mampu membuatnya.
Tentunya ini sangat mengispirasi bagi wanita untuk senantiasa ikut
andil dalam pembangunan bangsa

DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-01269140/pemikiran-
dewi-sartika-dalam-buku-kautamaan-istri-386780?page=2
2. https://www.idntimes.com/news/indonesia/axel-harianja/biografi-
raden-dewi-sartika-tokoh-pejuang-pendidikan-bagi-perempuan/6
3. https://klubwanita.com/dewi-sartika
4. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/
123456789/1647/1/101872-LINA%20ZAKIAH-FITK.pdf

Anda mungkin juga menyukai