Anda di halaman 1dari 3

BUDAYA MAIN KOSET

DESA RANTAU PANDAN KABUPATEN BUNGO

Main Koset merupakan sebuah kebudayaan asli dari Rantau Pandan,


Kabupaten Bungo yang sudah ada sejak dulu dan masih berkembang hingga
sekarang dikalangan masyarakat Rantau Pandan. Kebudayaan ini merupakan
sebuah bentuk hiburan yang ditunjukan untuk para muda-mudi yang belum
menikah (bujang gadih). Di mana kebudayaaan ini biasanya dilakukan pada saat
acara pernikahan, khitanan, dan acara turun mandi anak. Main Koset dilakukan
pada malam hari pada saat sesudah acara seperti pernikahan, yang mana diluar
rumah terdapat orang-orang tua melakukan zikea zardah (nyanyian pantun yang
berirama pelan dengan menggunakan alat musik gong, rebana, dan lain-lain),
sedangkan didalam rumah terdapat muda-mudi yang Main Koset.

Ibu zubaidah mengatakan Sebelum acara Main Koset dimulai biasa nya
induk budak gadih ( ibu-ibu yang di tuakan /orang yang punya rumah )
menjemput budak gadih (anak gadis) ke rumah mereka untuk mengikuti Main
Koset, dan bujang mereka datang sendiri kerumah orang yang mengadakan acara
pernikahan tersebut. Bagi para gadis biasanya pada saat mereka di jemput mereka
memakai perhiasan dan membawa kain sarung ataupun barang berharga lain nya,
dan bagi para bujang (pria), mereka membawa uang dengan jumlah banyak, bagi
mereka yang tidak punya uang mereka meminjam uang kepada tokeh (orang-
orang kaya). Fungsi uang tersebut adalah untuk bayaran jika kalah dalam bermain
koset begitupun sebalik nya fungsi emas dan kain bagi para gadis.

Pada saat acara Main Koset akan dimulai para gadis sudah duduk didalam
rumah menunggu para bujang menghampiri mereka. Disini biasa nya para bujang
akan menghampiri wanita atau gadis yang mereka cintai atau mereka akan
menghampiri pacar mereka masing-masing, atau bisa juga gadis yang mereka
suka. Setelah menghampiri sang gadis biasanya sang pria (bujang) menyiapkan
Koset (korek api yang masih menggunakan belerang) korek api disiapkan oleh
pria (bujang) itu sendiri. Cara bermain nya yaitu sang wanita di suruh memilih
antara genap dan ganjil, koset (korek api) dilempar, jika yang keluar adalah ganjil
dan wanita (gadis) memilih genap maka sang gadis harus dihukum, hukuman nya
adalah menjawab pertanyaan atau memberi barang berharga milik mereka, disini
sang pria (bujang) bisa memberi pertanyaan bebas misal nya pertanyaan
mengenai isi hati sang gadis terhadap sang pria, jika sang gadis tidak mau
menjawab pertanyaan tersebut maka dia harus menyerahkan barang berharga
mereka seperti emas atau kain yang mereka bawa tadi, dan begitupun sebalik nya,
namun apabila sang gadis memilih ganjil dan koset (korek api) yang dilempar
yang keluar adalah ganjil maka sang gadis bebas dari hukuman. Main Koset
biasanya dilakukan sepanjang malam hingga subuh, namun walaupun Main Koset
ini dilakukan sepanjang malam tetapi tetap dibawah pengawasan orang tua.

Main Koset dilakukan bersamaan dengan Zikea Zardah (pantun yang


berirama dengan menggunakan alat musik gong, rebana, dan lain-lain) yang
dilakukan oleh orang-orang tua, zikea ini juga dilakukan sepanjang malam hingga
subuh, zikea merupakan seni vokal yang sangat sederhana, zikea hanya berupa
puisi lama yang dinyanyikan sedemikian rupa dengan nada-nada tinggi hampir
mirip dengan krinok namun dengan nada yang bebeda. Jika zikea telah berhenti
itu tandanya Main Koset muda-mudi pun telah selesai. Biasa nya gadis pulang
dari main koset setelah selesai sholat subuh dimana mereka diantarkan pula oleh
induk budak gadih (ibu-ibu yang dihormati atau yang punya rumah), jika main
koset sudah selesai barang-barang berharga seperti perhiasan, uang dan kain yang
diberikan sang gadis atau bujang sebagai hukuman dikembalikan lagi dengan
gadis atau bujang tersebut. Namun terkadang dikembaliakn sampai malam 27
Ramadhan, (yang disebut Mingkih).

Kebudayaan Main Koset di Rantau Pandan, Kabupaten Muara Bungo


masih ada sampai sekarang ini, namun seiring dengan perkembangan zaman
banyak yang berubah dari kebudayaan tersebut. Fungsi Kebudayaan Main Koset
Bagi Masyarakat Rantau Pandan Main koset yaitu: 1) Meramaikan pesta
pernikahan, 2) Sebagai hiburan bujang dan gadis, 3) Sebagai pelestarian budaya,
4) Sebagai ajang silaturahmi, 5) Memupuk rasa tanggung jawab, 6) Memupuk
nilai sportifitas, 7) Memupuk nilai kebersamaan dan persatuan, 8)
Mengembangkan kecerdasan bahasa.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bungo dan Badan Pusat


Statistik Kabupaten Bungo, 2010. Bungo Dalam Angka

Ihromi, T.O., Pokok-pokok Antropologi Budaya, Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia, 1996.

Rassuh Ja’far (ed). Musik Tradisional. Dinas Kebudayaan dan pariwisata Provinsi
Jambi.

Sensus Penduduk Tahun 2010 Provinsi Jambi

Ihromi, T.O., Pokok-pokok Antropologi Budaya, Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia, 1996.

"Penduduk Jambi 2000-2010". BPS Provinsi Jambi. Diakses tanggal 10 Juni 2010.

Anda mungkin juga menyukai