Anda di halaman 1dari 19

1.

)Hikayat Hang Tuah


Hikayat ini menceritakan tentang kehebatan dari seorang
Laksama pada masa Kesultanan Malaka. Karya sastra lama
ini juga bercerita tentang kesetiaan Hang Tuah terhadap
Sri Sultan.

Hang Tuah dikenal sebagai seorang kesatria hebat. Pada


saat berumur 10 tahun, Hang Tuah dan empat sahabatnya
berlayar ke laut China. Dalam perjalanan, mereka diserang
oleh gerombolan lanun, tapi mereka dapat melawannya.

Kegigihan dan kehebaran para kesatria tersebut


menjadikan mereka sebagai Tuan Bendara karena
menyelamatkan dari serangan pengamuk. Berita tentang
kesatria sampai pada telinga raja, hingga mereka
diundang ke kerajaan. Baginda raja mengangkat mereka
sebagai seorang anak angkat.

Beberapa tahun kemudian, baginda raja berhasil mencari


pusat kerjaan yang baru. Baginda raja ingin meminang
Raden Galuh Mas Ayu yang merupakan putri tunggal Seri
Betara Majapahit. Sehari sebelum pernikahan, terjadi
kegaduhan yang disebabkan oleh Taming sari.
Namun, Hang Tuah berhasil menghalangi dengan menukar
keris Taming. Keberhasilan tersebut menjadikan Hang
Tuah sebagai seorang laksamana dan mendapatkan
hadiah berupa keris Taming.

Bertahun–tahun Hang Tuah jadi orang kepercayaan dan


pasti sangat disayang oleh raja, hingga membuat yang lain
merasa iri. Suatu hari, Hang Tuah difitnah telah
berperilaku tidak sopan kepada dayang istana. Sebagai
hukuman, Hang Tuah pergi meninggalkan istana dan
menjadi anak angkat Tun Bija Sura di Indrapura. Selang
beberapa lama, Hang Tuah ditarik kembali oleh baginda
raja.

Fitnah kedua muncul dan membuat baginda raja sangat


marah, hingga menyuruh Hang Tuah untuk dibunuh.
Berkat Tuan Bendahara, Hang Tuah diminta mengungsi ke
Hulu Melaka. Posisi Hang Tuah digantikan oleh Hang
Jebat, seorang pemabuk berat.

Raja tidak tahan dengan perilaku Hang Jebat dan meminta


Hang Tuah untuk mengalahkan Hang Jebat. Pertarungan
dua sahabat tidak bisa dihindarkan, hingga akhirnya Hang
Jebat meninggal dipangkuan Hang Tuah. Kemudiang Hang
Tuah menjabat sebagai laksamana.
Pada suatu kejadian, saat sang baginda dan istri berlayar,
tiba-tiba mahkota raja jatuh. Hang Tuah telah mencoba
berkali-kali, tapi gagal. Akibat serangan dari buaya putih,
mahkota dan keris Taming Sari hilang hingga membuat
Sang Baginda dan Hang Tuah menjadi sakit-sakitan.

Walaupun masih sakit, Hang Tuah tetap melaksanakan


perintah Baginda Raja untuk memimpin perang melawan
Portugis.

2.)Hikayat Abu Nawas dan


Dua Orang Ibu
Abu Nawas diminta Raja Harun untuk memecahkan
persoalan tentang perebutan seorang bayi oleh dua
orang yang mengaku ibu kandung dari bayi tersebut.

Persoalan ini sempat di tangani oleh hakim


pengadilan, tetapi para hakim tidak mendapatkan
solusi hingga meminta Raja Harun untuk
menyelesaikan masalahnya.

Abu Nawas terkenal sebagai seorang yang cerdik


hingga diberi kepercayaan untuk menangani
masalah ini. Saat sidang diselenggarakan,
Abu Nawas meletakkan bayi di atas sebuah meja
dan meminta Algojo untuk membelah bayi tersebut.

"Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah


seorang di antara kalian bersedia menyerahkan bayi
itu kepada ibu kandungnya?", tanya Abu Nawas
sebelumnya.

Ibu pertama tidak bersedia menyerahkan bayi


tersebut karena merasa dia yang berhak atas bayi
tersebut.

"Tolonglah, jangan belah bayi itu. Berikanlah bayi itu


kepada perempuan yang mengaku sebagai ibu
kandungya. Aku rela asalkan bayi itu, tetap bisa
hidup", Jawab ibu yang kedua.

Mendengar jawaban dari masing-masing ibu, Abu


Nawas sudah mengetahui secara pasti siapa yang
memang ibu kandung dari bayi tersebut.

Abu Nawas menyerahkan bayi kepada ibu yang


kedua karena tidak ada seorang ibu yang rela anak
kandungnya terluka.

Ia juga meminta kepada hakim untuk menghukum


ibu yang pertama karena telah berbohong.
3.) Hikayat Putri Kemuning
Pada suatu hari hidup seorang raja yang terkenal dengan
sifatnya yang bijaksana dan adil. Raja itu memiliki 10 orang
putri yang sangat cantik. Anak-anaknya memiliki nama
berdasarkan nama warna, dari nama putri sulung yang
pertama yaitu Putri Jambon, selanjutnya Putri Nila, Jingga,
Ungu, Hijau, Biru, Kelabu, Merah Merona, Oranye, dan
putrinya yang terakhir yaitu bernama Putri Kuning.

Tetapi, kebahagiaan itu pun kurang lengkap dikarenakan


istrinya meninggal pada saat melahirkan Putri Kuning. Karena
sibuk mengurusi kerajaannya, raja itu makin jarang bertemu
dengan putri-putrinya. Kesepuluh putrinya tersebut dirawat
oleh seorang inang pengasuh dan kemudian mereka tumbuh
besar menjadi anak yang sangat manja dan selalu bertengkar.
Dari anak-anaknya itu, hanya putri bungsu yang tak pernah
terlibat pertengkaran kakak-kakaknya dan lebih senang
bermain sendiri.

Pada suatu saat raja ingin berpergian, "Ayah akan pergi tak
lama lagi, apa kalian ingin sesuatu?" tanya raja tersebut.
Sembilan anaknya pun sibuk menyebutkan berbagai barang
mahal. Contohnya seperti kain sutra dan perhiasan.
Tetapi, berbeda dengan saudaranya yang lain, Putri kuning
pun menjawab, "Aku tak mau apa-apa. Aku cuma ingin ayah
kembali dengan sehat dan juga selamat". Raja itu pun
tersenyum kepada anaknya mendengar putrinya tersebut.

Selama raja tersebut pergi kelakuan dari kesembilan putrinya


makin menjadi. Mereka hanya bersenang-senang dan
kemudian menyuruh para pelayan dengan seenaknya saja.
Sedangkan Putri Kuning merasa sangat sedih ketika melihat
taman di lokasi kesayangan ayahnya menjadi kotor karena
pelayan sibuk untuk mengurusi kakak-kakaknya tersebut.

Ia kemudian membersihkan taman tersebut. Ketika melihat


itu, kakak-kakaknya tidak membantu, tetapi mengejeknya
dengan mengatainya dengan sebutan seorang pelayan baru.
Bahkan mereka pun tak segan untuk melempari Putri Kuning
sampah dan mengotori tempat itu, hingga membuat Putri
kuning harus membersihkannya lagi.

Esok harinya, Raja pulang dan memberikan hadiah untuk


anak-anaknya. Meski tak meminta satu barang pun, Putri
Kuning tetap mendapatkan sebuah hadiah, yakni sebuah
kalung yang berwarna hijau dan sangat cantik. Melihat itu
Putri Hijau pun merasa iri kepada Putri Kuning dan kemudian
ia menghasut saudaranya tersebut dan mengatakan kalau
Putri Kuning mencuri kalung itu dari saku ayahnya.
Mereka berniat untuk memberikan suatu pelajaran terhadap
Putri Kuning karena sudah merampas kalung tersebut. Ketika
merebutnya secara paksa, mereka tak sengaja memukul
bagian kepalanya dan kemudian menyebabkan Putri Kuning
meninggal dunia. Mereka semua pun panik dan kemudian
menguburkan Putri Kuning di taman. Tak ada satu pun orang
yang berani buka mulut tentang peristiwa tersebut.

Sudah berbulan-bulan raja tersebut mencari Putri Kuning,


tetapi ia tak menemukannya. Pada suatu saat di atas pusara
Putri Kuning ditumbuhi suatu tanaman yang berwarna kuning
dan memancarkan aroma harum. Raja tersebut merawat
tanaman itu dan menamainya dengan nama Kemuning.

4.)Hikayat Bayan Budiman


Sebermula ada saudagar di negara Ajam. Khojan Mubarok
namanya, terlalu amat kaya, akan tetapi ia tiada beranak. Tak
seberapa lama setelah ia berdoa kepada Tuhan, maka
saudagar Mubarok pun beranaklah istrinya seorang anak laki-
laki yang diberi nama Khojan Maimun.

Setelah umurnya Khojan maimun lima tahun, maka


diserahkan oleh bapaknya mengaji kepada banyak guru
sehingga sampai umur Khojan Maimun lima belas tahun, ia di
pinangkan dengan anak saudagar yang kaya, amat elok
parasnya, namanya Bibi Zainab.

Hatta beberapa lamanya Khojan Maimun beristri itu, ia


membeli seekor burung bayan jantan. Maka beberapa di
antara itu ia juga membeli seekor tiung betina, lalu
dibawanya ke rumah dan ditaruhnya hampir sangkaran bayan
juga.
Pada suatu hari, Khojan Maimun tertarik akan perniagaan di
laut, lalu minta izinlah dia kepada istrinya. Sebelum dia pergi,
berpesanlah dia pada istrinya itu, jika ada barang suatu
pekerjaan, mufakatlah dengan dua ekor unggas itu, hubaya-
hubaya jangan tiada, karena fitnah di dunia amat besar lagi
tajam dari pada senjata.

Hatta beberapa lama di tinggal suaminya, ada anak Raja Ajam


berkuda lalu melihatnya rupa Bibi Zainab yang terlalu elok.
Berkencanlah mereka untuk berteman melalui seorang
perempuan tua.

Maka pada suatu malam, pamitlah Bibi Zainab kepada burung


tiung itu hendak menemui anak raja itu, maka bernasehatkah
di tentang perbuatanya yang melanggar aturan Allah SWT.
Maka marahlah istri Khojan Maimun dan disentakkannya
tiung itudari sangkarnya dan dihempaskannya sampai mati.
Lalu Bibi Zainab pun pergi mendapatkan bayan yang sedang
berpura-pura tidur. Maka bayan pun berpura-pura terkejut
dan mendengar kehendak hati Bibi Zainab pergi
mendapatkan anak raja. Maka bayan pun berpikir bila ia
menjawab seperti tiung maka ia juga akan binasa.

Setelah ia sudah berpikir demikian itu, maka ujarnya, "Aduhai


Siti yang baik paras, pergilah dengan segeranya mendapatkan
anak raja itu.

Apapun hamba ini haraplah tuan, jikalau jahat sekalipun


pekerjaan tuan, Insya Allah di atas kepala hambalah
menanggungnya. Baiklah tuan pergi, karena sudah dinanti
anak raja itu.

Apatah di cara oleh segala manusia di dunia ini selain


martabat, kesabaran, dan kekayaan?

Adapun akan hamba, tuan ini adalah seperti hikayat seekor


unggas bayan yang dicabut bulunya oleh tuannya seorang
istri saudagar."

Maka berkeinginanlah istri Khojan Maimun untuk


mendengarkancerita tersebut. Maka Bayan pun berceritalah
kepada Bibi Zainab dengan maksud agar ia dapat
memperlalaikan perempuan itu.
Hatta setiap malam, Bibi Zainab yang selalu ingin
mendapatkan anak raja itu, dan setiap berpamitan dengan
bayan, maka diberilah ia cerita-cerita hingga sampai 24 kisah
dan 24 malam burung tersebut bercerita, hingga akhirnya lah
Bibi Zainab pun insaf terhadap perbuatanya dan menunggu
suaminya

Khojan Maimunpulang dari rantauannya.

5. Hikayat Sri Rama


Pada suatu hari, Sri Rama dan Laksamana pergi mencari Sita
Dewi. Mereka berjalan menelusuri hutan rimba belantara
namun tak juga mendapat kabar keberadaan Sita Dewi.

Saat Sri Rama dan Laksamana berjalan di dalam hutan,


mereka bertemu dengan seekor burung jantan dan empat
ekor burung betina. Lalu Sri Rama bertanya padab urung
jantan tentang keberadaan Sita Dewi yang diculik orang.

Burung jantan mengatakan bahwa Sri Rama tak bisa menjaga


istrinya dengan baik, tak seperti dia yang memiliki empat istri
namun bisa menjaganya. Tersinggunglah Sri Rama mendengar
perkataan burung itu.
Kemudian, Sri Rama memohon pada Dewata Mulia Raya agar
mengutuk burung itu menjadi buta hingga tak dapat melihat
istri-istrinya lagi. Seketika burung itu buta atas takdir Dewata
Mulia Raya.

Malam tlah berganti siang. Di tengah perjalanan, mereka


bertemu dengan seekor bangau yang sedang minum di tepi
danau. Bertanyalah Sri Rama pada bangau itu.

Bangau mengatakan bahwa ia melihat bayang-bayang


seorang wanita dibawa oleh Maharaja Rawana. Sri Rama
merasa senang karena mendapat petunjuk dari cerita bangau
itu.

Sebagai balas budi, Sri Rama memohon pada Dewata Mulia


Raya untuk membuat leher bangau menjadi lebih panjang
sesuai dengan keinginan bangau. Namun, Sri Rama khawatir
jika leher bangau terlalu panjang maka dapat dijerat orang.

Setelah Sri Rama memohon doa, ia kembali melanjutkan


perjalanan. Tak lama kemudian datanglah seorang anak yang
hendak mengail. Tetapi, anak itu melihat bangau yang sedang
minum kemudian menjerat lehernya untuk dijual ke pasar. Sri
Rama dan Laksamana bertemu dengan anak itu dan
membebaskan bangau dengan memberi anak itu sebuah
cincin.
Ketika dalam perjalanan, Sri Rama merasa haus dan
menyuruh Laksamana untuk mencarikannya air. Sri Rama
menyuruh Laksamana untuk mengikuti jatuhnya anak panah
agar dapat menemukan sumber air. Setelah berhasil
mendapatkan air itu,Laksamana membawanya pada Sri
Rama. Saat Sri Rama meminum air itu, ternyata air itu busuk.

Sri Rama meminta Laksamana untuk mengantarnya ke


tempat sumber air di mana Laksamana memperolehnya.
Sesampai di tempat itu, dilihatnya air itu berlinang-linang. Sri
Rama mengatakan bahwa dulu pernah ada binatang besar
yang mati di hulu sungai itu.

Kemudian, Sri Rama dan Laksamana memutuskan untuk


mengikuti jalan ke hulu sungai itu. Mereka bertemu dengan
seekor burung besar bernama Jentayu yang tertambat
sayapnya dan yang sebelah rebah. Sri Rama bertanya
padanya mengapa sampai Jentayu seperti itu.

Jentayu menceritakan semuanya pada Sri Rama tentang


pertarungannya melawan Maharaja Rawana. Setelah Jentayu
selesai bercerita, ia lalu memberikan cincin yang dilontarkan
Sita Dewi saat Jentayu gugur ke bumi saat berperang dengan
Maharaja Rawana. Kemudian, cincin itu diambil oleh Sri
Rama.
Bahagialah Sri Rama melihat cincin itu memang benar cincin
istrinya, Sita Dewi. Jentayu berpesan pada Sri Rama jika akan
pergi menyeberang ke negeri Langka Puri,Sri Rama tidak
boleh singgah ke tepi laut karena di sana terdapat gunung
bernama Gendara Wanam.

Di dalam bukit tersebut ada saudara Jentayu yang bernama


Dasampani sedang bertapa. Jentayu tak ingin saudaranya itu
mengetahui bahwa dirinya akan segera mati. Setelah Jentayu
selesai berpesan, ia pun mati.

Sri Rama menyuruh Laksamana mencari tempat yang tidak


terdapat manusia dengan memberinya sebuah tongkat.
Tetapi, Laksamana tidak berhasil menemukan tempat itu. Lalu
ia kembali pada Sri Rama. Laksamana mengatakan pada Sri
Rama bahwa ia tidak dapat menemukan tempat sesuai
perintah Sri Rama.

Kemudian, Sri Rama menyuruh Laksamana untuk


menghimpun semua kayu api dan meletakkannya di tangan
SriRama. Lalu diletakkannya bangkai Jentayu di atas kayu api
itu dan dibakar oleh Laksamana. Beberapa lama kemudian,
api itu padam. Laksamana heran melihat kesaktian Sri Rama
yang tangannya tidak terluka bakar sedikit pun. Kemudian,
mereka melanjutkan perjalanan meninggalkan tempat itu.
6. Hikayat Ibnu Hasan
Syahdan
Zaman dahulu kala seorang yang kaya raya bernama
Syekh Hasan yang banyak sekali memiliki harta dan
uang yang berlimpah.

Syekh Hasan juga sangat bijaksana dan sering


mengasihi para fakir miskin.

Dia juga menyayangi yang kekurangan harta dan terus


menasehati yang berpikiran sempit. Karena itulah Syekh
Hasan banyak sekali pengikutnya.

Syekh Hasan yang kaya raya tersebut memiliki anak


laki-laki yang tampan dan sangat pendiam dan baik
budinya. Sang anak yang sholeh itu berusia sekitar tujuh
tahun yang bernama Ibnu Hasan.

Ibnu Hasan tersebut sedang lucu-lucunya sehingga bisa


dikatakan hampir semua orang senang melihatnya
apalagi orang tuanya sendiri.

Ibnu Hasan juga tidak sombong meski dimanjakan ayah


dan orang-orang di sekitarnya.
Singkat cerita Ibnu Hasan sudah dewasa dan sudah
selesai melalui pendidikan di pesantren dan telah
banyak mendapatkan ilmu agama dan Sampailah pada
kota Mesir.

Lalu Ibnu Hasan berjalan dan bertemu dengan


seseorang perempuan yang Saleha yang baru pulang
dari sekolah lalu Ibnu Hasan menyapa perempuan
tersebut dan mereka kenalan .

Singkat cerita Ibnu Hasan segera pulang dan


menghadap orang tuanya dan ternyata orang tuan dari
perempuan tersebut seorang Kyai serta pemimpin dari
salah satu pondok pesantren di kota mesir.

Singkat cerita mereka pun menikah dan telah


mendapatkan anak dari pernikahannya.

7.) Hikayat Panji Semirang


Satu kerajaan yang mana berita tentang Galuh Cendera
Kirana yang mana putri dariBaginda Raja Nata yang
amat ta`lim dan hormat kepada orangtuanya akan
bertunangan dengan Raden Inu Kini telah terdengar
beritanya oleh Galuh Ajeng.

Mendengar berita ini Galuh Ajeng sangat teriris hatinya


dan menangislah ia melihat keadaan ini.

Melihat hal ini, Paduka Liku yang tak lain adalah ayah
dari galuh ajeng sangat menyayangkan hal tersebut.
Sangat sedih ia melihat tingkah laku putrinya tersebut.

Tidak hentinya rasa benci, dengki, serta dendam di


dalam hati Paduka Liku sehingga ia berencana untuk
membunuh Galuh Cendera Kirana serta Paduka Nata.

Ia meracuni makanan yang hendak mereka makan yang


mana makanan tersebut telah dipersiapkan oleh
dayang-dayang istana.

Agar, jikalau Galuh Cendera Kirana mati maka pastilah


putrinya Galuh Ajeng yang kelak menggantikan posisi
Galuh Cendera Kirana untuk ditunangkan dengan
Raden Inu Kini begitu pula dengan Raja Nata yang
apabila mati,kelak Raja Liku yang akan menggantikan
posisinya.

Dan pada saat tersebut Raja Liku meminta tolong


kepada saudaranya yang juga menteri untuk
mencarikan baginya seorang yang pandai membuat
guna guna untuk mengguna-gunai raja nata serta
putrinya.

Setelah di dapatkan dari pencarian yang panjang oleh


saudaranya tersebut, disampaikanlah kepada Raja Nata
apa-apa yang harus dilakukannya kini sesuai dengan
pesan dari ahli guna-guna tersebut.

8.) Hikayat Patani


Phaya Tu Kerub Mahajana ialah raja di kota Maligai. Ia
digantikan oleh putranya yang bernama Phaya Tu
Taqpa, yang kesenangannya berburu sebagaimana
orang-orang besar pada masanya. Pada suatu ketika,
seekor pelanduk putih yang tengah diburunya,
menghilang di dekat tempat kediaman seorang tua yang
bernama Encik Tani.

Diambil dari nama orang itulah, kerajaan yang


didirikannya kelak di tempat itu diberi nama Patani.
Setelah islam masuk,Raja Phaya Tu Naqpa berganti
gelar Sultan Ismail Syah Zilullah Fil Alam. Sejak saat itu,
seluruh rakyat Patani menjadi Islam.

Sepeninggal baginda, pemegang kerajaan digantikan


oleh putranya yang sulung, Sultan Mudhaffar Syah. Ia
mengadakan hubungan persahabatan dengan Meracau,
Raja Siam dan bahkan memperoleh istri. Dari istrinya ia
beroleh seorang putra, Sultan Patik Siam. Namun, ia
berkhianat terhadap Beracau.

Beracau diturunkan dari takhta dan dipaksa


meninggalkan istana. Akibat Tindakan yang
menimbulkan salah paham, ia beserta para
pengiringnya dapat dikalahkan kembali sehingga
Beracau kembali menduduki takhta kerajaan.

Adiknya yang menyertainya, Manzur Syah,


meninggalkan Siam. Namun, Mudhaffar sendiri tinggal
di Siam dan tidak diketahui akhir kesudahannya.

Sultan Manzur Syah pun menggantikannya menjadi raja


di Patani. Pada Masa pemerintahannya, Patani dua kali
berturut-turut diserang oleh Palembang. Namun,
akhirnya serangan itu dapat digagalkan.

Hubungan dengan Siam Diperbaiki dengan


mengirimkan suatu perutusan di bawah pimpinan Seri
Agar.Sepeninggal Sultan Manzur Syah terjadi kericuhan
di dalam negeri untuk memperebutkan mahkota. Tiga
orang raja yang memerintah sesudahnya, yaitu Sultan
Patik Siam, Raja Bambang, dan Sultan Bahdur, berturut-
turut mati terbunuh dalam intrik itu.

Kemudian, datanglah masa pemerintahan raja-raja putri,


putri Sultan Mansyur Syah, yaitu Raja Hijau, Raja Biru,
Raja Ungu, Raja Emas, Raja Bima (pria)dan Raja
Kuning. Raja Kuning adalah anggota Dinasti Phaya Tu
Kerub Maharaja yang terakhir. Kemudian, Dinasti
Kelantan menduduki tahta Kerajaan Patani.

Anda mungkin juga menyukai