Anda di halaman 1dari 7

Singkat Pendidikan

Mengajarkan tentang Bersikap Rendah Hati

Ada seorang anak bernama Fitri, dia merupakan murid kelas 6 SD yang sangat pintar dan baik hati. Di
Cerpen sekolah sangat banyak teman yang menyukainya karena sikapnya tersebut. Tidak jarang,
semua ingin berteman dengan Fitri. Ada lagi anak perempuan bernama Ita, ia berbanding terbalik
dengan Fitri. Ia pintar namun sangat sombong. Temannya hanya dua yaitu Lisa dan Lily, gadis
kembar di sekolahnya.

Suatu hari, Ibu guru mengumumkan bahwa akan ada perlombaan membaca pidato dua minggu lagi.
Bu Yati selaku wali kelas 6 membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapa saja yang ingin ikut
seleksi. Fitri dan Ita jelas ikut berpartisipasi. Setiap hari mereka selalu latihan membaca pidato agar
lolos seleksi. Sampai hari penyeleksian tiba, keduanya memberikan tampilan yang memukau lalu
dinyatakan lolos.

Saat hari perlombaan tiba, Ita terus saja membanggakan dirinya, menyatakan bahwa pasti ia akan
juara. Sebab sebelumnya dia juga pernah menjadi juara waktu kelas 5 SD di lomba pidato. Berbeda
dengan Fitri, ia tidak henti-hentinya berdoa dan berlatih, mencoba menghafal kembali teks pidato.
Ita pun dipanggil lebih dulu, sang juara kelas 5 SD kini mendadak lupa teks pidato yang sudah
dihafalnya.

Setelah itu, Fitri maju dan memberikan penampilan yang sangat bagus. Semua juri kagum termasuk
Bu Yati yang saat itu datang untuk menemani mereka lomba. Pengumuman pun tiba, Fitri keluar
menjadi juara 1 sedangkan Ita harus menahan air matanya karena dia tidak menang sama sekali.
Cerpen pendidikan ini mengajarkan kita bahwa harus menjadi orang yang rendah hati
dan jangan sombong.

Hikayat Si Bayan yang Budiman

Alkisah, terdapat saudagar kaya bernama Khojan Mubarok yang tinggal di negara Ajam. Kekayaannya
sangat melimpah, namun belum juga dikaruniai anak.

Tidak berselang lama usai ia memohon kepada Tuhan, istrinya hamil dan melahirkan seorang anak
laki-laki yang kemudian diberi nama Khojan Maimun.

Setelah Khojkan Maimun berumur lima tahun, ia diserahkan oleh bapaknya untuk mengaji kepada
banyak guru hingga umur lima belas tahun.

Ia kemudian dikawinkan dengan anak seorang saudagar kaya nan cantik bernama Bibi Zainab.

Setelah Khojan Maimun mempersuntingnya, ia membeli burung tiung betina dan burung bayan
jantan, lalu dibawanya ke rumah.

Suatu hari, Khojan Maimun hendak pergi untuk urusan perniagaan di laut, lalu dia meminta izin
kepada istrinya.
Sebelum pergi, berpesanlah Khojan Maimun pada istrinya. Jika kamu merasa kesepian, bercakaplah
dengaan dua ekor burung pintar tersebut.

Usai ditinggal oleh suaminya untuk urusan pekerjaan, datanglah seorang anak Raja Ajam yang
berkuda. Ia melihat paras istri Khojan Maimun yang sangat cantik rupawan.

Lalu, anak raja tersebut berupaya mendekati bibi Zainab dengan perantara seorang perempuan tua.

Suatu hari, Bibi Zainab meminta izin kepada burung-burungnya untuk menemui anak raja, tetapi
salah satu burung memberitahunya agar tidak berbuat sesuatu yang melanggar perintah Allah SWT.

Mendengar nasihat tersebut, istri Khojan Maimun justru marah dan melempar burungnya ke lantai
hingga mati.

Bibi Zainab kemudian mendatangi burung yang satunya. Ia sedang pura-pura tidur dan terbangun
untuk mendengar isi hati Bibi Zainab yang hendak pergi bersama anak raja.

Burung tersebut pun berpikir dan mulai menjawab, “Bibi Zainab, bergegaslah pergi, nampaknya anak
raja sedang menunggu kau. Namun sebelum pergi, aku memiliki kisah menarik tentang wanita yang
terkena balasan karena mengkhianati suaminya”.

Mendengar kisah burung, Bibi Zainab merasa tertarik untuk mendengarkan kisah tersebut. Akhirnya,
burung pun bercerita kepadanya dengan harapan agar ia tidak jadi melangkah menemui anak raja.

Setelah mendengar cerita burung tersebut, Bibi Zainab akhirnya insaf terhadap perbuatannya yang
ingin pergi berkencan dengan anak raja dan memilih menunggu suaminya pulang dari rantauannya.

Nilai yang terkandung di dalam Hikayat Bayan Budiman:

Nilai moral yang terkandung di dalam hikayat Bayan Budiman erat kaitannya dengan nilai-nilai
Islami.

Hikayat ini mengandung pesan bahwa kesabaran dan usaha akan membuahkan hasil yang manis.

Hal ini terlihat dari upaya Khojan Mubarok yang tidak kenal menyerah untuk mempunyai anak.
Hingga akhirnya ia berhasil memiliki anak yang sholeh dan taat agama.

Hikayat Bayan Budiman juga mengandung pesan bahwa perselingkuhan adalah perbuatan yang
tercela, baik dalam segi agama maupun sosial. Dengan begitu, perbuatan ini harus dihindari.
Cerita Hang Tuah

cerita hikayat Hang Tuah singkat diawali dengan kehidupan sepasang suami istri bernama Hang
Mahmud dan Dang Merdu.

Keduanya memiliki seorang putra yang diberi nama Hang Tuah. Keluarga kecil ini tinggal di sebuah
daerah bernama Desa Sungai Duyung.

Desa ini dipimpin oleh seorang raja di Bintan yang terkenal berwibawa, bijak, dan karismatik. Suatu
hari, Hang Mahmud berkeluh kesah pada sang istri ingin mengubah nasib dengan pergi ke Bintan.

Saat semua terlelap di malam hari, Hang Mahmud bermimpi bahwa ia menatap bulan yang sedang
turun dari langit. Bulan tersebut menyinari wilayah di sekitarnya, tepatnya di atas kepala Hang Tuah,
anaknya.

Hang Mahmud akhirnya terbangun dan langsung mendatangi anaknya yang secara misterius
memiliki aroma wangi.

Keesokan paginya, ia mengadakan hajat selamatan dalam rangka berdoa untuk mimpinya semalam.

Hang Mahmud berharap agar mimpi tersebut menjadi pertanda bahwa anaknya akan menjadi orang
tersohor dan terpandang di negerinya.

Suatu ketika, Hang Tuah dan ayahnya pergi untuk membelah kayu yang akan digunakan sebagai
bahan bakar. Namun, secara misterius datanglah sekawanan pemberontak.

Seluruh masyarakat yang melihatnya langsung kabur, kecuali Hang Tuah. Para pemberontak
berupaya untuk membunuhnya, namun justru mereka yang tewas karena dipukul kapak oleh Hang
Tuah.

Semenjak saat itu, Raja Bintan memberikan kepercayaan kepada Hang Tuah. Namun, nasibnya tidak
berjalan mulus begitu saja karena ada beberapa rintangan yang menghalangi jalannya.

Salah satu halangan tersebut berasal dari para Tumenggung yang merasa iri dan dengki kepada Hang
Tuah.

Berbagai fitnah dilayangkan kepada Hang Tuah. Para Tumenggung mengatakan bahwa Hang Tuah
bagian dari pemberontak yang sesungguhnya.

Mereka berupaya untuk menghasut raja Bintan agar segera melenyapkan Hang Tuah.

Namun, Hang Tuah senantiasa memperoleh perlindungan dari Tuhan sehingga percobaan
pembunuhan itu selalu gagal. Hang Tuah akhirnya lebih memilih untuk mengasingkan diri.

Nilai yang terkandung di dalam Hikayat Hang Tuah:

Hikayat Hang Tuah memiliki pesan moral yang begitu dalam jika dicermati dengan saksama.

Sama seperti Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Hang Tuah juga penuh pesan-pesan agama yang
bermanfaat bagi religiusitas pembacanya.

Cerita ini mengajarkan bahwa anak adalah karunia Tuhan yang sangat besar dan sudah selayaknya
dijaga dan dicukupkan segala kebutuhannya.
Setelah Hang Tuah dewasa, ia menjelma menjadi sosok yang gagah dan berani, persis seperti
harapan ayahnya pada saat ia kecil dulu.

Berkat didikan orang tua yang baik dan terpuji, Hang Tuah tumbuh menjadi sosok yang bertanggung
jawab dan rela menolong orang lain dengan penuh keberanian.

Hikayat Enam Ekor Lembu yang Pintar Bicara

Kisah ini menceritakan tentang contoh cerita hikayat singkat Abu Nawas. Di suatu pagi hari yang
cerah, Sultan Harun al-Rasyid memanggil Abu Nawas untuk datang ke Istana.

Sultan Harun ingin menguji kecerdasan Abu Nawas. Setelah sampai di hadapan Sultan, Abu Nawas
memberikan penghormatan.

Sultan berucap, “Wahai, Abu Nawas, aku menghendaki enam lembu dengan jenggot yang pandai
berbicara. Bisakah kau mendatangkannya dalam kurun waktu seminggu?”

ika gagal, maka aku akan memenggal lehermu.

“Baik, tuanku Syah Alam. Hamba akan menjunjung tinggi titah tuanku.” Seluruh punggawa istana
pun berkata dalam hati, “Mampus kau Abu Nawas!”

Abu Nawas memohon untuk undur diri dan pulang ke rumah. Begitu sampai di kediamannya, Abu
Nawas duduk terdiam diri dan merenungkan kehendak sang Sultan.

Satu hari ia tidak ke luar rumah hingga membuat para tetangga bertanya-tanya. Ia baru saja ke luar
rumah usai seminggu kemudian.

Tepatnya sesuai dengan batas waktu yang diberikan oleh Sultan Harun yang sudah tiba di depan
mata. Abu Nawas segera pergi ke istana, lalu berkata, “Wahai orang-orang muda, hari apakah hari
ini?”

Orang yang berhasil menjawab benar akan dilepaskan, tapi orang yang menjawab salah akan
ditahannya. Rupanya, tidak ada seseorang yang berhasil menjawab dengan benar.

Tidak heran jika Abu Nawas menjadi marah-marah kepadanya.

“Menjawab begitu saja kalian tidak bisa. Jikalau begitu, marilah kita menghadap ke Sultan Harun Al-
Rasyid untuk mencari jawaban yang sesungguhnya.”

Esok hari kemudian, balairung istana Baghdad dipenuhi dengan warga yang ingin mengetahui
kesanggupan Abu Nawas yang membawa enam ekor lembu yang berjenggot.

Ketika tiba di hadapan Sultan Harun, ia pun melakukan sembah dan duduk dengan penuh khidmat.

Lalu, Sultan berkata, “Hai Abu Nawas, di mana lembu yang memiliki jenggot dan lihai berbicara itu?”.

Tanpa banyak berucap, Abu Nawas menunjuk keenam orang yang datang

bersamanya itu, “Inilah mereka, wahai tuanku Syah Alam.”

“Gerangan apakah yang hendak engkau tampakkan kepadaku, Wahai Abu Nawas?”

“Tuanku, silakan untuk menanyakan kepada lembu-lembu ini tentang hari saat ini,” tutur Abu
Nawas.
Saat Sultan Harun bertanya, rupanya orang-orang yang hadir di balairung memberikan jawaban yang
berbeda-beda.

Maka Abu Nawas berujar, “Jikalau mereka manusia, tentu tahu bila hari ini hari apa. Apalagi jika
tuanku bertanya tentang hari lain, maka mereka akan tambah pusing.”

“Apakah mereka manusia atau binatang?” “Wahai Tuanku, Inilah lembu jenggot yang pintar
bercakap itu.”

Sultan Harun sempat heran mengetahui Abu Nawas yang pandai dalam melepaskan diri dari
hukuman yang mengancam. Maka, Sultan pun memberikannya hadiah sebanyak 5.000 dinar untuk
Abu Nawas.

Nilai yang terkandung dalam Hikayat Enam Ekor Lembu yang Pintar Bicara:

Kisah tentang Abu Nawas memang tidak pernah habis untuk dibaca karena selalu menimbulkan rasa
tertarik dan penasaran. Begitu juga dengan hikayat Enam Ekor Lembu yang Pintar Bicara.

uesan moral yang terkandung dalam cerita hikayat tersebut adalah jangan suka menguji kecerdasan
maupun kesabaran orang lain sekalipun kamu memiliki kedudukan yang tinggi.

Orang yang cerdas akan mengucapkan kata-kata yang baik karena segala ucapan adalah doa.

Sebaliknya, orang yang bodoh akan mengucapkan hal yang tidak baik, sia-sia, dan tidak memiliki
manfaat.

Selain itu, nilai moral lain yang terkandung di dalam hikayat ini adalah setiap perbuatan pasti ada
balasannya.

Raja mengatakan bahwa ia akan memberikan hadiah berupa harta yang besar jika Abu Nawas
berhasil menjawab teka-tekinya.

Sebaliknya, Raja akan membunuhnya jika Abu Nawas tidak mampu memberikan jawaban yang
benar dan cerdas.

Cerpen Singkat Kehidupan Sehari-hari

Melupakan Prioritas Terpenting

Suara alarm berdering begitu nyaring mengusik tidur nyenyak seorang Nathan. Dia enggan membuka
mata namun akhirnya terpaksa ia buka.

“Oh Tuhan!” Nathan kaget melihat jam ternyata sekarang sudah pukul 7 pagi. Nathan langsung
bergegas mandi dan tanpa sarapan ia berangkat ke kantor. Sesampainya Nathan di kantor, Nathan
telat mengikuti pertemuan pagi ini karena telah dimajukan lebih awal dari biasanya dengan alasan
Bapak Direktur ada keperluan di luar kota.

“Permisi, Pak. Saya Boleh masuk?” Tanya Nathan izin kepada bapak direktur yang memimpin
pertemuan.

”Silakan masuk, tapi maaf proyekmu digantikan oleh saudara Arkan.”

“Kenapa pak? Saya hanya telat 15 menit.”


“Maaf saudara Nathan ini bukan masalah lama atau tidaknya Anda terlambat, namun ini tentang ke
konsistensi Anda dalam bekerja.” Jelas Bapak direktur dengan tegas.

Langsung seketika Nathan hanya bisa terdiam dengan wajah pucatnya. Setelah pertemuan ini selesai
Nathan berjalan gontai pergi menuju meja kerja miliknya.

“Ada apa Nath? Kok telat.”

“Memang salah saya, saya semalam bergadang nonton bola, sampai melupakan project penting yang
sangat menguntungkan bagi saya.”

“Oalah harusnya kamu harus lebih mengurangi hobimu.” Sambung Meri sedikit memberi nasihat
Jangan Lihat dari Belakang, Lihatlah dari Depan

Siang itu Viktor dan Budi duduk di sebuah taman. Tak selang beberapa lama lewatlah seorang
berpakaian wanita dengan rambut panjang dan sepatu yang tinggi. Sontak keduanya melihat ke arah
wanita tersebut. Dan tentu saja keduanya memiliki keniatan untuk mengikuti wanita tersebut.

Karena penasaran, keduanya pun mengikuti ke mana wanita tersebut itu berjalan. Ternyata ia
berhenti pada sebuah cafe. Keduanya pun mengikutinya hingga masuk ke dalam. Namun sayangnya
tak menemukan wanita yang diikutinya.

Mereka pun mencari hingga ke lantai dua dalam cafe tersebut, ternyata memang benar wanita yang
diikutinya tersebut ada di lantai dua.

Namun sayangnya keduanya tak memiliki keberanian untuk menegur sang wanita. Sehingga mereka
hanya mampu mendengarnya dari belakang. Hingga sangat lama, karena asa penasaran yang begitu
besar, maka Viktor pun memiliki keberanian untuk menyapa sang wanita.

Dari belakang, Viktor pun menepuk pundak snag wanita sambil mengatakan “Hai”. Sang wanita pun
menoleh ke arah Viktor. Sontak Viktor pun kaget dengan wajah yang aman sangat menyesal dan
malu. Sebab wanita yang diikuti bersama Budi bukanlah wanita, namun pria yang menyamar sebagai
wanita.

Suatu hari Ali dan Indra sedang berbincang-bincang di pinggir lapangan saat istirahat sedang
berlangsung. Ali dan Indra berada di satu kelas yang sama yaitu kelas 12. Sudah satu minggu teman
mereka Andi tidak kunjung masuk.

Kabarnya Andi sedang sakit dan dirawat. Indra yang merupakan tetangga sebelah rumah Andi pun
sering ditanyakan bagaimana kabar Andi. Ali pun ikut menanyakan pada Indra,

“Ndra, keadaan Andi bagaimana? Sudah kembali dari rumah sakit belum?” Indra yang sudah sering
mendapatkan pertanyaan ini pun menjawab dengan nada lemas dan malas.

“Indra sudah meninggal, Li” kira-kira seperti itulah bunyi jawaban yang didengar oleh Ali.

Karena suara di pinggir lapangan terlalu kencang ternyata Ali salah mendengar.

“Apa Andi sudah meninggal Ndra?”

Lalu Indra menjawab dengan suara yang lebih kencang, “Sembarang kamu Ali. Maksud aku Andi
sudah mendingan bukan meninggal.”

“Oh.” Jawab Ali sambil tertawa karena terkejut setelah salah mendengar kabar kondisi Andi.

Anda mungkin juga menyukai