Anda di halaman 1dari 33

Putri Tandampalik Cerita Rakyat Dari Sulawesi Selatan

ilustrasi
Zaman dahulu kala, di sebuah daerah di Provinsi Sulawesi Selatan, berdiri sebuah kerajaan
yang bernama Kerajaaan Luwu. Kerajaan ini dipimpin seorang raja atau datu yang bernama
La Busatana Datu Maongge, atau sering dipanggil Raja Luwu atau Datu Luwu. Dia seorang
raja yang adil, arif dan bijaksana, sehingga rakyatnya hidup makmur dan sentosa.
Datu Luwu mempunyai seorang putri yang cantik jelita dan berperangai baik, namanya Putri
Tandampalik. Berita kecantikan dan perangai baiknya tersebar sampai ke berbagai negeri di
Sulawesi Selatan.
Suatu hari, Raja Bone ingin menikahkan putranya dengan Putri Tandampalik. Raja Bone pun
mengutus beberapa pengawal istana ke Kerajaan Luwu untuk melamar sang Putri.
Sesampainya di istana Luwu, utusan itu disambut dengan ramah oleh Datu Luwu.
Mendengar lamaran itu, Datu Luwu terdiam sejenak. Baginda bingung untuk mengambil
keputusan, menerima atau menolaknya. Sebab dalam adat Kerajaan Luwu, seorang gadis
Luwu tidak dibenarkan menikah dengan pemuda dari negeri lain. Tapi, jika lamaran itu
ditolak, ia khawatir akan terjadi perang yang sangat dahsyat antara dua kerajaan, sehingga
membuat rakyat menderita. Setelah beberapa saat berpikir, Datu Luwu masih kebingungan
untuk memberikan jawaban. Dengan tutur bahasa yang bijaksana, Sang Raja menjelaskan
kepada utusan bahwa hukum adat di Kerajaan Luwu mengatur putri Luwu tidak
diperkenankan menikah dengan pemuda dari negeri lain dan kemudian kembalilah sang
utusan ke Kerajaan Bone.
Keesokan harinya, tiba-tiba negeri Luwu geger. Putri Tandampalik terserang penyakit kusta.
Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir dan sangat menjijikkan.
Para tabib istana mengatakan, Putri Tandampalik terserang penyakit menular yang sangat
berbahaya. Berita tentang musibah yang menimpa sang Putri sudah tersebar ke seluruh
negeri. Rakyat negeri Luwu sangat bersedih atas penyakit yang diderita sang Putri yang
mereka cintai itu. Setelah berpikir dan menimbang-nimbang, Datu Luwu memutuskan untuk
mengasingkan putrinya ke suatu tempat yang jauh. Datu Luwu khawatir penyakit putrinya
akan menular ke seluruh rakyatnya. Dengan berat hati, Datu Luwu terpaksa harus berpisah
dengan putri yang sangat dicintainya itu. Berangkatlah sang Putri dengan perahu bersama
beberapa pengawal istana. Setelah mempersiapkan segala perbekalan yang dibutuhkan,
berangkatlah mereka ke suatu daerah yang jauh dari Kerajaan Luwu. Berbulan-bulan sudah
mereka berlayar tanpa arah dan tujuan.

Suatu hari, tampaklah bagi mereka sebuah pulau dari kejauhan. Tak berapa lama, sampailah
mereka di pulau itu. Seorang pengawal yang lebih dahulu menginjakkan kakinya di pulau itu
menemukan buah Wajao. Pengawal itu kemudian memetik beberapa biji buah Wajao untuk
sang Putri. Sejak saat itu, Putri Tandampalik beserta pengawalnya memulai kehidupan baru.
Mereka hidup dengan penuh kesederhanaan. Namun mereka tetap bekerja keras dengan
semangat dan gembira. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan,
tak terasa satu tahun sudah mereka berada di tempat itu.
Suatu waktu, Putri Tandampalik duduk di tepi danau yang terletak di tengah pulau itu. Tibatiba seekor kerbau putih menghampiri dan menjilati kulit sang Putri dengan lembut. Semula,
sang Putri hendak mengusirnya. Tapi, hewan itu tampak jinak dan terus menjilatinya.
Akhirnya, didiamkan saja. Sungguh ajaib!!! Setelah berkali-kali dijilat kerbau itu, kulit sang
Putri yang mengeluarkan cairan tiba-tiba hilang tanpa bekas. Kulit sang Putri kembali halus,
mulus dan bersih seperti sediakala. Karena mukjizat itu, sang Putri memberi titah kepada
seluruh pengawalnya bahwa mulai saat itu tidak diperbolehkan menyembelih dan memakan
kerbau putih yang ada di pulau itu. Permintaan sang Putri itu langsung dipenuhi seluruh
pengawalnya. Hingga kini, kerbau putih yang ada di Pulau Wajo dibiarkan hidup bebas dan
beranak pinak. Kemudian masyarakat setempat menyebut kerbau putih itu sebagai
SAKKOLI.
Pada suatu hari, pulau Wajo kedatangan serombongan pemburu. Mereka Putra Mahkota
Kerajaan Bone yang didampingi Anreguru Pakanranyeng, Panglima Kerajaan Bone dan
beberapa pengawalnya. Saking asyiknya berburu, Putra Mahkota Raja Bone tidak sadar kalau
sudah terpisah dari rombongannya dan tersesat di hutan. Ia terus berteriak memanggil
panglima dan para pengawalnya. Berkali-kali sang Putra Mahkota berteriak, namun tidak ada
jawaban. Menjelang malam, Putra Mahkota Kerajaan Bone pun memutuskan untuk
berstirahat di bawah sebuah pohon besar, karena kelelahan seharian berburu. Malam semakin
larut, Putra Mahkota tidak dapat memejamkan matanya. Suara-suara binatang malam
membuatnya terus terjaga dan gelisah. Di tengah gelapnya malam, tiba-tiba ia melihat
seberkas cahaya dari kejauhan. Semakin lama, pancaran cahaya itu semakin terang. Putra
Mahkota sangat penasaran ingin mengetahuinya. Ia kemudian memberanikan diri untuk
mencari sumber cahaya itu. Dengan tertatih-tatih, Putra Mahkota berusaha berjalan mengikuti
kaki melangkah menelusuri gelapnya malam. Akhirnya, sampailah di sebuah perkampungan
yang ramai dengan rumah-rumah penduduk. Setelah ia memasuki perkampungan itu, sumber
cahaya itu semakin jelas terdapat di sebuah rumah yang nampak kosong. Dengan melangkah
pelan-pelan, Putra Mahkota mendekati dan memasuki rumah itu. Alangkah terkejutnya ia
ketika melihat seorang gadis yang cantik sekali bak bidadari sedang menjerang air di dalam
rumah itu. Gadis cantik itu tidak lain Putri Tandampalik.
Dalam waktu singkat, keduanya sudah akrab. Putri Tandampalik sangat kagum dengan
kehalusan tutur bahasa Putra Mahkota. Meski ia seorang calon raja, ia sangat sopan dan
rendah hati. Sebaliknya, bagi Putra Mahkota, Putri Tandampalik adalah seorang gadis yang
anggun dan tidak sombong. Kecantikan dan penampilannya yang sederhana membuat Putra
Mahkota kagum dan langsung menaruh hati. Namun, Putra Mahkota tidak bisa berlama-lama
di Pulau Wajo menemani Putri Tandampalik, karena ia harus kembali ke negerinya untuk
menyelesaikan beberapa kewajibannya di Istana Bone.
Sejak perjalanan dari Pulau Wajo sampai ke Kerajaan Bone, Putra Mahkota selalu teringat
pada wajah cantik Putri Tandampalik. Ingin rasanya Putra Mahkota tinggal di Pulau Wajo.
Anreguru Pakanyareng yang lebih dulu tiba di negeri Bone setelah berpisah dengan Putra
Mahkota di Pulau Wajo, mengetahui apa yang dirasakan putra rajanya itu. Ia sering melihat

Putra Mahkota duduk termenung seorang diri di tepi telaga. Karena tidak ingin melihat
tuannya terus bersedih, maka Anreguru Pakanyareng segera menghadap dan menceritakan
semua kejadian yang pernah mereka alami di Pulau Wajo. Sesampainya di pulau itu, Putri
Tandampalik tidak langsung menerima lamaran Putra Mahkota. Putri Luwu hanya
memberikan keris pusaka Kerajaan Luwu yang diberikan ayahnya ketika ia diasingkan.
Perjalanan berhari-hari ia jalani penuh dengan semangat. Setibanya di Kerajaan Luwu, Putra
Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan menyerahkan keris
pusaka itu pada Datu Luwu. Datu Luwu dan permasuri sangat gembira mendengar berita
baik itu. Datu Luwu sangat kagum dengan perangai Putra Mahkota. Datu Luwu merasa Putra
Mahkota Kerajaan Bone seorang pemuda yang gigih, bertutur kata lembut, sopan dan penuh
semangat. Tanpa berpikir panjang lagi, Datu Luwu menerima keris pusaka itu dengan tulus.
Hal ini berarti lamaran Putra Mahkota diterima. Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan
permaisuri datang mengunjungi Pulau Wajo untuk menemui putri kesayangannya. Pertemuan
Datu Luwu dengan putri tunggalnya sangat mengharukan.
Putri Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Raja Bone di Pulau Wajo. Pesta
pernikahan mereka berlansung sangat meriah. Seluruh keluarga dari dua Kerajaan Besar di
Sulawesi Selatan itu sangat gembira dengan pernikahan itu. Putri Tandampalik dan Putra
Mahkota hidup bahagia. Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Ia menjadi
raja yang arif dan bijaksana. Maka semakin bertambahlah kebahagiaan mereka.
Sumber : http://dongengdanceritarakyat.blogspot.com/

Cerita Rakyat Sulawesi Selatan : Si Dada Emas


Leave a reply

Dahulu kala ada seorang raja yang hidup berdampingan dengan permaisurinya. Kehidupan
sudah lama, tetapi juga masih belum hamil. Raja merasa cemas dan sedih, karena tidak punya
anak, sehingga siapa yang akan meneruskan tahta kerajaannya.
Pada suatu kesempatan raja punya gagasan ingin mengumpulkan semua pengawalnya.
Setelah pengawalnya berkumpul sang raja berkata, Pada malam ini semua pengawalku pergi
ke kolong rumah penduduk dan dengarkan kalau ada di antara penduduk itu ada berkata,
Seumpama saya menjadi istri raja. saya secepatnya hamil.
Mendengar perintah raja itu semua pengawalnya melaksanakan dengan giat-giat. Semuanya
menyebar menuju ke kolong rumah penduduk. Tiba-tiba turunlah hujan deras, kemudian
salah satu diantara sekian banyak pengawal raja itu ada yang berteduh di kolong rumah
penduduk. Terdengarlah dalam rumah si gadis miskin itu berkata, Seumpama saya menjadi
istri raja, maka saya akan melahirkan tiga anak yang berdada emas, seorang anak perempuan
dan duanya laki-laki. Perkataan si gadis miskin itu benar-benar didengar pengawal raja.
Setelah hujan reda pengawal raja bergegas pulang menuju ke istana sambil bersenang hati,
karena tercapai apa yang diperintahkan raja kepadanya. Setiba di istana pengawal itu
langsung melaporkankepada sang Raja.
Atas laporan dari pengawalnya, kemudian si gadis miskin disuruh datang ke istana untuk
dimintai keterangan. Raja bersama permaisurinya tercengang dikala mendengar keterangan
dari gadis miskin itu. Akhirnya gadis miskin itu dinikah oleh raja sebagai istri kedua, karena
sang Raja benar-benar ingin mendapatkan keturunan.
Tidak lama kemudian gadis miskin yang telah dikawin raja itu akhirnya hamil dan dia
mengidam daging rusa. Sekalipun gadis miskin yang dinikahi, tetapi sang Raja begitu kasih
sayang, sehingga apa yang diminta selalu dituruti. Bahkan untuk mencari daging rusa sang
Raja terjun sendiri berburu ke hutan. Melihat sayangnya yang luar biasa kepada istrinya
kedua. Kini permaisurinya mulai cemburu.
Pada saat raja berburu tiba-tiba istrinya yang miskin melahirkan tiga anak yang berdada
emas, satu perempuan dan dua laki-laki, ternyata benar apa yang pernah dikatakan oleh gadis
miskin tersebut.
Pada saat melahirkan si miskin mata dan telinga ditutup, hal ini merupakan aturan dari
kerajaan. Dengan rasa kesedihan si miskin tak bisa melihat, serta mendengarkan tangis dari
anaknya, dan juga tidak bisa mengenalinya.
Saat itu bertepatan juga dengan anjing beranak tiga ekor, satu betina dan dua jantan. Ketiga
anak anjing itu dimuat di baki lalu dibawa ke istana perlu ditukarkan dengan ketiga anak
miskin tersebut. Sementara ketiga anak si miskin itu dibawa ke tempat yang jauh dari istana.

Ibu si miskin yang baru saja melahirkan tadi ditaruh di kolong istana tepatnya di bawah
jamban dalam keadaan terikat.
Kini tibalah sang Raja dari hutan sambil membawa daging rusa. Beliau dipersilahkan
permaisurinya untuk melihat ketiga ekor anjing yang baru saja dilahirkan dari si miskin itu.
Saat melihat ketiga anjing itu raja marah-marah, dan menganggap si miskin adalah
pembohong.
Lambat laun ketiga anak itu besar dan menginjak dewasa. Mereka dibesarkan oleh petani,
dan selama itu mereka berada di kebun. Mereka tidak tahu, bahwa dirinya anak raja,
sementara ibunya dalam keadaan diikat. Pada lain kesempatan sang Raja mengadakan pesta
yang banyak sekali hiburannya. Diantara hiburannya adalah penyambungan ayam.
Mendengar kabar ini, Inang pengasuh yang sangat mencintai anak-anak berdada emas itu
menyuruh mereka agar ikut serta menyambung ayam.
Nenek Inang Pengasuh berkata, Hai cucuku, kesanalah kamu ikut menyambung ayam?
Ayam apa yang harus saya bawa, sementara tidak punya ayam, tanya sang cucu. Nenek
berkata lagi, Nanti kau saya buatkan ayam agar ikut menyambung ayam.
Kemudian dibuatkan seekor ayam dengan menyulap seekor kucing, lalu menjadi ayam
jantan. Setelah mendapat ayam, lalu si anak-anak berdada emas cepet-cepet menuju istana.
Setiba di istana, Raja berkata, Bagaimana anak-anak apakah kamu benar-benar punya minat
untuk menyambung ayam? Si dada emas menjawab: kalau sudah datang kemari dan ayam
sudah dibawa tentu saja sudah siap. Pertandingan dimulai ayam milik sang raja dengan ayam
milik sang anak dada emas mulai tertarung. Ayam sang raja terpental oleh ayam sang anak
dada emas, akhirnya dia pulang membawa sekantong emas berkat ayam yang dimilikinya
tadi.
Permaisuri telah dihantui dengan rasa khawatir dikala melihat anak berdada emas itu,
sementara Raja merasa penasaran atas kekalahannya itu. Sang Raja berkata, Besok kita
mengadakan lagi menyambung ayam, oleh karena itu datanglah anak-anak!
Setiba di rumah mereka berdada emas itu menyampaikan tentang permainannya kepada
nenek yang mengasuhnya. Kemudian nenek bertanya, Apakah anak-anak mau menyambung
ayam lagi? Ya nek aku semua senang jika menang karena mendapatkan emas.
Esok harinya si nenek membuatkan ayam siluman lagi, sambil mengatakan, bila nantinya
kamu menang, maka janganlah minta emas, tetapi mintalah wanita yang sedang diikat di
bawah kolong jamban, sementara dia sudah berlumut, karena sudah lama bertempat di bawah
jamban tersebut, dan itulah benar-benar ibumu.
Setelah si nenek tadi mengatakan hal yang mengagetkan tadi, maka mereka berdada emas
berupaya sekali untuk membebaskan ibunya yang sedang diikat di bawah kolong jamban.

Mereka berangkat dengan penuh semangat sampai di istana langsung diadakan sambun ayam.
Dalam jangka waktu relatif singkat, ayam raja berlumuran darah, hingga mati. Melihat
ayamnya kalah itu sang Raja merasa malu. Sang Raja mengajak ketiga anak itu untuk diberi
hadiah.
Setiba di istana mereka berdada emas mengatakan, Kemenangan kali ini kami tidak
mengharapkan uang emas, tetapi minta dibebaskannya wanita yang diikat di kolong bawah
jamban itu.
Raja berkata, Kalian punya maksud apa dengan orang semacam itu? Dia benar-benar
pembohong! Si Dada emas berkata, Wanita itu adalah ibu kami. Raja bertambah heran dan
tercengang mendengar ucapan anak tersebut.
Tidak lama kemudian muncullah Inang dan burung nuri sahabat anak-anak berdada emas itu.
Kini burung nuri dan yang hadir saat itu sedang bercerita tentang beberapa tahun yang lalu
tentang si miskin melahirkan di istana ketepatan sang Raja berburu ke hutan.
Burung Nuri terus bercerita tentang si miskin lahir, tetapi permaisuri mengatakan kepadanya,
hai burung nuri, berhentilah kamu cerita! Permaisuri merasa takut kejahatannya terbongkar.
Akan tetapi sang Raja minta kepada burung nuri agar meneruskan ceritanya, karena tertarik
sekali.
Setelah burung nuri bercerita panjang lebar, maka tiba-tiba sang Raja menangis, karena
selama ini tertipu permaisurinya, karena selama ini membiarkan selirnya terlantar di bawah
jamban. Setelah itu ibu terlantar langsung dibebaskan serta dimandikan dengan bersih. Dia
segera menemui anak-anaknya dan saling berpelukan, karena selama ini tidak pernah
menjumpai dan baru kali ini mereka sama-sama tahu. Begitu juga sang Raja yang selama ini
bersalah, dia juga ikut memeluk selirnya dan anak-anaknya.
Ternyata yang bohong adalah permaisuriku, untuk itu dia segera memerintah kepada
pengawalnya untuk menangkapnya lalu diikat dan ditaruh dibawah jamban, sebagai ganti
selirku. Biar dia merasakan akibat perlakuan jahat itu.
Cerita ini bisa diambil kesimpulan secara singkat, bahwa orang salah, jahat perlakuannya
suatu saat pasti ketahuan serta mendapatkan hukuman sesuai dengan kejahatannya.
Sedangkan kebaikan seseorang suatu saat akan mendapatkan kebahagiaan

=>cerita rakyat sulawesi


selatan- GOA MAMPU<=
Jangan pernah mengancungkan
telunjukmu ke muka seseorang.
Sebab kamu akan mengalami
nasib yang sama dengan
penduduk sebuah desa purba
dikaki Gunung Mampu. Desa yang
terletak di Kabupaten Bone,
belahan timur propinsi Sulawesi
Selatan. Desa purba itu kini telah
punah. Seluruh penduduknya mati
menggenaskan kena kutuk dewa.
Bagaimana kisahnya ? mari kita
ikuti bersama :
K okok ayam jantan
berkumandang. Pagi menjelang.
Satu-persatu penduduk desa
purba keluar rumah menuju
sawahnya masing-masing. Hawa
dingin menusuk tulang. Kicau
burung bersahutan. Areal
persawahan terhampar luas
dibawah bayang Gunung Mampu
yang tinggi menjulang. Anak
beranak berjalan beriringan
menyusur pematang. Dalam
sekejap rumah-rumah di desa
purba menjadi senyap. Dimusim
tanam padi seperti ini, orang
malu berdiam dirumah.
Kecuali disebuah rumah panggung
diujung jalan desa tepat ditepi

hutan.
Dengan malas, Lapute beranjak
dari pembaringannya. Ayah
ibunya sudah berangkat kesawah.
Bahkan kini di desa tersebut,
tinggal dia satu-satunya manusia
yang masih berada dirumahnya
pagi itu.
Aaaaahhgggg. ! Lapute
menguap.
ia berjalan menuju perigi
untuk mandi. Selanjutnya bersalin
pakaian dan berdandan. Rutinitas
yang dilakoninya setiap hari.
Lapute sadar betul dengan
anugerah kecantikan wajah dan
kemolekan tubuh yang
dianugerahkan Tuhan kepadanya.
Maka dari itu, ia merasa wajib
untuk menjaganya. Tepatnya
menonjolkan kelebihannya itu.
Lapute adalah kembang
desa Purba. Ia ibarat tumbuhan
yang hijau segar daunnya, merah
merona bunganya dan harumnya
berhembus dibawa angin kemanamana. Lapute adalah gadis yang
tengah berada dipuncak pesona.
Bibirnya bak gunung berkawah
cekung. Lentik matanya seolah
mampu menahan sebatang lidi
untuk tidak jatuh bila diletakkan
diatasnya. Tapi sayang, sayang
seribu sayang. Seperti tipikal
seluruh penduduk desa purba
pada umumnya, Lapute juga
memiliki sifat deging. Egois dan
berkepala batu.
Bukan rahasia lagi
diseantero jazirah bugis kala itu.
Penduduk desa purba terkenal
dengan tabiat kepala batunya.
Jangan sekali-kali mengajak
mereka berdebat tentang sesuatu

hal. Bila pun terpaksa, usahakan


menjaga jarak dari mereka paling
kurang dua langkah kaki rusa
yang tengah dikejar macan.
Kawan, penduduk desa Purba jika
berdebat dengan orang lain begitu
gemar mengancungkan
telunjuknya kepada lawan
bicaranya. Telunjuk itu mengayun
serupa kapak membelah kayu ke
jidat orang. Berkali-kali, tanpa
henti. Maka pada zaman itu,
desa-desa lainnya segan menaruh
persolan dengan penduduk desa
purba.
Matahari sudah hampir sejajar
dengan kepala. Lapute berhenti
mematut-matut dirinya didepan
cermin. Sebentar lagi ibunya
pulang untuk memasak, sebelum
kembali lagi kesawah membawa
bekal makan siang untuk ayahnya.
Lapute tak mau ibunya
menyaksikannya berlaku malas.
Ia kemudian menggelar alat
tenunnya. Bersiap menyelesaikan
sehelai kain yang cukup untuk
dijadikan dua lembar sarung buat
ibu bapaknya. Ia telah berjanji
kepada mereka akan
menyelesaikan tenunan itu. Janji
sekaligus alasan yang
membebaskannya dari keharusan
bekerja disawah seperti temanteman gadisnya yang lain.
Pekerjaan sawah membuat kulit
mereka gosong. Kuku-kuku
berubah hitam dan rambut kering
berantakan. Lapute secara teliti
mengukur waktu kerjanya, agar
tenunannya selesai bersamaan
dengan berakhirnya musim
tanam. Dengan begitu tak ada
alasan kedua orangtuanya untuk

memaksa ia membantu mereka


disawah.
Selain cantik, Lapute rupanya juga
seorang gadis yang cerdik.
Rutinitas Lapute itu tak berubah.
Berlansung hari demi hari
dimusim tanam itu. Sama seperti
hari ini. Matahari bersinar
garang. Membuat hawa didalam
rumah berubah gerah. Lapute pun
memindahkan alat tenunnya
keteras rumah. Dimana angin
bertiup semilir menyejukkan.
Hawa sejuk pelan-pelan mengusap
wajahnya. Kepala Lapute
terantuk-antuk menahan kantuk.
Tak sadar ia tertidur. Didalam
tidurnya tanpa sengaja ia
menendang jatuh alat tenunnya
ketanah
Lapute terbangun dari tidurnya
mendengar suara alat tenunnya
menimpa tanah.
Aiiiiiihhhhh keluhnya dalam
hati.
Rasa kantuk yang tersisa menahan
niatnya untuk turun ketanah
mengambil alat tenunnya kembali.
Dengan tetap berbaring seperti
semula, Lapute memilih untuk
berteriak meminta bantuan orang
lain. Siapa tahu ada orang lewat
yang mendengarnya.
Oeeeeeeee !!! tolong ambilkan
alat tenunku dibawah rumah !
teriak Lapute
Lapute mengulang sampai tiga kali
teriakannya. Hatinya kesal karena
tak sebatang hidung pun terlihat
datang untuk memenuhi
permintaannya. Dengan nada
main-main ia pun mengulang
teriakannya. Kali ini ia mencoba
menawarkan hadiah kepada orang

yang bisa menolongnya. Ia sendiri


tak serius dengan janjinya itu.
Namun apa salahnya dicoba ?
Siapa tahu berhasil ? Demikian
pikir Lapute.
Oeeeeee ! yang menolongku
mengambil alat tenun dibawah
rumah akan kuberi hadiah !
teriak Lapute. Tanpa pikir panjang
akan akibat perkataannya, ia
melanjutkan sambil tersenyum
jahil yang menolongku akan
kujadikan suamiku
Terdengar bunyi langkah kaki dari
bawah kolong rumah. Lalu suarasuara yang mengangkat perangkat
alat tenun. Derik anak tangga
berbunyi satu persatu saat
penolong itu melangkah naik
keatas rumah.
Alangkah terkejutnya Lapute
melihat sosok yang menolongnya
membawa alat tenun keatas
rumah. Muka lapute pias. Pucat
serupa mayat. Sosok penolong itu
setinggi diri lapute. Sekujur
badannya ditumbuhi bulu-bulu
berwarna coklat kemerahan.
Panjang dan lebat. Tampak
ekornya yang panjang menjuntai
menyentuh lantai rumah.
Mukanya bukan muka manusia.
Mukanya, muka seekor kera.
Sang penolong itu adalah seekor
Kera besar yang menakutkan.
Lapute sontak berdiri hendak
melarikan diri. Namun urung
begitu mendengar sosok kera
besar itu menegurnya. Sungguh
aneh. Kera itu mampu bercakap
seperti manusia.
Hei. Kamu mau kemana ?
bukankah kamu sudah berjanji
akan memberi hadiah bagi yang

menolongmu membawa naik alat


tenunmu ini ujar kera besar itu
mengingatkan
Lapute gugup. Perasaannya
campur aduk. Takut, kecewa,
heran.
Tatatatatapi..kamu
bububu..kan manusia ujar
Lapute gugp sambiil
mengancungkan telunjuknya
kearah muka kera.
Wajah kera berubah masam.
Memang bukan. Tapi apakah kau
ingat dengan ucapan mu tadi.
Kamu tidak mengatakan akan
menikah dengan manusia yang
membawakan alat tenunmu. Tapi
kamu mengatakan yang
membawakan alat tenunku. Kamu
jangan ingkar janji Lapute
Badan Lapute mengigil-gigil. Ia
adalah kembang desa purba.
Gadis tercantik diantara yang
cantik. Tamat sudah hidupnya
membayangkan dirinya
bersuamikan seekor kera. Seekor
kera tetaplah kera, walau bisa
berbicara seperti manusia.
Mengingat posisinya yang rumit
itu, Lapute mencoba
menyelamatkan masa depannya.
Apa jadinya anak keturunannya
kelak jika bapak mereka seekor
kera. Lapute memberanikan diri
untuk membantah perkataan kera
besar itu. Sifat kepala batunya
mencuat. Pendapat kera besar itu
ditentangnya habis-habisan.
Kamu pasti salah mendengar
perkataanku tadi. Jelas-jelas akau
mengatakan barang siapa
manusia yang membawakan alat
tenunku. Jadi kamu tidak
termasuk didalamnya wahai kera

jelek bantah Lapute. Tak lupa ia


mengancung-ancungkan jari
telunjuknya kearah muka kera
besar itu untuk mempertegas
ucapannya.
Kamu berbohong lapute ! kera
itu bersikeras dengan
keyakinannya.
Tidak ! kamu yang bohong.
Kamu mencoba memanfaatkan
situasi ini ! Dasar kera tidak tahu
diri ! Lapute balik membantah
dengan keras. Tetap dengan jari
telunjuk yang terancung kemuka
kera.
Mereka berdua memegang
pendapatnya masing-masing.
Lapute tetap tak mau mengalah.
Aku lebih baik menjadi batu
daripada harus bersuamikan
dirimu wahai kera jelek ! kata
Lapute akhirnya.
Tiba-tiba seperti lazimnya
sebelum sebuah peristiwa luar
biasa terjadi- petir menggelegar
membelah angkasa. Kera besar itu
berubah ke wujud aslinya.
Rupanya ia seorang dewa yang
menyamar menjadi seekor kera.
Tubuhnya lalu terangkat,
melayang tinggi ke udara.
Sebelum menghilang, dewa itu
mengeluarkan suara keras yang
menggema.
Hai Lapute ! karena kamu ingkar
janji, maka kamu kukutuk menjadi
batu seperti keinginanmu ! Dan
sejak hari ini, barang siapa
penduduk desa Purba yang
mengancungkan telunjuknya
kepada orang lain, maka orang
yang ditunjuknya itu akan
berubah menjadi batu !
Dalam sekejap, Lapute pun

berubah menjadi batu.


Matahari kembali keperaduan.
Penduduk desa menghentikan
pekerjaannya disawah dan
kembali kerumah masing-masing.
Sesampai diteras rumahnya,
kedua orang tua Lapute terkejut
tidak kepalang. Anak kesayangan
mereka ditemukan dalam bentuk
onggokan batu. Tangis mereka
pecah. Lalu mereka terlibat dalam
pertengkaran hebat. Saling
menyalahkan satu sama lain
sebagai penyebab kejadian
mengerikan itu.
Ini salahmu ! maki bapak
Lapute pada istrinya. Coba
seandainya kamu pulang cepat
kerumah tadi sore
Istrinya tak mau kalah. Balas
memaki suaminya Tidak ! ini
salahmu. Kamu yang melarangku
untuk pulang cepat
Keduanya berbalas maki sembari
saling mengacungkan telunjuknya
kemuka satu sama lain. Serentak
keduanya juga ikut berubah
menjadi batu kena tulah kutukan
dewa.
Penduduk desa yang sempat
mendengar tangis dan
pertengkaran kedua orang tua
Lapute datang berbondongbondong menuju kerumah itu.
mereka terpaku menyaksikan
pemandangan tiga sosok anak
beranak yang telah berubah
menjadi batu. Penduduk desa
ramai memperdebatkan kejadian
aneh itu. Masing-masing
bersikukuh dengan dugaannya.
Pertengkaran sesama penduduk
desa jadi tak terelakkan. Seperti
kebiasaan mereka setiap kali

bertengkar, tak lupa sambil


mengacungkan telunjuk kemuka
lawan debatnya. Dalam tempo
singkat semuanya ikut kena
kutukan dewa. Seisi desa berubah
menjadi batu tanpa kecuali.
Beberapa waktu kemudian desa
tanpa penghuni itu terkena
bencana tertimbun longsoran dari
gunung Mampu. Tepat dibawah
longsoran itu kemudian mengalir
sungai bawah tanah berkelokkelok melintasi tempat dimana
desa itu (dulu ) berada. Air sungai
itu beratus tahun selanjutnya
menyusut kering. Dan terowongan
bekas alirannya berubah menjadi
gua dengan banyak ornamen batu
yang menyerupai arca manusia dalam beragam bentuk. Orang- orang di zaman modern ini
menamainya Gua Mampu.

Assalamualaikum wr wb.

Kepada Yang Terhormat Bapak kepala Sekola,

Yang terhormat Bapak/Ibu Guru,

Teman-teman sekalian yang say cintai.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan YME, dimana kita
bisa berkumpul

disini dengan sehat wal afiat. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih karena telah diberi
kesempatan

untuk menyampaikan sebuah pidato dampak dan pengaruh Game Online terhadap
kalangan remaja,

lingkungan, orang tua, maupun terhadap diri kita sendiri.

Sebelumnya saya menyampaikan tentang batasan-batasan permasalahan yang akan


saya sampaikan

pada kesempatan kali ini. Baik dari sisi negatif maupun positifnya. Kalau ditilik dari sisi
positifnya. Game

Online memang sangat berguna, sebagai contoh dapat digunakan sebagai hiburan, ajang
untuk melatih

konsentrasi, dan sebagai ajang menambah teman.

Namun sangat disayangkan, pengertian akan kegunaan game itu sendiri masih belum
begitu bisa

dipahami oleh sebagian dari kita, banyak orang yang menjadi addicted karena terlalu
asik. Tidak sedikit

juga dari mereka yang boros apalagi untuk para gamer yang belum menghasilkan uang
sendiri, dan

mereka juga bisa melupakan kewajiban mereka.

Banyak masalah disekitar kita yang bersangkutan dengan game online dan menimbulkan
beberapa

pertanyaan, salah satunya adalah, mengapa para remaja lebih tertarik bermain game
online daripada

belajar, mengerjakan tugas atau melakukan aktivitas lainnya? Tujuan pemabahasan kali
ini adalah untuk

menilik kembali peranan game online dalam aktivitas remaja jaman sekarang.

Game online adalah game yang berbasis elektronik dan visual yang dimainkan dengan
memanfaatkan

media visual elektronik. Fenomena yang ada sekarang, gamers di Indonesia sudah
mencapai 6 juta dan

untuk daerah Malang tingkatnya pun cukup tinggi. Dampak dari game online pun juga
tidak sedikit

seperti; radiasi pada mata sehingga mata lelah dan biasanya diiringi dengan sakit kepala
(secara fisik),

hubungan dengan teman dan keluarga jadi renggang karena waktu bersama mereka
menjadi jauh

berkurang (secara sosial), pikiran kita jadi terus menerus memikirkan game yang sedang
kita mainkan.

Kita jadi sulit konsentrasi terhadap studi pekerjaan, sering bolos atau menghindari
pekerjaan (secara

psikis).

Maka daripada itu saya sarankan agar lebih berhati-hati dalam memilih melakukan
aktivitas diwaktu

senggang. Untuk yang sudah kecanduan ada beberapa tips yang bisa saya sarankan,
yang paling penting

adalah niat kebulatan tekad dan kontrol diri untuk dapat terlepas dari kecanduan dan
kembali menata

kehidupan yang terganggu akibat kecanduan itu dengan cara disiplinkan diri maksimal
main sehari 3

jam, cari kegiatan lainnya seperti olah raga.

Teman-teman, alangkah bijaknya kalau kita lebih memperioritaskan diri kita kedalam halhal yang lebih

positif dalam menggunakan internet. Kita harus lebih bijak dalam menggunakannya. Kita
juga harus

lebih memahami arti atau manfaatnya. Janganlah kita sampai lupa akan segala sesuatu
dikarenakan

sebuah permainan. Kita lupa akan waktu, lupa akan saudara, teman yang sudah pasti
keberadaannya

sejak dulu dan selalu menemani kita disaat kita belum mengenal game online.

Mudah-mudahan dengan sedikit pidato yang telah saya sampaikan tadi menjadi satu
pelajaran, bisa kita

jadikan contoh agar kita lebih berhati-hati dalam menggunakan game online tersebut.

Terimakasih atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan pada kesempatan ini, akhir
kata,

Wassalamualaikum wr. wb.

Assalamualaikum wr wb.

Kepada Yang Terhormat Bapak kepala Sekola,

Yang terhormat Bapak/Ibu Guru,

Teman-teman sekalian yang say cintai.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan YME, dimana kita
bisa berkumpul

disini dengan sehat wal afiat. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih karena telah diberi
kesempatan

untuk menyampaikan sebuah pidato dampak dan pengaruh Game Online terhadap
kalangan remaja,

lingkungan, orang tua, maupun terhadap diri kita sendiri.

Sebelumnya saya menyampaikan tentang batasan-batasan permasalahan yang akan


saya sampaikan

pada kesempatan kali ini. Baik dari sisi negatif maupun positifnya. Kalau ditilik dari sisi
positifnya. Game

Online memang sangat berguna, sebagai contoh dapat digunakan sebagai hiburan, ajang
untuk melatih

konsentrasi, dan sebagai ajang menambah teman.

Namun sangat disayangkan, pengertian akan kegunaan game itu sendiri masih belum
begitu bisa

dipahami oleh sebagian dari kita, banyak orang yang menjadi addicted karena terlalu
asik. Tidak sedikit

juga dari mereka yang boros apalagi untuk para gamer yang belum menghasilkan uang
sendiri, dan

mereka juga bisa melupakan kewajiban mereka.

Banyak masalah disekitar kita yang bersangkutan dengan game online dan menimbulkan
beberapa

pertanyaan, salah satunya adalah, mengapa para remaja lebih tertarik bermain game
online daripada

belajar, mengerjakan tugas atau melakukan aktivitas lainnya? Tujuan pemabahasan kali
ini adalah untuk

menilik kembali peranan game online dalam aktivitas remaja jaman sekarang.

Game online adalah game yang berbasis elektronik dan visual yang dimainkan dengan
memanfaatkan

media visual elektronik. Fenomena yang ada sekarang, gamers di Indonesia sudah
mencapai 6 juta dan

untuk daerah Malang tingkatnya pun cukup tinggi. Dampak dari game online pun juga
tidak sedikit

seperti; radiasi pada mata sehingga mata lelah dan biasanya diiringi dengan sakit kepala
(secara fisik),

hubungan dengan teman dan keluarga jadi renggang karena waktu bersama mereka
menjadi jauh

berkurang (secara sosial), pikiran kita jadi terus menerus memikirkan game yang sedang
kita mainkan.

Kita jadi sulit konsentrasi terhadap studi pekerjaan, sering bolos atau menghindari
pekerjaan (secara

psikis).

Maka daripada itu saya sarankan agar lebih berhati-hati dalam memilih melakukan
aktivitas diwaktu

senggang. Untuk yang sudah kecanduan ada beberapa tips yang bisa saya sarankan,
yang paling penting

adalah niat kebulatan tekad dan kontrol diri untuk dapat terlepas dari kecanduan dan
kembali menata

kehidupan yang terganggu akibat kecanduan itu dengan cara disiplinkan diri maksimal
main sehari 3

jam, cari kegiatan lainnya seperti olah raga.

Teman-teman, alangkah bijaknya kalau kita lebih memperioritaskan diri kita kedalam halhal yang lebih

positif dalam menggunakan internet. Kita harus lebih bijak dalam menggunakannya. Kita
juga harus

lebih memahami arti atau manfaatnya. Janganlah kita sampai lupa akan segala sesuatu
dikarenakan

sebuah permainan. Kita lupa akan waktu, lupa akan saudara, teman yang sudah pasti
keberadaannya

sejak dulu dan selalu menemani kita disaat kita belum mengenal game online.

Mudah-mudahan dengan sedikit pidato yang telah saya sampaikan tadi menjadi satu
pelajaran, bisa kita

jadikan contoh agar kita lebih berhati-hati dalam menggunakan game online tersebut.

Terimakasih atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan pada kesempatan ini, akhir
kata,

Wassalamualaikum wr. wb.

Miung.com

Home

Bisnis

Teknologi

Internet

Pendidikan

Kesehatan

Trik Blogger

Cinta

Home pendidikan Contoh pidato dengan tema pendidikan (bahasa Indonesia)


terbaru 2014

Contoh pidato dengan tema pendidikan (bahasa


Indonesia) terbaru 2014
4:05 PM
Pidato memang kerap kali kita butuhkan dalam kehidupan, apa lagi jika kita
merupakan orang yang memiliki jabatan yang penting. Pidato sendiri sebenarnya
memiliki banyak jenis, ada pidato tentang hari kemerdekaan, pidato tentang
bagaimana cara mengatasi global warming, pidato tentang hari kartini, pidato
tentang pendidikan dan masih banyak lagi. Kali ini melalui artikel singkat ini saya
akan memberikan sebuah contoh pidato dengan tema pendidikan.
Pidato seperti ini biasanya dijadikan tugas oleh para guru, biasanya guru bahasa
Indonesia menyuruh muridnya untuk mencari teks pidato di internet kemudian
membacakannya di depan kelas. Semua orang mungkin tau bahwa dengan
pendidikanlah bangsa ini bisa lebih maju, dengan pendidikan kita bisa lebih
pintar dengan pendidikan pula kita bisa menjadikan negara ini negara maju.
Tanpa berlama-lama simak contoh pidato dengan bahasa Indonesia yang
bertema pendidikan dibawah ini, berhubung saya orang islam maka akan saya
mulai dengan bacaan salam.

Assalamualikum wr wb

Selamat siang dan salam kebahagiaan bagi kita semua


Yang saya hormati bapak kepala sekolah
Yang saya hormati bapak dan Ibu guru pembimbing
Da yang saya cintai teman-teman semuanya
Pertama marilah kita dengan senantiasa memanjatkan rasa syukur atas
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat serta pertolongannya
kita semua masih diberi umur untuk bisa berkumpul disini dalam rangka
pembacaan teks pidato dengan tema pendidikan.
Pendidikan sendiri merupakan salah satu cara dari sekian banyak cara yang bisa
kita tempuh demi tercapainya Indonesia yang lebih maju dan lebih baik.
Pendidikan merupakan salah satu proses yang dimana berjalan sangat panjang,
pendidikan tidak dapat dipaksakan dan dipercepat. Pendidikan harus berjalan
dengan alami dan memang membutuhkan waktu yang lama.
Pendidikan sendiri mampu memunculkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang
bisa memberikan pemikiran bagi kita mengenai cara hidup baru. Bagaimana
dengan pendidikan kita bisa memikirkan sesuatu yang sebelumnya sama sekali
tidak terlintas dalam benak pikiran kita.
Dalam hal fisik sendiri bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang
merdeka dan bebas dari penjajahan, namun taukah teman-teman dan bapak ibu
guru semua bahwa bangsa kita ini masih terjajah dalam segi pendidikan. Tingkat
kebodohan dan putus sekolah yang masih tinggi di Indonesia seakan
menunjukkan bahwa kita memang belum serius membina pendidikan di Negeri
ini.
Teman-teman perlu tau, di negara lain mereka bisa membuat mobil, membuat
sepeda motor, membuat TV canggih, membuat roket, membuat pesawat,
membuat HP dan barang elektronika lain. Mengapa kita tidak bisa seperti
mereka? Jawabannya terletak pada pendidikan di negeri ini. Ibaratnya
sebodoh-bodohnya manusia jika dia tekun belajar dan giat mencoba maka
lambat laun dia akan mahir pula. Jangan mengatakan orang luar negeri itu
pintar, mereka hanya tekun dan rajin berusaha, dan satu lagi mereka tidak malas
dalam urusan belajar dan mereka sangat berdisiplin.
Jika kita bisa tekun dan rajin berusaha meskipun sebenarnya kita bodoh, lamakelamaan kita akan pintar dengan sendirinya. Orang luar negeri rajin membaca,
apa yang kita lakukan? Mereka berjuang keras untuk hidup, di luar negeri sana
seorang pengemis bisa menjadi orang yang kaya di Indonesia. Bukankah
seharusnya kita malu?
Sekali lagi Pendidikan merupakan jalan yang sangat menentukan bagi masa
depan bangsa ini. Pendidikan sebagai sarana penunjang kehidupan bangsa yang
lebih baik harus secara benar dan sungguh-sungguh dalam mendidik peserta

didiknya. Untuk bisa mewujudkan pendidikan Indonesia yang lebih baik


memanglah bukan suatu pekerjaan yang mudah, harus di Imbangi dengan dana
dan kerja keras dari semua unsur dalam pendidikan.
Pendidikan juga harus dilengkapi dengan pelajaran sopan santun (karakter)
dalam masyarakat. Jadi dengan pendidikan jangan hanya menjadikan peserta
didik pintar, namun juga bisa membuat peserta didik menjadi sopan santun, taat
terhadap Agama, hormat terhadap guru dan mengasihi kedua orang tua.
Pendidikan di Indonesia memang harus di rombak, kita membutuhkan
pendidikan karakter.
Teman-teman semua tau bahwa para koruptor pencuri uang rakyat di luar sana
merupakan orang yang pintar. Mereka bisa korup karena memiliki jabatan
tertentu. Jabatan itu mereka peroleh dengan jalan pendidikan yang tinggi. Untuk
itu kita membutuhkan lebih dari sekedar manusia yang pintar, dengan pedidikan
kita membutuhkan manusia yang pintar dan memiliki karakter yang baik.
Untuk masa depan, saya sangat berharap supaya pendidikan karakter di
sekolah-sekolah terus di tingkatkan. Kita bangsa yang beradab, jangan cemari
bangsa kita hanya karena ingin mempertahankan segelintir manusia yang tidak
bertanggung jawab. Orang yang pintar akan berfikir dua kali sebelum suatu kata
keluar dari mulutnya.
Semoga dengan pendidikan yang saat ini sedang gencar di utamakan di
Indonesia mampu membawa bangsa ini ke tingkat dunia. Semoga mampu
membawa bangsa ini menjadi bangsa yang besar dan disegani di kancah dunia.
Siapa yang bangga jika bangsa ini maju dan besar? Tentunya kita sendiri.
Mulailah dari diri teman-teman sendiri, berdisiplinlah untuk menyambut bangsa
kita maju.
Sekian pidato singkat ini semoga membawa manfaat bagi kita semua

CERITA RAKYAT TANAH LUWUK


Diposkan oleh Amiruddin di 00.32
Luwu adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia, yang
memiliki luas 3.098,97 km2. Dalam perkembangannya, Kabupaten Luwu
dimekarkan menjadi tiga daerah strategis, yaitu Kabupaten Luwu Utara yang
kemudian dimekarkan lagi menjadi Kabupaten Luwu Timur dan Kota Palopo.
Dahulu, Kabupaten Luwu merupakan pusat kerajaan Bugis tertua yang bernama
Kerajaan Luwu, yaitu bermula sebelum abad ke-14 dan berakhir abad ke-16 M.
Kerajaan Luwu atau yang biasa juga dieja Luwuq, Luwok, atau Luwu, tertera
dalam epik I La galigo[1] bersama dua kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan,
yaitu Kerajaan Wewang Nriwuk dan Tompoktikka. Namun, keberadaan kedua
kerajaan yang terakhir disebutkan tidak dapat dipastikan, karena tidak ada buktibukti yang nyata mengenai wujud kedua kerajaan tersebut.

Lain halnya dengan Kerajaan Luwu, ia merupakan sebuah kerajaan yang pernah
ada di Sulawesi Selatan. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan sebuah istana
yang terletak di tengah Kota Palopo (kini menjadi salah satu kota kelas
menengah di Provinsi Sulawesi Selatan), yang bernama Istana Luwu. Istana ini
dibangun kembali oleh Pemerintah Kolonial Belanda sekitar tahun 1920-an
Masehi di atas tanah bekas Saoraja (Istana sebelumnya yang terbuat dari
kayu, konon bertiang 88 buah). Dalam sebuah cerita rakyat masyarakat Luwuk
disebutkan bahwa pada zaman dahulu, Kerajaan Luwu pernah diperintah oleh
seorang raja yang bernama La Busatana Datu Maongge atau sering dipanggil
Raja atau Datu Luwu. Ia memiliki seorang putri yang cantik jelita, namanya Putri
Tandampalik. Menurut adat yang berlaku di Kerajaan Luwu, bahwa seorang putri
Luwu tidak boleh menikah dengan pemuda dari negeri lain. Hal inilah yang
membuat Datu Luwu menjadi bimbang. Jika ia menolak setiap lamaran yang
datang kepadanya, ia khawatir akan terjadi peperangan dan membuat rakyatnya
menderita. Pada suatu hari, utusan Raja Bone[2] datang kepadanya ingin
melamar Putri Tandampalik. Bersediakah Datu Luwu menerima lamaran Putra
Mahkota Raja Bone? Akankah terjadi perang antara Kerajaan Luwu dengan
Kerajaan Bone? Lalu, bagaimana nasib Putri Tandampalik? Ingin tahu
jawabannya? Ikuti kisahnya dalam cerita Putri Tandampalik berikut ini.

***

Alkisah, pada zaman dahulu kala, di sebuah daerah di Provinsi Sulawesi Selatan,
berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaaan Luwu. Kerajaan ini dipimpin
oleh seorang raja atau datu yang bernama La Busatana Datu Maongge, atau
sering dipanggil Raja Luwu atau Datu Luwu. Ia adalah seorang raja yang adil, arif
dan bijaksana, sehingga rakyatnya hidup makmur dan sentosa. Datu Luwu
mempunyai seorang putri yang cantik jelita dan berperangai baik, namanya Putri
Tandampalik. Berita kecantikan dan perangai baiknya tersebar sampai ke
berbagai negeri di Sulawesi Selatan.

Pada suatu hari, Raja Bone ingin menikahkan putranya dengan Putri
Tandampalik. Ia pun mengutus beberapa pengawal istana ke Kerajaan Luwu
untuk melamar sang Putri. Sesampainya di istana Luwu, utusan tersebut
disambut dengan ramah oleh Datu Luwu. Ampun, Baginda! Kami adalah utusan
Raja Bone, lapor seorang utusan sambil memberi hormat kepada Datu Luwu.
Kalau boleh aku tahu, ada apa gerangan kalian diutus oleh Raja kalian ke istana
kami?, tanya Datu Luwu dengan penuh wibawa. Ampun, Baginda!
Perkenankanlah kami untuk menyampaikan lamaran Raja Bone untuk putranya
kepada putri Baginda yang bernama Putri Tandampalik, jawab utusan itu
memberi hormat.

Mendengar lamaran itu, Datu Luwu terdiam sejenak. Ia bingung untuk


mengambil keputusan, menerima atau menolaknya, sebab dalam adat Kerajaan
Luwu, seorang gadis Luwu tidak dibenarkan menikah dengan pemuda dari negeri
lain. Akan tetapi, jika lamaran itu ditolak, ia khawatir akan terjadi perang yang
sangat dahsyat antara dua kerajaan, sehingga membuat rakyat menderita.
Setelah beberapa saat berpikir, Datu Luwu masih kebingungan untuk
memberikan jawaban. Wahai, Utusan! Perlu kalian ketahui, bahwa di Kerajaan
Luwu ini berlaku sebuah hukum adat, yaitu seorang putri Luwuk tidak boleh
menikah dengan pemuda dari negeri lain. Untuk itu, tolong sampaikan kepada

raja kalian, supaya aku diberi waktu beberapa hari untuk memikirkan
lamarannya tersebut, ujar Datu Luwu. Utusan Raja Bone memahami dan
mengerti keputusan Datu Luwu. Mereka pun kembali ke Kerajaan Bone untuk
menyampaikan berita tersebut kepada Raja Bone.
Keesokan harinya, tiba-tiba negeri Luwu geger. Putri Tandampalik terserang
penyakit kusta. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir
dan sangat menjijikkan. Para tabib istana mengatakan bahwa Putri Tandampalik
terserang penyakit menular yang sangat berbahaya. Berita tentang musibah
yang menimpa sang Putri sudah tersebar ke seluruh negeri. Rakyat negeri Luwu
sangat bersedih atas penyakit yang diderita oleh sang Putri yang mereka cintai
itu. Setelah berpikir dan menimbang-nimbang, Datu Luwu memutuskan untuk
mengasingkan putrinya ke suatu tempat yang jauh. Ia khawatir penyakit putrinya
akan menular ke seluruh rakyatnya. Putriku! Demi keselamatan seluruh rakyat
di negeri ini, relakah engkau jika Ayah mengasingkanmu ke daerah lain? tanya
Raja Luwu pada putrinya. Jika itu adalah jalan yang terbaik, Ananda menerima
keputusan Ayah dengan senang hati, jawab sang Putri menerima keputusan
ayahnya dengan tulus.

Dengan berat hati, Datu Luwu terpaksa harus berpisah dengan putri yang sangat
dicintainya itu. Berangkatlah sang Putri dengan perahu bersama beberapa
pengawal istana. Sebelum berangkat, Datu Luwu memberikan sebuah keris
pusaka kepada Putri Tandampalik sebagai tanda bahwa ia tidak pernah
melupakan, apalagi membuang anaknya. Setelah mempersiapkan segala
perbekalan yang dibutuhkan, berangkatlah mereka ke suatu daerah yang jauh
dari Kerajaan Luwu. Berbulan-bulan sudah mereka berlayar tanpa arah dan
tujuan.

Pada suatu hari, tampaklah bagi mereka sebuah pulau dari kejauhan. Lihat,
Tuan Putri! seru seorang pengawal sambil menunjuk ke arah pulau itu.
Akhirnya, kita pun menemukan pulau, jawab sang Putri dengan perasaan lega.
Para pengawal pun semakin cepat mengayuh perahunya mendekati pulau itu.
Wah, indah sekali pemandangan itu. Sepertinya pulau itu belum terjamah oleh
manusia, sahut pengawal yang lain dengan kagum.

Tak berapa lama, sampailah mereka di pulau itu. Seorang pengawal yang lebih
dahulu menginjakkan kakinya di pulau itu menemukan buah wajao. Pengawal itu
kemudian memetik beberapa biji buah wajao untuk sang Putri. Pulau ini kuberi
nama Pulau Wajo[3], kata sang Putri saat menerima buah itu. Sejak saat itu,
Putri Tandampalik beserta pengawalnya memulai kehidupan baru. Mereka hidup
dengan penuh kesederhanaan. Meskipun demikian, mereka tetap bekerja keras
penuh dengan semangat dan gembira. Hari berganti hari, minggu berganti
minggu, bulan berganti bulan, tak terasa satu tahun sudah mereka berada di
tempat itu.

Suatu waktu, Putri Tandampalik duduk di tepi danau yang terletak di tengah
pulau itu. Tiba-tiba seekor kerbau putih menghampiri dan menjilati kulit sang
Putri dengan lembut. Semula, sang Putri hendak mengusirnya. Tetapi, hewan itu
tampak jinak dan terus menjilatinya. Akhirnya, ia diamkan saja. Sungguh ajaib!
Setelah berkali-kali dijilat oleh kerbau itu, kulit sang Putri yang mengeluarkan
cairan tiba-tiba hilang tanpa bekas. Kulit sang Putri kembali halus, mulus dan
bersih seperti sediakala. Sang Putri terharu dan bersyukur kepada Tuhan, karena
penyakitnya telah sembuh. Ia kemudian berpesan kepada para pengawalnya,
Mulai saat ini, aku minta kalian untuk tidak menyembelih atau memakan kerbau
putih yang ada di pulau ini, karena hewan itu telah menyembuhkan penyakitku.
Permintaan sang Putri itu langsung dipenuhi oleh seluruh pengawalnya. Hingga
kini, kerbau putih yang ada di Pulau Wajo dibiarkan hidup bebas dan beranak

pinak. Kemudian oleh masyarakat setempat, kerbau putih tersebut disebut


sebagai sakkoli.[4]
Pada suatu hari, pulau Wajo kedatangan serombongan pemburu. Mereka adalah
Putra Mahkota Kerajaan Bone yang didampingi oleh Anreguru[5] Pakanranyeng,
Panglima Kerajaan Bone, dan beberapa pengawalnya. Saking asyiknya berburu,
Putra Mahkota Raja Bone tidak sadar kalau ia sudah terpisah dari rombongannya
dan tersesat di hutan. Ia terus berteriak memanggil panglima dan para
pengawalnya. Panglimaaa...! Pengawaaal...! Aku di sini, kalian di mana...?
Berkali-kali sang Putra Mahkota berteriak, namun tidak ada jawaban. Menjelang
malam, ia pun memutuskan untuk berstirahat di bawah sebuah pohon besar,
karena kelelahan seharian berburu.
Malam semakin larut, Putra Mahkota tidak dapat memejamkan matanya. Suarasuara binatang malam membuatnya terus terjaga dan gelisah. Di tengah
gelapnya malam, tiba-tiba ia melihat seberkas cahaya dari kejauhan. Semakin
lama, pancaran cahaya itu semakin terang. Ia sangat penasaran ingin
mengetahuinya. Ia kemudian memberanikan diri untuk mencari sumber cahaya
itu. Dengan tertatih-tatih, Putra Mahkota berusaha berjalan mengikuti kaki
melangkah menelusuri gelapnya malam. Akhirnya, sampailah ia di sebuah
perkampungan yang ramai dengan rumah-rumah penduduk. Setelah ia
memasuki perkampungan itu, sumber cahaya itu semakin jelas terdapat di
sebuah rumah yang nampak kosong. Dengan melangkah pelan-pelan, Putra
Mahkota mendekati dan memasuki rumah itu. Alangkah terkejutnya ia ketika
melihat seorang gadis yang cantik sekali bak bidadari sedang menjerang
(memasak) air di dalam rumah itu. Gadis cantik itu tidak lain adalah Putri
Tandampalik. Ya, Tuhan! Mimpikah aku. Selama hidupku, baru kali ini aku
melihat gadis secantik itu, kata Putra Mahkota dalam hati dengan perasaan
kagum.
Putri Tandampalik yang merasa kedatangan tamu, tiba-tiba menoleh. Sang Putri
tergagap, Tampan sekali pemuda ini. Tetapi, siapa dia dan dari mana asalnya?
Sepertinya dia bukan penduduk sini, kata sang Putri dalam hati. Kemudian
mereka berdua berkenalan. Dalam waktu singkat, keduanya sudah akrab. Putri
Tandampalik sangat kagum dengan kehalusan tutur bahasa Putra Mahkota. Meski
ia seorang calon raja, ia sangat sopan dan rendah hati. Sebaliknya, bagi Putra
Mahkota, Putri Tandampalik adalah seorang gadis yang anggun dan tidak
sombong. Kecantikan dan penampilannya yang sederhana membuat Putra
Mahkota kagum dan langsung menaruh hati. Namun, Putra Mahkota tidak bisa
berlama-lama di Pulau Wajo menemani Putri Tandampalik, karena ia harus
kembali ke negerinya untuk menyelesaikan beberapa kewajibannya di Istana
Bone.
Sejak perjalanan dari Pulau Wajo sampai ke Kerajaan Bone, Putra Mahkota selalu
teringat pada wajah cantik Putri Tandampalik. Ingin rasanya Putra Mahkota
tinggal di Pulau Wajo. Anreguru Pakanyareng yang lebih dulu tiba di negeri Bone
setelah berpisah dengan Putra Mahkota di Pulau Wajo, mengetahui apa yang

dirasakan oleh putra rajanya itu. Ia sering melihat Putra Mahkota duduk
termenung seorang diri di tepi telaga. Oleh karena tidak ingin melihat tuannya
terus bersedih, maka Anreguru Pakanyareng segera menghadap dan
menceritakan semua kejadian yang pernah mereka alami di Pulau Wajo. Ampun,
Baginda Raja! Hamba mengusulkan agar Paduka Raja segera melamar Putri
Tandampalik, usul Anreguru Pakanyareng. Setelah mendengar semua cerita dan
usulan Anreguru itu, Raja Bone segera mengutus beberapa pengawalnya
mendampingi Putra Mahkota untuk melamar Putri Tandampalik di Pulau Wajo.
Sesampainya di pulau itu, Putri Tandampalik tidak langsung menerima lamaran
Putra Mahkota. Ia hanya memberikan keris pusaka Kerajaan Luwu yang diberikan
ayahnya ketika ia diasingkan. Maaf, Tuan-tuan! Aku belum bisa menerima
lamaran kalian. Bawalah keris ini kepada Ayahandaku. Jika Ayahandaku
menerima keris ini berarti lamaran kalian diterima, ujar sang Putri seraya
menyerahkan keris pusaka itu. Setelah bermusyawarah dengan pengawalnya,
Putra Mahkota memutuskan untuk berangkat sendiri ke Kerajaan Luwu.
Perjalanan berhari-hari ia jalani penuh dengan semangat. Setibanya di Kerajaan
Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan
menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu.

Datu Luwu dan permasuri sangat gembira mendengar berita baik tersebut. Datu
Luwu sangat kagum dengan perangai Putra Mahkota. Datu Luwu merasa bahwa
Putra Mahkota adalah seorang pemuda yang gigih, bertutur kata lembut, sopan
dan penuh semangat. Tanpa berpikir panjang lagi, Datu Luwu menerima keris
pusaka itu dengan tulus. Hal ini berarti bahwa lamaran Putra Mahkota diterima.
Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri datang mengunjungi Pulau
Wajo untuk menemui putri kesayangannya. Pertemuan Datu Luwu dengan putri
tunggalnya sangat mengharukan. Maafkan Ayah, Nak! Ayah telah
membuangmu ke tempat ini, Datu Luwu minta maaf sambil memeluk putrinya.
Tidak, Ayah! Justru Ayah harus bersyukur, karena rakyat Luwu terhindar dari
penyakit menular yang menimpa diriku, kata Putri Tandampalik.
Beberapa hari kemudian, Putri Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Raja
Bone di Pulau Wajo. Pesta pernikahan mereka berlansung sangat meriah. Seluruh
keluarga dari dua Kerajaan Besar di Sulawesi Selatan itu sangat gembira dengan
pernikahan tersebut. Putri Tandampalik dan Putra Mahkota hidup bahagia.
Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Ia menjadi raja yang arif
dan bijaksana. Maka semakin bertambahlah kebahagiaan mereka.
***

Ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari cerita rakyat di atas, di
antaranya sifat bijak, sopan, rendah hati atau tidak sombong. Sifat bijak
tercermin pada sifat Datu Luwu. Ia sangat bijaksana mengambil keputusan untuk
mengasingkan putri kesayangannya ke tempat yang jauh, demi keselamatan
rakyatnya agar tidak ketularan penyakit kusta yang diderita putrinya itu. Sifat
rendah hati atau tidak sombong tercermin pada sifat Putra Mahkota Raja Bone.
Meskipun sebagai calon raja, ia selalu bertutur kata halus kepada siapa saja,
rendah hati dan tidak sombong. Kesemua sifat tersebut termasuk ke dalam sifat
terpuji yang patut untuk diteladani dalam kehidupan sehari-hari.
Sifat bijak yang dimiliki seseorang akan menjadi suatu kenikmatan tersendiri
bagi pemiliknya. Ketika menjadi seorang guru yang bijak, guru tersebut akan
disukai oleh murid-muridnya. Seorang pemimpin yang bijaksana biasanya
disegani oleh kawan maupun lawannya. Demikian pula orang tua yang bijaksana
akan dicintai oleh anak-anaknya.
Ada beberapa cara untuk menjadi orang yang bijak, di antaranya tidak
emosional, tidak egois dan memiliki sifat kasih sayang terhadap sesama.
Pertama, tidak emosional, yaitu terampil mengendalikan diri dari sifat amarah,
ketersinggungan, dan temperamental. Orang-orang yang emosional akan sibuk
membela diri dan membalas menyerang, ini tidak bijaksana karena yang ia cari
adalah kemenangan pribadi, bukan kebenaran itu sendiri. Kedua, tidak egois,
yaitu orang yang tidak menginginkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Orang yang
bijaksana adalah orang yang mau berkorban untuk orang lain, bukan
mengorbankan orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri. Ketiga, memiliki
sifat kasih sayang terhadap sesama manusia. Orang yang bijaksana akan selalu
sayang terhadap sesama, tanpa harus pandang bulu. Kasih sayangnya tidak
hanya untuk satu pihak atau kelompok, melainkan merata untuk semua
golongan.
Sementara sifat rendah hati merupakan salah satu sifat terpuji dalam budaya
orang Melayu. Menurut Tenas Effendy, sifat ini secara turun-temurun dikekalkan
dalam kehidupan mereka sebagai jati diri. Konon, istilah Melayu itu pun berasal
dari me-melayukan diri, yakni merendahkan hati, berlaku lemah lembut, dan
berbuat ramah tamah. Oleh karenanya, orang Melayu umumnya menjauhi sifat
angkuh, mengelakkan sombong dan pongah, menghindari berkata kasar, dan
tidak mau membesarkan diri sendiri. Orang tua-tua Melayu mengatakan, adat
Melayu merendah selalu. Merendah yang dimaksud di sini adalah
merendahkan hati, bermuka manis, dan berlembut lidah, tidak rendah diri atau
pengecut. Sifat rendah hati adalah cerminan dari kebesaran hati,
ketulusikhlasan, tahu diri, dan menghormati orang lain. Saduran dari luwuk.

Anda mungkin juga menyukai