Anda di halaman 1dari 10

KELOMPOK A XII MIPA II

Nama:
1. Adella salsabila sebagai PUTRI LEIA
2. Aivi waqiah sebagai PUTRI TATIANA
3. Andriansyah sebagai RADEN KITABMUNCAR
4. Ananda satria sebagai RADEN WITARASARI
5. Anisa putri wijaya sebagai RANGDA SAYOMAN
6. Aryo suseno sebagai RAJA INDRA SEKAR
7. Ayu monalisa sebagai RATU REGINA
8. Bintang akbar palinja sebagai KANG MAS
9. Chindy putri ramadania sebagai PUTRI WINANGSIA
10. Dhesta adellya santika sebagai PUTRI MANDALIKA
11. Dinda maulidia sebagai RATU GAYATRI
12. Gloria hartanta simamora sebagai RATU LEDA
13. Hisyam Ramadhan sebagai SYAHBANDAR
14. Ibnu agil rasikah sebagai RAJA INDRA PANDITA
15. Intan cahya ningtyas sebagai DENDA WINGIT
16. Fauzi pratama sebagai PEMUDA KAMPUNG
17. Destriya Olivia sebagai DAYANG
18. Dwi rindi permatasari sebagai DAYANG
19. Miftahul Jannah sebagai DAYANG
20. Laysha zalvindri rizkya sebagai DAYANG
21. Ahmad fauzi assyifak sebagai PRAJURIT
22. A. Mushollin ashshiddiqiy sebagai PRAJURIT
PUTRI WINANGSIA

Pada jaman dahulu kala, di pulau lombok Nusa Tenggara Barat, berdiri sebuah
kerajaan yang dipimpin oleh Raja Indrapandita. Raja itu memiliki lima putri yang cantik-
cantik. Putri sulungnya bernama Denda Wingit, sedangkan si bungsu bernama Ratna Ayu
Wideradin. Dari kelima putri raja tersebut, si bungsulah yang paling cantik dan mempesona.
Maka, tidak heran jika si bungsu menjadi idola bagi pemuda dari berbagai negeri.

Nampaknya, kecantikan Ratna Ayu Wideradin membuat iri kakak-kakaknya, terutama si


sulung, Denda Wingit. Oleh karena itu, ia mengajak adik-adiknya yang lain untuk
menyingkirkan si bungsu, yang lainnya setuju tetapi tidak dengan putri Leia.

Scene 1 di istana:

Denda Wingit: “Si Bungsu harus kita singkirkan dari istana ini, keberadaannya telah
menganggu ketenteraman kita semua. Setiap pangeran yang datang, Putri Bungsu yang selalu
menjadi pilihan mereka.”

Putri mandalika: “benar sekali kakak, dia bisa mengambil kesempatan kita berkencan dengan
pangeran-pangeran tampan itu.”

Putri Leia: “aku tidak setuju kak, bagaimana kalau putri ratna ayu diusir dari istana dia mau
tinggal dimana kakk”

Denda wingit: “heh kau ini terus saja membela dia, kalau kau tidak mau ikut… pergi saja
sana”

Putri Mandalika: “benar sekali kak, mending kau pergi saja sana menemui adik
kesayanganmu itu.”

(putri Leia meninggalkan ruangan)

Putri Tatiana: “tapi, bagaimana caranya agar kita bisa membuat putri bungsu diusir dari istana
kak?”

Denda Wingit: “Tenang, adikku. Kita bilang saja kepada Ayahanda bahwa ia telah berbuat
tidak senonoh dengan pemuda kampung,”

Putri Tatiana: “Apakah Ayahanda mau mempercayai kita?”

Denda wingit : “Tidak usah khawatir, kakak akan membayar seorang pemuda kampung untuk
merayu si bungsu dan menyuruh pemuda itu memberikan pengakuan palsu di hadapan
ayahanda bahwa ia telah melakukan hal-hal yang tidak baik dengan si Bungsu.”

Putri Mandalika: “apakah kakak yakin cara ini akan berhasil menyingkirkan si bungsu dari
istana ini?”
Denda wingit: “serahkan saja semua padaku, mandalika...kau ikut denganku untuk mencari
pemuda kampung itu”

Akhirnya, ketiga putri raja tersebut bersepakat untuk menghasut Ayahanda mereka.
Denda wingit dan mandalika segera bergegas mencari pemuda kampung di perkampungan
yang tidak jauh dari istana.Mereka menemui seorang pemuda yang tidak sengaja berpapasan
dengannya dijalan perkampungan.

Scene 2 di perkampungan:

Tanpa basa basi mereka langsung menawarkan pekerjaan haram tersebut

Putri Mandalika: “hei pemuda, maukah kau bekerja dengan kami, akan kuberikan kau
imbalan yang besar”

Pemuda kampung: “bagaimana aku bisa menolak kalau soal uang, tetapi pekerjaan apakah itu
tuan putri?”

Denda wingit: “kau hanya perlu berduaan sebentar dengan putri bungsu bagaimana pun
caranya, lalu buatlah pengakuan palsu kepada raja bahwa kau dan putri bungsu telah
melakukan hal yang tidak senonoh”

Pemuda kampung: “baiklah putri, saya akan segera datang ke istana”

Denda wingit dan mandalika pun langsung bergegas meninggalkan pemuda itu
kembali ke istana.

Scene 3 di dapur:

Sementara itu di dapur istana, putri Tatiana menyiapkan minuman yang dicampur
dengan obat tidur.

Putri Tatiana: “leia, cepat kau ambilkan gelas lalu isi dengan jus orange”

Putri Leia: “ini kak(memberikan gelas lalu mengambil obat tidur ditangan putri Tatiana)
untuk apa obat tidur ini kak?

Putri Tatiana: “sudah kau diam saja, dan pergilah(merebut kembali obat)”

Putri Tatiana lalu memberikan minuman itu kepada pemuda kampung untuk diberikan
kepada putri bungsu.

Scene 4 di halaman belakang istana:

Sore itu putri bungsu sedang duduk santai sambil membaca buku di halaman belakang
istana. Pemuda desa itu menyamar sebagai dayang laki-laki dan membawakan minuman
yang sudah diberi obat tidur.

Pemuda kampung: “minumannya putri” (sambil memberikan minuman tersebut)


Ratna Ayu Wideradin: “terima kasih dayang”

Pemuda itu langsung pergi dan bersembunyi, ketika putri hampir tertidur pemuda itu
langsung menghampiri putri bungsu, dan dengan tidak sadar putri bungsu bersandar di bahu
pemuda itu.

Pemuda kampung: “cantik sekali putri bungsu ini” (menatap putri bungsu)

Kejadian itu disaksikan oleh ketiga kakaknya, putri denda, mandalika dan tatiana.
Mereka tersenyum licik di tempat persembunyiannya. Kemudian keesokan harinya pemuda
itu datang lagi ke istana menemui raja Indrapandita untuk menyampaikan pengakuan
palsunya. Dengan disaksikan oleh kedua istri raja dan keempat putrinya.

Scene 5 di istana:

Pemuda desa: “ampun paduka, hamba hendak memberikan pengakuan tentang apa yang telah
hamba perbuat dengan putri bungsu”

Raja Indrapandita: “pengakuan apa itu wahai anak muda”

Pemuda desa: “hamba telah berbuat hal yang tidak senonoh dengan putri bungsu paduka”

Raja Indrapandita: “APAA?!!!”

Ratu Regina: “itu tidak mungkin paduka, putri ratna ayu tidak mungkin melakukan hal itu”

Ratu Leda: “hei, tidak usah membela anakmu!. Aku kemarin melihat pemuda itu dengan putri
bungsu!”

Putri Mandalika: “itu benar ayahanda, kemarin aku tidak sengaja melihat pemuda itu
berduaan dengan putri bungsu dihalaman belakang istana.”

Sang Raja langsung murka, dan memerintahkan agar si Bungsu segera dipanggil
untuk menghadapnya. Sementara putri-putri lainnya yang juga ada di ruangan itu tampak
saling memandang dan tersenyum senang, tetapi tidak dengan putri leia. Ia merasa tak tega
melihat adik bungsunya di perlakukan seperti itu

Raja indrapandita: “Cepat panggilkan Putri Bungsu kemari!”

Pengawal 1: “baik paduka”

Tidak berapa lama kemudian, pengawal itu kembali bersama si Bungsu.

Raja indrapandita: “Dasar anak tidak tahu diri, kamu telah membuat malu kerajaan ini.
Sebagai hukuman atas perbuatanmu, mulai saat ini kamu tinggal di gubuk yang ada di
belakang lingkungan istana ini!”

Betapa terkejutnya si Bungsu mendengar titah itu. Ia benar-benar heran pada sang
ayah yang tiba-tiba mengusirnya dari istana. Merasa tidak bersalah, ia pun berusaha
melakukan pembelaan di hadapan ayahandanya.
Ratna Ayu Wideradin: “Apa salahku ayah, kenapa Ayah tiba-tiba murka?”

Raja indrapandita: “Ah, tidak usah banyak omong! Cepat keluar dari istana ini!”

Ratu Regina: “tidakk padukaa, jangan usir anakkuuu…”(menangis)

Putri Leia: (menenangkan ibunya)

Sungguh malang nasib Putri Ratna Ayu Wideradin. Putri Bungsu ini pun harus tinggal
di gubuk bambu dihalaman belakang istana. Di gubuk itu, ia hanya ditemani oleh seorang
inang (pengasuh) yang bernama Rangda Sayoman dan suaminya. Meskipun berada dekat
istana, namun tak seorang pun keluarganya yang peduli kepadanya. Pakaian yang dimiliki
hanya yang melekat di badannya. Makan pun seadanya. Oleh karena itulah, sang inang
menjulukinya dengan nama Winangsia, yaitu putri yang tersia-sia.

Winangsia mengisi hari-harinya dengan melukis dan menulis syair yang indah. Bakat
itu sudah ia miliki sejak masih kecil. Suatu hari, Winangsia melukis wajahnya pada sehelai
kertas. Kemudian di bawah lukisan itu, ia menuliskan syair tentang nasibnya yang merana.
Syair itu sangat indah dan menyentuh hati siapa saja yang membacanya. Namun, ketika
hendak menggulung kertas itu, tiba-tiba angin kencang datang menerbangkannya.

Scene 6 di gubuk:

Putri Winangsia: “ah tidak lukisankuu..”

Kertas itu terus melayang tinggi ke angkasa menuju Pulau Jawa dan akhirnya
tersangkut di pohon yang ada di dekat kolam pemandian seorang pangeran yang bernama
Raden Witarasari. Ia adalah putra sulung Raja Indrasekar, seorang penguasa di sebuah
kerajaan di Jawa. Raja Indrasekar ternyata bersaudara dengan Raja Indrapandita, ayahanda
Putri Ratna Ayu. Raden Witarasari mempunyai seorang adik laki-laki yang sakti bernama
Raden Kitab Muncar.

Scene 7 di kolam pemandian pangeran:

Keesokan paginya, Raden Witarasari hendak mandi di kolam pemandiannya. Tiba-


tiba pandangannya tertuju pada kertas yang tersangkut di atas pohon.

Raden witarasari: “Kertas apa itu? Siapa yang meletakkannya di situ?”

Setelah mengamati kertas itu lebih dekat, Raden Witarasari melihat sebuah lukisan
wanita cantik di dalamnya. Karena penasaran, cepat-cepat ia memanjat pohon lalu
mengambil kertas itu. Setelah turun, ia terus memandangi lukisan itu tanpa berkedip sedikit
pun.

Raden witarasari: “Cantik sekali gadis ini, tapi…siapakah dia? (Raden Witarasari kemudian
membaca syair-syair yang tertulis di atas kertas itu.) ternyata gadis ini sepupu ku.

Ia menyadari bahwa gadis itu adalah sepupunya. Begitu ia menyelami isi syair itu dari
bait ke bait, tiba-tiba hatinya terenyuh dan sedih. Saking sedihnya, Raden Witarasari jatuh
pingsan. Untung Raden Kitab Muncar datang menolongnya. (raden witarasari pingsan)
(Setelah siuman, Raden Witarasari menunjukkan lukisan itu kepada adiknya.)

Raden witarasari: “Adikku, bacalah syair-syair di kertas ini,”

(sambil membaca, Raden Kitabmuncar pun tak kuasa menahan air matanya)

Raden Kitabmuncar. : “Kak, kita harus segera menolongnya,”

Raden Witarasari: “Benar. Tapi sebaiknya hal ini kita beritahukan Ayahanda dan ibunda
terlebih dahulu,”

Kedua pengeran itu pun segera menghadap sang Ayahanda dan ibundanya. Raden
Witarasari kemudian menceritakan isi syair itu sekaligus memohon izin pergi ke pulau
lombok untuk menolong Winangsia.

Scene 8 di kamar raja indrasekar:

Raden witarasari: “ayahanda ibunda… kami hendak meminta izin untuk pergi ke pulau
Lombok”

Ratu Gayatri: “ada urusan apa sampai kau harus pergi ke pulau Lombok putraku”

Raden Kitabmuncar: “(menunjukkan lukisan) lihat ini ibunda ayahanda, kakak tidak sengaja
menemukannya di kolam pemandian, gadis ini sepupu kami ibunda”

Raja indrasekar: “Baiklah. Segeralah kalian menolong sepupumu yang malang itu”

Ratu Gayatri: “hati-hati dan jaga sikap di negeri orang ya putraku”

(Raden witarasari dan kitabmuncar meninggalkan ruangan)

Ratu Gayatri: “kanda, apakah kau yakin membiarkan mereka pergi ke Lombok? Aku takut
mereka akan terkena masalah disana dan tak kembali kesini lagi..”

Raja Indrasekar: “kau tidak usah khawatir istriku, mereka akan baik-baik saja
disana(merangkul istrinya). Kalau mereka tidak kembali kita bisa buat anak lagi”

Sementara itu, dipelabuhan Raden Witarasari meminta bantuan adiknya yang sakti itu
agar dibuatkan sebuah kapal dagang yang megah dengan barang dagangan yang indah.
Dalam sekejap, tugas itu pun berhasil diselesaikan. Keesokan harinya, kedua pangeran itu
bertolak menuju Lombok. Raden Witarasari menyamar sebagai pedagang dengan nama Jamal
Malik. Sementara Raden Kitab Muncar berpura-pura sebagai pembantunya.

Setiba di pelabuhan pulau lombok, Raden Kitab Muncar segera meminta bantuan
syahbandar (kepala pelabuhan) untuk melapor kepada raja bahwa ada kapal yang membawa
barang dagangan yang bagus-bagus dengan harga murah.

Syahbandar itu pun segera menuju ke istana raja.

Scene 9 di istana:
Syahbandar: “ampun paduka, hamba ingin memberi kabar bahwa ada kapal yang membawa
barang dagangan yang bagus-bagus dengan harga murah. Apabila paduka berkenan, ikutlah
hamba ke pelabuhan”

Raja Indrapandita: “dengan senang hati”

Scene 10 di pelabuhan:

Tak lama kemudian, syahbandar itu kembali bersama rombongan Raja Indrapandita
yang datang bersama keempat putrinya. Jamal Malik pun menyambut mereka dengan penuh
hormat.

Syahbandar: “kita pisah disini paduka”(menundukkan kepala)

Jamal malik: “Silahkan, Baginda! Barangkali ada barang hamba yang cocok dengan Baginda
atau putri-putri Baginda,”

Raja Indrapandita pun membelikan pakaian yang indah-indah untuk kelima putrinya.
Setelah rombongan Raja kembali ke istana, ratusan penduduk berdesak-desak naik ke kapal
untuk berbelanja barang murah. Salah seorang di antaranya adalah inang Randa Sayoman dan
suaminya, inang pengangasuh Winangsia.

Raden Kitab Muncar yang sakti itu tahu bahwa Rangda Sayoman adalah inangnya
Winangsia. Maka, cepat-cepatlah ia memberitahu kakaknya. Raden Witarasari meminta agar
dirinya diubah menjadi monyeh (monyet). Setelah itu, Raden Kitab Muncar segera
menawarkan monyeh itu kepada inang Randa Sayoman. Monyet itu ajaib, bisa berbicara
laksana manusia. Randa Sayoman pun tertarik membelinya untuk diberikan kepada
Winangsia.

Rangda sayoman: “Berapa harga monyet ini, tuan?”

Raden Kitab Muncar: “Berapa pun uang yang Anda miliki, monyet ini boleh dibawa pulang,”

Kang Mas:”untuk apa kau membeli seekor monyet ini istriku, lebih baik kita membeli barang
yang bisa dipakai saja”

Rangda sayoman: “biarlah suamiku, monyet ini bisa menemani winangsia dirumah agar dia
tidak kesepian”

Inang Rangda pun menyerahkan uangnya, lalu membawa pulang monyet itu untuk
diberikan kepada Winangsia. Alangkah senangnya hati Winangsia karena memiliki monyet
yang pandai bicara. Monyet itu juga cerdik, bisa melakukan apa saja yang diperintahkan
kepadanya. Saking sayangnya kepada monyet itu, Winangsia selalu membawanya ke mana
pun ia pergi.

Kang Mas: “putri kemarilah…”

Putri Winangsia: “ada apa paman?”


Kang Mas: “paman dan bibi tadi ke pelabuhan, dan tidak sengaja melihat monyet jadi kami
membelikannya untukmu…”

Putri Winangsia: “terimakasih paman”

Scene 11 di gubuk:

(putri winangsia bermain dengan monyet)

Tampaknya, ketiga saudaranya kembali iri kepada Winangsia. Maka, timbullah niat
mereka ingin merebut monyet itu. Mereka kemudian menyusun siasat dengan meminta
ayahandanya mengadakan pesta di pendapa (pendopo). Tapi, syaratnya harus berpakaian
bagus dan indah. Tentu saja Putri Winangsia tidak dapat memenuhi syarat itu karena tidak
memiliki pakaian yang indah seperti kakak-kakaknya.

Scene 12 di halaman belakang istana:

Putri Mandalika: “Hai, Putri Bungsu. Jika kamu tidak ikut berpesta dengan pakaian yang
indah, maka kamu akan celaka dan monyet itu akan menjadi milik kami”

Putri Tatiana: (mendorong pundak putri bungsu hingga terjatuh)

Putri ratna ayu: “aw..”

Tiba-tiba datanglah putri Leia untuk menolongnya.

Putri leia: “kau tidak apa-apa kan adikku?”

Putri ratna ayu: (mengangguk pelan)

Putri bungsu yang malang itu pun hanya bisa pasrah. Malam harinya, monyet
penjelmaan Raden Witarasari itu diam-diam pergi ke kapalnya. Ia mengambil pakaian mewah
dan segala perlengkapannya untuk Winangsia.

Sebelum pergi, ia meninggalkan pakaian monyetnya di dekat gubuk Winangsia.


Malam itu, Putri Winangsia belum tidur karena sulit memejamkan matanya. Ketika berjalan
keluar gubuknya, ia menemukan pakaian monyet milik Raden Witarasari.

Scene 13 di sekitar gubuk:

Putri winangsia: “apa ini, apakah seseorang meninggalkan ini, tapi sepertinya ini sampah”

Pakaian itu langsung dibakarnya karena dikiranya sampah. Tak lama kemudian,
Raden Witarasari pun kembali namun ia tidak menemukan pakaian monyetnya

Raden witarasiri: “dimana pakaian monyetku (sambil mencari kenasa kemari)”

Tiba-tiba dari arah belakang putri winangsia memergoki raden witarasari

Putri winangsia: “hei! Siapa kamu?!!!”


(Raden witarasari terkejut)

Akhirnya, penyamarannya pun ketahuan oleh Winangsia. Terpaksa dengan jujur ia


menceritakan perihal dirinya dan memberikan pakaian tari itu kepada Winangsia.

Raden witarasari: “jangan takut putri, aku pangeran dari negeri seberang. Aku sepupumu.

Putri Winangsia: “apa yang kau lakukan disini??”

Pangeran Witarasari: “aku disini berniat menolongmu, aku tidak sengaja menemukan
lukisanmu di kolam pemandianku”

Putri winangsia: “Bagaimana aku berterima kasih padamu pangeran, aku tidak tau lagi siapa
yang akan menolongku. (sambil tersenyum bahagia)”

Pangeran witarasari: “kau tidak usah khawatih putri”

Keesokan harinya, acara pesta di pendapa pun dimulai. Kelima kakaknya terlihat
sudah menunggu dengan mengenakan pakaian pesta yang indah. Namun, betapa terkejutnya
mereka saat melihat Winangsia berjalan menuju ke pendapa bersama seorang pemuda
tampan. Adik bungsu mereka itu tampak begitu cantik dan anggun dengan pakaian
mewahnya, ia menarik perhatian para tamu yang datang, terutama sang Raja.

Scene 14 di pendopo:

Ratu Regina: “putri bungsuku terlihat sangat cantik lalu siapakah pemuda tampan itu”

Ratu Leda: “dari mana dia mendapatkan baju semewah itu, aku rasa dia mencurinya dari
istana”

Setelah acara selesai, Raden Witarasari pun menceritakan semua perlakuan kedelapan
putrinya terhadap Putri Ratna Ayu Wideradin.

Raden Witarasari: “salam hormat paduka”

Raja indrapandita: “siapa kau?”

Raden Witarasari: “saya raden witarasari pangeran dari kerajaan seberang. Saya ingin
menceritakan kejadian yang terjadi pada putri ratna ayu. Sebenarnya dia telah difitnah oleh
saudara-saudaranya, pemuda yang mengaku talah berbuat yang tidak tidak dengan putri ratna
ayu telah dibayar untuk membuat pernyataan palsu”

Ratu Leda: “mana mungkin anak anakku melakukan itu! Itu tidak benar paduka!!!”

Putri Leia: “kata pangeran itu benar ayah, aku melihat sendiri kejadian itu. Tapi aku tidak
berani mengatakannya pada ayah”

Raja Indrapandita: “Ayahanda tidak menyangka kalian bisa berbuat seperti itu pada adik
bungsu kalian!
Denda wingit: “ampun ayahanda, ananda minta maaf, ananda janji tidak akan mengulanginya
lagi. (menangis)

Putri tatia&mandalika: “kami juga minta maaf ayah..”

Putri mandalika: “ananda janji akan menebus kesalahan Ananda pada adik bungsu
ayah..”(ketakutan)

Raja Indrapandita: “PENGAWALL, BAWA MEREKA SEMUA!!!!”

Pengawal 1 & 2: “baik paduka”

Raja indrapandita: “kemarilah putri bungsuku(jeda), ayah minta maaf karena percaya begitu
saja pada pemuda tidak jelas tempo hari”

Putri Winangsia: “tidak apa ayah, yang penting sekarang semuanya sudah terungkap”

Ratu regina: (memeluk putri bungsu)

Raden witarasari: “paduka, bolehkah aku melamar putri mu”

Raja: (mengangguk setuju)

Raden witarasari: “ putri Ratna Ayu Wideradin, maukah kau menjadi istriku?”

Ratna Ayu Wideradin: “tentu saja aku mau pangeran”

Setelah menikah, mereka pun berangkat ke Jawa dan hidup berbahagia di sana.

Anda mungkin juga menyukai