Anda di halaman 1dari 8

LEGENDA PUTRI HIJAU

Pada zaman dahulu berdiri sebuah kerajaan di Sumatra Utara, dikenal dengan kerajaan Deli.
Kerajaan Deli kala itu dipimpin oleh seorang raja bernama Sulaiman. Raja Sulaiman
mempunyai tiga orang anak. Anak pertama bernama Mambang Khayali. Anak keduanya
bernama Mambang Yazid. Sedangkan anak ketiganya bernama Putri Hijau.
Putri Hijau terkenal sangat cantik. Berita mengenai kecantikannya telah tersebar keseluruh
penjuru. Bahkan jika ia mandi, bayangannya memantul ke segala arah, sehingga langit
berubah menjadi warna hijau. Orangtua, saudara, dan juga rakyat Kerajaan Deli sangat
menyayangi Putri Hijau. Hal itu terus berlangsung setelah Raja Sulaiman wafat, yang
digantikan oleh Mambang Khayali.
Pada saat itu, tak jauh dari tempat Kerajaan Deli terdapat Kerajaan Aceh yang diperintah
oleh Sultan Ali Mukhayatsyah. Kerajaan Aceh terletak disebelah utara Kerajaan Deli yang
dipimpin oleh Sultan Ali Mukhayatsyah.

ADEGAN 1:
Pada suatu hari, Sultan Ali Mukhayatsyah sedang beristirahat di halaman istananya. Ia
melihat disebelah selatan langit berwarna kehijau-hijauan. Baginda amat terpesona
menyaksikan cahaya hijau cemerlang yang indah sekali. Baginda Sultan Ali Mukhayatsyah
bertanya kepada para pengawalnya.
Sultan Ali : ”Cahaya apakah yang terlihat di langit selatan itu? (menunjuk kearah selatan)
Belum pernah aku menyaksikan cahaya seindah itu.”
Pengawal 1 : “Ampun baginda, hamba tidak tahu.” (menundukkan kepala)
Sultan Ali : ”Panggilkan para cendekiawan. Mungkin mereka tahu apa cahaya hijau itu.”
Pengawal 1 : ”Baik Baginda.” (membungkukkan badan, pergi)

ADEGAN 2:
Pengawal pun memanggil cendekiawan untuk menjawab rasa penasaran Baginda Sultan Ali
Mukhayatsyah. Mereka semua menghadap baginda raja.
Cendekiawan 2 : (membungkukkan badan) ”Baginda memanggil kami?”
Sultan Ali : ”Ya. Apakah kalian tahu apa cahaya di langit selatan itu?”
Cendekiawan 2 : “Ampun baginda, hamba sudah mendengar tentang cahaya itu. Namun
hamba belum tahu sumber cahaya itu.”
Cendekiawan 1 : “Betul baginda, saya sudah sering melihatnya. Tapi tidak tahu darimana
cahaya itu berasal.”
Sultan Ali : “Hmmm...” (menganggukkan kepala) “Kalau begitu pergilah keselatan, cari tahu
tentang cahaya hijau itu agar rasa penasaran ini hilang. Pergilah besok pagi bersama dua
prajurit.”
Cendekiawan : “Baik baginda.” (serempak, membungkukkan badan memberi hormat, pergi)

ADEGAN 3:
Keesokannya para prajurit dan cendekiawan dating ke Negeri Deli dan menjelajahi negeri itu
untuk mencari tahu tentang cahaya hijau di langit. Mereka menyamar menjadi kuli agar
tidak di curigai masyarakat setempat. Mereka berbaur dengan orang orang disana sambil
mencari tahu tentang cahaya itu.
Prajurit 2 : “Tuan, bolehkah saya bertanya?”
Warga : “Apa yang hendak kau tanyakan?”
Prajurit 2 : “Apakah tuan tahu, apa cahaya hijau yang memancar disekitar sini?”
Warga : “Cahaya itu berasal dari tubuh Putri Hijau, Putri kerajaan Deli. Adik dari baginda
Mambang Khayali.”
Prajurit 2 : “Kalau begitu terima kasih tuan.”
Kabar itu belum bisa diterima begitu saja. Namun saat itu juga rombongan itu menyaksikan
sendiri kebenarannya. Mereka melihat sendiri keindahan itu saat Putri Hijau tengah
berjalan-jalan bersama dayang-dayangnya diluar istana.
Cendekiawan 2 : “Cantik sekali dia, auranya begitu sempurna.”
Prajurit 3 : “Lihat cahaya hijau itu! Cahayanya timbul dari bayangan gadis itu.”
Prajurit 2 : “Pasti dia adalah Putri Hijau.”
Cendekiawan 1 : “Pantas saja dia sangat cantik. Dia adalah seorang Putri kerajaan.”
Kepala Prajurit : ”Kita harus segera laporkan berita ini pada baginda.”

ADEGAN 4 :
Beberapa minggu kemudian, rombongan itu pun kembali. Kepala Prajurit pun menghadap
Sultan Ali Mukhayatsyah untuk memberitahu apa yang mereka saksikan di selatan.
Kepala Prajurit : “Ampun baginda. Cahaya hijau itu berasal dari seorang putri Kerajaan Deli.
Namanya Putri Hijau. Cahaya itu adalah pancaran keindahan yang sukar ditandingi
perempuan mana pun. Indah tubuhnya, indah pula hatinya. Semua yang berada dalam
dirinya sangat indah.”
Sultan Ali : ”Jangan bergurau kau! (berdiri) Bagaimana bisa gadis itu memancarkan
cahaya seindah itu?”
Kepala Prajurit : ”Ampun baginda, hamba berkata yang sebenarnya.” (menundukkan
kepala)
Sultan Ali : (menganggukkan kepala tiga kali) “Baiklah, kau boleh pergi.”
Mendengar laporan itu Sultan Ali Mukhayatsyah menjadi gelisah. Tiba-tiba jantungnya
berdegup kencang. Sultan Ali ingin menjadikan Putri Hijau permaisurinya. Ia sedang jatuh
cinta kepada putri cantik yang belum pernah ditemuinya. Sultan Ali pun ingin segera
menjadikan putri hijau sebagai istrinya.
Sultan Ali : “Aku ingin menjadikan putri hijau sebagai permaisuriku. Bawa persembahan
yang paling mahal dan paling sulit dicari di jagat raya ini. Persembahkan kepada Putri Hijau
dan keluarganya. Katakan, aku mempunyai niat baik menjadikan Putri Hijau sebagai
Permaisuriku. Berangkatlah secepatnya. Sampaikan dengan benar pada Putri Hijau.”
Setelah Sultan Ali Mukhayatsyah mengatakan hal itu, awalnya para prajurit
berpandangan karna heran bagaimana bisa Sultan Ali Mukhayatsyah jatuh cinta kepada
putri cantik yang belum pernah ditemuinya. Namun kemudian mereka mengangguk setuju.
Prajurit : ”Baik baginda.” (serempak)

ADEGAN 4:
Berangkatlah Prajurit Aceh lengkap dengan berbagai persembahan untuk Kerajaan Deli.
Setelah tiba di Deli, utusan Sultan Ali dan beberapa pengawal langsung menghadap Raja
Mambang Khayali.
Prajurit 1 : “Kami utusan dari kerajaan Aceh. Kami diutus oleh baginda raja kami
Baginda Sultan Ali Mukhayatsyah. Beliau mempunyai niat baik menjadikan Putri Hijau
sebagai Permaisurinya. Bagaimana yang mulia?”
Mambang Khayali : “Aku bukanlah seorang Raja yang ingin memperturutkan keinginanku
sendiri. Aku harus bertanya kepada Putri Hijau terlebih dahulu.”
Mambang Khayali : “Silahkan untuk menunggu sembari menikmati sajian makanan yang
telah kami siapkan.”

ADEGAN 5:
Mambang Khayali pun mendatangi Putri Hijau yang tengah berada di taman istana mereka.
Dengan hati-hati, Mambang Khayali menyampaikan tentang niat Raja Aceh.
Mambang Khayali : “Adinda tentu telah mengetahui kedatangan utusan Kerajaan Aceh.
Tentu Adinda tahu pula mereka datang untuk meminang Adinda. Keputusan ada di tangan
Adinda,”
Putri Hijau : “Ya Kakanda, Adinda tahu,” (menundukkan kepala)
Mambang Khayali mengangkat dagu adiknya dan membaca keraguan di wajah adiknya.
Mambang Khayali : “Ungkapkan saja isi hati Adinda. Kakanda mendukung sepenuhnya apa
pun keputusan Adinda,”
Putri Hijau memandang Mambang Khayali dengan penuh harapan pengertian dan
perlindungan.
Putri Hijau : “Sampai kini, belum terbersit di hati Adinda hendak bersuami. Sudilah
kiranya Kanda mengerti keinginan Adinda yang ingin tetap tinggal bersama Kakanda. Tetap
merasa Kakanda sebagai pengganti Ayah Bunda yang telah pergi selamanya...”
Mambang Khayali : “Baik jika itu keputusan adinda.”
Mambang Khayali merasa sudah cukup mendapat jawaban. Putri Hijau menolak. Sebagai
Abang sekaligus Raja, dia tentu akan mendukung keputusan Putri Hijau. Mambang Khayali
pun mendatangi utusan dari Aceh yang saat itu tengah menikmati hidangan yang disajikan.
Berat sesungguhnya mulutnya berbicara, namun keputusan harus disampaikan, apa pun
risikonya.
Mambang Khayali : “Maaf seribu maaf, utusan Negeri Aceh. Adinda kami, Putri Hijau, belum
ingin dipersunting, walau dia tahu akan menjadi Permaisuri Aceh yang permai dan makmur.
Bawa kembalilah segala bingkisan dan persembahan. Sampaikan pesan ini kepada Baginda
Raja Aceh.”
Kepala Prajurit : “Benarkah Putri Hijau menolak lamaran Raja kami?”
Mambang khayali : (menganggukkan kepala) “Demikianlah adanya. Hendaknya, keputusan
ini tidak membuat kita saling terbelah.”

ADEGAN 6:
Mendapat jawaban itu, utusan Kerajaan Aceh itu langsung berkemas. Dan kembali ke Aceh.
Sesampai di Aceh, ia langsung menghadap Raja. Tanpa melebihkan, tanpa mengurangi,
seluruh perkataan Mambang Khayali disampaikannya.
Prajurit 1 : “Ampun baginda, Putri Hijau menolak lamaran baginda.”
Sultan Ali : ”Apa-apaan ini!” (berdiri)
Kepala prajurit : “Ampun baginda kami telah menyampaikan semua yang baginda
perintahkan.”
Prajurit 2 : “Katanya beliau belum ingin dipersunting.”
Sultan Ali : “Sampaikan secara langsung kepada Mambang Khayali. Serahkan Putri
Hijau kepadaku. Jika Putri Hijau tetap menolak, maka perang adalah jalan keluarnya!”
Prajurit : “Baik Baginda.” (serempak)
ADEGAN 7 :
Pesan ini tentu sampai dengan baik ke telinga Mambang Khayali Namun dengan sangat baik
pula Mambang khayali memahami keinginan Putri Hijau.
Prajurit 1 : ”Serahkan Putri Hijau kepada kami!”
Prajurit 2 : ”Ya, serahkan dia!”
Prajurit 3 : ”Serahkan dia atau perang adalah jalan keluarnya!”
Mambang Khayali : “Tidak bisa. Perasaan tidak bisa di paksakan.”
Kepala Prajurit : “SERAAANGGGGGG!!!!!” (semua prajurit Aceh mengangkat pedangnya)
Perang pun pecah. Suara gemuruh, jerit kesakitan, atau erangan sebelum maut menjemput
terdengar di kubu Deli Tua maupun Kerajaan Aceh. Pertempuran yang sudah berlangsung
berhari-hari itu kian memanas. Bunyi dentingan pedang saling beradu. Sayangnya, prajurit
Aceh tidak bisa menembus benteng pertahanan Deli Tua yang memanfaatkan rumpun
bambu. Alhasil, Kerajaan Aceh tetap berada di luar. Sama sekali belum bisa masuk. Padahal
makanan kian menipis.
Raja Aceh pun berpikir keras mencari jalan untuk menembus benteng pertahanan tersebut.
Akhirnya Raja Aceh mendapat ide. Dia memerintahkan prajuritnya untuk mengisi laras
meriam dengan emas lalu menembakkannya ke benteng pertahanan Deli Tua. Siasat ini
berhasil. Sesuai dengan keinginan Raja Aceh, emas-emas yang mereka tembakkan
memecahkan konsentrasi prajurit Deli Tua. Tidak hanya itu, para prajurit Deli Tua saling
berebut emas yang jatuh bagai hujan ke daerah pertahanan mereka.
Prajurit 1 : “Astaga banyak sekali uang emas berhamburan!”
Prajurit 2 : “Nasib baik!”
Prajurit 3 : “Luar biasa!”
Prajurit 2 : “Hei sebelah sini bagianku!”
Prajurit 1 : “Sama saja uang ini berhamburan dimana-mana.”
Melihat penghalang terbuka lebar, pasukan aceh berhamburan masuk ke Kota Deli. Mereka
melemparkan peledak. Banyak sekali korban jatuh di pihak Deli.
Ketika pasukan Aceh sudah memasuki istana Deli, pertempuran berlangsung tambah hebat.
Ledakan berdentuman dari kedua belah pihak, semua rakyat ikut dalam peperangan ini,
tidak dipaksa melainkan karena kecintaan mereka terhadap tanah kelahirannya, mereka rela
mati untuk kejayaan negerinya.

ADEGAN 8:
Putri hijau : “Kita bertekuk lutut pada musuh?”
Mambang khayali : “Tidak. Kita tidak akan bertekuk lutut. Kita akan terus melawan dengan
berbagai cara,”
Mambang Yazid : “Ya, kita tidak boleh menyerah.”
Mambang Yazid : “Apa Kakak lupa? Aku memiliki kesaktian mengubah tubuhku menjadi
wujud apapun. Aku akan mengubah tubuhku menjadi meriam.”
Mambang Khayali : “Apa kau yakin? Apa kau akan baik-baik saja?’’
Mambang Yazid : ”Ya, percaya saja Kanda.”
Ketiganya pun saling berpegang tangan. Air mata tampak bergulir di pipi Putri Hijau. Wajah
Ayah dan Bunda kembali terbayang, Mambang Khayali merasakan kesedihan adiknya itu.
Mambang Khayali : “Jangan bersedih, Dinda. Kanda akan tetap menjaga sebagaimana pesan
Ayahanda. Dengar baik-baik pesan Kanda. Bila Raja Aceh itu menawan Adinda, mintalah
padanya peti. Berbaringlah Dinda di dalamnya selama pelayaran dari ke Aceh. Lantas,
sebelum kapal kalian sampai ke Aceh, mintalah kepada Raja Aceh, agar setiap rakyatnya
melemparkan sebutir telur dan segenggam beras ke laut. Itu saja. Semoga kita dapat
berjumpa kembali...”
Setelah menyampaikan pesan tersebut, Mambang Khayali pun memegang tangan kedua
adiknya. Erat, teramat erat. Setelah itu, dia pun terjun ke tengah pertempuran lalu
menghilang. Sedangkan Mambang Yazid menjelma menjadi meriam yang tak henti-hentinya
menembaki prajurit Aceh. Berjatuhan prajurit Aceh. Namun jumlah mereka amat banyak.
Daya meriam kian habis dan kikis hingga akhirnya larasnya patah, terpental kuat ke udara.

ADEGAN 9:
Tinggallah Putri Hijau di kamar istana berusaha menahan tangis. Pada saat itu, masuklah
Sultan Ali. Dia terpana melihat keindahan Putri Hijau. Kesedihan bahkan menambah daya
tarik Putri Hijau. Ada degup kencang di dalam dada Raja Aceh. Yang dibayang-bayangkannya
kini ada di depan mata. Kemolekan Putri Hijau lebih daripada yang dibayangkannya. Sultan
Ali seolah tersihir oleh kecantikan Putri Hijau.
Putri Hijau melihat keterpesonaan Raja Aceh itu terhadap dirinya. Pada saat itu pula dia
menyampaikan permintaan sesuai dengan pesan Mambang Khayali.
Putri Hijau : (menunduk) “Tubuh dan hatiku akan kuberikan pada Tuan Raja sepanjang
permohonan patik dikabulkan,”
Sultan Ali : “Apapun yang... bisa membuat Dinda senang. Sebutkan saja,”
Putri hijau : (menatap Sultan Ali) “Berikan aku Peti dan biarkan aku berbaring di dalamnya
sepanjang pelayaran ke Aceh,”
Sultan Ali : “Baik.” (mengangguk) “Segera Kanda siapkan.”
Putri Hijau : “Itu baru permohonan pertama. Ada permohonan kedua, tetapi nanti patik
sampaikan, saat kita akan tiba di Negeri Aceh,”
Sultan Ali : ”Pengawal!”
Pengawal : (membungkukkan badan) ”Ampun baginda.”
Sultan Ali : ”Buatkan Putri Hijau sebuah peti.”
Pengawal : ”Baik baginda.” (membungkukkan badan)
Tidak perlu waktu lama. Keranda kaca pun telah tiba di Istana Deli Tua yang sudah porak
poranda. Dengan penuh ketegaran, Putri Hijau berbaring di dalam keranda itu. Selanjutnya,
keranda tersebut pun diangkat ke kapal Raja Aceh.

ADEGAN 10:
Tanpa terasa, pelayaran pun hampir selesai. Rombongan kapal Sultan Ali mulai mendekati
pantai. Rakyat melihat kapal-kapal mengibarkan bendera kemenangan. Ini artinya, hajat
Raja mereka tercapai. Rakyat berkumpul di pinggir pantai untuk menyambut kepulangan
Sang Raja. Meriam pun ditembakkan sebagai tanda penghormatan atas kemenangan dan
kegagahan Sang Raja.
Pada saat itu pula, Putri Hijau mengetuk dinding Peti kacanya. Dia ingin mengajukan
permohonan kedua. Sultan Ali pun mendatanginya.
Sultan Ali : “Sebutkan permohonan keduamu. Dan ini harus menjadi permohonanmu yang
terakhir,”
Putri Hijau : “Perintahkan seluruh rakyat Aceh melemparkan sebutir telur dan segenggam
beras ke laut.”
Sultan Ali :“Hanya itu? Baik. Semua akan dipenuhi. Dan tak akan ada lagi permohonan.”
Permohonan Putri Hijau ini tidaklah sulit dipenuhi. Dalam waktu singkat, pesan telah sampai
kepada rakyat Aceh. Maka setiap rakyat pun melemparkan telur dan segenggam beras ke
laut. Air di pantai pun menjadi putih.
Putri Hijau berusaha tetap sabar. Sambil menangis dia pun berseru,
Putri Hijau : “Wahai Kakanda Mambang Khayali, Raja Nan Sakti, Pemegang Janji Paling
Teruji, datanglah. Jemputlah Adinda. Jika Kakanda tak datang, lebih baik Adinda binasa!”
Beberapa saat kemudian, hujan pun turun. Angin kian kencang. Badai datang. Ombak
setinggi bukit menghantam silih berganti. Langit menjadi gelap. Kapal-kapal Aceh
terombang-ambing dipermainkan gelombang. Tiang-tiang layar berpatahan. Lalu terdengar
suara menderu. Keras, sangat keras. Mengalahkan suara angin dan hujan. Dari dalam lautan,
melesat naga raksasa. Ekornya melibas kapal-kapal Aceh. Jerit ketakutan, raung kesakitan
menyatu dalam deru angin badai.
Putri Hijau memejamkan mata, menyerahkan diri sepenuh pada Penentu Takdir. Dia tahu,
Mambang khayali telah datang menjemputnya. Dia merasakan Mambang khayali telah
menjelma naga yang menghancurkan kapal-kapal.

ADEGAN 11:
Di dasar lautan ini, Putri Hijau pun keluar dari peti kacanya. Seketika Putri berada dalam
sebuah istana di dasar lautan. Pada saat itu pula, naga hilang berganti Mambang khayali.
Mambang Khayali : “Di sinilah istanamu sekarang, Adinda. Berbahagia di sini sampai kiamat
tiba. Bila rindu, panggil saja Kanda. Kita akan bertemu lagi,”
Mambang khayali sempat kembali Deli Tua untuk menemui adiknya, Mambang yazid yang
telah berubah kembali menjadi manusia. Menurut cerita orang-orang dulu, setelah bertemu
dengan kedua adiknya, Mambang khayali yang sakti itu berdiam di Selat Malaka. Kemudian
membawa mambang Yazid ke istana bersama Putri Hijau dan memulai hidup yang damai.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai