Anda di halaman 1dari 2

HIKAYAT SRI RAMA MENCARI SITA DEWI

Pada suatu hari, Sri Rama dan Laksamana pergi mencari Sita Dewi. Mereka berjalan
menelusuri hutan belantara namun tak kunjung menemukan Sita Dewi. Setelah sekian lama
mereka berjalan menelusuri hutan rimba, mereka bertemu dengan seekor burung jantan dan
empat ekor burung betina. Lalu Sri Rama bertanya pada burung jantan tentang keberadaan Sita
Dewi yang diculik orang. Burung jantan mengatakan kepada Sri Rama bahwa ia bisa menjaga
istrinya dengan baik, tak seperti dia yang memiliki empat istri namun bisa menjaganya. Dengan
perkataannya seperti itu Sri Rama tersinggung. Kemudian, Sri Rama memohon pada Dewata
Mulia Raya semoga istri-istrinya lenyap dari matanya, sehingga burung itu menjadi buta atas
takdir Dewata Mulia Raya dan tak dapat melihat istri-istrinya lagi

Sri Rama dan Laksamana pun melanjutkan perjalanannya, sian dan malam tiada henti di
tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seekor bangau yang sedang minum di tepi danau.
Sri Rama bertanya pada bangau itu. Bangau mengatakan bahwa ia melihat bayang-bayang
seorang wanita dibawa oleh Maharaja Rawana. Wanita itu berpakaian kain kusuma warna
keemas-emasan. Sri Rama merasa senang karena mendapat petunjuk dari cerita bangau itu.
Sebagai balas budi, Sri Rama memohon pada Dewata Mulia Raya untuk membuat leher bangau
menjadi lebih panjang sesuai dengan keinginan bangau. Namun, Sri Rama khawatir jika leher
bangau terlalu panjang maka dapat dijerat orang.

Setelah Sri Rama memohon doa ia kembali melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian
datanglah seorang anak yang hendak mengail. Tetapi anak itu melihat leher bangau yang sangat
panjang seperti ular lalu dijerat leher bangau itu dan dibawa pulang hendak dijual ke pasar. Sri
Rama dan Laksamana bertemu dengan anak itu dan membebaskan bangau dengan memberi
anak itu sebuah cincin.

Ketika dalam perjalanan, Sri Rama merasa haus dan menyuruh Laksamana untuk
mencarikannya air. Sri Rama menyuruh Laksamana untuk mengikuti jatunya anak panah yang
dipanahkannya agar dapat menemukan sumber air. Setelah berhasil mendapatkan air itu,
Laksamana membawanya pada Sri Rama. Saat Sri Rama meminum air itu, ternyata air itu busuk.
Sri Rama meminta Laksamana untuk mengantarnya ke tempat sumber air itu. Sesampai di
tempat itu, dilihatnya air itu berlinang-linang. Sri Rama mengatakan bahwa dulu pernah ada
binatang besar yang mati di hulu sungai itu. Kemudian, Sri Rama dan Laksamana memutuskan
untuk mengikuti jalan ke hulu sungai itu.

Mereka bertemu dengan seekor burung besar seperti sebuah gunung bernama Jentayu
yang tertambat sayapnya dan yang sebelah rebah. Sri Rama bertanya padanya mengapa sampai
Jentayu seperti itu. Jentayu menceritakan semuanya pada Sri Rama tentang pertarungannya
melawan Maharaja Rawana. Setelah Jentayu selesai bercerita, ia memberikan cincin yang
dilontarkan oleh Sita Dewi saat Jentayu gugur ke bumi saat berperang dengan Maharaja
Rawana. Kemudian bergegeslah cincin itu diambil oleh Sri Rama. Bahagialah Sri Rama melihat
cincin itu memang benar cincin istrinya, Sita Dewi.

Jentayu berpesan pada Sri Rama jika tuan Sri Rama pergi ke negeri Langka Puri, Sri Rama
tidak boleh singgah ke tepi laut karena di sana terdapat gunung bernama Gendara Wanam. Di
dalam bukit tersebut ada saudara Jentayu yang bernama Dasampani sedang bertapa. Jentayu
tak ingin saudaranya itu mengetahui bahwa dirinya akan segera mati. Dan jika ia mati mayatnya
tidak boleh dibakar di bumi yang ada tempat manusia. Setelah Jentayu selesai berpesan, ia pun
mati.

Sri Rama menyuruh Laksamana mencari tempat yang tidak terdapat manusia dengan
memberinya sebuah tongkat. Tetapi, Laksamana tidak berhasil menemukan tempat itu. Lalu ia
kembali pada Sri Rama. Laksamana mengatakan pada Sri Rama bahwa ia tidak dapat
menemukan tempat sesuai perintah Sri Rama. Kemudian, Sri Rama menyuruh Laksamana untuk
menghimpun semua kayu api dan meletakkannya di tanagn Sri Rama. Lalu diletakkannya
bangkai Jentayu di atas kayu api itu dan di bakar oleh Laksamana. Beberapa lama kemudian, api
itu padam. Laksamana heran melihat kesaktian Sri Rama yang tangannya tidak terluka bakar
sedikitpun. Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan meninggalkan tempat itu.

Anda mungkin juga menyukai