Anda di halaman 1dari 10

Nama : Salsabella Safitri

No : 34
Kelas : X IPA 1

HIKAYAT SRI RAMA

Pada suatu hari, Sri Rama dan Laksamana pergi mencari Sita Dewi. Mereka berjalan
menelusuri hutan rimba belantara namun tak juga mendapat kabar keberadaan Sita Dewi.
Saat Sri Rama dan Laksamana berjalan di dalam hutan, mereka bertemu dengan seekor
burung jantan dan empat ekor burung betina. Lalu Sri Rama bertanya pada burung jantan
tentang keberadaan Sita Dewi yang diculik orang. Burung jantan mengatakan bahwa Sri Rama
tak bisa menjaga istrinya dengan baik, tak seperti dia yang memiliki empat istri namun bisa
menjaganya. Tersinggunglah Sri Rama mendengar perkataan burung itu. Kemudian, Sri Rama
memohon pada Dewata Mulia Raya agar memgutuk burung itu menjadi buta hingga tak dapat
melihat istri-istrinya lagi. Seketika burung itu buta atas takdir Dewata Mulia Raya.
Malam tlah berganti siang. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seekor
bangau yang sedang minum di tepi danau. Bertanyalah Sri Rama pada bangau itu. Bangau
mengatakan bahwa ia melihat bayang-bayang seorang wanita dibawa oleh Maharaja Rawana.
Sri Rama merasa senang karena mendapat petunjuk dari cerita bangau itu. Sebagai balas budi,
Sri Rama memohon pada Dewata Mulia Raya untuk membuat leher bangau menjadi lebih
panjang sesuai dengan keinginan bangau. Namun, Sri Rama khawatir jika leher bangau terlalu
panjang maka dapat dijerat orang.
Setelah Sri Rama memohon doa, ia kembali melanjutkan perjalanan. Tak lama
kemudian datanglah seorang anak yang hendak mengail. Tetapi, anak itu melihat bangau yang
sedang minum kemudian menjerat lehernya untuk dijual ke pasar. Sri Rama dan Laksamana
bertemu dengan anak itu dan membebaskan bangau dengan memberi anak itu sebuah cincin.
Ketika dalam perjalanan, Sri Rama merasa haus dan menyuruh Laksamana untuk
mencarikannya air. Sri Rama menyuruh Laksamana untuk mengikuti jatunya anak panah agar
dapat menemukan sumber air. Setelah berhasil mendapatkan air itu, Laksamana membawanya
pada Sri Rama. Saat Sri Rama meminum air itu, ternyata air itu busuk. Sri Rama meminta
Laksamana untuk mengantarnya ke tempat sumber air dimana Laksamana memperolehnya.
Sesampai di tempat itu, dilihatnya air itu berlinang-linang. Sri Rama mengatakan bahwa dulu
pernah ada binatang besar yang mati di hulu sungai itu. Kemudian, Sri Rama dan Laksamana
memutuskan untuk mengikuti jalan ke hulu sungai itu.
Mereka bertemu dengan seekor burung besar bernama Jentayu yang tertambat sayapnya
dan yang sebelah rebah. Sri Rama bertanya padanya mengapa sampai Jentayu seperti itu.
Jentayu menceritakan semuanya pada Sri Rama tentang pertarungannya melawan Maharaja
Rawana. Setelah Jentayu selesai bercerita, ia lalu memberikan cincin yang dilontarkan Sita
Dewi saat Jentayu gugur ke bumi saat berperang dengan Maharaja Rawana. Kemudian, cincin
itu diambil oleh Sri Rama. Bahagialah Sri Rama melihat cincin itu memang benar cincin
istrinya, Sita Dewi.
Jentayu berpesan pada Sri Rama jika akan pergi menyeberang ke negeri Langka Puri,
Sri Rama tidak boleh singgah ke tepi laut karena di sana terdapat gunung bernama Gendara
Wanam. Di dalam bukit tersebut ada saudara Jentayu yang bernama Dasampani sedang
bertapa. Jentayu tak ingin saudaranya itu mengetahui bahwa dirinya akan segera mati. Setelah
Jentayu selesai berpesan, ia pun mati.
Sri Rama menyuruh Laksamana mencari tempat yang tidak terdapat manusia dengan
memberinya sebuah tongkat. Tetapi, Laksamana tidak berhasil menemukan tempat itu. Lalu ia
kembali pada Sri Rama. Laksamana mengatakan pada Sri Rama bahwa ia tidak dapat
menemukan tempat sesuai perintah Sri Rama. Kemudian, Sri Rama menyuruh Laksamana
untuk menghimpun semua kayu api dan meletakkannya di tanagn Sri Rama. Lalu
diletakkannya bangkai Jentayu di atas kayu api itu dan di bakar oleh Laksamana. Beberapa
lama kemudian, api itu padam. Laksamana heran melihat kesaktian Sri Rama yang tangannya
tidak terluka bakar sedikitpun. Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan meninggalkan
tempat itu.
Unsur-unsur intrinsik Hikayat Sri Rama:
1. Tema: Kesetiaan dan pengorbanan
2. Alur: Maju
3. Tokoh:
1. Tokoh utama: Sri Rama
2. Tokoh tambahan: Laksamana, Sita Dewi, Maharaja Rawana, Jentayu, Dasampani,
burung jantan, dan bangau.
3. Latar tempat: di hutan rimba belantara
4. Amanat: hargailah pengorbanan seseorang yang telah rela mati demi menbantu kita.
Karakteristik Bukti Dalam Teks
kemustahilan Laksamana heran melihat kesaktian Sri Rama yang tangannya
tidak terluka bakar sedikitpun.
Bersifat hayalan Sri Rama bertanya pada burung jantan tentang keberadaan Sita
/tidak masuk akal Dewi yang diculik orang. Burung jantan mengatakan bahwa Sri
Rama tak bisa menjaga istrinya dengan baik, tak seperti dia
yang memiliki empat istri namun bisa menjaganya.

Unsur Ekstrinsik
1. Nilai Moral
a. Hikayat ini mengajarkan kita tentang kesetiaan dan kepatuhan terhadap suami seperti
yang dilakukan oleh Dewi Sita yang tetap mengaja kesuciannya.
b. Hikayat ini mengajarkan kita untuk selalu sabar dan optimis membuktikan bahwa kita
tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan oleh Dewi Sita yang rela bersabar
ketika diusir oleh Rama karena dianggap telah dinodai oleh Rawana dan mematahkan
keraguaan Rama dengan membuktikan bahwa dia menjaga kesuciannya dengan
duduk di dalam api yang menyala.
c. Hikayat ini mengajarkan kita untuk mendengarkan penjalasan sang istri terlebih
dahulu sebelum mengambil kesimpulan tanpa melakukan diskusi. Seperti Sri Rama
yang tidak mau menerima Dewi Sita karena menurutnya Dewi Sita telah dinodai oleh
Rawana tanpa meminta penjelasan dari sang istri.
d. Hikayat ini mengajarkan kita untuk gigih dan sabar walaupun mengambil banyak
waktu agar keinganan kita tercapai. Seperti yang dilakukan oleh Rawana yang
melakukan pertapaan dengan cara yang paling hebat yaitu kaki digantung dan kepala
dibawah selama 12 tahun lamanya agar dapat menguasai 4 kerajaan.
e. Hikayat ini mengajarkan kita bahwa penyesalan selalu berada di belakang. Seperti Sri
rama yang tidak memercayai sang Istri yang telah patuh dan setia terhadapnya.
Namun, ketika Sri Rama mengetahui bahwa ternyata sang istri adalah sosok yang
patuh dan setia dia merasa menyesal telah menyianyiakan sang istri.

2. Nilai Budaya
a. Pada zaman kerajaan seorang raja memilki lebih dari satu istri. Seperti yang dilakukan
oleh Rawana dia memiliki 4 orang istri yaitu Dewi Nila Utama, Puteri Pertiwi Dewi,
Gangga Maha Dewi dan Mandudaki.
b. Untuk menikahkan putri raja diadakan sayembara untuk mencari calon suami seperti
yang dilakukan Maharisi Kali yang melakukan sayembara yaitu barang siapa yang
dapat mengangkat panah yang ada di halaman rumahnya dan dapat pula memanah
pohon lontar dengan sekali terus empat puluh pohon, dia akan diterima menjadi suami
Dewi Sita
c. Pada zaman dahulu orang – orang selalu melakukan pertapaan untuk meminta atau
memohon sesuatu. Seperti yang dilakukan Rawana, Dasarata, dan Maharasi Kali yang
melakukan pertapaan agar permintaannya dapat terwujud.

3. Nilai Sosial
a. Hikayat ini mengajarkan kita untuk saling tolong menolong sesama makhluk hidup
tidak mengenal batas derajat baik itu manusia maupun hewan. Seperti yang dilakukan
Burung Jeyantu yang rela mati demi membantu Rama mengambil kembali Dewi Sita
dari Rawana.
b. Hikayat ini mengajarkan kita bahwa tali persaudaraan tidak akan putus. Seperti yang
dilakukan Laksamana yang setia menemani Sri Rama yang diasingkan di Hutan dan
mencari Dewi Sita yang diculik oleh Rawana.

4. Nilai Agama
a. Pada zaman dahulu orang – orang melakukan pertapaan kepada Tuhan. Seperti yang
dilakukan Rawana yang beratapa kepada Tuhan agar dapat dikasihi dengan
dikabulkannya keinginannya yaitu menguasai 4 kerajaan.
Karya sastra lama mengandung berbagai pelajaran, petuah, dan nilai-nilai yang masih
relevan dengan kehidupan masa kini. Salah satu nilai yang terkandung dalam naskah-naskah
kuno tersebut adalah nilai kepemimpinan. Nilai ini dihadirkan dalam berbagai seginya. Salah
satu segi yang diteliti adalah pencitraan.
Penelitian terhadap citra kepemimpinan ini dikhususkan pada dua karya sastra yang
berasal dari khazanah sastra lama, yaitu Hikayat Sri Rama dan Wawacan Babad Timbanganten.
Dalam kedua naskah ini ternyata terdapat berbagai citra yang berhubungan dengan
kepemimpinan yang selama ini sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
HIKAYAT HANG TUAH

Alkisah, ada sepasangan suami istri yang bernama Hang Mahmud dan Dang Merdu,
mereka memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Hang Tuah. Keluarga kecil tersebut
tinggal di sebuah pedesaan yang bernama Sungai Duyung. Di daerah tersebut, semua orang
sudah tahu bahwa Raja Bintan yang memimpin daerah tersebut terkenal baik dan sangat
disegani oleh rakyatnya.
Pada suatu hari Mahmud menyampaikan keluh kesahnya kepada sang istri, dia berniat
untuk mengadu nasibnya ke Raja Bintan, siapa tahu dengan cara itu nasibnya akan menjadi
lebih baik. Setelah ia berkata seperti itu kepada istrinya dan malamnya Hang Mahmud
bermimpi ada bulan yang turun dari langit dan bersinar sangat terang di atas kepala Hang Tuah.
Laki-laki tua itu langsung terbangun dari tidurnya dan bergegas untuk menemui anaknya.
Sesampainya ia dikamar Hang Tuah, pria itu mendapati pemuda itu memancarkan bau yang
sangat wangi. Keesokan harinya, keluarga tersebut mengadakan sebuah acara selamatan kecil-
kecilan.
Hari berikutnya, Hang Tuah sedang membantu ayahnya untuk membelah kayu sebagai
persediaan kayu bakar untuk ibu nya memasak. Di saat yang bersamaan pula, datanglah
beberapa pemberontak yang ingin membunuh orang-orang di desa tersebut. Banyak orang yang
panik dan menyelamatkan diri, tapi si pemuda itu masih tetap saja sibuk membelah kayu. Dari
jauh, sang ibu sudah berteriak panik dan menyuruh Hang Tuah untuk pergi menyelamatkan
dirinya. Namun, hal itu sudah terlambat karena para pemberontak itu sudah berada di depan
Hang Tuah.
Para pemberontak itu kemudian mencoba untuk menusuk tubuh Hang Tuah
menggunakan keris tapi dia berhasil menghindar. Lalu ketika sudah ada kesempatan, dia
mengayunkan kapak tersebut tepat di kepala pemberontak itu dan akhirnya salah satu
pemberontak tersebut mati.
Berita bahwa Hang Tuah telah berhasil mengalahkan pemberontak itu sudah tersebar
hingga ke seluruh penjuru negeri. Hang Tuah pun kemudian diundang untuk datang ke Istana
oleh sang Raja. Sebagai bentuk dari rasa terima kasih, Hang Tuah sangat sering diundang untuk
datang ke istana dan ia pun menjadi orang kepercayaan sang Raja.
Hal tersebut tentu saja menimbulkan rasa iri kepada para Tumenggung dan pegawai-
pegawai yang lainnya. Orang-orang yang iri tersebut kemudian bekerjasama untuk memfitnah
Hang Tuah. Tumenggung berkata pada raja bahwa Hang Tuah sudah merencanakan
pengkhianatan terhadap kerajaan tersebut dan sedang mendekati seorang gadis yang bernama
Dang Setia yang ada di istana.
Setelah mendengar perkataan tersebut, Raja Bintan berubah menjadi murka, lalu Ia
menyuruh para prajuritnya untuk membunuh Hang Tuah. Namun, Allah SWT, masih
melindungi seorang pemuda yang tidak bersalah itu, sehingga para prajurit tidak dapat
membunuhnya. Karena Ia tidak mau menimbulkan berbagai masalah lagi, akhirnya Hang Tuah
memutuskan untuk pergi dan mengasingkan diri ke dalam hutan.
Unsur-Unsur Intrinsik
A. Tokoh dan karakter
Tokoh Karakter Kalimat pernyataan
Hang Tuah ü Berani o “Maka diparangnya oleh Hang Tuahkepala orang
ü Berbakti pada itu”
orangtua o “Apabila Hang Tuah mendengar kata ibunya
demikian itu, maka Hang Tuahpun berbangkit
berdiri,…”
Raja / Baginda ü Emosional o “maka Rajapun terlalu murka,merah pada muka
Baginda..”
Temenggung ü Suka iri hati o “Siapakah lagi yang berani,lain daripada Sang si
ü pembual Tuah itu..”

Dang Merdu ü Perhatian o “Hai anakku, segeralah naik keatas kedai


ü penyayang dahulu.”
o “..serta ditikamnya dada Hang Tuah, dipertubi-
tubikannya.”
Hang Mahmud ü Perhatian o “…’Adapun anak ini kita peliharakan baik-baik,
ü penyayang jangan diberi main jauh- jauh.”
Hang Lengkir ü Baik o “Maka merekapun segeralah berlari-lari datang
mendapatkan Hang Tuah.”
Hang Jebat ü Baik o “Maka merekapun segeralah berlari-lari datang
mendapatkan Hang Tuah.”
Hang Lekiu ü Baik o “Maka merekapun segeralah berlari-lari datang
mendapatkan Hang Tuah.”
Hang Kesturi ü Baik o “Maka merekapun segeralah berlari-lari datang
mendapatkan Hang Tuah.”

B. Tema
Keberanian seorang pemuda
C. Latar
Tempat :
 Sungai Duyung (rumah Hang Mahmud),
 pasar,
 kerajaan,
 Sungai Perak,
 Negeri Bintan
Waktu :
 malam hari,
 siang hari
Suasana:
Tegang

D. Alur
Alur maju

E. Sudut Pandang
Pola orang ketiga (serba tahu)

F. Gaya Bahasa
Ø Bahasa Melayu,
Ø Majas personifikasi :
bulan turun dari langit

G. Pesan Moral
Ø Kebenaran tidak akan kalah dari kejahatan.
Ø Jangan suka memfitnah orang.
Ø Jangan gegabah dalam mengambil keputusan
Unsur-Unsur Ekstrinsik
1. Nilai Moral
Ø Kebenaran tidak akan kalah dari kejahatan.
Ø Jangan suka memfitnah orang.
Ø Jangan gegabah dalam mengambil keputusan

2. Nilai Religius
Ø Jangan terlalu percaya pada mimpi
Ø Selalu percaya akan kekuasaan Tuhan

Anda mungkin juga menyukai