Anda di halaman 1dari 14

PERDJUANGAN RAKJAT SEMESTA

(PERMESTA)

KELOMPOK 7 :
1. SELA NOVI ANDANI
2. NOVITASARI

SMK PELITA MADANI PRINGSEWU


TAHUN 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tanggal 15 Februari 1956, meletus Pemberontakan
PRRI/PERMESTA. Achmad Huesin memproklamasikan berdirinya Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia (PPRI) dengan Syarifuddin Prawiranegara
sebagai perdana menteri Proklamasi PPRI segera mendapat sambutan di Indonesia
Bagian Timur. Pada tanggal 17 Februari 1958, Letkol D.J. Somba dengan
Pemerintah Pusat mendukung sepenuhnya PRRI. Gerakan di Sulawesi ini dikenal
dengan gerakan Piagam Perjuangan Semesta atau Perjuangan Semesta atau
PERMESTA.
Dengan diproklamasikannya PRRI di Sumatera dan PERMESTA di
Sulawesi. Pemerintah memutuskan untuk tidak membiarkan masalah tersebut
berlarut-larut dan segera menyelesaikan dengan kekuatan senjata.
Untuk menumpas Pemberontakan PRRI segera disiapkan operasi
gabungan yang terdiri dari unsur darat, laut dan udara. Serangkaian operasi yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Operasi 17 Agustus dipimpin Kolonel Ahmad Yani untuk wilayah Sumatra
Tengah. Selain untuk menghancurkan kaum sparatis, operasi ini juga
dimaksudkan untuk mencegah agar gerakan tidak meluas, serta mencegah
turut campurnya kekuatan asing.
2. Operasi Tegas dipimpin Letkol Kaharudin Nasution. Tugasnya mengamankan
Riau, dengan pertimbangan mengamankan instalasi minyak asing di daerah
tersebut dan mencegah campur tangan asing dengan dalih menyelamatkan
negara dan miliknya.
3. Operasi Saptamarga untuk mengamankan daerah Sumatra Utara yang
dipimpin Brigjen Djatikusumo.
4. Operasi Sadar dipimpin Letkol Dr. Ibnu Sutowo untuk mengamankan daerah
Sumatra Selatan.
Untuk menumpas Pemberontakan PERMESTA dilancarkan operasi
gabungan dengan nama Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letkol
Hendraningrat

2
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan
1.2.1 Maksud Penulisan
Adapun maksud dari makalah kami yang berjudul Gerakan
Separatis Pemerintaha Revolusioner Republik Indonesia
(PRRI/PERMESTA) adalah ingin mengetahui :
1. Jalannya Pemberontakan PRRI/PERMESTA
2. Situasi dan kondisi Indonesia secara ymym pada saat Pemberontakan
PRRI/PERMESTA.
3. Dampak dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA bagi Bangsa Indonesia
4. Upaya penumpasan dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA
5. Akhir dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA.

1.2.2 Tujuan Penulisan


Tujuan kami dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
lebih dalam lagi tentang Pemberontakan PRRI/PERMESTA, permasalahan
militer di Indonesia lainnya dan untuk menambah wawasan atau
pengetahuan.

1.3 Rumusan Masalah


Perumusan masalah yang kami buat dalam makalah yang berjudul
Gerakan Separatis Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia
(PRRI/PERMESTA) dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana jalannya Pemberontakan PRRI/PERMESTA?
2. Bagaimana situasi dan kondisi Indonesia secara umum pada saat
Pemberontakan PRRI/PERMESTA?
3. Apakah dampak dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA bagi Bangsa
Indonesia?
4. Bagaimanakah upaya penumpasan dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA?
5. Bagaimana akhir dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA?

3
BAB II
GERAKAN REVOLUSIONER REPUBLIK INDONESIA (PRRI)
PERJUANGAN SEMESTA (PERMESTA)

2.1 Jalannya Pemberontakan PRRI/PERMESTA


Sebelum lahirnya PRRI, telah terjadi diskursus antara pusat dengan
daerah. Pada Bulan November 1956, berkumpul di Padang sekitar 600 pejuang
eks-divisi Banteng. Dari pertemuan tersebut mereka membicarakan tentang
tuntutan perbaikan dalam tentara AD dan pemimpin negara. Pertemuan tersebut
menyebabkan terbentuknya dewan-dewan di Sumatera dan Sulawesi. Pada
awalnya, dewan-dewan tersebut dibentuk dalam rangka mengatasi situasi
perpolitikan Indonesia yang semakin mengarah pada perpecahan. Selain itu,
pembentukan dewan-dewan tersebut juga ditujukan untuk mengimbangi parlemen
dalam rangka memajukan pembangunan daerah yang masih tertinggal sehingga
lebih terarah. Dewan-dewan yang di bentuk antara lain :
1. Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kol Simbolon di sumatera Utara.
2. Dewan Banteng di sumatera tengah dipimpin oleh Ahmad Husein
3. dewan garuda di Sumatera selatan dipimpin oleh dhlan Djambek.
4. Dewan Manguni di Sulawesi yang dipimpin oleh Kol. Ventje Sumual.
Dewan-dewan tersebut menuntut adanya perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah, terutama dalam melaksanakan eksploitasi hasil bumi. Namun
dengan adanya berbagai sebab seperti yang telah di uraikan di atas, maka dalam
perkembangannya bersifat agresif dan bertindak mencari kesalahan pusat. Hal
tersebut terkait pula dengan pemberhentian Kol. Simbolon. Pemecatan tersebut
terkait dengan keterlibatannya dalam peristiwa penyelundupan di Teluk Nibung.
Melalui dewan gajah tersebut, Kol. Simbolon menentang pemerintah
pusat yaitu dengan pernyataan:
1. Melepaskan hubungan sementara dengan pemerintah pusat
2. Mulai tanggal 22 Desember 1956 tidak lagi mengakui Kabinet Djuanda.
3. Mulai tanggal 22 Desember 1956 mengambil alih pemerintahan di wilayah
tertera dan tetorium I

4
Melalui pengumuman tersebut maka resmilah bahwa PRRI berjalan di
Sumatera Utara. Pada tanggal 24 Desember 1956 mengeluarkan keputusan
melalui Keputusan Presiden No.200/1956 yang menyatakan bahwa karesidenan
Sumatera Timur dan Tapanuli, serta semua perairan yang mengelilingnya
dinyatakan dalam darurat perang (SOB).
Kericuhan juga terjadi di Sulawesi. Pada akhir Februari 1957, Panglima
TT-VII Letkol Ventje Sumual mengadakan ”pertemuan pendapat dan ide” dengan
para Staffnya. Pertemuan tersebut melahirkan konsepsi yang isinya antara lain
disebutkan bahwa penyelesaian keamanan harus segera dilaksanakan agar
pembangunan semesta segera dapat dimulai.
Kegiatan selanjutnya adalah mengadakan pertemuan di kantor Gubernur
Makasar yang dihadiri oleh tokoh militer dan sipil pada tanggal 2 Maret 1957.
Pertemuan tersebut melahirkan Piagam Perjuangan Semesta [Permesta] yang
ditandatangani oleh 51 tokoh masyarakat Indonesia Timur. Wilayah gerakan
tersebut meliputi kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku.untuk melancarkan
program kerja Permesta, maka Kol. Ventje Sumual menyatakan bahwa daerah
Indonesia Timuur dalam keadaan bahaya [SOB=Staat Van Oorlog en Bleg].
Seluruh pemerintahan daerah diambil alih oleh militer untuk menjaga
ketenteraman rakyat dan demi terlaksananya cita-cita Piagam Perjuangan
Permesta.
Diantara dewan-dewan di daerah terdapat kerjasama dan saling
berhubungan. Para pemimpin pemberontakan di Sumatra mengadakan pertemuan
di Sungai Dareh sekitar 109 kilo meter arah Timur, Padang, pada tanggal 9-10
Januari 1958. Dalam pertemuan tersebut, telah dilakukan pertemuan yang dihadiri
Letkol Ahmad Hussein, Kolonel Simbolon, Letkol Ventje Sumual, Letkol Barlian,
Kolonel Zulkifli Lubis, Sumitro Djojohadikusumo, Syafruddin Prawira Negara,
Mohammad Natsir dan Burhanuddin Harahap. Pertemuan itu mengamanatkan
forum perwira pembangkang ini untuk aktif mencari senjata di luar negeri dan
untuk mematangkan rencana pemberontakan, serta membicarakan soal rencana
pemberian ultimatum kepada pemerintah pusat dan pembentukan negara secara
terpisah dari RI jika ultimatum tersebut tidak dipenuhi dalam waktu 5×24 jam. Isi
Ultimatum tersebut antara lain: di bidang pemerintahan dituntut agar pemerintah

5
memberikan Otonomi yang luas kepada daerah. Pada bidang pembangunan
menuntut agar pemerintah melakukan perbaikan radikal di segala bidang,
sedangkan di bidang militer, dewan Banteng menuntut supaya dibentuk komandan
utama di Sumatera Utara.
Pemerintah menolak dengan tegas ultimatum tersebut, bahkan para
perwira yang terlibat didalamnya justru dipecat oleh Pemerintah Pusat. Kemudian
di Sumatra, kolonel Simbolon membacakan proklamasi Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 15 Februari 1958, dengan ibukota
di Bukittinggi. Sedangkan Safrudin Prawiranegara diangkat sebagai Perdana
Menteri.
Di Sulawesi, proklamasi PRRI disambut oleh kaum separatis Permesta.
Kol Somba, Komandan Deputi Wilayah Militer Sulawesi Utara dan Tengah
mengumumkan bahwa sejak 17 Februari 1958, mendukung PRRI dan menyatakan
memisahkan diri dari pusat. Permesta menjadi praktis sayap timur PRRI. Pusat
pemberontakan ini berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota
Sulawesi. Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke
Manado. Disini timbul kontak senjata dengan pasukan pemerintah pusat sampai
mencapai gencatan senjata. Masyarakat di daerah Manado waktu itu tidak puas
dengan keadaan ekonomi mereka. Pada waktu itu masyarakat Manado juga
mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan diri sendiri (self
determination).
Para pemimpin Permesta mencari dukungan dari pihak manapun untuk
mencapai tujuannya mengingat keyakinan akan adanya tindakan tegas dari
pemerintah pusat. Berkaitan dengan pengeboman Manado oleh pasukan RI, maka
perwakilan Permesta mengadakan hubungan dengan para pemberontak Permesta
di Filiphina, dan menemui pejabat CIA untuk mendapatkan bantuan persenjataan.
Pemimpin Permesta di Taiwan meminta bantuan kepada pemerintah setempat
untuk mendukung permesta, sehingga mendapat dukungan dari dinas rahasia
Taiwan. Para presiden dari Korea Selatan dan Filiphina juga memberikan bantuan
kepada kaum pemberontak.

6
2.2 Kondisi Bangsa Indonesia Saat Pemberontakan PRRI/PERMESTA
1. Kondisi Politik
Tatanan politik yang diatur oleh UUDS 1950 menuntut sikap formal-
legalistik. Bangsa indonesia memasuki periode demokrasi liberal yang
berdasarkan demokrasi parlementer. Para menteri bertanggungjawab kepada
perdana menteri, bukan kepada presiden. Setelah dibentuknya kabinet
Parlemen, kondisi politik Indonesia semakin kacau. Pergantian kabinet secara
terus menerus yang terjadi hampir setiap tahun. Berbagai kebijakan silih
berganti tiap periode menimbulkan keadaan yang tidak kondusif.
Pecahnya Dwi-tunggal Soekarto-Hatta memperburuk kondisi
perpolitikan bangsa. Pada 1 Desember 1956 Hatta mengundurkan diri secara
resmi dari jabatanya sebagai wakil presiden. Hubungan Soekarno-Hatta mulai
retak sejak tahun 1955. Perbedaan pendapat dan latar belakang walaupun
keduanya sebagai tokh muslim yang nasionalis, namun Soekarno cenderung
ke Marxis serta bermain api dengan komunis, sedangkan Hatta cenderung ke
Sosialis dan anti komunis.
Akhir tahun 1956, Bung Karno telah sering mengungkapkan
ketidakpuasannya terhadap sistem parlementer yang ada dan berencana
memperbaharui sistem pemerintahan menjadi sistem pemerintahan
”Demokrasi Terpimpin”, demokrasi yang dianggap oleh Soekarno sebagai
demokrasi yang lebih didasarkan atas mufakat daripada demokrasi secara
Barat yang memecah belah berdasar keputusan”50%+1”. Demokrasi
terpimpin dijalankan dengan Dasar ”Kabinet Gotong Royong” yang
merangkul semua partai politik yang ada, termasuk PKI. Soekarno juga ingin
menyampaikan ”konsepsi”nya mengenai fraksi politik di Indonesia. Konsepsi
presiden merupakan cerminan kekecewaan Bung Karno terhadap sistem
parlementer. Mencakup dukungan publik Soekarno supaya PKI memainkan
peranan yang lebih besar dalam dunia politik Indonesia.

2. Kondisi Perekonomian
Kegagalan ekonomi yang sedang dialami oleh pemerintah sejak awal
kemerdekaan berada pada titik kekacauan. Kegagalan pembangunan ekonomi

7
yang di alami bangsa ini sangat dirasakan oleh berbagai golongan. Kebijakan
ekonomi Kabinet Hatta yang akomodatif terhadap modal asing dipertahankan
oleh kabinet-kabinet berikutnya, antara lain kabinet Natsir, Sukiman, dan
kabinet Wilopo. Tetapi sejak kabinet Ali I (1953-1954), haluan politik itu
sama sekali ditinggalkan. Program ekonomi kabinet seringkali hanyalah
sembohyan. Kabinet ini menganggap bahwa modal asing sangat merugikan
bagi negara. Namun disisi lain, pembangunan administratif sangat
diperhatikan. Penggalangan persatuan dilakukan dengan cara dropping
pegawai dari pusat ke daerah. Partai PNI semakin nampak diperkuat.
Pada masa kabinet Ali II, membawa permasalahan yang semakin
parah. Sentralisme melalui sistem dropping pegawai mendesak putra-putra
daerah dalam mengatur urusan daerah sendiri, serta peranan mereka di pusat.
Semua administrator pemerintah mayoritas berasal dari Jawa, sedangkan yang
berasal dari putera daerah hanyalah pimpinan militernya saja. Sistem
birokrasi sangat berkaitan dengan partai politik yang sedang berkuasa.
Sedangkan keinginan untuk ber-otonomi semakin kuat di setiap daerah.

3. Permasalahan Militer di Indonesia


Di dalam tubuh suatu negara pastilah terdapat separangkat alat-alat
negara. Setiap alat mempunyai fungsi khusus dan saling terkait antara satu
dengan yang lain. Salah satu alat yang sangat vital peranannya dalam
pemeliharaan keutuhan serta pertahanan negara adalah tentara atau militer.
Militer merupakan lembaga yang mempunyai eksklusivitas tersendiri.
Keprofesionalisme-annya perlu di hormati oleh sipil. Keberadaanya harus
diperhatikan. Militer di suatu negara baru merdeka cenderung melangkah ke
arah politik. Hal tersebut terkait dengan peranannya dalam perjuangan
mereka pra-kemerdekaan suatu bangsa. Militer selalu menjadi oposan bagi
pemerintahan sipil. Jika pemerintahan sipil dirasa tidak mampu memerintah
dengan baik maka pemberontakan maupun perebutan kekuasaan oleh militer
mustahil untuk tidak terjadi. Salah satu contohnya adalah gerakan
PRRI/PERMESTA di Indonesia.
Tekanan pada tentara yang profesional memang penting, namun
dalam kondisi politik yang tidak menentu menenggelamkan potensi laten

8
yang terbukti ampuh pada masa perang kemerdekaan. Oleh sebab itu,
berbagai problem sosial dan ekonomi yang muncul nyaris tidak dapat teratasi.
Sebenarnya gerakan PRRI/Permesta hanyalah koreksi terhadap kebijakan
pemerintah pusat serta keadaan yang morat-marit demi kepentingan bangsa
secara umum.

4. Situasi di Daerah
Peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi juga tidak
lepas dari berbagai factor yang menyebabkannya. Factor politis dan ekonomis
sangat berperan sebagai penyebab dari pemberontakan ini.
Sejak 1950, daerah tetap menjadi produsen ekspor, namun hasilnya lebih
dimanfaatkan oleh pusat. Kondisi inilah yang menyebabkan kecenderungan
”sentralistik” dalam pandangan permesta. Hubungan antara pusat dan daerah
menjadi kurang harmonis. Hal tersebut dikarenakan perbedaan pendapat
antara daerah dengan pusat. Daerah menganggap bahwa kebijakan
pemerintah tidak sesuai dengan daerah. Sedangkan pemerintah pusat
menganggap bahwa daerah kurang mampu dalam melaksanakan tugasnya.
Daerah luar Jawa merasa tidak puas dengan keadaan yang ada,
karena mereka menganggap bahwa dana alokasi untuk daerah dirasakan
sangat kurang dan tidak mencukupi untuk melaksanakan pembangunan. Pada
akhirnya muncul upaya dari pihak militer yang mendapat dukungan dari
beberapa tokoh sipil untuk melakukan koreksi terhadap kebijakan- kebijakan
pemerintah.
Kegagalan pembangunan ekonomi yang di alami bangsa ini sangat
dirasakan oleh berbagai golongan. Salah satunya adalah golongan prajurit
yang merasakan kesulitan tersebut. Tindakan-tindakan pemerintah dalam
masalah ekonomi seperti penyalahgunaan devisa, pemberian ijin istimewa
kepada anggota partai penyokongnya serta birokrasi yang berbelit-belit
menghambat para pedagang. Para pimpinan pasukan di berbagai wilayah juga
dibuat kesal oleh alokasi keuangan yang tidak terlaksana semestinya bagi
operasi-operasi militer serta kesejahteraan prajurit. Akhirnya tindakan
ekspor/“barter” dilakukan tanpa disesuaikan dengan prosedur di Jakarta. Hal

9
tersebut dilakukan di Sulawesi Utara dan Sumatera Utara, serta panglima
pasukan dari wilayah lainnya. Keterlibatan TT I dalam peristiwa ”barter”
yaitu keterlibatan mereka dalam memberikan perlindungan kepada
pengusaha-pengusaha yang melakukan ekspor–ekspor yang dianggap
merugikan negara menyebabkan KASAD Nasution memberhentikan Kolonel
Simbolon untuk sementara. Selain itu, beberapa perwira tinggi militer
Sumatera terlibat dalam peristiwa Cikini dan merencanakan pemberontakan
diberhentikan dengan tidak hormat.
Di Sulawesi, situasi yang mendorong lahirnya Permesta yaitu
masalah otonom intern di Indonesia Timur dan di pengaruhi oleh
pembentukan dewan-dewan di Sumatera.

2.3 Dampak dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA bagi Bangsa Indonesia


Terjadinya PRRI/Permesta membawa luka luar dalam bagi masyarakat di
dalamnya. Di Minang, korban yang jatuh dari pihak PRRI kurang lebih berjumlah
22.174 jiwa, 4.360 luka-luka, 8.072 ditahan. Dari pihak APRI pusat jumlah yang
meninggal adalah 10.150 jiwa, terdiri dari 2.499 tentara, 956 anggota OPR, 274
Polisi, dan 5.592 orang sipil. Pembangunan fisik yang selama ini dibangun
menjadi hancur. Masyarakat Minang menjadi rendah diri, muno, lalu cigin ke
rantau.
Perubahan kebijakan oleh Pemerintah Pusat terhadap daerah. Dekrit
presiden 5 juli 1959 yang menetapkan kembalinya pemerintahan sesuai dengan
UUD 1945. Dengan berhasil ditumpasnya PRRI/Permesta maka PKI justru
berkembang sebagai kekuatan yang semakin kuat di tubuh TNI AD dan semakin
berpengaruh terhadap Soekarno dalam kaitannya dengan perpolitikan Indonesia
yaitu diakuinya Nasakom [nasionalisme, sosialisme, dan agama].
Dampak selanjutnya adalah menimbulkan kesadaran di kalangan pimpinan negara
bahwa wilayah NKRI terdiri dari kepulauan yang luas dan beraneka ragam
masalah di setiap daerah. Sembohya Binneka tunggal Ika harus dihayati makna
dan hakekatnya. Hak otonomi yang luas memang perlu diberika kepada setiap
daerah agar setia ebijakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masing-
masing daerah.

10
Peristiwa gerakan separatis tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet Ali II
pada tanggal 14 Maret 1957 yang ditandai dengan penyerahan mandat dari
Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo kepada Presiden. Kabinet tersebut digantikan
oleh kabinet Djuanda yang secara resmi di bentuk pada tanggal 9 April 1957.

2.4 Upaya Penumpasan dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA


1. Upaya Diplomatis
Melihat realita yang terjadi, Pemerintah Pusat melakukan berbagai
cara untuk menyelesaikannya. Langkah pertama yang dilakukan oleh Kasad
Nasution terhadap timbulnya awal gejolak pada bulan Desember 1956 adalah
dengan mengeluarkan surat perintah tanggal 2 januari 1957 untuk Kolonel
Gatot Subroto, Kol. Ahmad Yani, Letkol. Sjoeib, Mayor Alwin Nurdin, Ayor
Sahala Hutabarat, dan Mayor Ali Hasan untuk menemui kolo. Simbolon dan
para komandan resimennya untuk mengusahakan agar tidak terjadi bentrok
secara fisik. Namun usaha ini tidak berhasil karena cenderung kontroversif
dengan keadaan. Mayjen Nasution telah melakukan pendekatan terselubung
terhadap bawahan Simbolon sendiri, yaitu Letkol. Djamin Ginting dan Letkol
Wahab Makmur untuk mengambil kedudukan panglima.
Usaha Pemerintah Pusat untuk memenuhi tuntutan daerah yaitu
dengan mengirim sejumlah misi, seperti misi Kol. Dahlan Djambel, menteri
pertanian Eny Karim, Dr.J Leimena/ Sanusi, Prof. Zairin Zein/ Nazir
Pamuntjak, dan Kol. Mokoginta Cs. Misi-misi tersebut ditujukan untuk
menyelesaikan masalah di Sumatera Tengah. Misi tersebut kemudian disusul
dengan pembentukan Panitia Tujuh dan penyelenggaraan Munas serta
Musyawarah pembangunan. Namun semua usaha diplomatis yang dilakukan
Pemerintah Pusat tidak berhasil.
2. Tindakan dari RI terhadap PRRI dan Permesta secara Bersenjata
Penolakan terhadap ultimatum PRRI oleh Pusat diikuti dengan
pemboman terhadap Padang dan daerah kantong pemberontakan lainnya.
Kemudian pemberontakan terang-terangan terjadi di Sumatera dan diikuti oleh
Permesta di Sulawesi. Setelah melihat situasi tersebut, pemerintah Pusat
melakukan upaya lebih lanjut dengan operasi militer. Operasi tersebut antara
lain :

11
a. Operasi yang dilaksanakan di Sumatera
1) Operasi tegas dilaksanakan pada 12 Maret 1958 di Sumatra Timur.
2) 16 April 1958, pengiriman pasukan dalam ”Operasi 17 Agustus” di bawah
Kolonel Achmad Yani, yang dibantu oleh seorang perwira Angkatan Darat
AS, Benson. Tanggal 17 April, pasukan Yani telah menguasai Padang
sepenuhnya.
3) Operasi Sapta Marga dibawah Brigadir Jenderal Jatikusuma dengan
sasaran Sumatera Timur dan Sumatera Utara.
4) Operasi Sadar dibawah pimpinan Letkol. Ibnu Sutowo dengan daerah
sasaran Sumatera Selatan.
b. Pemecatan terhadap para pemimpin pemberontakan dari jajaran militer
Indonesia, dan dilaksanakan Operasi Marga pada bulan April untuk
menumpas Permesta.
1) Operasi Sapta Marga I dibawah pimpinan Letkol. Soemarsono dengan
sasaran Sulawesi Tengah
2) Operasi Sapta Marga II dibawah pimpinan Letkol. Agus Pramono dengan
sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan
3) Operasi Sapta Marga III dibawah pimpinan Letkol. Magenda dengan
sasaran sebelah Utara Menado.
4) Operasi Sapta Marga IV dibawah pimpinan Letkol. Rukminto
Hendraningrat dengan sasaran Sulawesi Utara
5) Operasi Sapta Marga V dibawah pimpinan Pieters dengan sasaran Jailolo.
6) Operasi Sapta Marga VI dibawah pimpinan Letkol. KKO. H.H W.
Huhnhloz dengan sasaran Murotai

2.5 Akhir dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA


Pemberontakan di Sumatra dapat dengan mudah ditumpas oleh
pemerintah. Mereka tidak melakukan perlawanan yang berarti. Pasukan banyak
yang melarikan diri, bersebunyi dan menyerah. Para tentara kebanyakan dari para
pelajar dan mahasiswa yang belum berpengalaman dalam perang. Tawaran
Soekarno dan Nasution tentang pemberian amnesti, abolisi dan rehabilitasi
diterima oleh mereka.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terjadinya suatu peristiwa tidak lepas dari hal-hal yang telah terjadi
sebelumnya, seperti yang telah diketahui bahwa dalam disiplin ilmu sejarah
berlaku hukum kausalitas atau sebab-akibat. Peristiwa pemberontakan
PRRI/Permesta yang terjadi juga tidak lepas dari berbagai factor yang
menyebabkannya. Factor politis dan ekonomis sangat berperan sebagai penyebab
dari pemberontakan ini. Posisi militer sebagai opsan pemerintah berusaha
mengambil alih kekuasaan sipil setelah melihat berbagai kekurangan dalam
berbagai kebijakannya.
Kondisi yang dianggap ”sentralistik” oleh daerah menyebabkan hubungan
antara pusat dan daerah menjadi kurang harmonis. Hal tersebut dikarenakan
perbedaan pendapat antara daerah dengan pusat. Daerah menganggap bahwa
kebijakan pemerintah tidak sesuai dengan daerah. Sedangkan pemerintah pusat
menganggap bahwa daerah kurang mampu dalam melaksanakan tugasnya. Gerakan
PRRI/Permesta merupakan gejolak daerah yang berusaha melakukan koreksi
terhadap kondisi bangsa yang morat-marit.
Gerakan tersebut membawa dampak positif maupun negatif bagi bangsa
Indonesia. Kerugian materi maupun psikologis diderita masyarakat, tetapi disisi
lain gerakan tersebut menyadarkan para pemimpin bangsa akan pentingnya
otonomi daerah serta keharusan untuk menghayati hakekat Binneka Tunggal Ika.

3.2 Saran
Dari penjelasan di atas, kita sebagai Bangsa Indonesia dapat mengambil
pelajaran dari Peristiwa Pemberontakan PRRI/PERMESTA. Kita sebagai bangsa
yang baik patut melanjutkan perjuangan para pahlawan yang telah memerdekakan
Bangsa Indonesia ini dengan lebih giat belajar, serta menjaga persatuan dan
kesatuan Bangsa Indonesia

13
DAFTAR PUSTAKA

- Buku LKS Sejarah Kelas XII Semester I


- http://yanuaridho.wordpress.com/2012/01/29/prri-dan-permesta/
- Agung Leo dan Aris Listiyani Dwi. 2009. Mandiri Sejarah. Jakarta: Erlangga

14

Anda mungkin juga menyukai