Anda di halaman 1dari 4

Trauma

ANNISA DEWI LESTARI


Ketika matahari baru menampakan diri,
ia berjalan menuju pantai seraya
mengukur batas cakrawala. Hari ini cerah,
batinnya. Sedikit sisa angin malam
melewatinya lalu pergi terusir matahari
yang kian tinggi.

Ombak datang dan pergi mengiringi


langkah laki-laki itu. Setiap kali ia
menjejakkan kaki, ombak datang
menghampiri, menghapusnya. Sesekali ia
menoleh ke belakang menyaksikan jejak-
jejaknya yang hilang. Dalam diam
pikirannya berkata, 'Ah, seandainya semua
itu menghapus semua kenangan ini.'

Pantai itu indah, juga tenang. Sedikit


sepi karena tempatnya yang tersembunyi.
Tempat yang cocok untuk menentramkan
diri atau mencari inspirasi. Namun laki-laki
itu sepertinya bukan berada diantara
keduanya karena ia hanya berjalan tak
lama lalu pergi entah kemana.

1
Sorenya iya kembali. Tak lagi berjalan, ia
hanya duduk di pinggir pantai. Hanyut dalam
lamunan. Terkadang bibirnya terlihat
bergerak mengucap kata yang entah apa.
Tampaknya ia tengah membiarkan berbagai
kenangan muncul bergantian di layar ingatan.

Tiba-tiba ia mengeluarkan sepotong kertas


dan pena. Menuliskan sesuatu. Matahari
jingga mulai melukis cakrawala. Waktunya tak
lama lagi. Ketika kalimat terakhir
dituliskannya, senja telah temaram. Segala
warna mulai terhisap kegelapan.

Perlahan ia memisahkan pena dari kertas


yang ditulisnya. Angin datang bergantian
semakin kencang. Lalu ia berdiri sambil
memegang kertas catatanya dengan dua jari.
Dan pada hembusan angin terkencang yang
dirasakannya, jarinya membuka. Kertas itu
pun melayang. Dan sebelum ia jatuh
menyentuh lautan, lelaki itu telah
membalikan badan.

2
Gelap lalu berkongisi dengan sepi ketika
lelaki itu pergi. Kertas yang ditulisnya telah
tenggelam bersama buih dan tarikan
gelombang. Di antara pasir dan karang, lautan
menyerap tulisan laki-laki itu. 'Segala peristiwa
yang datang dan pergi, tak bisa menghapus
kenangan akannya. Semakin kulawan semakin
aku merasa terus berharapan. Pernah
kutitipkan ingatan ini pada mentari senja, ia
hanya menyimpannya dalam malam untuk
kemudian mentari pagi membawakannya
padaku kembali. Hari ini aku serahkan ingatan
ini padamu wahai lautan. Seperti sungai-sungai
kotor yang mengalir dan larut denganmu. Jika
ia ingin kembali, biarlah ia datang sebagai
hujan. Ia tetap ada tapi aku mengingatnya
dengan cara berbeda agar hidup tak lagi hanya
berputar di jalan yang sama.'

Lalu laut pasang. Kertas itu semakin dalam


tenggelam. Ada tetapi telah entah dimana.
Seperti harapan lelaki itu pada ingatan
buruknya.

Anda mungkin juga menyukai