Anda di halaman 1dari 3

Langit dan Laut

“apakah kita akan bertemu lagi setelah kuasa memisahkan?”

ㅡ Dahulu kala, langit dan laut saling jatuh cinta. Mereka saling mencintai antara satu
sama lain. Oleh sebab sangat sukanya laut kepada langit, warna laut sama dengan langit,
dan begitupun sebaliknya. Setiap senja datang, laut selalu menyempatkan diri untuk
membisikkan kata-kata ‘Aku cinta padamu’ ke telinga langit. Setiap kali langit
mendengar kata-kata cinta dari laut, langit tidak menjawab apa-apa, hanya tersipu malu
dengan rona wajah yang memerah.

Namun suatu hari awan datang, begitu sang awan melihat kecantikan langit yang amat
mempesona diapun langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Tetapi awan tahu,
bahwa langit hanya mencintai laut, dan diapun tahu setiap harinya langit hanya
memandangi laut. Awan merasa sedih, namun dia tidak berputus asa. Diapun mencari
cara agar langit hanya bisa melihat dirinya. Sampai akhirnya awan mempunyai ide untuk
mengembangkan dirinya sebesar mungkin dan menyusup ketengah-tengah langit dan
laut. Menghalangi pandangan langit dan laut satu sama lain.

Laut yang melihat itu merasa sangat marah. Dia berusaha untuk mengusir awan dengan
cara membuat sebuah gelombang yang amat sangat besar. Namun itu tidak mampu untuk
mengusir sang awan. Dalam kesedihannya laut tetap percaya pada langit, bahwa langit
akan tetap mencintainya walau ada sebuah jarak yang memisahkan mereka terlebih
sekarang ada awan yang menghalangi pandangan mereka berdua.

Sampai akhirnya anginpun datang. Dia sudah sejak lama mengetahui hubungan laut dan
langit. Angin rasa dia harus membantu laut untuk menyingkirkan awan yang
mengganggu. Dengan tiupan yang keras dan kuat, angin meniup sang awan. Awan pun
langsung terpecah-pecah menjadi banyak bagian, sehingga awan tidak lagi berupaya
untuk mengganggu hubungan laut dan langit. Karena merasa sakit hati, akhirnya awan
menjadi mendung dan menangis sedih.

Semenjak kejadian itu, tidak adalagi yang berani mengganggu hubungan laut dan langit.
Walau bagaimanapun, cinta mereka berdua tidak akan bisa dipisahkan. Karena kuatnya
rasa cinta dan juga rasa saling percaya. Kita bisa melihat dimana laut dan langit menjalin
kasih. Pergilah ke pantai dan pandangilah ke hujung lautan, dimana kamu bisa melihat
satu garis di antara laut dan langit yang menyatukan keduanya.
Saat ini hujan turun dengan deras dipenuhi guntur yang menggelegar kencang. Di situ
tinggal seorang wira dalam kamar kos yang lumayan temaram, hanya satu bohlam dan
jendela persegi terletak di bagian barat kamar sebagai penerang. Aku sebagai mahasiswa
sastra angkatan tahun sembilan sembilan yang harus mempersiapkan kelulusan sedari
sekarang. Harapannya proses ini akan berlangsung secara mulus dan halus karena
hidupku memang pilu. Ketika kelulusan masa sekolah teman temanku yang ditemani
kedua orang tua, aku merayakan itu sendiri tanpa orang tuaku.

Kabarnya saat aku hanya berumur empat-belas tahun ‘rumornya’ orang tuaku dibawa
pergi segerombol orang serba hitam pada malam hari jumat. Sejak itu semua berubah
drastis! Aku harus memulai semua dari nol. Walaupun ada kerabat yang terus membawa
sembako tiap dua minggu sekali dan memberiku pakaian tapi rasa tak enak ini menjadi
membludak. Jadi dari sembako itu aku mulai membuatnya menjadi kue-kue yang dapat
dijual.

Dari kejadian itu hidupku naik-turun. Terkadang jualanku habis setelah pulang sekolah,
kadang tidak. Itu saja terus! Sampai muak aku berjualan! Sialan aku tertidur! Ternyata
ini tahun dua ribu tujuh, bukan tahun sembilan lima. Skripsiku belum berjalan sepatah
aksara-pun. Air liur sudah membasahi se-perempat meja kayuku. Dengan cepat aku
menaruh jari-jemari ini tuk menyentuh papan ketik secara keras.

“Tik! Tik! Tik! Tik! Tik!”


‘Analisis Gaya Bahasa dalam Lirik Lagu Angin Pujaan Hati oleh Payung Teduh’Ah,
begitu saja, guna lagu kesukaanku. Aman, sudah direvisi oleh dosen pembinaku, jadi aku
dapat melanjutkan paragraf selanjutnya. Sang pujaan tak juga datang
Angin berhembus bercabang
Rinduku berbuah lara
Seutas lirik yang sangat berarti untukku, dimana aku sebagai pujangga yang mempunyai
seorang pujaan, lagu inilah yang aku nyanyikan pada peringatan tahunan pertama kami
berpacaran. Sudah lima tahun lembaran ini bertulis, suka dan duka dihadapkan bersama,
apalagi ketika ada pihak ketiga menghampiri dan mencoba merusak hubungan kami.
Emang ada saja cobaan.

Sudah sudah, fokus saja kepada tokoh. Satu jam setelah aku duduk diam dan hanya
mengetik, ponsel nokia ku berdering. Tapi aku bingung, siapa yang menelpon malam
malam seperti ini?
“Halo?”
“Nak! Halo?! Ini Kadek Dwipa bukan?”
Iya, Dwipa namaku, Kadek Dwipa Sastrawan. Biasanya orang-orang memanggilku Awan
tapi tumben ada yang memanggilku Dwipa..Bahkan nama lengkapku.
“Nggih ini saya, dengan siapa?”
“Aduh dewa ratu! Ini ibumu gus! Niluh Sani!”
Ni..Luh..Sani? Nama itu memang familiar di benakku, tapi aku tak yakin itu ibuku secara
ibuku sudah meninggal beberapa tahun silam mungkin hampir satu dekade.
“Hah? Ibu? Ampura, tapi ibu saya sudah meninggal sejak tahun sembilan lima”
Dialog di ponsel ku berhenti sejenak, tak tahu kenapa sehingga aku diamkan saja ia
menganggur di meja, menaruhnya dengan asal-asalan.
“Om Swastyastu gus..masih ingat saya tidak?”
Sekarang malah lelaki yang bersuara. Suaranya lumayan berat, dengan perkiraan umur
enam puluh-han. Seperti nya itu seseorang yang berpura-pura menjadi ‘ayah’. Angkat
saja telfonnya lagi.
“Huft...ini siapa? Ayah ibu saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu!
Mohon jangan meniru mereka, salah sekali kalian menipu ku. Uang saja pas-pasan,
dompetku hanya berisi uang dua puluh ribu untuk minggu ini”
“Percaya dengan kami, ini benar ayah dan ibumu. Kejadian sembilan lima
memang terjadi. Kami dibawa pergi ke daerah pelosok, bertahun-tahun kami mencoba
mencarimu tapi tak ada hasil, sebelum kami menemukan berita tentangmu di televisi
desa”

Aku terdiam, mencoba mencerna segala hal yang telah dijelaskan. Aku benci masa lalu.
Luka itu terlalu sakit, aku hanya bisa mengisi hal yang sama berulang kali di situasi yang
tak mendukung. Setelah ini, hanya kuasa yang tahu nasibku kedepannya. Apakah kita
akan dipertemukan kembali atau tidak, menjalani hidup seperti tak ada sedikit konflikpun
yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai