Anda di halaman 1dari 2

PESONA PAGI DI PULAU DEWATA

Pesona pagi itu...di pulau Dewata


Mata terlelap, tiada kuasa tuk terbuka
Selimut berteman dada, seakan melemahkan jiwa
Deringan-deringan yang nyaring, kudengar memekakkan telinga
Tanpa sengaja menjadi pengiring redupnya mata
Pesona pagi itu....
Sang surya menyeruak membelah kalbu yang lugu
Tersungging senyumku teringat sesuatu
Tentang....
Aku, dia dan tempat itu
Disana...di pulau Dewata
Di pesona pulau yang ramah
Ku dengar desiran ombak menghantam karang
Seakan tak peduli semakin tegaknya matahari meradang
Aku, dia dan segenap rasa terundang
Keindahan pesona raya menakjubkan mata memandang
Pesona pagi itu...
Terlangkah jejak-jejak kaki
Menyusuri hitam legamnya batu-batu di tepi
Menawarkan sejuta kecanduan duniawi
Menggoda kabut hati tertutupi ilusi
Pesona pagi itu....
Masih kueratkan genggamanku di tangannya
Melaju teriring bayanganku bersamanya
Sekilas, ku mencari binar matanya
Ku lihat merah merona dan terkesima
Tak terasa, riak-riak kecil membelah kakiku yang lemah
Menyapu pasir putih yang membentang
Memburu segala apa yang ada dihadapan
Disana, ku merajut satu keriangan
Esoklah mungkin, kudapati setangkai harapan...

****

Puisi yang berjudul Pesona Pagi di Pulau Dewata


sebenarnya ingin menyampaikan bahwa pulau dewata itu sarat
dengan beribu pesona. Puisi ini menyiratkan betapa penyairnya
sangat menyukai pulau Bali yang disebutnya sebagai pulau
Dewata.
Akan tetapi puisi itu terasa sangat kontradiktif. Pada bait
pertama menyatakan bahwa penyair enggan membuka mata.
Tampak dari kutipan, “Mata terlelap, tiada kuasa tuk terbuka,
Selimut berteman dada, seakan melemahkan jiwa”. Baris itu
mengesankan bahwa penyair bermalas-malasan. Itu sangat
kontras dengan judulnya yang seharusnya membuat orang
sayang kalau memejamkan mata karena di depannya ada sesuatu
yang mempesona.
Tidak hanya pada bait pertama puisi yang terkesan
kontradiktif. ….

Anda mungkin juga menyukai