Anda di halaman 1dari 15

KELOMPOK 13

KASUS PELANGGARAN
ETIKA BISNIS
PT. TIRTA FRESINDO JAYA

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Jakarta


PT TIRTA FRESINDO JAYA

KELOMPOK 13
NAMA ANGGOTA

Maulidiah Fitriyah Hamada Citra Cendikiara Bunga Dinanti

11210000015 10210000013 11237600022

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Jakarta


PT TIRTA FRESINDO JAYA

PT TIRTA FRESINDO JAYA

PT. Mayora Indah Tbk. (Perseroan) didirikan pada tahun 1977 dengan pabrik pertama
berlokasi di Tangerang. Kemudian menjadi perusahaan publik pada tahun 1990. Sesuai
dengan Anggaran Dasarnya, kegiatan usaha PT. Mayora Indah Tbk. diantaranya adalah
dalam bidang industri. Saat ini, PT. Mayora Indah Tbk. memproduksi dan memiliki 6
(enam) divisi yang masing masing menghasilkan produk berbeda namun terintegrasi dan
salah satu divisinya adalah PT Tirta Fresindo Jaya dengan lokasinya di Kejayan,
Pasuruan, Jawa Timur dan beberapa lokasi pabrik yang tersebar di Pulau Jawa.

CONTINUE

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Jakarta


PT TIRTA FRESINDO JAYA

Beberapa divisi bisnis PT. Mayora Indah Tbk. Adalah


sebagai berikut:

Divisi Biscuit Divisi Wafer Divisi Kembang gula

Divisi Kopi Divisi Makanan kesehatan


Divisi Coklat

Di Indonesia PT. Mayora Indah Tbk. tidak hanya dikenal sebagai perusahaan
yang memproduksi makanan dan minuman olahan, tetapi juga dikenal sebagai Market leader yang sukses
menghasilkan produk produk yang menjadi pelopor Pada kategorinya masing masing.

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Jakarta


KRONOLOGI KASUS
Permasalahan antara warga dengan PT Tirta Fresindo Jaya yang merupakan salah satu anak perusahaan
Mayora Group ini bermula pada tahun 2012. Waktu itu pihak PT Tirta Fresindo Jaya datang ke dua wilayah
yakni di Kecamatan Baros, Serang dan Kecamatan Cadas Sari, Pandeglang dan berencana akan membangun
gudang di wilayah tersebut, sehingga warga kehilangan 17 hektare areal persawahan dari rencana 32 hektar
yang akan dibangun perusahaan diperuntukkan sebagai gudang.

Namun dengan seketika, izin areal tersebut berubah menjadi pabrik pengelolaan air minum kemasan setelah
mendapat izin dari Dinas Tata Ruang dan Tata Wilayah melalui SK No. 600/548.b/SK-DTKP/XII/2013 yang
imbasnya adalah sumber mata air yang biasa digunakan warga untuk kegiatan sehari-hari menjadi turun
drastis. Hal ini jelas melanggar Perda Kabupaten Pandeglang No.3/2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Pandeglang yang menyatakan bahwa kawasan Cadasari merupakan kawasan
lindung geologi, yang memiliki beberapa titik mata air.
KRONOLOGI KASUS
Disisi lain secara demografi dan monografi wilayah ini juga diisi dengan kearifan lokal, dimana banyak
pendidikan pondok pesantren yang melahirkan para ulama-ulama, santri-santri. Bahkan, wilayah ini
merupakan sentral kawasan lahan pangan yang berkelanjutan, profesi masyarakat lebih didominasi oleh
petani.

Sejak saat itu, gelombang penolakan terus berdatangan baik dari masyarakat
Cadas Sari dan Baros maupun dari elemen organisasi masyarakat lainya. Dengan berbagai penolakan dan
protes yang dilakukan masyarakat tersebut akhirnya Bupati Pandeglang yang waktu itu masih dijabat oleh
Erwan Kurtubi mengeluarkan pembatalan ijin Perusahaan melalui SK 0454/1669-BPPT/2014. Pembatalan
ini diperkuat dengan himbauan oleh Ketua DPRD Pandeglang agar pembangunan pabrik tersebut
dihentikan.
PEMBAHASAN KASUS
Karena tidak ada tindakan tegas dari pemerintahan Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang. PT Tirta
Fresindo Jaya pun terus melakukan aktivitasnya dengan melakukan eksploitasi air di wilayah Cadas Sari dan
Baros dan tidak mengindahkan SK pencabutan izin yang dikeluarkan Bupati serta himbauan dari DPRD
Pandeglang tersebut.

Tanggal 11 November 2016, ratusan kiai dan santri yang tergabung dalam Jam’iyatul Muslimin Provinsi
Banten melakukan istighosah di area Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), tepatnya di
samping Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten. Istighosah ini merupakan
buntut dari kekecewaan warga atas kelakuan perusahaan yang tidak kunjung menghentikan kegiatannya
PEMBAHASAN KASUS
Menyikapi tuntutan warga tersebut, pihak DPRD Banten akhirnya Mengeluarkan pokok-pokok pikiran yang beberapa
diantaranya;
• PT Tirta Fresindo Jaya agar menghormati surat Bupati Pandeglang atas nama Erwan Kurtubi No.
0454/1669-BPPT/ 2014 tertanggal 21 November 2014 perihal penghentian kegiatan investasi PT. Tirta
Fresindo Jaya.

• PT. Tirta Fresindo Jaya agar segera menghentikan aktivitas kegiatannya.

• Kepada Bupati Pandeglang yang saat ini dijabat oleh Irna Narulita dan Jajaran SKPD terkait Pemda
Pandeglang untuk segera dapat mengambil langkah langkah guna menghentikan kegiatan PT. Tirta
Fresindo Jaya.

• Kepada aparat kepolisian agar dapat membantu untuk menghentikan kegiatan PT. Tirta Fresindo Jaya
(Mayora Group) dilokasi sebagai mana maksud.
PEMBAHASAN KASUS
Menurut perwakilan warga yang tergabung Cadas Sari – Baros pihak PT. Tirta Fresindo Jaya tetap tidak
mengindahkan pokok-pokok pikiran DPRD Banten tersebut dan tetap melakukan aktivitasnya di lapangan seperti
biasa. Akhirnya pada tanggal 6 Februari 2017, warga kembali bergerak menuju pendopo Bupati Pandeglang. Sekitar
300 warga ini ingin berdiskusi dengan Bupati Pandeglang, yakni IIrna Narulita.

Namun kedatangan warga saat itu tak digubris sehingga warga merasa kecewa dengan melampiaskan kemarahan
mereka ke pabrik air minum PT. Tirta Fresindo Jaya. Aksi ini akhirnya berujung dengan penangkapan 6 (enam) orang
warga Cadas Sari – Baros dengan tiga orang ditetapkan sebagai tersangka tanpa ada proses surat panggilan dan BAP
sebelumnya. Hingga saat ini, aparat kepolisian masih melakukan penyisiran ke kampung-kampung dan meneror warga
di dua desa ini. Situasi tersebut melahirkan keresahan di antara warga.
PEMBAHASAN KASUS

Masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) dan Aliansi Tolak
Privatisasi Air menilai bahwa tindakan sepihak yang telah dilakukan oleh aparat kepolisian ini merupakan
tindakan penyimpangan dari kewenangan yang mereka miliki. Warga Cadas Sari – Baros bukanlah kriminal,
namun mereka merupakan korban dari kebijakan privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah
Pandeglang sehingga kehilangan hak-hak agraria mereka berupa tanah dan air. Menurut mereka hal ini
terkait dengan perbuatan tersistematis untuk menggusur warga tempat dan ruang hidup mereka.
Pelanggaran Etika Bisnis PT. Tirta Fresindo Jaya

Undang-undang Sumberdaya Air merupakan salah satu Undang-undang yang disusun melalui
pinjaman program Bank Dunia (Water Resources Sector Adjustment Loan) sebesar US$ 300
juta. Undang-undang ini juga didasari atas cara pandang baru terhadap air, yaitu air sebagai
barang ekonomi yang mendorong terjadinya komersialisasi, komodifikasi dan privatisasi air.
Sebagai turunan, tentu saja air sebagai barang ekonomi menjadi landasan utama dalam
menyusun Undang-undang Sumber daya Air.
Pelanggaran Etika Bisnis PT. Tirta Fresindo Jaya
indikasi pelanggaran Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Tirta Fresindo Jaya diantara bukti-
buktinya adalah sebagai berikut:
• Mengacu konstitusi agraria di Indonesia, bahwa bumi, termasuk tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,
merupakan sumber kekayaan agraria yang harus dilindungi oleh Negara dan diperuntukkan sebesar-besarnya untuk keadilan dan
kesejahteraan rakyat sesuai Pasal 33 UUD 1945 dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960 oleh karena itu seharusnya
PT. Tirta Fresindo Jaya tidak melakukan eksploitasi dan privatisasi sumber mata air uang merupakan sumber kekayaan yang
menyangkut hajat hidup orang banyak.
• Warga Cadas Sari dan Baros yang sebagian besar merupakan petani telah dijamin oleh UU No. 19/2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani (UU Perlintan) dalam bentuk kepastian hak atas tanah dan lahan pertaniannya namun hak telah oleh PT. Tirta
Fresindo Jaya.
• Hak agraria petani Cadas Sari – Baros yang dilindungi UU No.41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
telah direnggut oleh PT. Tirta Fresindo Jaya dimana seharusnya aktivitas pembangunan lainnya harus menjamin perlindungan fungsi
lahan pertanian yang ada.
SOLUSI
Adapun solusi dalam pelanggaran akan etika bisnis yang dilakukan oleh PT. Tirta Fresindo Jaya terhadap masyarakat agar
masalah ini bisa segera terselesaikan adalah:

• Jajaran kepolisian yakni Polda Banten dan Polres Pandeglang agar segera Membebaskan
tiga orang warga Cadas Sari – Baros yang telah ditetapkan sebagai tersangka tanpa
proses hukum yang jelas.
• Pihak Kepolisian Polda Banten dan Polda Pandeglang untuk segera menghentikan
tindakan penyisiran yang dilakukan ke rumah-rumah warga sehingga meninggalkan
teror dan ketakutan di kalangan warga.
• Pihak Kepolisian Polda Banten dan Polres Pandeglang untuk segera memproses
tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group)
yang telah merampas hak-hak agraria Warga Cadas Sari – Baros
• PT Tirta Fresindo Jaya agar menghormati surat Bupati Pandeglang (Erwan Kurtubi) No.
0454/1669-BPPT/ 2014 tertanggal 21 November 2014 perihal penghentian kegiatan
investasi PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group).
Kesimpulan
PT Tirta Fresindo Jaya yang merupakan anak perusahaan Mayora Grup,
yang memproduksi air minum kemasan Le Minerale. Dalam menjalankan roda bisnisnya PT
Tirta Fresindo Jaya diduga menggunakan cara-cara yang menurut masyarakat sekitar pabrik
tidaklah etis dan sangat merugikan masyarakat dan lingkungan sekitar. Menurut dugaan pabrik
PT Tirta Fresindo Jaya yang berlokasi di Kecamatan Baros melakukan tindakan privatisasi air
dengan menutup delapan mata air sumber pertanian warga sekitar untuk kepentingan perusahaan.
Hal ini menyebabkan lahan sawah warga tidak terairi sejak perusahaan ini berdiri.

Anda mungkin juga menyukai