Disusun oleh :
Prodi Manajemen
Yogyakarta
2020
A. Ringkasan Kasus
PT Allegrindo terletak dikaki gunung Simarjarunjung desa Urung Panei, Kec. Purba,
Kab. Simalungun, Sumatera Utara. Perusahaan ini menjalankan usaha yang bergerak
dibidang peternakan babi. Pada tahun 1980-an, peternakan ini didirikan dan dikelola oleh
pemerintah tetapi karena pengelolaan kurang atau tidak optimal, sehingga pemerintah
mengalami kerugian. Kemudian pihak swasta mengambil alih aset perusahaan dari
pemerintah pada 20 April 1989 yang disebut sebagai peternakan babi terbesar di Asia
Tenggara. Adapun nama lengkap dari perusahaan ini adalah PT Allegrindo Nusantara.
Peternakan ini dikelola di atas areal seluas 40.000 Ha. Peternakan tersebut tidak sekedar
memproses penggemukan 25.000 ekor ternak tetapi juga memproduksi ternak setiap hari
minimal 300 ekor seberat 90 Kg/ekor. Selama mengalami proses penggemukan 6 bulan,
kemudian dipasok ke pasar lokal di Provinsi Sumatera Utara. Untuk areal peternakan seluas
40.000 Ha tersebut kapasitas ternak yang di izinkan hanya 50.000 ekor ternak. (Sumber:
Data-Data Peternakan PT Allegrindo, 2015).
PT Allegrindo di Desa Urung Panei yang awalnya sempat diprotes warga sekitar
namun, sekarang warga telah bisa menerima kehadirannya setelah peternakan tersebut
dilengkapi Instalasi Penjernihan Air Limbah (IPAL), sehingga air limbah sudah aman dari
berbagai bakteri. Namun banyak pihak yang menganggap bahwa usaha pengolahan limbah
oleh PT Allegrindo masih belum maksimal walaupun perusahaan tersebut telah melakukan
berbagai metode pengolahan limbah. Berdasarkan berbagai sumber, dikatakan bahwa
perusahaan saat ini masih bermasalah dalam hal pengolahan limbah. Beberapa pihak bahkan
melaporkan masalah ini kepada DPRD Simalungun dan menyarankan agar perusahaan
ditutup. Dengan kondisi perusahaan tersebut apabila perusahaan tidak mengambil langkah
perbaikan, dikhawatirkan kedepannya perusahaan ditutup oleh pihak pemerintah.
B. Permasalahan
Pada Juli 2012, masyarakat yang tinggal di sekitar PT Allegrindo yaitu penduduk
Desa Salbe dan Desa Urung Panei, melakukan demonstrasi ke kantor DPRD Simalungun.
Mereka menyampaikan keluhan mengenai limbah yang dihasilkan dari PT. Allegrindo.
Limbah kotoran ternak dari PT Allegrindo tersebut menyebabkan tercemarnya lahan
pertanian mereka yang terletak di bawah lokasi perusahaan. Menurut masyarakat, limbah ini
mengakibatkan timbulnya bibit penyakit akibat pencemaran udara. Masyarakat mengatakan
bahwa sejak adanya PT Allegrindo di daerah mereka, populasi lalat dan nyamuk semakin
banyak dan pemukiman mereka menjadi bau. Masyarakat juga melaporkan bahwa
perusahaan membuang limbah dan bangkai ternak ke Danau Toba. Padahal Danau Toba
merupakan destinasi wisata yang harus dipelihara
Pada tahun yang sama, karyawan PT Allegrindo melakukan demonstrasi kepada pihak
PT Allegrindo. Menurut karyawan, perusahaan melanggar UU No 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan mengenai perlindungan upah, syarat-syarat kerja dan jam masuk kerja pada
hari Minggu. Karyawan mengatakan bahwa selama ini pekerja tidak diberi masker, sarung
tangan dan kelengkapan lain. Karyawan juga mengeluhkan bahwa mereka tetap diwajibkan
bekerja pada hari libur tanpa adanya insentif tambahan.
C. Landasan Teori
● NEGOSIASI DISTRIBUTIF
Kasus ini berkaitan dengan materi pada Situasi Perundingan Distributif Poin-poin
yang penting dalam analisis situasi tawar menawar distributif:
· Menciptakan sesuatu yang baru dimana kedua belah pihak akan melakukannya dengan cara
mereka sendiri
Hasil terbaik dari negosiasi adalah win-win dan ini perlu dijadikan tujuan utama
negosiasi, ambisi yang berlebih dari salah satu pihak menyebabkan kegagalan negosiasi
sehingga hasil terburuklah yang didapat/ lose-lose. Telah dikenal 2 strategi negosiasi yang
umum yaitu negosiasi distributif dan negosiasi integratif.
Negosiasi distributif adalah tawar menawar dimana akan didapatkan hasil satu pihak
kalah dan pihak lain menang, hasil ini terjadi karena tujuan satu pihak bertentangan langsung
dengan tujuan pihak lain. Negosiasi integratif merupakan negosiasi yang mencari satu
penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan solusi win-win atau saling menguntungkan.
Dengan konsep yang berbeda, kedua strategi ini pun memiliki ciri-ciri yang berbeda dalam
penerapannya. Negosiasi distributif terjadi ketika pihak-pihak yang terlibat konflik memiliki
kepentingan berlawanan sehingga motif hasil dari negosiasi ini adalah menang-kalah.
Negosiasi ini umumnya fokus pada hubungan jangka pendek. Negosiasi integratif terjadi
ketika pihak-pihak yang terlibat konflik memiliki kepentingan yang cocok dan serasi
sehingga hasil dari negosiasi ini adalah motif menang-menang. Fokus dari negosiasi ini
adalah hasil yang terjadi dapat digunakan untuk jangka panjang.
Negosiasi integratif ini merupakan tujuan ideal dari suatu negosiasi karena kedua
belah pihak mendapat keuntungan sebagai hasil dari negosiasi. Negosiasi integratif berfokus
pada kesamaan kedua belah pihak guna memenuhi kebutuhan dengan kepentingan. Untuk
mencapai negosiasi integratif, pihak negosiator harus menggunakan kriteria yang objektif.
Negosiasi merupakan langkah untuk menemukan solusi dari masalah dan konflik
yang ada. Guna menghasilkan solusi yang terbaik dan mengakomodasi kebutuhan kedua
belah pihak, perlu dilakukan beberapa proses agar negosiasi berjalan efektif dan efisien.
Ada 7 langkah dalam proses negosiasi yang ideal menurut Leonard Greenhalgh yang
dijabarkan dibawah ini :
1) Persiapan, adalah fase untuk mendefinisikan tujuan dan goal. Bila dihubungkan dengan
kasus, dalam melakukan negosiasi pihak PT Allegrindo dan pihak masyarakat dan karyawan
harus mendefinisikan tujuan dan goal dari negosiasi. Tujuan dari negosiasi ini adalah
pengolahan limbah dan pemenuhan kewajiban CSR oleh pihak PT Allegrindo terhadap
masyarakat sekitar.
2) Relationship building, adalah fase untuk memetakan pihak-pihak yang terlibat, mencari
tahu dan mencoba mengerti perbedaan yang muncul, menjalin kerjasama, dan membangun
komitmen.
3) Information gathering, adalah fase untuk mengumpulkan informasi, mempelajari apa yang
dibutuhkan oleh pihak lawan negosiasi, dan memperkirakan apa yang terjadi jika hal tersebut
gagal dipenuhi.
4) Information using, adalah fase dimana informasi yang telah diperoleh pada tahap
sebelumnya digunakan.
5) Bidding, adalah fase dimana setiap pihak mengutarakan tawarannya untuk membuka
negosiasi.
6) Closing the deal, adalah fase dimana komitmen untuk mencapai sebuah kesepakatan mulai
diperkuat berdasarkan fase-fase sebelumnya.
7) Implementing the agreement, adalah fase lebih lanjut ketika kesepakatan telah dibuat.
Dalam fase ini dibahas mengenai implementasi dari kesepakatan lebih detail, tentang siapa
harus melakukan apa dan sebagainya.
E. Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat kami berikan atas kasus PT Allagrindo Nusantara ini
sebaiknya pihak PT harus segera memperbaiki kasus limbah yang meresahkan warga
dengan menjadikan limbah dari pabrik itu sebagai pupuk organik dari kotoran babi,
serta tidak membuang bangkai babi dengan sembarangan sehingga meresahkan warga
tetapi bisa dibakar agar baunya tidak terlalu menyengat di pemukiman warga, karena
bisa menyebabkan tercemar nya sungai juga pencemaran di daerah sekitar pabrik, dan
pihak pabrik juga harus memperlakukan karyawan dengan lebih baik lagi, juga
menyediakan alat alat yang perlu digunakan saat kerja, memberikan insentif kerja
setimpal dengan jam kerja para karyawan, dan lebih memperlakukan karyawan secara
manusiawi, serta harus memperbaiki aturan aturan pada pabrik yang itu melanggar
undang -undang serta menyalahi aturan kerja yang semestinya.
F. Daftar Referensi
1. Lewicki, R. J., Barry, B., & Saunders, D. M. (2016). Essentials of
Negotiation, 6th Edition. McGraw-Hill
2. https://medanbisnisdaily.com/m/news/online/read/2019/07/16/80846/pt_allegr
indo_siap_angkat_kaki_dari_danau_toba_asal_pemerintah_sediakan_lahan_ba
ru/
3. https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2018/05/25/38324/wagubsu_m
inta_pt_allegrindo_nusantara_benahi_masalah_limbah/