“Strategi Bisnis”
Chandra Wijaya
E 321 21 081
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat-Nyalah makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan makalah yang berjudul “Bisnis Dan Etika Dalam Dunia Modern” ini
dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah Manajemen Strategi dan Kebijakan
Bisnis.
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak,
yang telah memberikan masukan demi kelancaran dan kelengkapan makalah ini.
Akhinya, semoga makalah yang jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi moralitas dalam ekonomi dan
bisnis. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya
diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan
apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang
perilaku manusia yang penting. Selama perusahaan memiliki produk yang
berkualitas dan berguna untuk masyarakat disamping itu dikelola dengan
manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumberdaya manusia dan
lain-lain tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat
akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan tersebut. Bisnis dengan
menjunjung kode etik merupakan suatu unsur mutlak yang perlu dalam
masyarakat modern. Tetapi kalau merupakan fenomena sosial yang begitu hakiki,
bisnis tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima
dalam pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral.
3. Mengetahui faktor apa saja yang selama ini berpengaruh dalam sejarah dan
Buku ini ingin menyoroti suatu aspek bisnis yang sampai sekarang
disinggung dalam uraian - uraian lain, tetapi semakin banyak diakui pentingnya
yaitu aspek etis atau moralnya. Guna menjelaskan kekhususan aspek etis ini,
dalam suatu pendekatan pertama kita membandingkanya dulu dengan aspek-aspek
lain, terutama aspek ekonomi dan hukum. Sebab bisnis sebagai kegiatan sosial
bisa di soroti sekurang- kurangnya dari tiga sudut pandang yang berbeda tetapi
tidak selalu mungkin dipisahkan ini Sudut pandang Ekonomi, Sudut pandang
Hukum, Sudut pandang Etika.
Bisnis adalah kegiatan ekonomis yang terjadi dalam kegiatan ini adalah
tukar menukar, jual beli, memproduksi memasarka, bekerja memperkerjakan dan
interaksi manusiawi lainnya dengan maksud memperoleh untung.
Tidak bisa diragukan, bisnis juga terikat oleh hukum. "Hukum Dagang"
atau "Hukum Bisnis" merupakan ilmu penting dari cabang Hukum Modern. Dan
dalam raktek hukum banyak mesalah timbu dalam hubungan bisnis, pada taraf
nasional maupun internasional.
Secara ekonomis. bisnis adalah baik kalau menghasilkan laba. Hal itu akan
tampak pada laporan akhir tahun, yang harus disusun menurut metode kontrol
finansial dan akuntansi yang sudah berlaku.
Untuk sudut pandang Hukum-pun, tolok ukurnya cukup jelas bisnis adalah
baik, bila diperbolehkan oleh hukum. Penyelundupan misalnya adalah cara
berdagang berdagang yang tidak baik, karena dilarang oleh hukum.
Lebih sulit untuk menentukan baik tidaknya bisnis dari sudut pandang
moral. Apa yang menjadi tolok ukur untuk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan atau tingkah laku? setidak-tidaknya dapat disebut tiga macam tolok
ukur, yaitu: Hati nurani, Kaidah emas dan penilaian masyarakat umum, mari kita
memandang tiga prosedur untuk memastikan kualitas etis suatu perbuatan ini
dengan lebih rinci.
a. Hati nurani
Suatu perbuatan adalah baik, jika dilakukan dengan hati nurani, dan
perbuatan lain adalah buruk, jika dilakukan bertentangan dengan suara hati nurani.
b. Kaidah emas
Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruk perilaku moral adalah
dengan jaidah emas yang bebubnyi: "Hendaklah memperlakukan orang lain
sebgaimana anda sendiri ingin diperlakukan". Perilaku saya bisa dianggap secara
moral baik bila saya memperlakukan orang tertentu sebagaimana saya sendiri
ingin dperlakukan.
c. Penilaian umum
Cara ketiga dan barang kali paling ampuh untuk menentukan baik
buruknya suatu perbuatan atau perilaku adalah menyerahkannya kepadda
masyarakaat umum untuk dinilai. Cara ini bisa disebut juga "Audit Sosial".
Kata "etika" dan "etis" tidak selalu dipakai dalam arti yang sama karena itu
pula "etika bisnis" bisa berbeda atrinya. Suatu uraian sistematis tentang etika
bisnis sebaiknya dimulai dengan menyelidiki dan menjernihkan cara kata sseperti
"etika" dan "etis" dipakai. Cara yang kami pilih untuk menganalisis arti - arti
"etika" adalah membedakan antara "etika sebagai praksis" dan "etika sebagai
rafleksi".
Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika dalam refleksi
kita berfikir tentang apa yang dilakukan khususnya tentang apa yang harus
dilakukan dan kususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan. Etika sebagai refleksi berbicara tentang etika sebagai praksis atau
mengambul praksis etis sabagai obyeknya. Etika sebagai refleksi menyoroti dan
menilai baik dan buruknya perilaku orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan
pada taraf populer maupun ilmiah.
Sebetulnya antara distingsi antara praksis dan refleksi ini tidak menandai
paham "etika" saja. Dibidang lain-pun terkadang bisa kita brbicara tentang praksis
disamping refleksi (ilmu). Etika sebagai ilmu mempunyai tradisi yang sudah lama,
tradisi ini sama panjangnya dengan selurung sejarah filsafat, karena etika dalam
arti ini merupakan salah satu cabang filsafat. Karena itu juga sering etika sebagai
ilmu sering disebut juga filsafat moral atau etika filosofis.
Hal itu tidak berarti bahwa etika filosofis ingin memiliki monopoli dalm
membahas topik-topik moral. Ilmu lain juga bisa menyinggung masalah maalah
etis, walaupun hanya sepintas lalu misalnya ilmu-ilmu sosial. Tetapi hanya dalam
etika filosofis, topik-topik moral dibahas secara tuntas dengan metode sistematika
khusus yang sesuai dengan bidang moral itu.
Pada taraf mikro, yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan
ekonomi atau bisnis. Disini dipelajari tanggung jawab etis dari pihak keryawan
dan majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan
investor.
Etika selalu dikaitkan dengan bisnis, sejak ada bisnis, sejak saat itu pula
bisnis dihubungkan dengan etika, sebagaimana etika selalu dikaitkan juga dengan
wilayah - wilayah lain dalam kehidupan manusia seperti politik, keluarga,
seksualitas berbagai profesi dan sebagainya. Jadi etika dalam bisnis atau etika
berhubungan dengan bisnis berbicara tentang bisnis sebagai salah satu topik di
samping sekian banyak topik lainnya. Etika dalam bisnis belum merupakan suatu
bidang khusus yang memiliki corak dan identitas sendiri. Hal itu baru timbulny
a"etika bisnis' dalam arti yang sesungguhnya. Etikan dalam bisnis mempunyai
riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika bisnis masih muda
sekali. Kita baru bisa berbicara tentang etika bisnis dalam arti spesifik setelah
menjadi suatu bidang (Field) tersendiri, maksudnya suatu bidang intelektual dan
akademis dalam konteks pengajaran dan penelitian di perguruan tinggi. Etika
bisnis dalam arti khusus ini utuk pertama kali timbul di Amerika Serikat pada
tahun 1970-an dan agak cepat meluas ke kawasan dunia lainya. Dengan
mamanfaatkan dan memperluas pemikiran De George ini kita dapat membedakan
lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis menjadi etika bisnis ini.
Berabad abad lamanya kita berbicara pada taraf ilmiah tentang masalah
ekonomi dan bisnis sebagai salah satu topik disamping sekian banyak topik lain.
Pada awal filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf - filsuf yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kebaikan manusia bersama dalam negara dan
dalam konteks itu mereka membahas juga bagaimana kehidupan ekonomi dan
kegiatan niaga harus di atur.dalam filsafat dan teologi abad pertengahan
pembahasan ini dilanjutkan, dalam kalangan kristen maupun Islam. Topik-topik
moral sekitar ekonomi dan perniagaan tidak luput pula dari perhatian filsafat (dan
teologi) di zaman modern.
Faktor kedua yang memicu timbulnya etika bisnis sebagai suatu bidang
study yang serius adalah krisis moral yang dialami dunia bisnis
Amerika pada awal tahun 1970-an. Krisis moral dalam dunia bisnis itu diperkuat
lagi oleh krisis moral lebih umum yang melanda seluruh masyarakat Amerika
pada waktu itu. Dlatarbelakangi krisis moral yang umum itu, dunia bisnis amerika
tertimpa oleh kerisis moral yang khusus. sebagaian sebagai reaksi atas terjadinya
peristiwa-peristiwa tidak etis ini pada awal tahun 1970-an dalam kalangan
pendidikan Amerika didasarkan kebutuhan akan refleksi etika di bidang bisnis.
Salah satu usaha khusus adalah menjadikan etika bisnis sebagai mata kuliah dalam
kurikulum ini ternyata berdampak luas. Dengan demikian dipilihnya etika bisnis
sebagai mata kuliah dalam kurikulum sekolah bisnis banyak menyumbang kapada
perkembangannya ke arah bidang ilmiah yang memiliki identitas sendiri.
3.4 Etika bisnis meluas ke Eropa tahun 1980-an
Di Eropa Barat etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira
sepuluh tahun kemudian, mula-mula di inggris yang secara geografis maupun
kultural paling dekat dengan Amerika Serikat, tetapi tidak lama kemudian juga
negara -negara Eropa Barat lainnya. Semakin banyak fakultas ekonomi atau
sekolah bisnis di Eropa mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam
kurikulumnya, sebagai mata kulah pilihan ataupun wajib di tempuh. Sepuluh
tahun kemudinan sudah tedapat dua belas profesor etika bisnis pertama di
universitas - Universitas Eropa. Pada tahun 1987 didirikan European Business
Ethich Network (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara
akademisi dari universitas serta seklah bisnis pengusaha dan wakil-wakil
organisasi nasional dan internasional 9seperti misalnya para serikat buruh).
Konferensi EBEN yang pertama berlangsung di Brussel (1987). Konferensi kedua
di Barcelona (1989) dan selanjutnya ada konferensi setiap tahun: milano (1990),
London (1991), Paris (1992), Sanvika, noewegia (1993), St. Gallen Swis (1994).
Breukelen. Belanda (1995). Frankfurt (1996). Sebagaian bahan. konferensi -
konferensi itu telah diterbitkandalam bentuk buku.
Dalam dekade 1990-an sudah menjadi jelas etika bisnis tidak terbatas lagi
pada dunia barat. Kini etika bisnis dipeajari, diajarkan dan dikembangkan di
seluruh dunia, kita mendungar tentang kehadiran etika bisnis amerika latin, eropa
timur, apalagi sejak runthnya komunisme disana sebagai sistem politik dan
ekonomi. Tidak mengherankan bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di
negara yang memiliki ekonomi yang paling kuat di luar dunia barat. Tanda bukti
terakhir bagi sifat global etika bisnis adalah telah didirikannya international
society for business management economis and ethics (ISBEE).
Kini etika bisnis mempunyai status imiah yang serius. la semakin diterima
di antara ilmu-ilmu yang sudah mapan dan memiliki ciri-ciri yang biasanya
menandai sebuah ilmu. Tentu saja masih banyak harus dikerjakan. Etika bisnis
harus bergumul terus untuk membuktikan diri sebagai disiplin ilmu yang dapat
disegani. Disini kami berusaha menggambarkan beberapa pertanda yang
menunjukan setatus itu cukup meyakinkan, sekaligus kami mencoba melukiskan
profil ilmiah dari etika bisnis sebagaimana tampak sekarang.
Dalam kitab suci kristen terdapat cukup banyak teks yang berada kritis
terhadap kekayaan uang, dalam perjanjian lama maupun baru. Dalam
Alkitab itu sendiri perdgangan tidak ditolak sebagai kurang etis, akan tetapi,
karena perdagangan merupakan salah satu jalan biasa menuju kekayaan. Tetapi
teolog tersebut mempunyai penafsiran lain dengan melihat adegan itu.
Sepatah kata perlu ditambah tentang masalah riba dalam pandangan Islam,
sebuah persoalan yang jelas berkaitan dengan etika ekonomi. Pertama-tama peru
kita tekankan bahwa masalah ini tidak terbatas pada Agama Islam saja oleh
dikatakan pengambilan riba di larang dalam seluruh dunia. Jika kita melihat dalam
prespektif sejarah, masalah riba sangat menarik sebagai contoh tentang
mungkinkannya perubahan rudikal dalam pemikiran moral dan khususnya
perubahan yang didorong oleh realitas ekonomis. Dalam kalangan islam dewasa
ini tidak semua orang bisa menerima pembedaan antara riba dengan bunga uang
ini. Sehingga pandangan tentang masalah moral ini menjadi berbeda.
Dalam diskusi - diskusi etis yang modern masalah riba muncul kembali
dalam konteks utang negara-negara miskin terhadap negara -negara kaya. Salah
satu argumen untuk membela negara - negara miskin yang tidak sanggup
membayar kembali utangnya adalah bahwa mereka terpaksa meminjam uang dari
negara negara kaya, supaya dapat bertahan hidup. Disini tidak bisa dikatakan
bahwa mereka dengan bebas meminta pinjaman tersebut. Mereka tidak ada pilihan
lain, kalau tidak mau tenggelam dalam tubir kehancuran. Mereka tidak meminjam
uang menurut "nilai pasar". Mereka terlilit utag yang didasarkan atas riba (dalam
arti tidak etis).
Hanya sepintas menijau data sejarah dan budaya sudah cukup untuk
menyadarkan kita tentang perbedaan sikap terhdap bisnis, dulu dan sekarang.
Kalau sekarang kegiatan bisnis dinilai sebagai pekerjaan terhormat dan semakin
jauh dibanggakan sejauh membawa sukses, di masa silam tidak selalu begitu.
Kalau pencarian untung menjadi motif utama bagi bisnis mengejar kepentingan
diri. Namun demikian, masih ada jalan tengh antara egoisme dan alturisme. Tidak
benar bahwa mengejar kepentingan diri selalu sama dengan egoisme. Bisa juga
orang mengejar kepentingan diri, sambil tetap memperhatikan kepentingan orang
lain. Orang yang terlibat dalam kegiatan bisnis, memang mencari kepentingan diri
(ia tidak bermaksud melakukan karya amal), tapi tidak sampai merugikan
kepentingn orang lain. Sebaliknya, relasi ekonomis justru menguntungkn untuk
kedua belah pihak sekaligus. Diantara aemua relasi antar manusia, berangkali
inilah ciri khas ang paling mencolok pada relasi ekonomis. Tetapi serentak juga
disini tampak kebutuhan akan etika, dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral
yang harus dipegang dalam kegiatan bisnis. Keprihatinan moral dalam berbisnis
kini tampak pada tahap lain lagi ketimbang konteks tradisional. Kita hidup di
zaman konglomerat dan korporasi multinassional. Kita hidup di zaman kaitalisme,
bahkan sejak runtuhnya komunisme, kapitalisme tanpa antagonis.
Etika bisnis sebagai usaha intelektual dan akademis yang baru, pasti masih
banya menderita banyak "penyakit anak". Disini akan dibhas beberapa contoh.
Baragkali penjelasan ini bisa membantu mendapatkan gambaran lebih lengkap
tentang corak dan maksud etik bisnis sebagaimana dipahami sekarang ini.
Kritik pertama ini lebih menarik karena sumbernya daripada karena isinya.
Kritik itu sebetulnya tidak perlu dijawab, arena pengaangnya ternyata tidak
berusaha mempelajari dengan serius literatur tentang etika bisnis, sebagaimana
sepetutnya dilakukan setiap orang yang ingin mengkritik suatu ilmu. Para
pengarang tentang etika bisnis sama sekali tidak bermaksud bahwa bisnis harus
diukur dengan prinsip- prinsip lain daripada bidang bidang biasa. Jika kita
menyimak buku buku pegangan tentang etika bisnis maka disitu justru dimulai
dengan penguraian teori teori etika yang umum. Disitu tidak terlihat aturan-aturan
moral yang hanya berlaku untuk seroang bisnis. Etika bisnis adalah penerapan
prinsip-prinsip moral yang umum atas suatu bidang yang khusus. Etika bisnis
menjadi suatu ilmu dengan identitas tersendiri, bukan karena adanya norma-
norma moral yang umum ata suatu wilayah kegiatan manusiawi yang minta
perhatian khusus, sebab keadaanya dan masalah-masalahnya mempunyai corak
tersendiri.
Kritik lain tidak berasal dari satu orang, tetapi ditemukan dalam kalangan
populer yang cukup luas. Dunia bisnis itu ibarat rimba raya dimana tidak ada
tempat untuk etika. Kalau mau disebut bidang yang sama sekali asing terhadap
etika, tidak ada contoh jelas daripada justru bisnis. Etika dan bisnis itu bagaikan
air dan minyak, yang tidak meresap yang satu ke dalam yang lain. Sebenarnya
buku ini sebagai keseluruhan berusaha untuk memperlihatkan bahwa kritikan ini
merupakan asumsi yang tidak benar, dan dalam bab terakhir kita kembali pada
masalah ini, bila diupayakan jawaban atas pertanyaan mengapa bisnis harus
berlaku etis.
Tidak ada kritik atas etika bisnis yang menimbulkan begitu banyak relasi.
Keberatan bahwa etika bisnis (sebagai ilmu) kurang prakstis lebih sering
terdengar dan stark bukan orang pertama yang menyinggung masalah ini. Karena
itu ada baiknya kita menanggapi keberatan itu sebagai berikut. Sebagai ilmu etika
bisnis selalu bergerak pada taraf refleksi dan akibatnya ada taraf teoretis juga.
Walauun etika bisnis berbicara tentang hal-hal yang sangat praktis,
pembicaraannya berlangsung pada taraf teoristis. Kita harus bersungguh-sungguh
agar kita dekat dengan praktek bisnis, namun jarak antara teori dan praktek tidak
pernah bisa dihilangkan.
Bertens, Kees. Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmajaya: 21), Yogyakarta,
rizkilah.blogspot.com/2011/11/makalah-etika-bisnis-html
antilicous.wordpress.com/2011/11/24/makalah-etika-bisnis/