Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ETIKA BISNIS

ETIKA PERILAKU PELAKU BISNIS

Disusun Oleh:
1. Dina Putri Nur I. (NIM. 1742620154)
2. Doni Setiawan (NIM. 1742620047)
3. Fitria Yunanda (NIM, 1742620087)

PROGRAM STUDI D-IV MANAJEMEN PEMASARAN


JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI MALANG
FEBRUARI, 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang kiranya
patut saya ucapkan. Karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini dalam tepat waktu. Dalam makalah ini kami
menjelaskan mengenai Etika Bisnis Pelaku Bisnis, sehingga makalah ini kami beri
judul “Etika Perilaku Pelaku Bisnis”. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah Etika Bisnis.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca. Kami menyadari, dalam makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan,
pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki, namun demikian banyak pula pihak
yang telah membantu kami dengan menyediakan dokumen atau sumber informasi,
dan memberikan masukan pemikiran. Oleh karena itu kami sebagai penulis mohon
maaf atas segala kekurangan dalam makalah ini, serta kami mengharapkan kritik
dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini di waktu yang akan
datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan
pembaca pada umumnya.

Malang, 16 Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
MATERI PEMBAHASAN
A. Tentang Etika Perilaku Pelaku Bisnis .................................................... 1
B. Etika Perilaku Produsen ........................................................................ 2
C. Etika Perilaku Suplier ............................................................................ 5
D. Etika Perilaku Investor dan Pemegang Saham ....................................... 6
E. Etika Perilaku Pemilik Perusahaan ........................................................ 10
F. Etika Perilaku Karyawan ....................................................................... 12
STUDI KASUS ...............................................................................................15
PEMBAHASAN .............................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 18

iii
PEMBAHASAN MATERI

A. Tentang Etika Perilaku Pelaku Bisnis


Perilaku pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh nilai moral yang dimiliki oleh
masing-masing individu. Dalam beberapa hal, etika dan moral sering dianggap
memiliki kedudukan yang sejajar, dimana orang yang beretika pasti bermoral, dan
orang yang bermoral pasti beretika. Namun, untuk memahami etika sesungguhnya
etika perlu dibandingkan dengan ajaran moral dimana ajaran moral adalah ajaran
tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang
baik. Sedangkan etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar mengenai ajaran
moral (Suseno, 1987). Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa etika
merupakan produk dari nilai moral seseorang, dan jika disepakati dan dipelihara
oleh banyak orang maka etika tersebut akan menjadi sebuah pedoman bagi mereka
yang memiliki nilai moral yang kurang lebih sama. Etika menuntut agar seseorang
melakukan ajaran moral tertentu karena ia sadar bahwa hal itu memang bermanfaat
dan baik bagi dirinya dan orang lain (Keraf, 1998).
Secara tegas, dalam konteks bisnis dinyatakan bahwa jika setiap orang yang
terlibat dalam bisnis bertindak secara tidak bermoral, maka bisnis akan segera
terhenti. Lebih lanjut dikemukakan bahwa moralitas memperlancar kegiatan bisnis
dan semua kegiatan lain dalam masyarakat (George, 1999). Lebih lanjut George
menyatakan bahwa etika terdiri atas 3 bentuk, yaitu:
 Etika diskriptif, menjelaskan moralitas individu, budaya, atau masyarakat.
 Etika normatif, merupakan pemahaman atas etika diskriptif yang
dikembangkan menjadi sistem moral terpadu dan memastikan prinsip dasar
nilai moral dari masyarakat secara keseluruhan.
 Etika analitis, yaitu memberikan penilaian tentang baik buruk, tanggung jawab
moral, dan argumentasi moral (moral reasioning).
Etika bisnis memiliki relevansi bagi para pelaku bisnis yang menginginkan
bisnisnya sukses dan bertahan lama (Keraf, 1998). Etika bisnis merupakan investasi
jangka panjang yang dimiliki oleh pelaku bisnis. Pelaku bisnis merupakan
pemegang kepentingan dalam bisnis (stakeholders) atau orang yang berkepentingan

1
dalam bisnis. Terdapat 6 jenis kepentingan yang terlihat dalam bisnis, antara lain
(Madura, 2001):
 Pemilik
 Karyawan
 Kreditor
 Pemasok
 Pelanggan
 Investor
Keenam pemegang kepentingan utama bisnis tersebut memiliki peranan yang
penting dalam membuat sebuah aktivitas bisnis yang beretika. Salah satu unsur
pokok yang harus ditemui dalam bisnis yang beretika adalah nilai keadilan. Dalam
wacana yang lebih spesifik, bahkan terdapat pengaturan persaingan pasar untuk
menghindari ketidakadilan, yaitu (Zarqa, 1991):
 Proses mendapatkan barang dengan mengandalkan asimetri informasi maupun
asimetri kesempatan baik berupa waktu, tempat, maupun jumlah karena
dikhawatirkan akan terjadi ketimpangan antara pedagang yang memperoleh
informasi dan kesempatan lebih dulu dan akan menimbulkan persaingan pasar
yang tidak kompetitif.
 Larangan keras untuk mengurangi timbangan.
 Menyembunyikan cacat yang terdapat dalam barang yang dijual dengan
motivasi penjual mendapatkan harga yang baik untuk kualitas yang buruk.
 Melakukan manipulasi pemasaran.
 Manipulasi penawaran dan permintaan.
 Menjual barang dagangan dengan harga jauh lebih tinggi dari harga pasar

B. Etika Perilaku Produsen


Produksi merupakan aktivitas menghasilkan barang dan jasa melalui proses
transformasi input menjadi output tertentu secara profesional dan bertanggung
jawab dengan tujuan agar hasil produksi dapat dimanfaatkan oleh konsumen
dengan baik. Target dari kegiatan produksi adalah upaya pemenuhan kebutuhan

2
konsumen. Produsen wajib untuk mengembangkan tanggung jawab bisnis berupa
penyediaan produk yang aman bagi konsumen. Kewajiban ini juga dengan product
liability (Bertens,2000). Produsen harus bertanggung jawab jika terdapat
kesalahaan dalam proses produksi. Karena itu transformasi tujuan produksi
berdasarkan norma perilaku sangat penting dilakukan dan menganggap bahwa
maksimalisasi laba bukan merupakan satu – satunya motif maupun motif utama
kegiatan produksi (Siddiqi,1996).
Tujuan utama perusahaan,yakni memenuhi kebutuhan konsumen, menjadi
pelayanan bagi keinginan konsumen, dan secara makro memiliki kontribusi sebagai
roda penggerak perekonomian suatu negara. Dengan kata lain, produsen diharapkan
memiliki sikap memetingkan kepentingan orang lain. Tujuan memperoleh laba
diperkenankan dengan batas bawah cukup untuk mengembalikan modal pembelian
barang baku, operasional, dan gaji para karyawan, serta memberikan sisa lebih
kepada produsen itu sendiri.
Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, dikenal istilah ekoefiensi, di mana
produsen didorong untuk melakukan kegiatan produksi yang memerhatikan upaya
penghematan penggunaan bahan baku dan faktor produksi lainnya dan secara
bersamaan menerima konsekuensi logis berupa penghematan biaya. Konsep
ekoefiensi ini terus dikembangkan agar produsen sebagai pelaku bisnis memiliki
pandangan bahwa kegiatan bisnis merupakan upaya berkelanjutan yang perlu
dikelola secara sistematis (Putri, 2012).
Kerja sama dengan produsen lain perlu dilakukan untuk memebangun sinergi
dan tercapainya tujuan sosial lainnya. Nilai moral dan etika merupakan hal penting
untuk menghindari terjadinya asimetri informasi dalam proses sinergi. Karena itu
keterbukaan informasi merupakan hal penting sehingga diharapkan mampu
meminimalisasi persaingan produksi yang pada akhirnya akan merugikan produsen
itu sendiri. Produsen sebaiknya memprioritaskan untuk memproduksi barang yang
merupakan kebutuhan pokok dan mengurangi produksi barang mewah atau
memiliki nilai guna tersier, dan mencegah melakukan produksi barang – barang
yang membahayakan bagi masyarakat.

3
Secara filosofis aktivitas produksi (Muhammad,2013),meliputi :
 Produk apa yang dibuat;
 Berapa kuatitas produk yang dibuat;
 Mengapa produk tersebut dibuat;
 Di mana produk tersebut dibuat;
 Kapan produk dibuat;
 Siapa yang membuat;
 Bagaimana memproduksinya.
Aktivitas produksi harus memiliki kejelasan terhadap ketujuh hal tersebut dan
memerhatikan etika produksi sebagai pedoman dalam menjawab ketujuh aktivitas
tersebut. Intinya adalah bahwa jawaban dari pertanyaan diatas harus memiliki
orientasi pada pencapaian harmoni atau keseimbangan bagi semua atau beberapa
pihak yang berkepentingan dengan masalah produksi. Produsen harus
menyampaikan informasi – informasi tersebut secara terbuka kepada konsumen
maupun masyarakat agar konsumen tidak dirugikan. Secara spesifik dikemukakan
bahwa tujuan produksi menurut (Qardawi,1995) adalah 1) untuk memenuhi
kebutuhan setiap indvidu; dan 2) mewujudkan kemandirian masyarakat.
Terkait dengan tujuan yang pertama, produktivitas dan pengembangan
produksi baik kuantitas maupun kualitas sangat ditekankan. Sedangkan tujuan
kedua adalah merealisasikan kemandirian ekonomi masyarakat, yang berarti bahwa
sebaiknya masyarakat memiliki berbagai kemampuan, keahlian, dan prasarana
yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan. Bahkan secara lebih luas, produk
yang dihasilkan akan mencerminkan tingkat peradaban yang dibangun oleh
produsen. Semakin bermanfaat produk yang dihasilkan maka produk tersebut
semakin memiliki kontribusi terhadap peradaban yang dibangun.
Selain berorientasi pada tujuan produksi, hal yang cukup penting yang harus
dilakukan oleh produsen selaku pelaku aktivitas bisnis adalah memperlakukan
faktor sumber daya manusia bukan hanya sebagai faktor produksi, namun juga
sebagai aset perusahaan.
Hal yang tidak kalah penting bagi produsen dalam berperilaku bisnis,
hendaknya melakukan pemanfaatan teknologi secara bijaksana, memegang teguh

4
etika, sehingga mampu menyediakan barang – barang yang dibutuhkan dalam
masyarakat dalam situasi perkembangan dan pergeseran selera konsumennya. Hal
ini penting agar produsennya terhindar dari perilaku negatif yang disebabkan
karena kurangnya pembaruan pemanfaatan teknologi yang berdampak pada kinerja
produksinya.

C. Etika Perilaku Suplier


Era globalisasi menuntut tanggung jawab perusahaan tidak hanya pada
keluarnya produk dari gudang saja. Dalam iklim persaingan usaha yang semakin
ketat, perusahaan bertanggung jawab kepada seluruh rangkaian proses, mulai dari
perancangan produk, peramalan kebutuhan, pengadaan material/bahan baku,
produksi, pengendalian persediaan, penyimpanan, distribusi, pelayanan pada
pelanggan, proses pembayaran, dan sampai pada pengelolaan konsumen yang
sesungguhnya (Pujawam,2005).
Untuk mengelola aliran barang, informasi dari seluruh aktivitas perusahaan,
diperlukan suatu konsep yang disebut dengan Manajemen Rantai Pasokan (Supply
Chain Management). Manajemen Rantai Pasokan merupakan rangkaian
pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan pemasok, produsen, gudang
dan toko secara efektif agar persediaan barang dapat diproduksi dan didistribusi
pada jumlah yang tepat, ke lokasi yang tepat, dan pada waktu yang tepat sehingga
biaya keseluruhan sistem dapat diminimalisasi selagi memuaskan kebutuhan dan
layanan (David Simchi-Levi,2003). Adapun tujuan dari supply chain management
antara lain adalah terjadinya peningkatan kualitas dan penurunan biaya karena
pemasok bertanggung jawab terhadap pekerjaan masing – masing.
Sebagai pemasok, mereka harus memperhatikan jadwal pengiriman agar tidak
terjadi keterlambatan proses produksi, tidak mempermainkan perusahaan
penerimaan bahan baku, baik dalam hal persediaan maupun harga, dan mematuhi
perjanjian serta aturan main yang telah disepakati bersama. Pembahasan tentang
SCM ini dianggap penting dalam membahas tentang etika perilaku pemasok karena
SCM merupakan konsep ideal penanganan bahan baku serta profesionalitas
hubungan antara pemasok dan produsen.

5
Secara spesifik dalam peran pemasok, terdapat beberapa masalah utama yag
sering terjadi antara lain:
 Menentukan tingkat outsourcing yang tepat;
 Mengelola pembelian/ pengadaan suatu barang;
 Mengelola pemasok;
 Mengelola hubungan terhadap pelanggan;
 Mengidentifikasi masalah dan merespons masalah dengan cepat;
 Mengelola risiko.
Secara umum hasil penelitian tersebut menekankan bahwa kolaborasi antara
pemasok dan perusahaan khususnya bagian pembelian merupakan hal yang
mendorong produktivitas meskipun dukungan dari manajemen puncak terbatas.
Hasil penelitian ini memberikan peringatan bahwa terdapat hal yang riskan dan
memunculkan peluang kecurangan dalam hubungan antara bagian pembelian dan
pemasok/ supplier. Tarigan (2009) menyatakan bahwa setiap penerima pasokan
(bagian pembelian) mempunyai standar etis yang wajib dipatuhi oleh para pemasok,
di antaranya :
 Penghormatan terhadap HAM;
 Menghindari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme;
 Mematuhi hukum dan peraturan perundang – undangan yang berlaku;
 Mengutamakan keamanan dan keselamatan;memiliki standar auditor terhadap
barang dan sumber daya ;
 Menjaga rahasia dan menghormati Hak Kekayaan Intelektual;
 Menjaga kualitas barang.

D. Etika Perilaku Investor dan Pemegang Saham


Pemegang saham sebagai pemilik modal memiliki hak dan tanggung jawab
atas perusahaan sesuai dengan peraturan perundang – undangan dan anggaran dasar
perusahaan. Good governance merupakan bagian dari etika bisnis yang harus jadi
pedoman pengelolaan aktivitas bisnis sebagai bentuk komitmen perusahaan untuk
memberikan kewajaran (fairness) terhadap semua pemangku kepentingan. Dalam

6
melaksanakan hak dan tanggung jawabnya,perlu diperhatikan prinsip – prinsip,
(KNKG, 2006) sebagai berikut :
 Sebagai pemegang saham harus menyadari bahwa dalam melaksanakan hak
dan tanggung jawabnya harus memperhatikan juga kelangsungan hidup
perusahaan.
 Perusahaan harus menjamin dapat terpenuhinya hak dan tanggung jawab
pemegang saham atas dasar asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) sesuai
dengan peraturan perundang – undangan dan anggaran dasar perusahaan.
Pemegang saham harus menyadari tanggung jawabnya sebagai pemilik modal
dengan memerhatikan peraturan perundang – undangan dan anggaran dasar
perusahaan. Adapun tanggung jawab pemegang saham tersebut pada dasarnya,
(KNKG,2006) meliputi :
 Pemegang saham pengendali harus dapat: (i) memerhatikan pemegang saham
minoritas dan pemangku kepentingan lainnya sesuai dengan peraturan
perundang – undangan, dan (ii) mengungkapkan kepada instansi penegak
hukum tentang pemegang saham pengendali yang sebenarnya (ultimate
shareholders)dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran terhadap
peraturan perundang – undangan , atau dalam hal diminta oleh otoritas terkait.
 Pemegang saham minoritas bertanggung jawab untuk menggunakan haknya
dengan baik sesuai dengan peraturan perundang – undangan dan anggaran
dasar.
 Pemegang saham harus dapat: (i) memisahkan kepemilikan saham perusahaan
dengan kepemilikan harta pribadi; dan (ii) memisahkan fungsinya sebagai
pemegang saham dengan fungsinya sebagai anggota dewan komisaris atau
direksi dalam hal pemegang saham menjabat pada salah satu dari kedua organ
tersebut.
 Dalam hal pemegang saham menjadi pemegang saham pengendali pada
beberapa perusahaan, perlu diupayakan agar akuntabilitas dan hubungan antar-
perusahaan dapat dilakukan secara jelas.
Berdasarkan uraian tentang hak dan kewajiban pemegang saham, sebenarnya
sesuai dengan teori Kewajiban/Deontologi, di mana pendekatan yang dilakukan

7
adalah pendekatan legal formal, di mana pemegang saham harus memegang teguh
kewajibannya melalui pedoman berupa peraturan yang tegas, salah satunya adalah
peraturan yang telah ditentukan oleh KNKG di atas untuk dibenarkan memperoleh
haknya.
Secara lebih luas, investasi pada hakikatnya merupakan tindakan dari pemilik
modal untuk menempatkan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan dapat
menghasilkan keuntungan di masa depan (Halim,2005). Dalam melakukan
keputusan investasi, investor memerlukan informasi – informasi yang merupakan
faktor – faktor penting sebagai dasar uuntuk menentukan pilihan investasi. Karena
itu, pemberian informasi kepada investor secara transparan dan akuntabel
merupakan salah satu tindakan yang mencerminkan etika perilaku bisnis yang baik.
Utility Theory adalah teori yang digunakan untuk mennjelaskan sikap
seseorang terhadap risiko. Di mana dalam hal ini sikap investor dalam melakukan
investasi untuk menghindari risiko agar dapat memaksimalkan kekayaan (economic
factor). Adapun berbagai bentuk economic factor dari investor, (Nagy &
Obenberger,1994) sebagai berikut :
 Neutral Information
 Accounting Information
 Classic factor
Di samping Economic Factor, ada behavioral motivation, yaitu keputusan
investasi berdasarkan psikologi investor atau sesuatu yang diyakininya Nagy &
Obenberger,1994), yang meliputi :
 Self Image/Firm-image Coindence
 Social Relevance
 Advocate Recommendation
 PersonalnFinancial Needs
Ketujuh faktor tersebut merupakan hal yang diperlukan oleh investor dan perlu
disikapi oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab etisnya untuk
menyampaikan informasi tersebut secara proposional, transparan, dan akuntabel.
Harapannya, dengan mengetahui berbagai kebutuhan informasi bagi investor

8
tersebut, perusahaan sebagai pelaku bisnis dapat memenuhi standar etika bisnis
yang berlaku dan mampu menawarkan investasi yang etis.
Investasi etis bisa didefinisikan sebagai investasi yang menggunakan kriteria
etika dan moral untuk mengelola portofolio investasi. Belakangan, ethical investors
melihat cakupan yang lebih luas, yaitu dengan mengevaluasi tanggung jawab
perusahaan pada lingkungan, komunitas, dan hak asasi manusia (Ni’mah,2006)
Di Indonesiam Indeks JIII (Jakarta Islamic Index) menjadi salah satu
representasi investasi etis. JIII terdiri dari 30 saham unggulan yang dianggap
memenuhi sejumlah kriteria syariah. Kriteria Syariah yang dikeluarkan adalah
sebagai berikut (Hanafi,2012) :
 Tidak melakukan kegiatan usaha sebagai berikut :
 Perjudian dan permainan yang tergolong judi;
 Perdagagan yang dilarang menurut syariah
 Jasa keuangan ribawi
 Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidapastian dan judi
 Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan menyediakan
anatara lain : (a) barang atau jasa haram zatnya; (b) barang atau jasa haram
bukan karena zatnya yang ditetapkan oleh DSN-MUI; (c) barang atau jasa
yang merusak moral atau berifat mudarat
 Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap
 Memenuhi rasio – rasio keuangan sebagai berikut :
 Total utang yang bebasisi bunga diibandingkan dengan total aset tidak
lebih dari 45% ; atau;
 Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan
dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain – lain tidak
lebih dari 10%

Syarat – syarat tersebut dianggap merupakan representasi etis karena sesuai


dengan teori etika religius etika yang bersumber dari ajaran agama merupakan salah
satu bentuk kebenaran mutlak karena bersumber langsung dari Tuhan. Meskipun
tidak semua individu mendasarkan pada etika tersebut, namun sebagai pedoman

9
perilaku etis dari perilaku bisnis hal ini sangat cukup untuk mewakili perwujudan
teori etika religius dalam aktivitas bisnis.

E. Etika Perilaku Pemilik Perusahaan


Pemilik perusahaan adalah orang yang memiliki ide untuk memulai sesuatu
bisnis dengan mengorganisasikan , mengelola, dan mengasumsikan risiko suatu
bisnis yang dihadapi mulai dari permulaan bisnis. Dengan kata lain, pemilik
perusahaan adalah orang yang berwenang untuk melakukan segala sesuatu terhadap
usaha yanh dimilikinya. Pemilik perusahaan merupakan jiwa dari perusahaan itu
sendiri. Artinya, tindakan atau kegiatan perusahaan merupakan pengejawantahan
dari perilaku pemilik perusahaan itu sendiri.
Salah satu unsur penting yang harus dimiliki oleh pemilik perusahaan adalah
etika terhadap karyawan. Adapun beberapa tanggung jawab perusahaan terhadap
karyawan, (Ronald J. Elbert, 2006) di antaranya sebagai berikut:
 Komitmen Hukum dam Sosial
Perilaku tanggung jawab secara sosial terhadap para karyawan pemilik
komponen hukum dan sosial. Menurut peraturan, bisnis tidak dapat
mempraktikan berbagai bentuk diskriminasi ilegal terhadap orang-orang dalam
setiap segi hubungan pekerjaan. Perusahaan dikatakan memenuhi tanggung
jawab hukum dan sosialnya apabila karyawannya diberikan kesempatan yang
sama tanda memandang faktor-faktor suku, jenis kelamin, atau faktor lainnya
yang tidak relevan. Perusahhan yang mrngabakan tanggung jawab itu
menghadapi kehilangan resiko karyawan yang produktif dan bermotivasi
tinggi. Perusahaan itu juga menghadapi tuntutan hukum.
 Komitmen Etis
Menghargai karyawan sebagai manusia juga berarti menghargai perilaku
mereka sebagai individu yang bertanggung jawab secara etis. Wishtle blower
adalah karyawan yang berusaha mendeteksi dan berusaha mengakhiri tindakan
perusahaan yang tidak etis, ilegal, atau tidak memiliki tanggung jawab sosial
dengan cara mempublikasikannya.

10
Pemilik perusahaan harus memenuhi tanggung jawab yang diembannya.
Pertanggungjawaban itu juga merupakan bagian dari syarat keberlangsungan
perusahaan yang dimilikinnya. Menurut Zimmerer, ada beberapa macam
pertanggung jawaban perusahaan, yaitu (Zimmerer, 1996):
 Tanggung jawab terhadap lingkungan
Perusahaan harus ramah lingkungan, artinya perusahaan harus memperhatikan,
melestarikan, dan menjaga lingkungan, misalnya tidak membuang limbah yang
mencemari lingkungan, berusaha mendaur ulang limbah yang merusak
lingkungan, dan menjalin komunikasi dengan kelompok masyarakat yang ada
di lingkungan sekitarnya.
 Tanggung jawab terhadap karyawan
Tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan dapat dilakukan dengan cara:
 Mendengarkan dan menghormati pendapat karyawan;
 Meminta input kepada karyawan;
 Memberikan umpan balik positif maupun negatif;
 Selalu menekankan tentang kepercayaan kepada karyawan;
 Membiarkan karyawan mengetahui apa yang sebenarnya mereka
harapkan;
 Memberikan imbalan kepada karyawan yang bekerja dengan baik;
 Memberikan kepercayaan kepada karyawan.
 Tanggung jawab terhadap pelanggan
Tanggung jawab sosial perusahaan juga termasuk melindungi hak-hak
pelanggan yaitu:
 Hak mendapatkan produk yang aman;
 Hak mendapatkan informasi dari segala aspek produk;
 Hak untuk didengar;
 Hak memilih apa yang akan dibeli.

11
F. Etika Perilaku Karyawan
Perilaku etis dapat menentukan kualitas karyawan yang dipengaruhi oleh
faktor- faktor yang diperoleh dari luar yang kemudian menjadi prinsip yang
dijalani dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebutadalah:
 Pengaruh budaya organisasi
Budaya organisasi merupakan sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota yang membedakanorganisasi itu dari yang lain. Dengan
demikian budaya organisasi adalah nilai yang diwujudkan dalam bentuk sikap
perilaku pada organisasi.
 Kondisi politik
Kondisi politik merupakan rangkaian asas atau prinsip,keadaan, Jalan cara atau
alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan. Pencapaian itu dipengaruhi
oleh perilaku- perilaku insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan
kewajibannya.
 Perekonomian global
Perekonomian global merupakan kajian tentang pengurusan sumber daya
material lindividu, masyarakat, dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan
hidup manusia. Perekonomian global merupakan suatu ilmu tentang perilaku
dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi
dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan
produksi, konsumsi dan atau distribusi.
Sebagian besar perusahaan memiliki kode etik untuk mendorong para
karyawan berperilaku secara etis. Namun kode etik saja belum cukup sehingga
pihak pemilik dan manajer perusahaan harus menetapkan standar etika yang tinggi
agar tercipta lingkungan pengendalian yang efektif dan efisien. Pendekatan paling
umum untuk membentuk komitmen manajemen puncak terhadap praktik bisnis
yang etis, (Ronald J. Elbert, 2006) adalah:
 Menerapkan Kode Etik Tertulis
Banyak perusahaan menuliskan kode etik tertulis yamg secara formal
menyatakan keinginan mereka melakukan bisnis dengan perilaku yang etis.
Jumlah perusahaan seperti itu meningkat secara pesat dalam kurun waktu 3

12
dasawarsa terakhir imi, dan kini hamoir semua korporasi besar telah memiliki
kode etik tertulis.
 Memberlakukan Program Etika
Banyak contoh mengemukakan bahwa tanggapan etis dapat dipelajari
berdasarkan pengalaman. Sebagian besar analis setuju bahwa walaupun
sekolah-sekolah bisnis harus tetap mengajarkan masalah-masalah etika di
lingkungan kerja, perusahaanlah yang bertanggung jawab penuh dalam
mendidik karyawannya.
Perlu dipahami, karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga
dalam perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus semaksimal mungkin harus
mempertahankan karyawannya. Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan
dalam kegiatan sehari-hari maka nilai0nilai yang terkandung dakan etika bisnis
harus ditunagkan ke dalam manajemen korporasi. Secara umum menurut Velasquez
(2005) kewajiban karyawan digolongkan menjadi:
 Kewajiban Ketaatan
Dalam kewajiban ketaatankaryawan harus taat kepada atasannya di
perusahaan, namun ada pengecualian terhadap kewajiban ketaatan, ,misalnya:
perintah melakukan hal yang tidak bermoral, seperti membunuh, melanggar
hukum, kolusi, morupsi, dan nepotisme.
 Kewajiban Konfidensialitas
Kewajiban ini dalah kewajiban menyimpan informasi yang bersifat
konfidensial atau rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu
profesi. Kewajiban ini tidak hanya berlaku selama karyawan bekerja di
perusahaan tetapi berlangsung terus setelah ia pindah kerja . kewajiban ini
menjadi lebih aktual ketika karyawan tersebutpindah kerja di perusahaan yang
baru dengan bidang yang sama. Contohnya adalah seorang akuntan ia tidak
boleh membocorkan finansial perusahaan lama ke perusahaan baru. Kewajiban
konfidensialitas ini terbatas pada informasi perusahaan.
 Kewajiban Loyalitas
Kewajiban loyalitas adalah konsekuensi dari status seseorang sebagai
karyawan perusahaan ia harus mendukung tujuan-tujuan perusahaan dan turut
merealisasikan tujuan tersebut.
 Kewajiban Melaporkan Kesalahan Perusahaan (Whistle Blowing)
Whistle blowing adalah masalah etis yang tidak menguntungkan bagi
perusahaan atau perilaku bisnis dan akan membawa banyak kerugian secara
materil maupun moril. Namun, di beberapa negara ada kode etik profesi,

13
misalnya kode etik insinyur yang secara tidak langsung menganjurkan whistle
blowing dengan ketentuan bahwa keamanan dan keselamatan masyarakat harus
di tempatkan di atas segalanya. Ada juga negara yang melindungi whishtle
blowers I melalui jalur hukum, seperi Inggris dengan undang-undang yang
disebut The Public Interest Disclosure Act (1998). Pelaporan bisa dibenarkan
secara moral, bila lima syarat berikut terpenuhi:
 Kesalahan perusahaan harus nyata (menyebabkan kerugian pihak ketiga,
terjadi pelanggaran hak-hak asasi manusia, dan kegiatan yang dilakukan
perusahaan bertentangan dengan tujuan perusahaan);
 Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar;
 Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya
kerugian bagi pihak ketiga, bukan karena motif lain;
 Terlebih dahulu melakukan penyelesaian masalah secara internal sebelum
kesalahan perusahaan dibawa ke luar;
 Harus ada kemungkinan nyata bahwa pelaporan kesalahan akan
mendapatkan keberhasilan.
Paparan tentang etika perilaku bebagai pemangku kepetingan dalam
perusahaan merupakan upaya untuk mewujudka perusahaan sebagai entitas yang
menjujung tinggi etika bisni sesesuai dengan perannya masing-masing.
Diharapkan, dengan melakukan klasifikasi terhadap masing-masing kedudukan
dalam bisnis, pembaca memiliki gambaran tentang peran dan pedoman masing-
masing pelaku bisnis untuk bersama-sama membangun bisnis yang beretika.

14
STUDI KASUS

RRI, Surabaya : Meningkatnya kebutuhan listrik masyarakat setiap tahunnya


mengalami peningkatan antara 5-6 persen, namun kondisi tersebut mengakibatkan
stok listrik kian terbatas. Sudah maksimalnya beban penggunaan sejumlah Gardu
Induk (GI) di wilayah Jawa Timur dan terkendalanya pembangunan GI
menyebabkan kondisi kelistrikan di wilayah membaut Jatim terancam terjadi
pemadaman bergilir. Sedikitnya, ada 9 kabupaten yang terancam terjadinya
pemadaman bergilir hingga dua tahun kedepan diantaranya Surabaya, Sidoarjo,
Bangkalan, Sampang, Sumenep dan Pamekasan. Dikatakan Rido Hantoro Wakil
Kepala Pusat Studi Energi ITS krisis listrik tidak saja terjadi di Jatim dan Surabaya
namun hampir keseluruhan pulau Jawa juga mengalami krisis listrik. "Hal ini
dipicu terus menurunnya pasokan listrik yang bisa disuplai kepada konsumen.
Program peningkatan daya sebesar 35.000 Megawatt jika terealisasi dengan cepat,
kemungkinan terjadinya krisis bisa dihindari," terangnya kepada RRI, Rabu
(12/11/2014).
Selain kasus diatas yang terjadi di Sidoarjo adapun kasus krisis listrik terjadi
disejumlah kabupaten diseluruh daerah, kasus ini memuncak saat PT. Perusahaan
Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di
berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008.
Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan
Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi
bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN
berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah
karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan
Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap.
Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk
pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU
Muara Karang. Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan
listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak
mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini

15
ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum
terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana
contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi
masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.

16
PEMBAHASAN STUDI KASUS

PT. Perusahaan Listrik Negara Persero (PT. PLN) merupakan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang diberikan mandat untuk menyediakan kebutuhan
listrik di Indonesia. Seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi PT. PLN untuk
memenuhi itu semua, namun pada kenyataannya masih banyak kasus dimana
mereka merugikan masyarakat. PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah
perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga
saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus
pendistribusinya.
Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik
bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata. Usaha PT. PLN termasuk
kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan
penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang
dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka
kehendaki. Kasus ini menjadi menarik karena disatu sisi kegiatan monopoli mereka
dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun disisi lain tindakan PT. PLN
justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan
kebutuhan listrik masyarakat.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sunyoto, Danang, Wika Harisa. 2016. Etika Bisnis. Yogyakarta: CAPS

Yud. (2014, 2 Mei). Surabaya Terancam Krisis Listrik. Diakses 16 Februari 2020:
https://www.beritasatu.com/nasional/181666/surabaya-terancam-krisis-
listrik

18

Anda mungkin juga menyukai