Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ETIKA DALAM PEMASARAN SYARIAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Marketing Syariah

Dosen Pengampu : Dr. M. Siswati Andaswari, SE,MM

Disusun oleh :

KELOMPOK 8

Amelia Rahmadhani (2031710112)

Amelia Safitri (2031710152)

Siti Maimunah (2031710099)

Zhuliana Putri (2031710098)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS

SAMARINDA

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
mencurahkan rahma tdan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah Marketing Syariah Semester 5 tahun ajaran 2022.

Berkat rahmat dan karunianya, serta di dorong kemauan yang keras disertai
kemampuan yang ada, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
membahas tentang ”Etika dalam Pemasaran Syariah” dalam mata kuliah Marketing
Syariah.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena
keterbatasan ilmu dan pengetahuan penulis, maka kritik dan saran yang
membangun, sangat kami harapkan demi kebaikan dimasa mendatang dan semoga
bermanfaat bagi pembaca yang budiman dan khususnya pembaca.

Samarinda, 24 September 2022

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN1

A. Latar Belakang ..................................................................................................1


B. Rumusan Masalah .............................................................................................2
C. Tujuan ...............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3

A. Pengertian Etika Pemasaran Islam .....................................................................3


B. Faktor Yang Mempengaruhi Etis Dalam Islam .................................................4
C. Panduan Dalam Penerapan Etika Islam .............................................................7
D. Etika Perilaku Produsen Dan Konsumen .........................................................11
1. Etika Perilaku Produsen ............................................................................11
2. Etika Perilaku Konsumen...........................................................................13

BAB III PENUTUP .............................................................................................16

A. Kesimpulan .....................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan munculnya masalah pelanggaran etika dalam bisnis
menyebabkan dunia perdagangan menuntut etika dalam berbisnis segera
dibenahi agar tatanan ekonomi duniasemakin membaik. Sebuah bisnis yang
baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosialsesuai dengan fungsinya
baik secara mikro maupun makro. Dalam bisnis tidak jarang berlakukonsep
tujuan menghalalkan segala cara, bahkan tindakan yang identik dengan
kriminalpunditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Terjadinya perbuatan
tercela dalam dunia bisnistampaknya tidak menampakkan kecendrungan tetapi
sebaliknya, semakin hari semakin meningkat.
Sebagai bagian dalam masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma
yang ada padamasyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak
dapat dipisahkan tersebutmembawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan
bisnis, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap
masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan
memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-
prinsip etika bisnis terwujud dalam sutu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Hubungan ini tidak hanya berlaku dalam satu Negara, tetapi meliputi berbagai
Negara yangterintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya
kini telah berubah. Perubahannuansa perkembangan dunia ini menuntut segera
dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisihukum yang melingkupi dunia usaha
sangat jauh tertinggal dari pertumbuhan dan perkembangan dibidang ekonomi

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian etika pemasaran islam?
2. Apa faktor yang mempengaruhi etis dalam islam?
3. Bagaimana panduan dalam penerapan etika islam?
4. Bagaimana etika perilaku produsen dan konsumen?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian etika pemasaran islam.
2. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi etis dalam islam.
3. Menjelaskan panduan dalam penerapan etika islam.
4. Menjelaskan etika perilaku produsen dan konsumen.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Pemasaran Islam


Etika atau moral dalam Islam merupakan bentuk keimanan, keislaman, dan
ketakwaan, didasarkan pada keyakinan kebenaran Allah.1Dalam Islam, istilah
yang paling dekat berhubungan dengan istilah etika dalam Alquran adalah
Khuluq. Al-Quran juga menggunakan sejumlah istilah lain untuk
menggambarkan konsep tentang kebaikan : Khair (kebaikan), birr (kebenaran),
qist (persamaan), ‘adl (kesetaraan dan keadilan), haqq (kebenarandan
kebaikan), ma’ruf (mengetahui dan menyetujui) dan takwa (ketakwaan).
Tindakan terpuji disebutdengan salihat dan tindakan yang tercela disebut
sebagai sayyiat.2
Dalam khazanah pemikiran islam, etika dipahami sebagai akhlak atau adab
yang bertujuan untuk mendidik moralitas manusia. Etika terdapat dalam materi-
materi kandungan ayat-ayat Al-Quran yang sangat luas, dan dikembangkan
dalam pengaruh filsafat yunani hingga sufi. Ahmad Amin memberibatasan,
bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang menjelaskan makna baik dan buruk,
menerangkanapa yang seharusnya dilakukan manusia kepada orang lain,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. Etika
merupakan jiwa ekonomi islam yang membangkitkan kehidupan dalam setiap
peraturan dan syariat. Oleh sebab itu, etika atau akhlak adalah hakikat-hakikat
yang menempati ruang luas dan mendalam pada akal, hati nurani, dan perasaan
seorang muslim.Menurut Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula.3
Menurut Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula pemasaran
Syariah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses
penciptaan,penawaran dan perubahan value dari suatu inisiator kepada

1
Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Ekonomi Islam (Jakarta: Salemba
Empat, 2011), hal. 70.
2
Rafik Issa Beekun, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 3.
3
Faisal Badroen dkk, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta;Kencana.2007) hal. 4

3
stakeholdersnya, yang dalam keseluruhanprosesnya sesuai dengan akad dan
prinsip-prinsip muamalah (business) dalam Islam. Hal ini berartibahwa dalam
pemasaran syariah, seluruh proses baik proses penciptaan, penawaran,
maupunperubahan nilai (value), tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan
dengan akad dan prinsip-prinsipmuamalah Islam. Sepanjang hal tersebut dapat
dijamin, dan penyimpangan prinsip-prinsip muamalahIslami tidak terjadi dalam
suatu transaksi atau dalam proses suatu bisnis,maka bentuk transaksi
apapundalam pemasaran dapat dibolehkan.4
Sedangkan etika pemasaran Islam adalah prinsip-prinsip syariah marketer
yang menjalankan fungsi-fungsi pemasaran secara Islam, yaitu memiliki
kepribadian spiritual (takwa), jujur (transparan) ,berlaku adil dalam bisnis (Al-
Adl), bersikap melayani, menepati janji, dan jujur.

B. Faktor Yang Mempengaruhi Etis Dalam Islam


Etis merupakan sesuatu hal yang berkaitan dengan moral atau prinsip-
prinsip dari moralitas dan juga berkaitan dengan sesuatu yang benar ataupun
salah dalam melaksanakan sesuatu.
Berikut faktor yang mempengaruhi etis marketing dalam islam.
1. Tauhid
Konsep Tauhid berarti Allah sebagai Tuhan YME menetapkan
batasbatas tertentu atas perilaku manusia sebagai khalifah, untuk
memberikan manfaat pada individu tanpa mengorbankan hak-hak individu
lainnya.5 Tauhid juga dapat dimaknakan sebagai integrasi antar semua
bidang kehidupan, agama, ekonomi, dan sosial-politik-budaya. Kesatuan
antara kegiatan bisnis dengan moralitas dan pencarian ridha Allah.
Kekayaan (sebagai hasil bisnis) merupakan amanah Allah, oleh karena itu
didalam kekayaan terkandung kewajiban sosial.6

4
Hermawan Kartajaya, Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, (Bandung: PT
Mizan Pustaka, 2006) hal. 26.
5
Faisal Badroen, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2006), hal .89
6
Marpuji Ali, Etika Bisnis dalam Islam (Kritik Terhadap Kapitalisme), Jurnal Ekonomi
Fakultas Agama Islam UMS, 2007

4
2. Keseimbangan
Keseimbangan menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam, sifat
keseimbangan bukan hanya sekedar karakteristik alami melainkan
merupakan karakteristik dinamis yang harus diperjuangkan setiap muslim
dalam kehidupannya.7 Keseimbangan meliputi keadilan, kejujuran, dan
keterbukaan. Keadilan merupakan kemampuan pelaku bisnis untuk men
ciptakan keseimbangan/moderasi dalam transaksi (mengurangi timbangan)
dan membebaskan penindasan, misalnya riba dan memonopoli usaha.
Kejujuran meliputi Kejujuran pelaku bisnis untuk tidak mengambil
keuntungan hanya untuk dirinya sendiri dengan cara menyuap, menimbun
barang, berbuat curang dan menipu, tidak memanipulasi barang dari segi
kualitas dan kuantitasnya. Sedangkan keterbukaan merupakan Kesediaan
pelaku bisnis untuk meneri ma pendapat orang lain yang lebih baik dan lebih
benar, serta menghidupkan potensi dan inisiatif yang konstruktif, kreatif dan
positif.
3. Kehendak Bebas
Kehendak bebas adalah kemampuan bertindak pelaku bisnis tanpa
paksaan dari luar, sesuai dengan parameter ciptaan Allah. Kehendak bebas
juga merupakan kontribusi Islam yang paling orisinal dalam filsfat sosial
tentang konsep manusia “bebas”.8 Aktivitas ekonomi dalam konsep
kehendak bebas diarahkan kepada kebaikan setiap kepentingan untuk
seluruh komunitas islam, baik sector pertanian, perindustrian, perdagangan
maupun lainnya. Larangan adanya bentuk monopoli, kecurangan dan
praktek riba adalah jaminan terhadap terciptanya suatu mekanisme pasar
yang sehat dan persamaan peluang untuk berusaha tanpa adanya keistimewaan-
keistimewaan pada pihak-pihak tertentu.9

4. Tanggung Jawab

7
Rafik Issa Beekun, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 36
8
Lukman Fauroni, Rekonstruksi Etika Bisnis: Perspektif Al-Qur’an, IQTISAD Journal of
Islamic Economics, Vol. 4, No. 1, Muharram 1424 H/March 2003.
9
Faisal Badroen, Etika Bisnis .........., hal. 96

5
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh
manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban. Untuk
memenuhi tuntutan keadilan dan kesatuan, manusia perlu
mempertanggungjawabkan tindakannya. Dalam bidang ekonomi dan bisnis
prinsip ini dijabarkan menjadi suatu pola perilaku tertentu. Ia mempunyai
sifat berlapis ganda dan terfokus baik pada tingkat mikro (individual)
maupun tingkat makro (organisasi dan sosial), yang keduaduanya harus
dilakukan secara bersama-sama. Perilaku konsumsi seseorang misalnya
tidak sepenuhnya bergantung kepada penghasilannya sendiri; ia juga harus
menyadari tingkat penghasilan dan konsumsi berbagai anggota masyarakat
yang lain.10
Prinsip pertanggungjawaban ini secara mendasar akan mengubah
perhitungan ekonomi dan bisnis karena segala sesuatunya harus mengacu
pada keadilan. Hal ini diimplementasikan paling tidak pada tiga hal;
pertama, dalam menghitung margin, keuntungan nilai upah harus dikaitkan
dengan upah minimum yang secara sosial dapat diterima oleh masyarakat.
Kedua, economic return bagi pemberi pinjaman modal harus dihitung
berdasarkan pengertian yang tegas bahwa besarnya keuntungan tidak dapat
diramalkan dengan probalitias kesalahan nol dan tak dapat lebih dahulu
ditetapkan (seperti sistem bunga). Ketiga, Islam melarang semua transaksi
alegotoris semisal gharar atau sistem ijon yang dikenal dalam masyarakat
Indonesia.11
5. Ihsan
Ihsan merupakan kesediaan pelaku bisnis untuk memberikan kebaikan
kepada orang lain, misalnya memberi kelonggaran waktu kepada pihak
terhutang dan jika perlu mengurangi beban utangnya, menerima
pengembalian barang yang telah dibeli serta membayar utang sebelum
waktu penagihan tiba.12 Termasuk ke dalam kebajikan dalam bisnis adalah

10
Rafik Issa Beekun, Etika Bisnis Islami……….., hal.40
11
Lukman Fauroni, Rekonstruksi Etika Bisnis: Perspektif Al-Qur’an,…………
12
Lukman Fauroni, Rekonstruksi Etika Bisnis: Perspektif Al-Qur’an,…………

6
sikap kesukarelaan dan keramahtamahan. Kesukarelaan dalam pengertian,
sikap suka-rela antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi, kerja
sama atau perjanjian bisnis. Hal ini ditekankan untuk menciptakan dan
menjaga keharmonisan hubungan serta cinta mencintai antar mitra bisnis.
Sedangkan keramahtamahan merupakan sikap ramah, toleran baik dalam
menjual, membeli maupun menagih.13
C. Panduan Dalam Penerapan Etika Islam
Dalam menerapkan etika Islam yang baik maka ada sembilan etika islam
yang menjadi pedoman atau prinsip dalam pelaksanaan marketing Syariah,
yakni:
1. Memiliki Kepribadian Spiritual (Takwa)
Seorang pedagang dalam menjalankan bisnisnya harus di landasi sikap
takwa dengan selalu mengingat Allah, bahkan dalam suasana mereka
sedang sibuk dalam aktifitas mereka dalam melayani pembelinya,ia
hendaknya sadar penuh dalam responsive terhadap prioritas-prioritas yang
telah ditentukan oleh sang maha pencipta. Kesadaran akan Allah hendaknya
menjadi sebuah kekuatan pemicu (driving force) dalam segala tindakan.
2. Berlaku baik dan simpatik (Shidiq)
Berprilaku baik, sopan dan santun dalam pergaulan adalah fondasi dasar
dan inti dari kebaikan tingkah laku. Sifat ini sangat dihargai dengan nilai
yang sangat tinggi dan mencakup semua sisi manusia. Alquran juga
mengharuskan pengikutnya untuk berlaku sopan disetiap hal, bahkan dalam
meakukan transaksi bisnis dengan orang-orang yang bodoh. Tetap harus
bicara dengan ucapan dan ungkapan yang baik.
3. Berlaku Adil dalam Bisnis (Al-Adl)
Islam mendukung prinsip keadilan, Secara umum Islam mendukung
semua prinsip dalam pendekatan keadilan terhadap etika, namun dalam
proporsi yang seimbang. Islam tidak mendukung prinsip keadilan buta.
Kebutuhan semata-mata tidak memerlukan keadilan. Karena seorang

13
Quraish Shihab, Etika Bisnis dalam Wawasan al-Qur’an, Jurnal Ulumul Qur’an, No.
3/VII. 1997, hal. 8-9.

7
muslim yang tengah berusaha untuk keluar dari situasi yang menindas lebih
membutuhkan bantuan dibanding dengan orang yang sekedar menuntut hak
sebagai kekayaan dari orang-orang kaya.14
4. Bersikap Melayani dan Rendah hati (Khidmah)
Sikap melayani merupakan sikap utama seorang pemasar. Tanpa sikap
melayani, yang melekat dalam kepribadiannya. Melekat dalam sikap ini
adalah sikap sopan, santun, dan rendah hati. Orang yang beriman
diperintahkan untuk bermurah hati, sopan, dan bersahabat saat berelasi
dengan mitra bisnisnya. Suatu bisnis akan senantiasa berkembang dan
sukses manakala ditunjang dengan adannya pelayanan terbaik. Misalnya
dengan keramahan, senyuman kepada para konsumen akan semakin baik
bisnisnya.15
5. Menepati janji dan Tidak Curang
Janji adalah ikrar dan kesanggupan yang telah dinyatakan kepada
seseorang. Ketika membuat suatu perjanjian tentunya didasari dengan rasa
saling percaya serta tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan janji
tersebut. Ketepatan janji dapat dilihat dari segi ketepatan waktu penyerahan
barang, ketepatan waktu pembayaran serta melaksanakan sesuatu sesuai
dengan kontrak yang disepakati.
6. Jujur dan Terpercaya (Al-Amanah)
Kejujuran merupakan sikap yang dianggap mudah untuk dilaksanakan
bagi orang awam manakala tidak dihadapkan pada ujian berat atau
dihadapkan pada godaan duniawi. Dengan sikap kejujuran seorang
pedagang akan dipercaya oleh para pembelinya akan tetapi bila pedagang
tidak jujur maka pembeli tidak akan memebeli barang dagangannya. Tak
diragukan bahwasannya ketidak jujuran adalah sikap bentuk kecurangan
yang paling jelek.
7. Tidak berburuk sangka (Su’udz zhan)

14
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004) hal. 26.
15
Johan Arifin, Etika Bisnis Islami, (Semarang: Walisongo Press, 2009) hal. 107.

8
Saling menghormati satu sama lain adalah ajaran Nabi Muhammad
SAW yang harus di Implementasikan dalam perilaku bisnis modern. Tidak
boleh satu pengusaha menjelekkan pengusaha lain hanya untuk persaingan
bisnis. Amat Naif jika perbuatan seperti itu terjadi dalam praktek bisnis yang
dilakukan oleh seorang muslim.
8. Tidak suka menjelek-jelekkan (Ghibah)
Ghibah adalah keinginan untuk menghancurkan orang, menodai harga
diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain, sedangkan mereka itu tidak ada
dihadapannya. Ini merupakan kelicikan, sebab hal ini sama saja dengan
menusuk dari belakang. Sikap semacam ini merupakan salah satu bentuk
penghancuran karakter, sebab pengumpatan dengan model seperti ini berarti
melawan orang lain yang tidak berdaya.
9. Tidak melakukan suap/sogok(riswah)
Dalam syariah, menyuap (Riswah) hukumnya haram, dan menyuap
termasuk kedalam kategori memakan harta orang lain dengan cara bathil.
Islam tidak saja mengharamkan penyuapan melainkan juga mengancam
kedua belah pihak yang terlibat dengan neraka diakhirat. Suap adalah dosa
besar dan kejahatan criminal didalam suatu Negara. Oleh karena itu
mendapat kekayaan dengan cara penyuapan jelas haram.
Selain prinsip-prinsip di atas ada beberapa karakteristik Pemasaran Syari’ah
yang dapat menjadi panduan bagi para pemasar sebagai berikut :
1. Ketuhanan (Rabbaniyah)
Salah satu ciri khas pemasar syariah marketing yang tidak dimiliki pasar
konvensional yang dikenal selama ini adalah sifat yang religius. Kondisi ini
tercipta keterpaksaan tetapi berangkat dari kesadaran akan nilai religius,
yang dipandang penting dan mewarnai aktivitas pemasaran agar tidak
terperosok kedalam perbuatan yang tidak merugikan orang lain. dalam
melakukan promosi, senantiasa dijiwai oleh nilai-nilai relegius, di samping
itu juga harus menempatkan kebesaran Allah di atas segala-galanya, apabila
dalam melakukan proses penjualan (selling), yang menjadi tempat seribu
satu macam kesempatan untuk melakukan kecurangan dan penipuan,

9
kehadiran nilai-nilai relegius menjadi sangat penting. Marketing syariah
harus membentengi dirinya dengan nilai-nilai spiritual karena marketing
harus akrab dengan penipuan, sumpah palsu riswah (suap) korupsi.16
2. Etika (Akhlaqiyyah)
Keistimewaan yang lain dari syariah marketer selain karena teistis
(rabbaniyyah), juga karena mengedepankan masalah akhlak (moral, etika)
dalam seluruh aspek kegiatanya. Sifat etis ini merupakan turunan dari sifat
teistis diatas. Dengan demikian marketing syariah adalah konsep yang
sangat mengedepankan nilai-nilai moral dan etika, tidak peduli apa pun
agamanya.
3. Realisties (al-waqi’iyyah)
Penerapan syariah senantiasa realisties (al-waqi’iyyah) dan dapat
mengikuti perkembangan zaman oelh karena itu Allah SWT
memfleksibelkan kegiatan pemasaran. Dalamsisi inilah, syariah marketing
berada. Ia bergaul, bersilaturahmi, melakukan transaksi bisnis di tengah-
tengah realitas kemunafikan, kecurangan, kebohongan, atau penipuan yang
sudah biasa terjadi dalam dunia bisnis. Akan tetapi syariah marketing
berusaha tegar, istiqomah, dan menjadi cahaya penerang di tengah-tengah
kegelapan.17
4. Humanistis (Al-Insaniyyah)
Keistimewaan marketing syariah yang lain adalah sikapnya humanistis
universal. Pengertian humanistis adalah bahwa syariah diciptakan untuk
manusia agar derajatnya terangkat, sifat manusia terjaga dan terangkat, sifat
kemanusiaannya terjaga dan terpelihara, serta sifat kehewananiannya
terkekang dengan panduan syariah. Dengan memiliki, nilai humanistis ia
menjadi manusia yang terkontrol dan seimbang. Bukan manusia yang
serakah, yang menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan yang
sebesar- besarnnya.

16
Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hal. 17.
17
Hermawan Kartajaya, Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing………………….,
35-37.

10
D. Etika Perilaku Produsen dan Konsumen
1. Etika Perilaku produsen

Perilaku produsen adalah kegiatan pengaturan produksi sehingga


produksi yang dihasilkan bisa diterima masyarakat dan menghasilkan laba.
Seorang produsen mempunyai satu masalah pokok yaitu bagaimana dengan
sumber daya yang terbatas mereka dapat mencapai hasil yang optimal
dengan keuntungan yang besar.

Perilaku produsen dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

a. Perilaku Positif
Perilaku Positif yaitu tindakan atau sikap yang diambil oleh
seorang produsen guna menjalankan suatu kegiatan produksi yang
memberikan manfaat bagi pihak lain. Contohnya produsen
memproduksi barang dengan tetap memperhatikan kualitas bahan
baku, dan produsen memperhatikan kelestarian lingkungan tempat
memproduksi barang/jasa.
b. Perilaku negatif
Perilaku negatif yaitu tindakan atau sikap yang diambil oleh
seorang produsen guna menjalankan suatu kegiatan produksi yang
memberikan dampak negatif dan cenderung merugikan pihak lain.
Contohnya produsen kurang memperhatikan kualitas bahan baku
produksi maupun barang hasil produksi, produsen tidak
memperhatikan kelestarian lingkungan, dan produsen tidak taat
dalam membayar pajak.18

Perilaku produsen dilakukan semata-mata agar tidak merugikan


produsen namun juga tidak memberatkan konsumen. Dengan demikian
daya konsumsi akan stabil karena antara konsumen maupun produsen sama-

18
Darmiyati Zuchdi, “Pembentukan Sikap”, Jurnal Cakrawala Pendidikan Volume 14
Nomor 3 November 1995, 52.

11
sama saling membutuhkan.Islam memandang bahwa prinsip fundamental
yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip
kesejahteraan ekonomi.19

Dalam sistem produksi Islam, konsep kesejahteraan ekonomi digunakan


dengan cara yang lebih luas. Konsep kesejahteraan dalam Islam terdiri atas
bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi
dari barang-barang bermanfaat melalui pemanfaatan sumber daya secara
maksimum, baik manusia maupun benda dan melalui ikut sertanya jumlah
maksimum orang dalam proses produksi.20

Menurut Sukarno Wibowo dalam melakukan proses produksi yang


dijadikan ukuran utama adalah nilai manfaat (utility) yang diambil dari hasil
produksi. Produksi dalam pandangannya harus mengacu pada nilai utility
dan masih dalam bingkai nilai “halal” serta tidak membahayakan bagi diri
seseorang ataupun sekelompok masyarakat.21

Menurut Eko Suprayitno, hal senada juga dinyatakan oleh R.H Tawney
seperti yang dikutip oleh Chapra “sebagian barang yang diproduksi setiap
tahun dan yang digolongkan sebagai kekayaan, pada hakikatnya adalah
kemubazhiran, karena barang-barang itu terdiri atas barang yang memang
benar terhitung sebagai pendapatan nasional, tetapi seharusnya tidak
diproduksi sampai barang yang lain diproduksi dalam jumlah yang
mencukupi, atau barang-barang tersebut tidak usah diproduksi”.22

Dari pernyataan-pernyataan di atas memberikan kerangka bagaimana


perilaku produksi dalam Islam yang mencakup ke dalam tiga hal yakni
input, proses dan akhirnya output produksi. Aturan main produksi dalam
Islam, yaitu selain produsen dapat memperoleh laba yang diinginkan, juga

19
Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, terj. Nastangin
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hal. 54.
20
Sukarno Wibowo dan Dedi Supriadi, Ekonomi Mikro Islam (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2015), hal. 249.
21
Sukarno Wibowo dan Dedi Supriadi, Ekonomi Mikro Islam………………, hal.250.
22
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam (Malang: UIN-Malang Press, 2008)

12
ada aturan bahwa barang yang diproduksi adalah barang yang bermanfaat
sesuai dengan kebutuhan manusia. Dengan demikian, perbaikan sistem
produksi dalam Islam tidak hanya berarti meningkatnya pendapatan yang
dapat diukur dari segi uang, tetapi juga perbaikan dalam memaksimalkan
terpenuhinya kebutuhan kita dengan usaha minimal tetapi tetap
memperhatikan tuntunan perintahperintah Islam tentang konsumsi. Oleh
karena itu, dalam sebuah negara Islam kenaikan volume produksi saja tidak
akan menjamin kesejahteraan rakyat secara maksimum. Mutu barang-
barang yang diproduksi yang tunduk pada perintah Al-Qur’an dan Sunnah,
juga harus diperhitungkan dalam menentukan sifat kesejahteraan ekonomi.

Beberapa aspek dalam melakukan produksi oleh seorang muslim adalah

1. Berproduksi adalah ibadah, sama saja seorang muslim


mengaktualisasikan Ibadah bersama dengan bisnis yang dijalankan.
2. Factor produksi yang digunakan untuk menyelenggarakan produksi
sifatnyatidak terbatas, untuk menggunakan manusia perlu berusaha
mengoptimalkan segala kemampuan yang telah Allah berikan.
3. Seorang muslim yakin bahwa Sesutu yang dikerjakan dengan ajaran
islam tidak membuat hidupnya menjadi sulit.
4. Berproduksi bukan hanya mencari keuntungan belaka. Dalam islam
hartaadlah titipan Allah sebagai amanah untuk dikelola mencapai
kemaslahatan.
5. Seorang muslim menghindari praktek produksi yang mengandung
unsureharam atau riba, pasar gelap dan spekulasi.23
2. Etika Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok,
dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang,
jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
mereka. Perilaku konsumen Muslim, maka dia komitmen dengan kaidah-
kaidah dan hukum-hukum yang disampaikan dalam syariat untuk mengatur

23
Adiarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 102.

13
konsumsi agar mencapai kemanfaatan konsumsi seoptimal mungkin, dan
mencegah penyelewengan dari jalan kebenaran dan dampak madharatnya,
baik bagi konsumen sendiri maupun yang selainnya.
Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan.
Perilaku konsumsi orang yang beriman akan berbeda dalam mengkonsumsi
barang/jasa jika di bandingkan dengan orang yang lebih rendah tingkat
keimanan dan kepatutannya kepada Allah SWT. Orang yang mempunyai
keimanan dan patuh terhadap aturan-aturan yang telah di gariskan didalam
Al-Qur’an dan hadits mengetahui batasan-batasan mana hal yang
diperbolehkan dan mana yang tidak boleh untuk di laksanakan.
Islam mengajarkan tentang batasan-batasan manusia dalam
mengkonsumsi suatu produk barang atau jasa, baik yang dijelaskan dalam
Al- Qur’an maupun hadis. Kesejahteraan konsumen akan meningkat jika ia
banyak mengkonsumsi barang yang bermanfaat, halal, dan mengurangi
barang yang buruk atau haram. Islam melarang untuk menghalalkan apa
yang sudah ditetapkan haram dan memgharamkan apa-apa yang sudah
menjadi halal.
Dalam Al-Quran disebutkan:
۟ ِ ٰ‫ﻳـٰٓﺄَﻳـﱡﻬﺎ ٱﻟﱠ ِﺬﻳﻦ ءاﻣﻨُ ۟ﻮا َﻻ ُﲢ ِﺮﻣ ۟ﻮا ﻃَﻴِﺒـ‬
‫ُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َوَﻻ ﺗَـ ْﻌﺘَ ُﺪٓوا ۚ إِ ﱠن‬#‫ٱ‬
‫َﺣ ﱠﻞ ﱠ‬
‫أ‬ ‫ﺎ‬
ٓ ‫ﻣ‬ ‫ﺖ‬
َ َ َّ ُ َّ ََ َ َ َ
٨٧‫ﺐ ٱﻟْ ُﻤ ْﻌﺘَ ِﺪ‬
‫َ َﻻ ُِﳛ ﱡ‬#‫ٱ‬
‫ﱠ‬
ِِ‫ ٱﻟﱠ ِﺬى أَﻧﺘُﻢ ﺑ‬#‫ٱ‬ ۟ ِ ‫وُﻛﻠُ ۟ﻮا‬
َ ‫ﻣ ْﺆِﻣﻨُﻮ‬
٨٨ ‫ن‬
ُ ‫ۦ‬‫ﻪ‬ ‫ﱠ‬
ٓ َ ُ َ ًّ ‫ا‬
‫ﻮ‬ ‫ﻘ‬‫ـ‬‫ﱠ‬
‫ﺗ‬ ‫ٱ‬
‫و‬ ۚ ‫ﺎ‬ ‫ﺒ‬ۭ ِ
‫ﻴ‬َ‫ﻃ‬ ‫ﻼ‬
ًۭ ‫ـ‬
ٰ‫ﻠ‬
َ ‫ﺣ‬ #‫ٱ‬
‫ﱠ‬ ‫ﻢ‬‫ﻜ‬ُ
َ ُ ُ ََ ‫ﻗ‬
َ‫ز‬‫ر‬ ‫ﱠﺎ‬
‫ﳑ‬ َ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengharamkan apa-
apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu
melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa
yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya.”(Qs. Al- Ma’idah :87-88).
Ayat tersebut Al Qur’an mendorong manusia sebagai pengguna untuk
menggunakan barang-barang yang baik dan bermanfaat serta melarang

14
adanya tindakan yang mengacu dalam hal perilaku boros dan pengeluaran
terhadap pengeluaran yang tidak penting dan tidak bermanfaat.
Sesungguhnya kuantitas konsumsi yang terpuji dalam kondisi yang wajar
adalah sederhana. Maksudnya, berada diantara boros dan pelit.24

24
Lukman Hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam (Erlangga, 2012), hal. 95.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika pemasaran Islam adalah prinsip-prinsip syariah marketer yang
menjalankan fungsi-fungsi pemasaran secara Islam. Adapun factor yang
mempengaruhi etis dalam pemasaran islam adalah konsep
tauhid,konsep keseimbangan,factor kehendak bebas,factor tanggung
jawab,dan ihsan. Dalam menerapkan etika Islam yang baik maka ada
tatanan yang harusdi jalankan sesuai dengan syariatnya yaitu sembilan
etika islam yang menjadi pedoman atau prinsip dalam pelaksanaan
marketing Syariah.
Dalam sistem produksi Islam, konsep kesejahteraan ekonomi
digunakan dengan cara yang lebih luas. Menurut salah satu tokoh
ekonomi islam melakukan proses produksi yang dijadikan ukuran utama
adalah nilai manfaat (utility) yang diambil dari hasil produksi.
Konsumsi dalam islam tidak dapat dipisahkan dari peranan
keimanan. Perilaku konsumsi orang yang beriman akan berbeda dalam
mengkonsumsi barang/jasa jika di bandingkan dengan orang yang lebih
rendah tingkat keimanan dan kepatutannya kepada Allah SWT. Islam
mengajarkan tentang batasan-batasan manusia dalam mengkonsumsi
suatu produk barang atau jasa, baik yang dijelaskan dalam Al- Qur’an
maupun hadis. Kesejahteraan konsumen akan meningkat jika ia banyak
mengkonsumsi barang yang bermanfaat, halal, dan mengurangi barang
yang buruk atau haram. Sesungguhnya kuantitas konsumsi yang terpuji
dalam kondisi yang wajar adalah sederhana. Maksudnya, berada
diantara boros dan pelit.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agustianto. Etika Produksi Dalam Islam,


http://agustianto.niriah.com/2008/10/04/etikaproduksidalam-islam/Aziz
Budi Ekonomi Islam (P3EI).
Aziz, Abdul, Etika Bisnis Perspektif Islam Implementasi Etika Islami Untuk
Dunia Usaha, Cet. I; Bandung: Alfabet, 2013.
Badroen, Faisal, Etika Bisnis dalam Islam, Ed. I. Cet. II; Jakarta: Kencana,
2007.
Chapra, Umar, Islam dan Tantangan Ekonomi Islam, Cet. I; Surabaya: Risalah
Gusti, 1999
Nasution, Mustafa Edwin. Et. al., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Ed. I.
Cet. II; Jakarta: Kencana, 2007
Karim, Adiwarman. 2003. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Penerbit III T
Indonesia Latief, Dochack. 2006. Etika Bisnis Antara norma dan realitas,
Muhammadiyah University Press.
http://pmiikomfaksyahum.wordpress.com/2008/04/02/meneguhkan-
kembalikonsepproduksidalam-ekonomi-islam

17

Anda mungkin juga menyukai