Anda di halaman 1dari 6

KELOMPOK IX:

RESKI PUTRA UTAMA (1793140016)

RISKA (1793142041)
ATTRI WAHYUNI (1793142058)

1. Sistem Bretton Woods sering juga disebut sebagai “Standar Nilai Tukar Emas
Berbasis Dollar” Jelaskan maksud pernyataan tersebut dan berikan contoh
(cerita) untuk menggambarkan sistem moneter ini.
Jawab : Sistem Bretton Woods (1944-1976) adalah sebuah sistem perekonomian
dunia yang dihasilkan dari konferensi yang diselenggarakan di Bretton Woods,
New Hampshire, Amerika Serikat, pada tahun 1944. Konferensi ini merupakan
produk kerjasama antara Amerika Serikat dan Inggris yang memiliki beberapa
fitur kunci yang melahirkan tiga institusi keuangan dunia yaitu Dana Moneter
Internasional, Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia. Sistem Bretton
Woods pada dasarnya mewajibkan tiap negara untuk membentuk nilai pari (par
value) mata uangnya masing-masing terhadap dolar Amerika Serikat, yang
sepenuhnya dikonversi ke emas. Negara yang fundamental ekonominya stabil,
harus mempertahankan nilai pari nya dengan toleransi rentang rate jual dan
belinya ±1%. Negara yang fundamental ekonominya masih tidak stabil, boleh
untuk melakukan perubahan nilai pari mata uangnya (sejauh dirasa perlu).
Negara menggunakan emas dan valuta asing-- khususnya US$--sebagai alat
pembayaran internasional, karena US$ menjadi satu-satunya mata uang yang
dapat dikonversi secara penuh ke emas.
Contoh : Mata uang rupiah yang akan ditukar dengan emas. Maka, kita harus
beli US$, misalnya, 1 US$ = Rp 14.000,-. Dimana, $35 = 1 ons emas, maka kita
perlu Rp 490.000,- untuk mendapatkan 1 ons emas.

2. Prof. Robert Triffin mengatakan bahwa “Sistem ini (Bretton Woods) akan
hancur dalam jangka panjang!” dan ramalannya menjadi kenyataan serta
dikenang sebagai Paradox Triffin. Jelaskan atau ceritakan proses paradoks
tersebut, kaitannya dengan naik turunnya US$.
Jawab : Paradox Triffin ini pertama kali diidentifikasi tahun 1960-an oleh
ekonom Belgia-Amerika Serikat Robert Triffin. Ia menunjukkan bahwa negara
yang mata uangnya ingin dipegang negara lain harus mau memasok mata
uangnya untuk memenuhi permintaan cadangan valuta asing negara lain.
Pasokan berlebih ini memicu defisit perdagangan Penggunaan mata uang
nasional seperti dolar Amerika Serikat sebagai mata uang cadangan global
memunculkan ketegangan antara kebijakan moneter nasional dan global. Hal ini
dapat dilihat dari ketimpangan mendasar pada neraca pembayaran, khususnya
akun berjalan, karena sejumlah target pemerintah memerlukan arus dolar keluar
dari Amerika Serikat, sedangkan target lainnya memerlukan arus dolar ke dalam
Amerika Serikat. Dilema Triffin biasanya digunakan untuk menjelaskan masalah
peran yang diemban dolar A.S. sebagai mata uang cadangan di bawah sistem
Bretton Woods. John Maynard Keynes sudah mengantisipasikan persoalan ini
dan mendorong penggunaan mata uang cadangan global bernama Bancor. Saat
ini, SDR yang dimiliki Dana Moneter Internasional sangat mendekati Bancor,
namun tidak cukup luas cakupannya untuk menggantikan dolar sebagai mata
uang cadangan global. Setelah krisis keuangan 2007–2008, gubernur Bank
Rakyat Cina secara eksplisit menyebut status mata uang cadangan dolar A.S.
sebagai faktor pemicu ketimpangan simpanan dan investasi global yang
berujung pada krisis tersebut. Dilema Triffin juga dikaitkan dengan hipotesis
gelembung simpanan global karena peran mata uang cadangan dolar
memperparah defisit akun berjalan A.S. lewat naiknya permintaan dolar dari
negara lain.
Karena dolar terus keluar Amerika Serikat lewat Rencana Marshall, anggaran
militer Amerika Serikat, dan pembelian barang asing oleh warganya sendiri,
jumlah dolar Amerika Serikat yang beredar melebihi jumlah emas yang
menjaminnya pada tahun 1959.
Pada musim gugur 1960, satu ons emas dapat ditukar dengan $40 di pasar
London meski nilai tukar resminya hanya $35 di Amerika Serikat. Perbedaan ini
nilai ini menunjukkan bahwa investor tahu dolar bernilai terlalu tinggi.
Cara menyelesaikan dilema Triffin adalah Amerika Serikat harus menekan
peredaran dolar dengan memangkas defisit dan menaikkan suku bunga untuk
memperbanyak arus dolar masuk ke negaranya. Sejumlah ekonom yakin dengan
cara ini, namun dampaknya ekonomi Amerika Serikat akan terseret ke dalam
resesi.
Demi mendukung sistem Bretton Woods dan menguasai nilai tuakr emas,
Amerika Serikat merintis London Gold Pool dan General Agreements to Borrow
(GAB) pada tahun 1961. Pada tahun 1967, kelangkaan emas dan devaluasi
pound sterling memicu runtuhnya sistem Bretton Woods.
3. Jelaskan pro dan kontra yang membuat sistem nilai tukar fleksibel bisa diterima
maupun tidak diterima oleh beberapa negara besar (petunjuk: kasus Eropa vs
Amerika)
Jawab : Anggota inti EMU yang meliputi Prancis dan Jerman menyukai sistem
nilai tukar tetap (fixed-rate), negara-negara maju lain seperti Amerika Serikat
dan Jepang lebih suka dengan sistem nilai tukar fleksibel (floating-rate).
Berdasarkan sistem nilai tukar fleksibel, pemerintah dapat mempertahankan
independensi kebijakan karena keseimbangan eksternal akan tercapai melalui
penyesuaian kurs daripada intervensi kebijakan. Namun, ketidakpastian nilai
tukar dapat berpotensi menghambat perdagangan dan investasi internasional.
Mayoritas perusahaan akan lebih memilih menghindari risiko berdagang secara
internasional jika harus menghadapi masa depan yang selalu tidak pasti. Pilihan
antara sistem nilai tukar tetap atau fleksibel cenderung mengakibatkan adanya
trade-off (pilihan) antara otonomi kebijakan nasional dengan integrasi ekonomi
internasional.
4. Buat resume mengenai peristiwa krisis mata uang di Venezuela! Penyebab dan
cara menyelesaikan krisis mata uang tersebut!
Jawab : Venezuela dikenal sebagai negara dengan cadangan minyak terbesar di
dunia. Namun, sejalan dengan harga minyak yang anjlok dan minimnya
investasi di sektor energi, berkah itu malah jadi petaka bagi Venezuela. Ketika
sedang jaya-jayanya karena harga minyak perkasa, pemerintah Venezuela
memberikan subsidi pangan, akses ke perguruan tinggi, hingga layanan
kesehatan yang mumpuni bagi warganya. Namun, semua itu kini tinggal
kenangan.
Dalam waktu sekejap, semua itu sirna sejalan dengan anjloknya harga minyak
dunia. Dalam waktu empat tahun berturut-turut, ekonomi Venezuela terkontraksi
dan inflasi melambung tinggi.
Penyebab Venezuela mengalami hiperinflasi adalah sebagai berikut :
a. Anjloknya harga minyak dunia
Sekitar 95% ekspor Venezuela berasal dari penjualan minyak dunia. Namun,
seiring dengan melemahnya harga minyak dalam beberapa tahun terakhir dan
diikuti penurunan mata uang bolivar yang signifikan, sumber pendapatan
Venezuela mengalamai penurunan yang drastis sehingga berdampak pada
seluruh elemen perekonomian makro Venezuela. Hal tersebut menyebabkan
inflasi dan pengangguran tidak dapat terbendung, serta terjadinya defisit
anggaran.
b. Pencetakan uang baru yang tak strategis
Pemerintah Venezuela mau tidak mau harus mencetak uang yang banyak
akibat dari inflasi yang diakibatkan anjloknya harga minyak dunia untuk
meningkatkan nilai upah minimum para warganya. Selain itu, faktor lain
Venezuela mencetak uang banyak adalah pemerintah setempat pun kesulitan
untuk mendapatkan dana pinjaman dari berbagai negara. Namun, hal tersebut
justru membuat kondisi perekonomian disana semakin buruk. Harga-harga
bahan pokok meningkat 2x lipat setiap bulannya.
c. Krisis politik dari oposisi
Krisis politik yang terjadi disana juga menjadi salah satu penyebab
hiperinflasi yang ada di Venezuela. Krisis politik dimulai sejak 2016 lalu.
Saat partai oposisi, Democratic Unity, memegang 109 mayoritas kursi di
kongresdibandinglan partai sosialis Maduro yang hanya memegang 55 kursi
saja. Hasilnya, parlemen Venezuela berhasil memecat anggota kabinet
presiden Maduro dan mengesahkan undang-undang reformasi yang tidak
dapat dibatalkan. Sejak saat itu, presiden Maduro terlihat ingin memperluas
kewenangan dan kekuasaan sebagai presiden dengan menggelar pemilu di
tahun 2017 untuk menggelar Dewan Konstituen Nasional baru. Hal ini
membuat ribuan warga anti_maduro berdemo memprotes pemungutan suara
yang tetap digelar pemerintah di seluruh penjuru negeri. Tak jarang demo ini
diwarnai kekerasan yang membuat kondisi warga semakin terjerat krisis.
d. Nilai tukar yang rendah
Disamping tanggungan utang negara dan nilai tukar yang rendah, pemerintah
Venezuela tidak dapat mengimpor kebutuhan pangan pokok seperti susu,
telur, dan tepung. Akibatnya, banyak minimarket dan toko frenchise yang
kehabisan stok bahan pangan. Harga kebutuhan pokok lainnya juga tidak
terjangkau lagi. Harga seekor ayam mencapai 14 juta bolivar (Rp 950.000,-);
harga keju 2,5 juta bolivar (Rp 440.000,-), harga sabun 3,5 juta
bolivar(250.000,-); dan harga daging sebesar 9,5 juta bolivar (Rp 557.000,-).

Salah satu dampak adanya hiperinflasi tersebut adalah kelaparan, kemiskinan,


dan pengangguran yang melanda di sejumlah titik disana sehingga sekitar 2,3
juta warga negara Venezuela harus meninggalkan negaranya ke berbagai negara
tetangga.
Selain itu, hiperinflasi juga membuat kondisi politik dan ekonomi menjadi
sangat tidak stabil. Kondisi perdagangan internasional disana juga menjadi tidak
seimbang sehingga investasi sulit untuk masuk.

Pemerintah Venezuela juga tidak tinggal diam saja, mereka mengambil beberapa
langkah untuk mengatasi inflasi di negaranya, diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Penciptaan uang kripto
Untuk berjuang di tengah krisis ekonomi dan krisis politik yang cukup
parah, Presiden Maduro memerintahkan semua bank untuk mengadopsi mata
uang digital (cryptocurrency) petro sebagai alat pengendali hiperinflasi dan
pelindung dari sanksi keuangan dari Amerika Serikat (AS).
Sebenarnya langkah ini tidak berpengaruh saat ini dikarenakan kripto sendiri
tidak memiliki nilai yang stabil. Meskipun begitu, kemungkinan besar uang
kripto Venezuela akan menjadi percontohan bagi negara lain yang mencoba
menerapkan hal serupa, yaitu merilis uang kripto resmi negara.
b. Menaikkan harga BBM
Selain itu, Venezulea juga memutuskan untuk menaikkan harga bahan bagar
minyak untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir yang mulai berlaku
Oktober 2018. Meskipun mengalami kenaikkan, presiden Maduro
mengklaim Venezuela masih menjadi negara dengan harga BBM termurah.
Harga premium akan naik setara Rp 135,- menjadi Rp 8000,- untuk satu
liter. Sedangkan untuk bahan bakar minyak berkadar lebih rendah naik
Rp1300,-/liter.
c. Redenominasi mata uang
Pemerintah Venezuela juga menerapkan redenominasi untuk mengatasi
krisis ekonomi yang ada di negaranya. Redenominasi adalah
penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai
tukarnya.
Namun, tampaknya keadaan negara ini juga tak menunjukkan keadaan yang
membaik. Harapan satu-satunya dari pemerintah Venezuela adalah menunggu
investasi yang besar dari luar negeri untuk pembangunan yang inklusif serta
bantuan ekonomi dari negara-negara lainnya.

Anda mungkin juga menyukai