Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dafa Agil Musafa

Nim : 181211013
Prodi : D4 Akutansi Perpajakan

Sistem bretton woods


Mengingat salah satu faktor perusak dari krisis yang terjadi dewasa ini adalah tingkat
fluktuasi nilai tukar antarmata uang global, jadi bukan hanya rupiah, banyak pihak
yang terpikir kembali untuk menghidupkan Sistem Bretton Woods yang sudah bubar
pada 1971 lalu. Untuk mengetahui efektivitas sistem ini dalam mengatasi krisis, perlu
dicermati terlebih dulu apa yang dimaksud dengan sistem tersebut dan bagaimana cara
bekerjanya?

Sistem Bretton Woods lahir karena kebutuhan adanya sistem moneter yang andal
untuk mengatasi dampak berakhirnya Perang Dunia II. Berdasarkan pengalaman
Perang Dunia I, sesudah perang adalah masa yang sangat berat bagi perekonomian
dunia. Kebangkitan perekonomian negara-negara yang terlibat perang, seperti
peningkatan produksi bahan makanan dan industri, akan membuat produksi global
meningkat cepat, jauh melebihi kebutuhan.

Keadaan inilah yang melahirkan terjadinya proteksi dan devaluasi yang bergantian
terus-menerus (competitive devaluation). Kebijakan suatu negara pada akhirnya
hanyalah ingin melindungi negaranya sendiri dan tidak memedulikan dampaknya bagi
perekonomian negara lain. Istilah yang tepat untuk menggambarkan itu adalah Beggar
thy neighbor policy.

Berdasarkan pengalaman tersebut, sebelum Perang Dunia II selesai, sebanyak 44


negara berkumpul di Desa Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat (AS),
tepatnya pada 1-22 Juni 1944. Pertemuan panjang tersebut, yang antara lain dihadiri
John Maynard Keynes dari Inggris dan Dexter White dari AS, akhirnya mengambil
putusan untuk membangun Sistem Bretton Woods, di mana pendirian Dana Moneter
Internasional (International Monetary Fund/ IMF) menjadi salah satu pilar.

Sistem moneter baru tersebut mendasarkan diri pada sistem nilai tukar tetap terhadap
dolar AS, sedangkan dolar AS dikaitkan dengan emas, di mana setiap 1 ons emas
(sekira 30 gram) ditetapkan harganya sebesar USD35. Dengan cara ini, nilai tukar
antarmata uang di luar dolar AS juga menjadi tetap.

Konferensi tersebut juga melahirkan Bank Dunia dalam bentuk International Bank for
Reconstruction and Development (IBRD) serta organisasi perdagangan dunia (semula
dirancang dalam bentuk International Trade Organization), yang kemudian muncul
dalam bentuk General Agreement in Tariffs and Trades (GATT) pada 1947.

Baru pada 1995, World Trade Organization (WTO ) terbentuk. Sistem nilai tukar yang
sedemikian mendasarkan diri pada premis bahwa setiap negara harus menjaga
keseimbangan neraca pembayarannya. Jika terjadi ketidakseimbangan neraca
pembayaran (terutama ekspor-impor), perlu dilakukan langkah perbaikan, baik yang
sifatnya sementara (misalnya dengan bantuan IMF) maupun bersifat lebih struktural,
yaitu melalui devaluasi atau revaluasi.

Sistem ini pada akhirnya memang membawa stabilitas yang lebih baik dalam
perekonomian dunia, meskipun di sana-sini terjadi penyesuaian nilai tukar maupun
penyesuaian struktural perekonomian berbagai negara.

Selama dua puluh lima tahun setelah berlakunya sistem tersebut, terjadilah apa yang
disebut dengan the golden years, atau masa keemasan perekonomian global, kecuali
Inggris yang menderita sakit parah karena berubahnya peran dari semula sebagai
jangkar perekonomian dunia, di mana poundsterling sebelumnya dipergunakan
sebagai mata uang utama dunia, menjadi "hanya" sekadar anggota dari sistem.
Lebih dari dua puluh tahun, perekonomian Inggris sakit dan harus menjadi pasien IMF
berkali-kali. (Inggris juga merupakan pasien IMF pertama kali pada September 1947).

Hancurnya Sistem Bretton Woods

Namun, sistem ini pada akhirnya terpaksa ditinggalkan setelah terjadi


ketidakseimbangan neraca pembayaran yang sangat akut dalam perekonomian AS.
Terutama karena perang Vietnam yang menyebabkan pengeluaran besar-besaran di
AS, perekonomian Amerika harus menanggung defisit neraca pembayaran yang besar.

Lantaran sistemnya mengaitkan dolar AS dengan harga emas, kenaikan harga emas
global (di luar sistem moneter) menyebabkan terjadinya proses arbitrase dari dolar AS
ke emas. Negara-negara Eropa yang memiliki banyak cadangan devisa, kemudian
menukarkan dolar AS-nya dengan emas ke AS, lalu emas tersebut dijual ke pasar
dengan harga yang jauh lebih tinggi.

Akibatnya, persediaan emas di Fort Knox, AS menjadi turun drastis dan bukan tidak
mungkin akan habis sama sekali dalam waktu yang tidak terlalu lama. Melihat
kekhawatiran tersebut, AS terpaksa meminta bantuan IMF sebanyak dua kali, yaitu
pada 1966 dan 1968. Kendati demikian, proses arbitrase emas tersebut berlangsung
dengan deras.

Pada akhirnya, Presiden Nixon memutuskan untuk tidak mengaitkan nilai dolar AS
dengan emas, dalam arti AS tidak lagi berkewajiban untuk menukar dolar AS yang
dimiliki negara lain dengan emas. Putusan ini dilakukan pada 15 Agustus 1971, yang
secara resmi berarti mengakhiri sistem Bretton Woods.

Prospek untuk Hidup Kembali

Setiap orang yang berpikir bahwa sistem Bretton Woods tersebut dapat dihidupkan
kembali, tentunya didorong romantisme masa-masa keemasan tersebut.

Sistem yang dipergunakan untuk mengatasi perekonomian global yang bakal saling
menjegal, barangkali bisa diterapkan dalam keadaan dewasa ini, di mana ancaman
terjadinya proteksi yang bersaing akan tinggi sekali. Kendati demikian, banyak orang
tidak melihat bagaimana hancurnya sistem tersebut lantaran tidak sempurnanya
perekonomian negara yang menjadi jangkarnya, dalam hal ini AS. Jika sistem
semacam itu ingin dicoba lagi, beberapa hal barangkali harus dijawab terlebih dahulu.
Siapakah yang akan menjadi jangkar sistem ini?

Amerika Serikat dengan dolar AS jelas tidak lagi mungkin untuk menjadi jangkar.
Perbaikan perekonomian negara tersebut membutuhkan waktu lama. Lalu, apakah
akan ditunjuk Uni Eropa dengan euronya? Jika ini terjadi, masih akan banyak
permasalahan yang timbul, termasuk disrupsi yang akan terjadi dengan perekonomian
AS (sebagaimana terjadi dengan Inggris saat penerapan sistem tersebut pada 1945.)
Apakah sistem ini tetap cocok di tengah maraknya lembaga keuangan dunia yang
sangat spekulatif, seperti hedge funds dan sebagainya?

Jika terjadi potensi ketidakstabilan, hedge funds justru akan memanfaatkan keadaan
tersebut dengan bertaruh bahwa suatu mata uang akan mengalami devaluasi. Inilah
yang terjadi pada 1991 ketika Soros berspekulasi atas mata uang poundsterling.
Apakah negara atau kelompok perekonomian, terutama yang menjadi jangkar
tersebut, akan memiliki disiplin yang diharapkan sehingga pada akhirnya sistem
tersebut dapat berjalan langgeng (sustainable)?
Dengan melihat itu semua, perlu pemikiran yang lebih dalam jika kita ingin
menempuh jalan tersebut kembali. Namun, "waktu" justru menjadi komoditas yang
sangat langka dewasa ini lantaran krisis keuangan global dewasa ini justru
memerlukan langkah yang cepat dan efektif.

Anda mungkin juga menyukai