PERTEMUAN KE-2
SISTEM MONETER INTERNASIONAL
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai sistem moneter internasional, anda diharapkan
mampu :
1.1. Memahami pengertian sistem moneter internasional internasional
1.2. Mengetahui sejarah dan perkembangan sistem moneter internasional
1.3. Memahami mekanisme penetapan/penenetuan kurs
1.4. Memahami bagaimana cara untuk melakukan pembayaran internasional
B. URAIAN MATERI
cara membiarkan nilai tukar mata uang berubah sesuai situasi dankondisi.
Sehingga yang terpenting dalam sistem moneter internasional adalahtersedianya
alat atau cara untuk menyesuaikan ketidakseimbangan pembayaraninternasional.\
Standar emas berbeda dengan mata uang fiat (fiat money). Dalam mata uang fiat, nilai
mata uang ditentukan berdasarkan kepercayaan terhadap kemauan pemerintah menjaga
integritas menjaga mata uang tersebut. Seringkali kepercayaan tersebut disalahgunakan.
Pemerintah kadang tergoda menerbitan uang baru, karena biaya produksi penerbitan
tersebut adalah 0 rupiah. Dengan menggunakan standar emas, nilai mata uang didasarkan
pada emas. Pemerintah tidak bisa seenaknya menambah jumlah uang yang beredar ,
karena suplai uang dibatasi oleh suplai emas.
Dengan proses tersebut kurs mata uang bisa terjaga selama negara-negara di dunia
memakai emas sebagai standar mata uangnya. Inflasi yang berkepanjangan tidak akan
terjadi di dalam situasi semacam itu.
Dengan adanya Perang Dunia I (1919-1923) serta depresi dunia (1931-1934) negara-
negara di Eropa dilanda inflasi serta ketidaksetabilan politik. Sistem moneter
Internasional menjadi kacau. Kekacauan ini menimbulkan kurang kepercayaan dunia
terhadap pounsterling yang masih dikaikan dengan emas. Ponsterling makin lama makin
lemah posisinya. Kelemahan ini ditambah keharusan Inggris untuk memberi bantuan
kepada Jerman. Pada tahun 1931 Inggris menanggalkan standar emas dan pounsterlling
jatuh nilainya, diikuti oleh dolar Amerika.
menjaga kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dan bersedia menjaga kurs tersebut.
IMF membantu negara anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata uangnya.
Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak layak lagi dipertahankan.
Pasar keuangan dunia sempat tutup selama beberpa minggu dalam bulan Maret 1973.
Ketika pasar tersebut dibuka, kurs mata uang dibiarkan mengambang sampai ke kurs
yang ditentukan oleh kekuatan pasar.
tersebut berubah, kurs mata uang akan berubah. Sistem mengambang bebas juga disebut
sebagai clean float.
Jika kurs resmi dirasakan sudah tidak sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi
negara tersebut, devaluasi atau revaluasi dilakukan. Cara yang bisa dilakukan selain
devaluasi adalah :
1. pinjaman asing
2. pengetatan
3. pengendalian harga dan upah
4. pembatasan aliran modal keluar
Cara pembayaran semacam ini sekarang masih banyak digunakan dalam lalu lintas
pembayaran internasional. Dengan surat wesel, apabila eksportir membutuhkan uang
sebelum jatuh tempo, maka ia dapat menjualnya kepada pihak lain, yang kelak akan
menukarkannya kepada importir setelah wesel itu jatuh tempo.
b. Kompensasi pribadi
Kompensasi pribadi adalah adalahcara pembayaran dengan mengalihkan penyelesaian
utang piutang pada seorang penduduk dalam satu negara tempat penduduk tersebut
tinggal. Cara pembayaran ini digunakan di Indonesia sekitar tahun 1960-an, namun
sekarang sudah tidak banyak lagi digunakan dalam perdagangan internasional.
c. Pembayaran tunai
Pembayaran tunai atau pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan
dengan menggunakan uang tunai atau cek, yang dilakukan bersama-sama dengan surat
pesanan atau menunggu diterimanya kabar bahwa barang yang telah dipesan dikapalkan
oleh eksportir. Cara pembayaran ini mempunyai risiko yang besar.
- Indutrial L/C, artinya impor banang-barang industri atau barang modal secara cepat
dan tidak dipakai untuk barang konsumsi.
- Red Clause L/C, artinya L/C yang mencantumkan instruksi kepada Advising Bank
(bank yang ditunjuk) untuk melaksanakan pembayaran sebagian dari jumlah L/C
kepada eksportin sebelum mengapalkan barang-barang ekspor.
- Usance L/C, artinya L/C yang pembayarannya baru dilakukan dengan tenggang waktu
tertentu, misalnya 1 bulan dari pengapalan barang atau 1 bulan setelah penunjukan
dokumen.\
Fenomena yang terjadi saat ini khususnya di kawasan asean adalah penyatuan mata
uang di antara Negara asean, atau pencanangan mata uang tunggal. Hal tersebut di
lakukan kerena mengingat adanya keberhasilan kawasan ekonomi eropa memberlakukan
kebijakan mata uang bersama.Dari sisi ekonomi jika sekelompok negara ternyata
memiliki mata uang yang berkorelasi sangat erat, maka secara implisit kelompok negara
tersebut dapat menggabungkan mata uangnya.
Dengan kata lain negara tersebut dapat melepaskan kekuasaan moneternya dan
memberikan kepada suatu badan supra nasional (dalam wadah ekonomi bersama).Salah
satu contoh yang paling sukses dari proses penggabungan ini adalah
keberadaan European Monetary Union, (EMU) dan mata uang tunggal dengan European
Central Bank (ECB) sebagai bank sentralnya. Namun demikian proses kearah
penggabungan moneter sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Treaty Of Rome
(1957) dapat dikatakan titik tolak yang meletakkan dasar atau fase yang harus ditempuh
dalam rangka pembentukan komunitas ekonomi Eopa.Salah satu studi penting yang
melakukan penelitian terhadap kesiapan prasyarat optimum current area atau OCA di
ASEAN dan perbandingan versus Uni Eropa dilakukan oleh Bayoumi dan Mauro.
Mereka berpendapat bahwa negara-negara ASEAN telah mencapai level yang sama
dengan Uni Eropa sebelum traktat Maastricth 1991 pada beberapa aspek.
Namun demikian mereka juga menemukan beberapa faktor yang dianggap dapat
mengurangi daya tarik penyatuan moneter bagi wilayah ASEAN. Faktor-faktor ini
adalah :
a) Diversifikasi budaya dan system politik di ASEAN cenderung lebih tinggi
dibandingkan Uni Eropa
b) Diversifikasi perdagangan yang signifikan.
Meskipun US, Jepang dan Zona Eropa adalah rekan dagang utama, namun proporsi
masing-masing adalah heterogen. Hal ini berimplikasi Pergerakan Bersama Mata Uang
ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency Area Dengan
Menggunakan Model Vector Error Correction bahwa setiap negara ASEAN memiliki
suatu goncangan spesifik pada level tertentu.
Disini ditunjukkan divergennya arah keterkaitan mata uang ASEAN terhadap salah
satu mata uang utama dunia. Singapura,Malaysia dan Philipina misalnya, lebih cocok
masuk sebagai blok USD. Sedangkan Indonesia dan Thailand cenderung kepada blok
JPY. Hasil ini mengkonfirmasi temuan empiris Frankel dan Wei (1994), Kim dan Ryou
(2001) dan Alesina et al (2002) bahwa permasalahan yang dihadapi dalam penyatuan
keuangan Negara-negara ASEAN adalah tidak adanya suatu mata uang anchor yang
tunggal bagi mata uang negara ASEAN tersebut.
Dari sisi institusi, aktivitas ditingkat ofisial tentang keberadaan OCA dapat dikatakan
langka. Beberapa lembaga kerjasama regional telah ada diwilayah ini, misalnya ASEAN,
AFTA dan SEACEN, ASEAN misalnya bahkan telah berdiri sejak 1967.
Namun demikian diskursus mengenai suatu kerjasama regional yang lebih erat
melalui kerjasama moneter (dan mata uang bersama) baru terdengar pasca krisis
keuangan Asia 1997. Era sebelum ini suatu kerjasama moneter yang lebih serius
tampaknya terkendala oleh keberadaan rezim nilai tukar yang heterogen diwilayah Asia
(Wilson, 2002).
Tahun 1997, Jepang menawarkan ide Asian Monetary Fund (AMF). Hal ini
merupakan wujud dari kesadaran terhadap perlunya suatu dana emergency yang siap
digunakan ketika dibutuhkan.
Tampaknya ini juga merupakan reaksi kecewa terhadap sikap lamban IMF dalam
mengatasi krisis Asia. Ide ini memperoleh resistensi keras dari IMF (dan stake holder
utamanya, sehingga akhirnya gagal diwujudkan. Sebagai pengganti, dalam kerangka
ASEAN+3 suatu kesepakatan dalam hal penyediaan dana emergency diwujudkan dalam
bentuk pejanjian swap. Inisiatif ini dikenal sebagai Chiang Mai Initiatives. Dari forum ini
tampaknya terlihat adanya perkembangan kearah suatu instrument obligasi Asia. Dari
sisi upaya penyatuan mata uang, negara-negara diwilayah ini terlihat jauh lebih kaku
Meskipun dibawah Hanoi Plan Action dibulan Desember 1998, pemimpin wilayah
ASEAN sepakat untuk memulai suatu studi kelayakan atas adopsi mata uang bersama.
Namun baru Januari 2001, suatu proyek resmi untuk penelitian ini dimulai (Wilson,
2002). Proyek ini dikenal dengan nama Kobe Research Project. Meskipun ditingkat
pengambil kebijakan arah penyatuan moneter adalah bergerak lamban, pra kondisi bagi
negara Asia sebenarnya telah ada. Eichengreen dan Bayoumi (1996) dalam suatu
studinya berkesimpulan bahwa wilayah Asia Timur telah memenuhi persyaratan standar
OCA serta telah memiliki kesiapan yang sama dengan wilayah zona Eropa. Bayoumi dan
Mauro
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010 (1999) juga mengusulkan hal
yang serupa, namun dengan mesyaratkan perlunya suatu komitmen politik untuk
memastikan bahwa proyek ini akan berhasil. Proposal lainnya dapat dilihat misalnya
Wilson (2002), Mundel (2003), dan Branson dan Healy (2005). Syarat dan kondisi
teoritis dimana penyatuan mata uang adalah menguntungkan merupakan subyek dari
teori Optimum Currency Area (OCA). Teori OCA modern secara komprehensif
diuraikan oleh Robert Mundell (1961) dalam seminal paper nya yang berjudul A Theory
Of Optimum Currency Areas.
dan (secara bersama) mengadopsi mata uang lain atau menerapkan rezim nilai tukar tetap
(khususnya antar mata uang negara anggota OCA.
Manfaat yang lebih besar ini dapat terjadi karena berbagai hal misalnya signifikannya
transaksi perdagangan internal anggota OCA, mobilitas faktor produksi yang tinggi,
korelasi siklus bisnis. Dalam kondisi ini manfaat yang diperoleh dengan tetap
menggunakan mata uang sendiri (berupa seignorage dan independensi kebijakan
moneter) lebih kecil dari manfaat yang diperoleh dari penyatuan mata uang (berupa biaya
transaksi yang rendah, stabilitas dan kredibilitas kebijakan). Untuk mencapai optimalitas
wilayah mata uang bersama perlu dipenuhi beberapa karakteristik tertentu. Karakteristik
ini menunjukkan kondisi yang diperlukan agar manfaat OCA yang diperoleh para
anggotanya dapat maksimal. dibawah ini merangkum karakteristik OCA dimaksud
(Mongeli, 2002).
Pada satu dekade belakangan ini berkembang suatu pemikiran kontemporer didalam
teori OCA. Berbeda dengan pola pemikiran sebelumnya dimana wilayah moneter
bersama akan optimal jika negara-negara anggotanya memenuhi syarat karakteristik
OCA, Frankel dan Rose (1998), justru berpendapat sebaliknya: karakteristik OCA adalah
bersifat endogen. Dengan kata lain sekelompok negara dapat saja tidak memenuhi satu-
lebih karakteristik OCA.
Fleksibilitas harga dan upah didalam dan diantara negara OCA memperkecil
penyesuaian nilai tukar apabila terjadi kejutan. Mobilitas faktor produksi, termasuk
tenaga kerja, antar negara OCA memperkecil penyesuaian harga factor produksi dan nilai
tukar terhadap kejutan Integrasi finansial dalam bentuk mobilitas modal (FDI,
portfolio investment, pinjaman) antar negara OCA memungkinkan penyesuian kejutan
melalui aliran modal. Keterbukaan ekonomi antara negara OCA yang tinggi akan
memperbesar transmisi harga internasional ke harga domestik.
C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Apa yang anda ketahui mengenai sejarah dan perkembangan sistem moneter
internasional?
3. Apa pengertian dari Leter of Credit (L/C) dantransaksi apa saja yang menggunakan
fasilitas L/C tersebut ?
4. Aspek apa saja bahwa negara-negara ASEAN telah mencapai level yang sama dengan
Uni Eropa sebelum traktat Maastricth 1991
5. Apa faktor penghambat non ekonomi dalam penerapan mata uang tunggal di Asean ?
D. DAFTAR PUSTAKA