Anda di halaman 1dari 17

A.

Konsep Industri Manufaktur

Pengertian industri manufaktur.


Manufaktur adalah suatu cabang industri yang mengaplikasikan peralatan
dan suatu medium proses untuk transformasi bahan mentah menjadi barang jadi
untuk dijual. Upaya ini melibatkan semua proses antara yang dibutuhkan untuk
produksi dan integrasi komponen-komponen suatu produk. Beberapa industri,
seperti produsen semikonduktor dan baja, juga menggunakan istilah fabrikasi atau
pabrikasi. Sektor manufaktur sangat erat terkait dengan rekayasa atau teknik.
Menurut Heizer, dkk (2005), manufaktur berasal dari kata manufacture yang
berarti membuat dengan tangan (manual) atau dengan mesin sehingga menghasilkan
sesuatu barang. Untuk membuat sesuatu barang dengan tangan maupum mesin
diperlukan bahan atau barang lain. Seperti halnya membuat kue diperlukan tepung,
gula, mentega, dan sebagainya. Secara umum dapat dikatakan bahwa manufaktur
adalah kegiatan memproses suatu atau beberapa bahan menjadi barang lain yang
mempunyai nilai tambah yang lebih besar. Manufaktur juga dapat diartikan sebagai
kegiatan-kegiatan memproses pengolahan input menjadi output.Kegiatan
manufaktur dapat dilakukan oleh perorangan (manufacturer) maupun oleh
perusahaan (manufacturing company).
Sedangkan industri manufaktur adalah kelompok perusahaan sejenis yang
mengolah bahan-bahan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang bernilai
tambah lebih besar. Contoh industri manufaktur, misalnya:

1. Pakaian dan Tekstil


Pakaian dan tekstil yang berbasis di sekitar pengolahan wol mentah untuk
membuat kain, serta merajut dan menjahit untuk membuat pakaian. Industri ini
mencakup penjahit dan semua yang terlibat dengan kain dan menjahit. Ini juga
mencakup semua penggunaan produk wol dan baku lainnya untuk membuat handuk
dan seprai. Sintetis seperti polyester dimasukkan dalam manufaktur kimia. Materi,
bukan produk, adalah di pusat mendefinisikan sektor ini.

2. Minyak, Kimia dan Plastik


Sektor ini terlibat dalam mengganti oli bahan kimia, batubara dan minyak
mentah menjadi produk yang dapat digunakan. Bagian dari sektor ini meliputi
pembuatan sabun, resin, cat dan pestisida. Hal ini juga mencakup pembuatan obat-
obatan. Karet manufaktur dianggap sebagai bagian dari pekerjaan plastik. Tentu
saja, itu juga mencakup penggunaan minyak mentah untuk membuat plastik
tertentu, serta bensin dan bahan kimia lainnya.

3. Elektronika, Komputer dan Transportasi


Bidang ini erat terkait, meskipun biasanya mereka diperlakukan sebagai
bidang yang berbeda. Banyak produk di bidang ini menggunakan daya listrik, dan
semua menggunakan sumber daya. Bidang ini mencakup semua peralatan dan
mikro-prosesor, semi-konduktor dan chip. Ini juga mencakup semua peralatan
audio-visual. Sektor transportasi mendefinisikan diri, termasuk semua, kereta api
mobil dan pesawat yang tidak jatuh di bawah sektor lain, seperti pekerjaan logam
atau manufaktur kimia.
4. Makanan
Pangan, pertanian dan peternakan penggalangan adalah yang paling
sederhana dari semua industri manufaktur. Dimasukkannya pertanian hari ke
manufaktur menunjukkan bagaimana pertanian telah berubah selama bertahun-
tahun, lebih meniru sebuah pabrik untuk produksi pangan dari pertanian organik-
gaya abad yang lalu. Sektor ini mencakup semua bentuk produksi pangan, dari
peternakan ke meja makan, termasuk hal-hal seperti pengalengan dan memurnikan.

5. Logam
Seiring dengan minyak dan manufaktur kimia, logam juga merupakan
bagian dari apa yang sering disebut industri berat, sementara sisanya dari sektor
kadang-kadang disebut industri ringan, atau berorientasi konsumen industri.
Logam mencakup semua besi, manufaktur aluminium dan baja, serta keterampilan
penempaan, pelapisan ukiran, dan stamping.

6. Kayu, Kulit dan Kertas


Produk-produk ini semua agak sederhana untuk mendefinisikan dan
memahami. Kayu mencakup semua bentuk lantai manufaktur atau perumahan, serta
menggergaji dan laminating. Kulit mencakup semua penyamakan dan
menyembuhkan (sementara penciptaan pakaian kulit berada di bawah tekstil).
Proses kertas dilambangkan oleh pembersihan dari pulp kayu mentah menjadi
produk kertas dari berbagai jenis.
Berdasarkan jenis proses produksi atau berdasarkan sifat manufakturnya,
perusahaan manufaktur dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yakni 1) Perusahaan dengan
jenis proses produksi terus-menerus (continuous process atau continuous
manufacturing, 2) Perusahaan dengan proses produksi yang terputus-putus
(intermitten process) atau intermitten manufacturing).Strategi respons terhadap
permintaan konsumen mendefinisikan bagaimana suatu perusahaan industri
manufaktur akan memberikan tanggapan atau respons terhadap permintaan
konsumen. Pada dasarnya strategi respons terhadap permintaan konsumen dapat
diklasifikasikan dalam kategori: Design-to-Order, Make-to-Order, Assemble-to-
Order, Make-to-Stock.

B. Potensi Industri Manufaktur


Sektor industri manufaktur sebagai salah satu sektor penting dalam
pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri manufaktur merupakan salah satu
penopang perekonomian nasional karena sektor ini memberikan kontribusi yang cukup
signifikan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 1990-1996, industri
manufaktur Indonesia tumbuh dengan cepat dan Indonesia pada saat itu mengalami
pertumbuhan yang signifikan.
Saat ini Indonesia tengah berada dalam transisi dari perekonomian yang berbasis
agraris menjadi perekonomian semi-industrial dalam upaya untuk meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi nasional. Pola perekonomian subsistensi yang mengandalkan
sektor primer perlahan-lahan bergeser menjadi perekonomian yang ditopang oleh sektor
manufaktur
Sektor industri manufaktur merupakan sektor yang cukup stabil dan menjadi
salah satu penopang perekonomian negara di tengah ketidakpastian perekonomian dunia
dengan tingkat pertumbuhan yang positif. Data terbaru dari Kementerian Perindustrian
tahun 2015 menunjukkan bahwa sektor industri, khususnya sektor manufaktur non-
migas mengalami pertumbuhan yang signifikan, melampaui pertumbuhan GDP
Indonesia pada kwartal I tahun 2015.
Menurut data BPS, kontribusi sektor industri manufaktur non-migas terhadap PDB
tahun 2015 mencapai 18.18 % dengan nilai Rp 2.089 triliun. Kontribusi ini meningkat
jika dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai 17.89 % dengan nilai hanya Rp
1.884 triliun.

Grafik 1. Perkembangan Industri Manufaktur, Kontribusi terhadap PDB,dan


PDB Indonesia Tahun 1990-2016 (Sumber: BPS, 2016).

Tingkat pertumbuhan yang pesat pada industri nasional merupakan multiplier effect
dan tingginya investasi pada sektor ini. Terhitung sejak tahun 2010, trend investasi
sektor industri di Indonesia terus mengalami peningkatan meskipun sempat tertahan
akibat krisis finansial pada tahun 2008.
Apabila ditarik lebih jauh ke belakang, pertumbuhan industri manufaktur dalam
perekeonomian Indonesia telah meningkat secara bertahap. Namun, di sisi lain,
peningkatan kerja industri manufaktur hanya naik dari 10 % menjadi 12 %.
Grafik 2. Kontribusi Sektor Utama dalam Perekonomian tahun 2015.(Sumber:
Biro Riset Ekonomi, Bank Indonesia, 2015).
Sektor ini menjadi dominan dalam penyumbang terbesar PDB Indoneesia
dimana mencapai 23.37 % (migas dan non-migas), namun sektor ini hanya mampu
menyerap tenaga kerja terendah sebesar 14.88 % dibandingkan dengan sektor pertanian
(38.07 %) dan perdagangan (23.74 %) (Kementerian Perdagangan, 2014). Hal ini bisa
disebabkan karena industri manufaktur menitikberatkan pada investasi dan penggunaan
teknologi menengah-tinggi ketimbang penggunaan tenaga kerja/labor.
Pertumbuhan output hasil industri dan penciptaan nilai tambah pada output
dengan penguasaan teknologi manufaktur yang tinggi merupakan faktor utama bagi
peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Industri manufaktur juga memegang
peranan penting dalam perdagangan internasional karena dengan peningkatan kualitas
dan kuantitas output yang dihasilkan maka dapat meningkatkan daya saing industri di
pasar global. Peran lain industri manufaktur adalah penyerapan tenaga kerja dalam
jumlah besar yang akan menurunkan tingkat pengangguran.
Apabila melihat pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang,
menurut BPS, terjadi peningkatan sebesar 4.22 % pada triwulan III tahun 2015
dibanding dengan periode sebelumnya. Setelah diberlakukan revitalisasi industri sejak
tahun 2004, pertumbuhan positif terjadi pada seluruh sub-industri. Jenis-jenis industri
manufaktur yang mengalami pertumbuhan signifikan adalah sbb:
- Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional, naik 15.31 %
- Pengolahan laiinya, naik sebesar 13.53 %
- Mesin dan Perlengkapan ytdl, naik 8.28 %
- Barang Galian Bukan Logam, naik 7.37 %
- Kendaraan Bermotor, Trailer dan Semi Trailer, naik 7.14 %
- Makanan, naik 7.09 %
- Pengolahan Tembakau, naik 5.78 %
(Sumber: BPS, 2015)
Tabel 1. Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang Triwulanan (q-
to-q) dan (y-to-y) kurun waktu 2013-2015
Sumber: BPS, 2015
Sedangkan, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil pada
triwulan III tahun 2015 mencatat pertumbuhan yang lebih baik, sekitar (6.87 %)
dibanding dengan periode sebelumnya. Kenaikan tersebut terutama disumbangkan oleh
naiknya industri tembakau (19.17 %), industri mesin dan perlengkapan (19.12 %) serta
industri bahan kimia dan barang dari kimia sebesar (18.63 %). Sedangkan, industri
kayu, barang dari kayu, anyaman rotan turun (5.88 %) mengikuti industri logam dan
barang logam yang mengalami penurunan (5.87 %).
Secara lengkap, pertumbuhan industri non-migas dapat diketahui melalui tabel beriku
Tabel 2. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas menurut Cabang-Cabang
Industri untuk tahun dasar 2010
No Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015

1 Industri Makanan dan


10.33 4.07 9.49 7.54
Minuman

2 Industri Pengolahan
8.82 -0.27 8.33 6.43
Tembakau

3 Industri Tekstil dan Pakaian


6.04 6.58 1.56 -4.79
Jadi

4 Industri Kulit, Barang dari


-5.43 5.23 5.62 3.98
Kulit dan Alas Kaki

5 Industri Kayu, Barang dari


Kayu dan Gabus dan
-0.80 6.19 6.12 -1.84
Barang Anyaman dari
Bambu dan Rotan

6 Industri Kertas dan Barang


-2.89 -0.53 3.58 -0.11
dari Kertas; Percetakan

7 Industri Kimia, Farmasi dan


12.78 5.10 4.04 7.36
Obat Tradisional

8 Industri Karet, Barang dari


7.56 -1.86 1.16 5.05
Karet dan Plastik

9 Industri Barang Galian


7.91 3.34 2.41 6.18
bukan Logam

10 Industri Logam Dasar -1.57 11.63 6.01 6.48

11 Industri Barang Logam;


Komputer, Barang
11.64 9.22 2.94 7.83
Elektronik, Optik dan
Peralatan Listrik

12 Industri Mesin dan


-1.39 -5.00 8.67 7.49
Perlengkapan
13 Industri Alat Angkutan 4.26 14.95 4.01 2.33

14 Industri Furnitur -2.15 3.64 3.60 5.00

15 Industri Pengolahan
Lainnya, Jasa Reparasi dan -0.38 -0.70 7.65 4.89
Pemasangan Mesin

Industri Non Migas 6.98 5.45 5.61 5.04

PRODUK DOMESTIK BRUTO 6.03 5.58 5.02 4.79

Sumber: BPS diolah Kemenperin, 2015.

Pada tahun 2015, hampir semua sektor industri mengalami pertumbuhan, hanya
tiga sektor industri yang mengalami pertumbuhan negatif, yaitu sektor industri tekstil
dan pakaian jadi menurun sebesar 4.79 %; sektor industri kayu, barang dari kayu dan
gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya menurun sebesar 1.84 %;
serta industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman
menurun sebesar 0.11 %. Sedangkan industri barang logam; komputer, barang
elektronik, optik; dan peralatan listrik menjadi sektor industri dengan pertumbuhan
tertinggi, yaitu sebesar 7.83 %, disusul oleh industri makanan dan minuman sebesar
7.54 %; Industri mesin dan perlengkapan sebesar 7.49 %; Industri kimia, farmasi dan
obat tradisional sebesar 8.52 %; dan industri logam dasar sebesar 6.48 %.

C. Kinerja Manufaktur Indonesia


Kinerja ekspor Indonesia telah menurun sejak tahun 2012, sebagian disebabkan
oleh turunnya harga komoditas. Pada tahun 2014, ekspor turun sebesar 3,4%, mengikuti
tren pertumbuhan negatif dari tiga tahun sebelumnya. Menanggapi kondisi tersebut,
pemerintah saat ini merencanakan untuk mendorong pertumbuhan ekspor mencapai
12,2% pada 2019. Namun, mengingat turunnya harga komoditas, pemerintah Indonesia
perlu mencari sumber pertumbuhan baru di sektor non-primer, termasuk sektor
manufaktur.
Figure 1. Export performance 1984-2014
Apakah sektor manufaktur memiliki potensi sebagai suatu sumber
pertumbuhan? Sektor ini menyumbang sekitar 37% dari total ekspor pada tahun 2013,
berbeda dengan pada tahun 2000 yaitu sekitar 56% (gambar 2). Sementara itu,
kontribusinya terhadap PDB juga menyusut menjadi rata-rata hanya 21,2% selama
periode 2010-2014 (gambar 3).

Figure 2. Contribution of the manufacturing sector to total exports


Figure 3. The manufacturing sectors contribution to GDP 1970-2014
Menurunnya peran sektor manufaktur dalam ekspor Indonesia sejak tahun 2001
terbukti, dan disebabkan oleh menurunnya daya saing produk manufaktur Indonesia
dibandingkan dengan negara-negara pesaingnya, yang antara lain karena apresiasi nilai
Rupiah dan kenaikan dalam upah riil (Bank Dunia, 2014, ADB 2014). Selain itu,
kualitas infrastruktur, termasuk transportasi dan logistik, telah menjadi penghalang
untuk pertumbuhan, tidak hanya di sektor manufaktur tetapi juga di sektor lain.
Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah saat ini adalah
membalikkan tren penurunan pertumbuhan di sektor manufaktur. Di bawah TCF Uni
Eropa-Indonesia, tim proyek TCF dan PIKEI Bappenas (Direktorat Investasi,
Perdagangan dan Kerjasama Internasi6onal) sedang melakukan pemetaan yang
komprehensif akan daya saing ekspor daerah-daerah di Indonesia.. Hal ini termasuk
melihat melihat potensi ekspor sektor manufaktur, membuat suatu daftar produk-produk
yang memiliki potensi ekspor di masing-masing daerah di Indonesia. Faktor-faktor yang
diperhitungkan dalam melakukan penilaian termasuk keunggulan komparatif daerah dan
permintaan, serta isu-isu lain yang mempengaruhi penawaran dan permintaan, seperti
akses pasar, kebijakan, transportasi dan logistik.
Studi ini juga mengidentifikasi bidang-bidang manufaktur yang mempunyai
kinerja ekspor di bawah dari potensi yang dimilikinya, dan melihat faktor-faktor yang
menghambat pertumbuhan produk ini di tingkat regional. Dalam upaya meningkatkan
kinerja ekspor, penting sekali bagi pemerintah untuk memahami lanskap industri dan
potensi ekspornya di tingkat regional, karena pada tingkat inilah para pembuat
kebijakan bekerja.
Tim TCF-Bappenas menggunakan kerangka daya saing ekspor regional untuk
menilai potensi perdagangan di tingkat regional. Potensi ekspor suatu daerah dinilai,
baik dari sisi penawaran dengan menggunakan Indeks Regional Comparative
Productive Advantage (RCPA), maupun dari sisi permintaan. Potensi ekspor
dibandingkan dengan kinerja ekspor yang aktual untuk mengevaluasi kesenjangannya.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kesenjangan tersebut kemudian dieksplorasi,
termasuk, namun tidak terbatas pada, akses terhadap informasi, kebijakan eksternal
yang mempengaruhi aktivitas perusahaan, akses pasar, dan transportasi dan logistik
yang buruk.
Studi ini menemukan bahwa terdapat sejumlah 1.122 kombinasi sektor dan
daerah di tingkat 2 digit yang memiliki potensi penawaran. Pemilahan sektoral yang
lebih rinci, di tingkat 4-digit, menghasilkan 5.465 kombinasi sektor dan daerah yang
memiliki potensi penawaran. Ketika 1.122 kombinasi sektor dan daerah di tingkat 2
digit dipetakan terhadap pertumbuhan permintaan dunia, sebagai indikator potensi
permintaan, sejumlah 1.070 dari 1.122 kombinasi sektor dan daerah di tingkat 2 digit
ditemukan memiliki potensi penawaran dan permintaan. Penggunaan pemilahan di
tingkat 4 digit yang lebih rinci, menghasilkan 3.013 dari 5.465 kombinasi sektor dan
daerah yang memiliki potensi penawaran dan permintaan.
Ketika sektor-sektor dengan potensi penawaran dan permintaan dibandingkan
dengan kinerja ekspor yang aktual, tim menemukan bahwa sejumlah 683 kombinasi
produk dan daerah di tingkat 4 digit mempunyai kinerja di bawah potensinya. Juga
ditemukan kemungkinan terjadinya sunset industr, misalnya peralatan industri
permainan dan mainan anak (ISIC 3694), yang memilki 16 daerah penghasil produk ini.
Industri ini memiliki Indeks RCPA lebih besar dari 1 dengan pertumbuhan permintaan
negatif untuk tahun 2010-2013, namun menunjukkan tren positif untuk periode yang
lalu pada 2004-2009

D. Permasalahan dalam Industri Manufaktur


Dalam lima tahun terakhir, laju pertumbuhan industri cenderung melambat,
bahkan di bawah pertumbuhan ekonomi. Padahal, pada periode sebelumnya,
pertumbuhan industri selalu di atas pertumbuhan ekonomi, serta krisis keuangan global
makin memperparah keadaan yang kurang menguntungkan ini. Tetapi momentum krisis
keuangan global bisa dimanfaatkan untuk memperkuat dan menyehatkan industri
manufaktur nasional. Salah satunya melalui pemanfaatan seluas-luasnya potensi pasar
domestik, peningkatan produktivitas, dan pendalaman struktur industri.
Penurunan kapasitas produksi industri manufaktur terjadi seiring pelemahan
kinerja ekspor pada tahun depan. Sebab, selama ini pemasaran produk-produk industri
manufaktur masih bertumpu pada pasar-pasar ekspor tradisional seperti AS dan Eropa
yang menurunkan permintaan terhadap komoditas ekspor nasional
Penurunan pertumbuhan bukan karena semata-mata fluktuasi nilai tukar rupiah
yang tidak menentu terhadap kurs mata uang dolar AS. Beberapa faktor lain yang turut
menyebabkan penurunan kinerja industri manufaktur adalah penciutan market produksi,
kompetisi yang semakin ketat menyusul over produksi serupa dari berbagai negara,
biaya bunga kredit, dan kenaikan upah buruh.
Permasalahan pokok yang dihadapi oleh industri manufaktur terdapat 2 macam,
yakni secara structural dan secara organisasi.
A. Permasalahan dalam structural sebagai berikut:
1. Basis Ekspor dan Pasarnya yang sempit.
Hal ini menyangkut pada produk pruduk yang di hasilkan industri ini memiliki
kualitas yang menurun sehingga standar ekspor yang ada tidak terpenuhi. Terlebih lagi
pasaran yang mulai berkurang yang menyebabkan barang produksi menumpuk tak
terdistribusi.
2. Ketergantungan Pada Impor yang sangat tinggi
Indonesia sangat kurang dalam segi SDMnya, sehingga banyak meg-impor
tenaga kerja asing beserta mesin mesin produksi. Dalam hal ini, membuat tenaga kerja
Indonesia bukan bertambah maju, akan tetapi semakin anjlok nilainya
3. Konsentrasi Regional
Pada permasalahan ini, industri tidak sepenuhnya berkaembang secara merata.
Artinya di Indonesia hanya terpusat akan satu daerah saja yang dikembangkan dalam
sector industri manufaktur ini.
4. Tidak adanya Industri yang Berteknologi menengah
Seperti disebutkan sebelumnya, ketergantungan terhadap teknologi juga amat
sangat mempengaruhi lajunya pertumbuhan industri ini, maka dari itu dibutuhkannya
alat-alat yang berteknologi menengah keatas agar bisa menciptakan hasil produk yang
bermutu tinggi serta mempunyai kualitas ekspor yang baik pula.

B. Permasalahan dalam segi organisasi. Merupakan hal yang harus diperhatikan :


1. Masalah Organisasi, Hukum, dan Good Corporate Governance
Dilihat dari aspek struktur organisasi perusahaan, kegiatan berproduksi pada
sebagian besar industri manufaktur di Indonesia masih dikelompokkan dibawah "kotak"
yang dinamakan Direktur Produksi. Sedangkan dengan berkembangnya informasi dan
komunikasi serta dampak dari globalisasi, industri manufaktur di negara-negara maju
telah menggunakan penamaan Direktur Operasi yang fungsinya adalah mengelola aspek
desain, kualitas, sumber daya manusia, strategi proses, strategi lokasi, strategi lay-out,
supply chain management (SCM), inventory management, scheduling, dan maitenance
sebagai kesatuan yang terpadu.
2. Masalah Biaya dan Pendanaan
Industri manufactur pada umumnya adalah industri padat modal dan Mempunyai
operating leverage (rasio antara biaya tetap dan biaya variabel total) yang tinggi.
Sebagai industri padat modal (pada umumnya), sebuah industri Manufaktur harus
menekan biaya variabel serendah-rendahnya. Oleh karena itu (mengingat biaya variabel
yang antara lain mencakup biaya buruh langsung), adalah sangat naif pendapat yang
mengatakan bahwa suatu industri padat modal sekaligus dapat menjadi industri padat
karya.
3. Masalah Kemampuan Penguasaan Cross-Functional Area
Total Quality Management, misalnya, masih belum menjadi agenda penting dalam
pertemuan RUPS pada beberapa BUMN walaupun topik ini sangat penting bagi industri
manufaktur; rapat lebih banyak memfokuskan diri pada aspek keuangan saja, yaitu laba
atau rugi. Demikian pula, kita tahu bahwa hidup matinya sebuah perusahaan Tergantung
pada empat perspektif utama, yaitu: prespektif pemasaran, operasi/produksi, keuangan,
dan learning organization & pertumbuhan.
4. Masalah Suku Cadang dan Entrepreneurship
Salah satu penyebab dari kemahnya daya saing industri manufaktur di Indonesia
adalah tidak siapnya pemasok suku cadang untuk produk industri manufaktur. Oleh
sebab itu entrepreneurship berbasis teknologi (technopreneurship) sudah mutlak
dikembangkan di Indonesia. Salah satu cara meningkatkan kemampuan intrepreneurship
di Indonesia adalah dengan menciptakan inkubator bisnis di industri, tentunya dengan
bekerjasama dengan penyedia dana bagi pebisnis pemula (venture capital) seperti PT
PNM(Persero), Venture Capital yang berada di berbagai propinsi, dan lain-lain.
5. Masalah kepemimpinan
Dari semua industri penghasil produk dan jasa, learning process paling banyak
terjadi di sektor industri manufaktur; oleh sebab itu dari pemimpin perusahaan sektor
industri ini sangat dibutuhkan:
- Pemimpin yang mampu mengatasi konflik antar fungsi-fungsi manajemen
- Pemimpin yang visonary,
6. Masalah Change Management
Untuk menyehatkan BUMN, sudah banyak konsultan kelas dunia yang diminta
bantuannya; sebut saja AT Kearney, Booz Allen Hamilton, Japan Indonesian Forum,
dan masih banyak lagi. Semuanya berbicara mengenai jargon-jargon management yang
mutahir, seperti restrukturisasi, revitalisasi, reengineering, reborn, reviving dan
seterusnya, semuanya bertujuan untuk menyehatkan perusahaan
7. Lemahnya sumber daya manusia (SDM)
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih berpendidikan rendah. Insinyur-
insinyur hasil lulusan dalam negri juga masih kurang baik dari segi kualitasnya, masih
kurang dalam problem-solving serta kurang kreatif dan kurang mampu dalam
melakukan riset serta pengembangannya. Maka dari itu, peran pemerintah sangat
diperlukan dalam bidang pendidikan agar kualitas pendidikan di Indonesia ditingkatkan.

E. Tantangan dan Kendala Industri Manufaktur


Adapun tantangan serta kendala yang harus dihadapi oleh para pelaku industri
manufaktur ini beberapa diantaranya adalah :

1. Sumber Daya Manusia atau SDM


Harus diakui bila SDM yang dimiliki bangsa Indonesia untuk mengembangkan
industri manufkatur masih sangat terbatas. Baik dari tingkat yang paling atas hingga
pada level pelaksana atau operator. Ini terutama sekali bila dihubungkan dengan tingkat
kreatifitas serta produktivitas kerja. Bahkan bila dibanding dengan Thailand atau
Vietnam, kita masih kalah. Apalagi dengan negara lain yang lebih maju.

2. Pemasaran
Ini juga merupakan masalah serius yang harus dihadapi oleh industri
manufaktur. Karena bila hanya mengandalkan pasar dalam negeri saja, tentu jangkauan
pasarnya hanya terbatas saja. Sedangkan bila ingin memasarkan keluar negeri atau pasar
ekspor, maka akses untuk menuju kesana juga dirasakan masih kurang. Selama ini kita
hanya mengandalkan pasar Eropa atau Amerika saja. Padahal, pasar di kedua wilayah
ini sudah mengalami kejenuhan, sehingga perlu dibuka akses pasar untuk wilayah lain.

3. Kualitas hasil produksi


Meski sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan, namun kadangkala kualitas
produksi hasil industri manufaktur Indonesia masih kalah dibanding dengan hasil
produksi dari negara lain. Sehingga, nilai jual serta daya saing yang dimiliki juga
menjadi lemah. Akibatnya, pasar kurang begitu bergairah menerima hasil produksi kita.
Ini tentu berkaitan dengan SDM seperti yang telah disebut di atas.

4. Regulasi pemerintah
Yang dimaksud dengan regulasi di sini adalah segala hal yang berkaitan dengan
perundang-undangan untuk mengatur industri manufaktur di Indonesia. Karena selama
ini para pelaku usaha di bidang ini masih merasa belum mendapat perlindungan hukum
serta jaminan yang memadai agar merasa nyaman dalam menjalankan usahanya. Mulai
dari sistem pajak, restribusi, perijinan, perjanjian dengan tenaga kerja dan lain lain.
Semua ini menjadi tugas pemerintah serta pihak terkait untuk
menyelesaikannya, sehingga industri manufaktur di Indonesia bisa maju pesat dan ikut
berperan dalam pembangunan bangsa yang bertujuan untuk mensejahterahkan semua
rakyat.
Tantangan eksternal yang harus dihadapi adalah kesepakatan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) yang diterapkan sejak akhir tahun 2015. Konsekuensinya
adalah industri di Indonesia dituntut untuk mampu bersaing secara global karena produk
dari luar negeri akan membanjiri pangsa pasar lokal. Selain itu, perlambatan ekonomi
global yang diikuti dengan lesunya permintaan dunia akan memengaruhi kinerja ekspor
dan impor nasional, sehingga industri manufaktur akan mengalami dampak kelesuan
dan tidak dapat memberikan kontribusi efektif kepada perekonomian nasional.
Secara keseluruhan, permasalahan rendahnya penyerapan tenaga kerja dalam
sektor manufaktur ini disebabkan oleh rendahnya produktivitas. Rendahnya kualitas
pekerja menyebabkan produktivitas dan daya saing rendah. Dilihat secara mendalam,
rata-rata tingkat pendidikan pekerja di Indonesia masih rendah, sekitar 63 % didominasi
oleh tamatan SMA ke bawah. Selain itu, ketidaksesuaian antara kebutuhan industri
manufaktur terhadap tenaga kerja dengan pendidikan dan pelatihan menyebabkan
perusahaan/industri mengalami kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja yang
berkualitas.
Data di lapangan menyebutkan, hanya 5 % angkatan kerja yang memperoleh
pelatihan dan hanya sekitar 1.6 % yang mempunyai sertifikat kompetensi (Biro APBN,
2015). Kondisi ini turut menyebabkan kualitas angkatan kerja yang rendah, sehingga
produktivitasnya pun tergolong rendah dibandingkan produktivitas negara-negara
ASEAN, untuk seluruh aktivitas dalam sektor perekonomian.
Selanjutnya, kualitas hasil produksi. Kualitas hasil produksi industri manufaktur
Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan hasil produksi negara lain. Hal ini
yang menyebabkan rendahnya nilai jual dan daya saing hasil produksi. Selain itu,
mengenai regulasi pemerintah. Para pelaku usaha di sektor industri manufaktur
menghendaki adanya peraturan yang dapat melindungi secara hukum serta memberikan
jaminan agar pengusaha merasa aman dalam menjalankan usahanya. Peraturan tersebut
antara lain meliputi sistem pajak, retribusi, perizinan, dan lain-lain. Selain itu, untuk
mengatasi adanya permasalahan sengketa investasi, pemerintah perlu menyusun aturan
mengenai penyelesaian sengketa penanaman modal antara pemerintah dan investor
untuk memperkuat kepastian hukum dalam berusaha di Indonesia
Selain mengenai tenaga kerja, faktor produksi modal juga menjadi tantangan
tersendiri dalam perkembangan industri manufaktur di Indonesia. Selain modal dalam
bentuk uang atau investasi, modal juga dapat berupa investasi pendukung dalam
industri. Infrastruktur Indonesia dalam mendukung seluruh aspek pembangunan masih
dalam kondisi yang perlu perhatian khusus. Akses ke daerah masih menjadi masalah di
berbagai provinsi ataupun kabupaten di Indonesia. Infrastruktur juga menjadi modal
utama dalam kemajuan industri manufaktur terutama di daerah. Namun, infrastruktur
membutuhkan modal yang tidak sedikit, selain itu masih sangat bergantung pada
pendanaan pemerintah yang jumlahnya terbatas sehingga belum memenuhi harapan
masyarakat baik dari sisi kuantitas maupun kualitas layanan.
Upaya melibatkan sektor swasta melalui skema Public-Private Partnership
dalam pembangunan infrastruktur juga belum memberikan hasil yang memuaskan
dengan ditandai rendahnya investasi dan peran swasta dalam mendukung skema ini.

F. Strategi Pemerintah Mendongkrak Industri Manufaktur


Kontribusi sektor manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi saat ini baru
mencapai 18 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional. Padahal,
pemerintah menargetkan kotribusi manufaktur terhadap perekonomian nasional bisa
mencapai 30 persen.
Kementerian Perindustrian akan memacu kinerja industri logam, mesin, alat
transportasi dan elektronika (ILMATE) agar kontribusinya signifikan terhadap sektor
manufakur. Pada 2016, sektor ILMATE tumbuh 3,87 persen dan menyumbangkan 4,93
persen terhadap total PDB nasional.
"Kami akan mendorong melalui tiga kelompok industri, yakni logam, kimia dan
agro, kata Dirjen ILMATE Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan, dalam keterangan
tertulis, Minggu (28/5).
Dua subsektor ILMATE merupakan kontributor terbesar terhadap PDB sektor
industri non-migas pada tahun 2016. Kedua sektor itu adalah industri barang logam,
komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik sebesar 10,71 persen, serta
industri alat angkutan 10,47 persen.
Selain itu, kontribusi juga diberikan industri logam dasar di kisaran 3,96 persen,
serta industri mesin dan perlengkapan 1,78 persen.
Putu mengatakan pihaknya akan fokus mendongkrak kinerja industri logam
dasar berbasis mineral meliputi besi baja, aluminium, tembaga dan nikel. Apalagi logam
dasar sebagai bahan baku pokok produksi sektor industri lainnya serta menunjang
pembangunan infrastruktur yang sedang gencar dijalankan pemerintah.
Jadi peluangnya masih sangat besar, terutama adanya pelarangan ekspor
minerba melalui Undang-Undang dan kebutuhan baja yang tinggi di dalam berbagai
proyek, imbuhnya.
Menurut Putu, Kemenperin mendorong hilirisasi keempat logam mineral
tersebut karena mempunyai efek berganda bagi perekonomian Indonesia melalui
investasi dan peningkatan nilai tambah.
Untuk menumbuhkan investasi industri smelter, kami telah menyusun
rekomendasi kebijakan insentif, seperti kemudahan memperoleh fasilitas tax holiday
dan tax allowance, tuturnya.
Selain itu, kementerian juga akan pengembangan industri elektronika dan
telematika pada penumbuhan industri komponen, telepon selular, serta perangkat lunak
dan konten multimedia. Strategi yang kami laksanakan, antara lain menerapkan aturan
SNI, TKDN, dan kontrol IMEI, ujarnya.
Untuk pengembangan industri permesinan dan alat mesin pertanian, Kemenperin
fokus pada industri pembangkit energi, industri alat berat, industri barang modal,
komponen, bahan penolong dan jasa industri, serta industri alat kesehatan.
Industri alsintan dan alat kesehatan diusulkan mendapatkan pembiayaan ekspor
melalui program penugasan khusus ekspor sebesar Rp 150 miliar untuk tahun 2017,
ungkapnya.
Selanjutnya, pengembangan industri kendaraan bermotor dengan fokus pada
komponen otomotif, penggerak mula (engine) BBM, gas dan listrik, perangkat transmisi
(power train), serta alat berat.
Pada industri kedirgantaraan meliputi pengembangan pesawat terbang propeler,
komponen pesawat, dan perawatan pesawat. Industri perkapalan, yakni kapal laut,
komponen kapal (mekanikal dan elektronik), serta perawatan kapal. Sedangkan untuk
industri kereta api, kereta diesel dan listrik.
Melalui berbagai rencana aksi yang dilakukan, kami menargetkan pertumbuhan
sektor ILMATE bisa mencapai empat koma sekian persen pada tahun 2017," tegas Putu.
Guna mendukung sasaran tersebut, di antaranya perlu pula penciptaan iklim
usaha yang kondusif, pembangunan infrastruktur, pengelolaan sumber daya alam dan
penyiapan tenaga kerja yang kompeten sehingga mampu menarik investor untuk
menanamkan modalnya di dalam negeri.

Kesimpulan dan Solusi

Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya


saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia
(comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta
ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi
dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive
advantage).

Menelisik tentang Indonesia yang mempunyai modal yang cukup bersaing


dengan negara lain, pemerintah memerlukan strategi yang tepat untuk melakukan
industrialisasi sektor manufaktur. Dengan tantangan yang ada saat ini, baik itu
tantangan internal maupun eksternal, pemerintah perlu menerapkan beberapa strategi.
Strategi-strategi tersebut difokuskan pada bagaimana menciptakan industri manufaktur
yang tahan terhadap guncangan krisis serta kondisi atau iklim industri yang dapat
menarik investor.

Pemerintah perlu mendorong pertumbuhan industri manufaktur dengan cara


transfer teknologi, pengenalan cara produksi baru yang lebih efisien, skill managerial,
dan supply modal kapital yang memadai. Semua faktor tersebut akan mendorong
meningkatnya efisiensi dan kualitas dalam proses produksi. Dengan demikian daya
saing industri manufaktur Indonesia akan meningkat dan menguat dalam upayanya
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang sudah berlaku semenjak Desember
2015.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Manufaktur
https://kumparan.com/angga-sukmawijaya/strategi-pemerintah-mendongkrak-sektor-
manufaktur
http://www.anneahira.com/industri.htm
http://perin-iesp3b-fahmyrahman.blogspot.co.id/
https://www.academia.edu/29633931/Perkembangan_Industri_Manufaktur_di_Indonesi
a_tahun_2015-2016
Badan Pusat Statistik (BPS), diakses dari https://www.bps.go.id/

Anda mungkin juga menyukai