Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SISTEM MONETER INTERNASIONAL: PERKEMBANGAN SISTEM MONETER


INTERNASIONAL DAN KRISIS MONETER INTERNASIONAL

NAMA – NAMA KELOMPOK 6 :

 ADOLFINA BALLO HEU 1901080080


 RIKY RIDKAR TANEO 1901080070
 BRUNO ISIDORUS BABU 1901080062
 ANACE KAWAMASY 1901080042
 MARSELIA BORA 1901080085
 OFIR NENOLIU 1901080106
 BILLY G. F. OBISURU 1901080098

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2022
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Moneter Internasional


Dalam ekonomi internasional dikenal suatu sistem yang memungkinkansuatu
negara dapat saling berhubungan satu dangan yang lain. Sistem tersebutdisebut sebagai
sistem moneter internasional. Sistem moneter internasionalmenunjukkan seperangkat
kebijakan, institusi, praktik, peraturan dan mekanismeyang menentukan tingkat dimana
suatu mata uang ditukarkan dengan mata uanglain.(Shapiro, 1992). Sistem keuangan
internasional dari sejarahnya telahmengalami begitu banyak perkembangan dan
transpormasi dari masa ke masa.Perkembangan ini disebabkan oleh adanya perubahan
ekonomi dan politikdomestik sertan internasional pada masing-masing masa.Para ahli
beranggapan bahwa uang dan Sistem Moneter Internasionalmerupakan unsur yang
bersifat netral baik ekonomis atau politis, namun anggapanini tidak terbukti dalam
ekonomi modern.
Norma dan konvensi yang mengaturSistem Moneter Internasional dengan ini
mempunyai efek distributif yang pentingbagi power suatu negara dan kesejahteraan
dalam kehidupan negara tersebut.Suatu Sistem Moneter Internasional yang berjalan
dengan baik akanmelancarkan perdagangan dunia, arus investasi asing dan interdepedensi
global.Kemampuan Sistem Moneter Internasional adalah prasyarat bagi sehatnyaekonomi
dunia, sebaliknya runtuhnya Sistem Moneter Internasional barat menjadipenyebab
terpisahnya kesuraman dalam ekonomi internasional.
Jika dalam skala domestik atau nasional problema ketidak seimbanganpembayaran
antar daerah dapat disesuaikan melaui pergerakan modal ataupunkebijakan fiskal dan
moneter, dalam skala internasional akan sedikit lebih rumit.Pembayaran yang tidak
seimbang antar negara dapat diselesaikan melaluifinancing, perubahan kebijakan
domestik untuk menggeser pola perdagangan daninvestasi, melalui kontrol devisa untuk
melakukan penjatahan pasokan devisa,atau dengan cara membiarkan nilai tukar mata
uang berubah sesuai situasi dankondisi. Sehingga yang terpenting dalam sistem moneter
internasional adalah tersedianya alat atau cara untuk menyesuaikan ketidakseimbangan
pembayaran internasional.
2.2 Sejarah Sistem Moneter Internasional
Sistem moneter internasional berjalan melalui lima tahap evaluasi:
a. Bimetalisme
Bimetalisme adalah kebijakan moneter dimana nilai mata uang ini terkait
dengan nilai dua logam, biasanya (tetapi tidak selalu) perak dan emas. Dalam
sistem ini, nilai dari dua logam akan dihubungkan satu sama lain-dengan kata
lain, nilai perak akan dinyatakan dalam hal emas, dan sebaliknya -dan baik logam
dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah. Uang kertas maka akan
langsung dikonversi ke jumlah yang setara dengan baik logam-misalnya, mata uang
AS digunakan untuk secara eksplisit menyatakan bahwa RUU itu ditukarkan “di
koin emas dibayarkan kepada pembawa pada permintaan.” Dolar secara harfiah
penerimaan untuk kuantitas aktual metal yang diselenggarakan oleh pemerintah,
peninggalan dari waktu sebelum uang kertas adalah umum dan standar. Dari tahun
1792, ketika Mint AS didirikan , sampai 1900, Amerika Serikat adalah negara
bimetal, dengan kedua perak dan emas diakui sebagai mata uang hukum; pada
kenyataannya, Anda bisa membawa perak atau emas untuk mint AS dan telah
berubah menjadi koin. AS tetap nilai perak untuk emas sebagai 15: 1 (1 ons emas
bernilai 15 ons perak, ini kemudian disesuaikan dengan 16: 1).
Satu masalah dengan bimetalisme terjadi ketika nilai nominal koin
lebih rendah dari nilai sebenarnya dari logam yang dikandungnya. Sebuah koin
perak satu dolar, misalnya, mungkin layak $ 1,50 di pasar perak. Nilai
Kesenjangan ini mengakibatkan kekurangan perak separah orang berhenti
menghabiskan koin perak dan memilih bukan untuk menjual mereka atau mereka
dilebur menjadi bullion. Pada tahun 1853, kekurangan ini perak diminta
pemerintah AS untuk merendahkan perak koin-kata lain, menurunkan jumlah
perak di koin. Hal ini mengakibatkan koin perak lebih dalam sirkulasi. Sementara
ini stabil ekonomi, juga pindah negara terhadap monometallism (penggunaan logam
tunggal dalam mata uang) dan Standar Emas. Perak tidak lagi dilihat sebagai mata
uang menarik karena koin-koin itu tidak layak nilai wajah mereka.
Kemudian, selama Perang Saudara , penimbunan emas dan perak
diminta Amerika Serikat untuk sementara beralih ke apa yang dikenal sebagai “
uang fiat .” Fiat uang, yang adalah apa yang kita gunakan saat ini, adalah uang
pemerintah menyatakan untuk menjadi legal tender, tapi itu tidak didukung atau
convertible untuk sumber daya fisik seperti logam. Pada saat ini, pemerintah
menghentikan uang kertas penebusan emas atau perak.
b. Standar emas (gold standard) adalah sistem moneter di mana pemerintah
mematok mata uang domestik ke emas. Di bawah sistem ini, nilai nominal uang
anda setara dengan emas yang akan anda peroleh ketika menukarnya. Jadi,
pemerintah sepakat untuk mengkonversi uang kertas menjadi emas dalam jumlah
tetap. Oleh karena itu, jumlah uang yang beredar akan berubah sesuai dengan
persediaan emas di sebuah negara.
Standar emas tergantung pada persediaan emas. Negara yang miskin mineral
emas tidak serta merta kaya karena tidak bisa menambang emas. Mereka hanya
mengandalkan pasokan dari ekspor barang. Oleh karena itu, secara umum, standar
ini dianggap membatasi perekonomian untuk tumbuh. Tapi, sistem moneter ini
juga mendukung stabilitas harga jangka panjang. Jumlah uang yang beredar lebih
terukur daripada ketika mengadopsi uang kertas.Dalam sistem moneter dengan
standar emas, anda dapat mengkonversi secara bebas menjadi sejumlah emas
dengan takaran tetap. Standar emas populer di beberapa negara selama abad ke 19
hingga awal abad ke-20.
Pada 1821, Inggris menjadi negara pertama yang secara resmi
mengadopsi standar emas. Kemudian, standar emas internasional muncul pada
tahun 1871 setelah Jerman mengadopsinya. Pada 1900, sebagian besar negara
maju melakukan kebijakan serupa. Penjaminan uang kertas dengan logam berharga,
seperti emas, mengalami pasang surut. Itu sejalan dengan kondisi politik dan
ekonomi pada waktu itu. Bahkan, uang kertas yang sudah beredar sempat tidak
dijamin sama sekali dengan simpanan emas sesaat setelah Perang Dunia I.
Baru, paska Perang Dunia II akan berakhir, negara-negara Barat utama bertemu
untuk mengembangkan Perjanjian Bretton Woods. Perjanjian tersebut menjadi
kerangka kerja bagi sistem mata uang global sampai tahun 1971.
c. Interwar period (1915-1944)
Standar emas klasik berakhir pada masa setelah Perang Dunia I, dimana
negara-negara yang kalah khususnya Jerman, Austria, Hungaria, Polandia, dan
Rusia mengalami hiperinflasi
.Contoh: Jerman mengalami kenaikan indeks harga sebesar 1 triliun kali lipat
daripada saat sebelum perang
Fluktuasi nilai mata uang di masa 1920-an membuat banyak negara
menerapkan kebijakan depresiasi habis-habisan agar dapat memperoleh untung di
pasar ekspor globa. Banyak negara sepertinya’ kembali ke standar emas klasik
setelah mulai pulih dari dampak perang. Namun, itu cuma kedok saja agar
mereka bisa mengimplementasikan kebijakan sterilisasi emas.Sterilisasi Emas
kebijakan untuk menyesuaikan arus masuk dan keluar emas, dengan cara
pengurangan jumlah uang dalam negeri dan peningkatan kredit dalam negeri. Usaha’
untuk kembali ke standar emas klasik hancur total dengan terjadinya Great
Depression (1929) dan kekacauan itu mengakibatkan ditarik keluarnya emas besar-
besaran dari ‘tangan’ bank-bank di negara-negara besar. Ada 4 tahap intererwar
period
 Tahap 1: Nasionalisme Ekonomi akibat Perang Dunia I
 Tahap 2: Standar emas klasik gagal untuk dipulihkan(karena agenda politik
masing-masing)
 Tahap 3: Ekonomi tak stabil dan bank-bank bangkrut karena terjadi penarikan
besar-besaran
 Tahap 4: Investor panik, ingin melarikan modal ke luar negeri, tapi
semua di luar negeri juga bernasib sama.
d. Sistem Bretton Woods (1944-1976)
Bretton Woods System adalah sebuah sistem perekonomian dunia yang
dihasilkan dari konferensi yang diselenggarakan di Bretton Woods, New
Hampshire pada tahun 1944.Konferensi ini merupakan produk kerjasama antara
Amerika Serikat dan Inggris yang memiliki beberapa fitur kunci yang melahirkan
tiga institusi keuangan dunia yaitu Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, dan
Organisasi Perdagangan Dunia. Sistem Bretton Woods dibentuk dalam rangka
menyelesaikan pertarungan yang terjadi antara otonomi yang dimiliki oleh
domestik dan stabilitas internasional, tetapi dasar yang terdapat dalam sistem-
otonomi kebijakan nasional, nilai tukar tetap, dan kemampuan untuk mengubah mata
uang-satu sama lain saling bertolak belakang.
Pada akhir abad ke-19, sistem perdagangan internasional didasari atas
sistem perekonomian merkantilisme. Tujuan ekonomi kaum merkantilis adalah
dengan memakmurkan negara dengan memasukkan sebanyak mungkin pendapatan
ke dalam kas negara. Faktor utama dalam sistem perekonomian menurut kaum
merkantilis adalah negara di mana merkantilisme sangat populer bagi
pemerintah yang sedang melakukan pembinaan kekuatan negara, karena
tujuannya yang lebih fokus pada pencapaian kepentingan nasional negara secara
maksimal. Namun sistem perdagangan ini hancur seiring dengan pecahnya
Perang Dunia I yang berdampak negara-negara menjadi proteksionis terhadap
komoditas atau barang-barang dari luar serta tidak stabilnya sistem mata uang
selama perang terjadi.Dilatarbelakangi oleh semangat liberalisme, ide tersebut
didukung oleh Amerika Serikat dan Inggris, yang bertujuan untuk meningkatkan
transaksi ekonomi yang berdasarkan atas kondisi akses yang sama terhadap
pasar.. Dan semangat liberalisme tersebut mendorong diselenggarakannya
konferensi di Bretton Woods pada tahun 1944.
Tujuan Konferensi Bretton Woods Terdapat dua tujuan utama konferensi
Bretton Woods, yaitu: mendorong pengurangan tarif dan hambatan lain dalam
perdagangan internasional dan menciptakan kerangka ekonomi global untuk
meminimalisir konflik ekonomi yang terjadi di antara negara-negara, yang salah
satu bagiannya adalah mencegah terjadinya Perang Dunia II.
e. Rezim Nilai Tukar Fleksibel/Mengembang terkendali
Sistem ini belaku sejak November 1978 – Agustus 1997. Pada masa ini
nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat akan
tetapi terhadap sekeranjang mata uang asing (basket currency). Pada periode ini
telah terjadi tiga kali devaluasi yaitu pada bulan November 1978, Maret 1983,
dan September 1986. Setelah devaluasi tahun 1986, nilai nominal rupiah
diperbolehkan terdepresiasi sebesar 3-5% per tahun untuk mempertahankan nilai
tukar riil yang lebih baik. Dengan sistem ini, Bank Indonesia menetapkan kurs
indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk
menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi
bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread.
Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di
Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi
terhadap US Dollar. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar
sampai Rp 2.383/US Dollar. Dengan kata lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar
cenderung tidak pasti
2.3 Sejarah dan perkembangan sistem moneter internasional
A. Sistem standar emas (1876-1913)
Sistem standar emas internasional muncul mulai tahun 1870 di Inggris.
Pemerintah Inggris menetapkan nilai pounsterling dengan emas. Perkembangan
industri yang terjadi di Inggris serta perdagangan dunia yang makin berkembang pada
abad 19 menambah kepercayaan dunia terhadap emas. Kepercayaan ini diperkuat
dengan ditemukannya tambang emas di Amerika dan Afrika Utara. Dengan kejadian-
kejadian tersebut sistem standar emas merupakan suatu sistem yang dipakai oleh
banyak negara semenjak 1970 hingga perang dunia pertama.
Perdagangan yang semakin meningkat membuat kebutuhan sistem pertukaran
yang lebih formal menjadi semakin terasa. Standar emas pada dasarnya menetapkan
nilai tukar mata uang negara berdasarkan emas. Pemerintah atau Negara yang
bersangkutan harus menjaga persediaan emas yang cukup untuk menjamin jual-beli
emas. Jika pemerintah negara lain juga menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan,
maka kurs antar dua mata uang bisa ditentukan. Nilai emas terhadap barang lain
tidak banyak berubah dalam jangka panjang, stabilitas nilai uang dan kurs mata uang
tidak banyak berfluktuasi dalam jangka panjang. Standar emas berbeda dengan
mata uang fiat (fiat money). Dalam mata uang fiat, nilai mata uang
ditentukan  berdasarkan kepercayaan terhadap kemauan pemerintah menjaga
integritas menjag mata uang tersebut. Seringkali kepercayaan tersebut
disalahgunakan. Pemerintah kadang tergoda menerbitan uang baru, karena biaya
produksi penerbitan tersebut adalah 0 rupiah. Dengan menggunakan standar emas,
nilai mata uang didasarkan pada emas. Pemerintah tidak bisa seenaknya menambah
jumlah uang yang beredar , karena suplai uang dibatasi oleh suplai emas. Dengan
proses tersebut kurs mata uang bisa terjaga selama negara-negara di dunia memakai
emas sebagai standar mata uangnya. Inflasi yang berkepanjangan tidak akan terjadi
di dalam situasi semacam itu.
Pada Perang Dunia I (1919-1923) serta depresi dunia (1931-1934) negara-
negara di Eropa dilanda inflasi serta ketidaksetabilan politik. Sistem moneter
Internasional menjadi kacau. Kekacauan ini menimbulkan kurang kepercayaan dunia
terhadap pounsterling yang masih dikaikan dengan emas. Ponsterling makin lama
makin lemah posisinya. Kelemahan ini ditambah keharusan Inggris untuk memberi
bantuan kepada Jerman. Pada tahun 1931 Inggris menanggalkan standar emas dan
pounsterlling jatuh nilainya, diikuti oleh dollar Amerika.
B. Periode Perang Dunia (1914-1994)
Perang dunia I mengakhiri standar emas klasik. Periode antara kedua perang
dunia secara umum ditandai oleh kekacauan perdagangan dan keuangan
internasional. Terjadinya fluktuasi kurs sejak akhir perang sampai tahun 1925
(kecuali di Amerika Serikat, yang kembali ke standar emas dalam tahun 1919).
Mulai tahun 1925, suatu usaha dilakukan untuk menetapkan kembali standar emas,
akan tetapi runtuh tahun 1991 pada waktu Depresi Besar.
Kemudian disusul dengan periode persaingan Devaluasi, ketika negara-negara
mencoba untuk mengekspor pengangguran mereka (kebijakan mengemis tetangga
mereka). Tarif, quota dan pengawasan nilai tukar juga meluas, dengan akibat volume
perdagangan dunia berkurang hampir setengahnya. Kecenderungan devlasioner
dapat diatasi sepenuhnya suaktu negara-negara dipersenjatai kembali untuk perang
dunia II.
C. Periode Kurs Tetap
Periode ini dimulai dengan perjanjian Bretton Woods. Melalui perjanjian ini,
semua negara menetapkan nilai tukar mata uangnya melaui emas, tetapi tidak
diharuskan memenuhi konverbilitas mata uang mereka dalam emas. Negara anggota
diminta menjaga kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dan bersedia menjaga
kurs tersebut. IMF membantu negara anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata
uangnya. Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak layak lagi
dipertahankan. Pasar keuangan dunia sempat tutup selama beberpa minggu dalam
bulan Maret 1973. Ketika pasar tersebut dibuka, kurs mata uang dibiarkan
mengambang sampai ke kurs yang ditentukan oleh kekuatan pasar.
D. Masa Bretton Woods
Pada tanggal 22 Juli 1944 diadakan suatu konferensi moneter Internasional,
yang dikenal dengan The Bretton Woods Conference, yang dihadiri oleh 44 negara.
Konferensi tersebut bertujuan untuk menyusun rencana pembuatan sistem moneter.
Dua tahun setelah konferensi tersebut, didirikan IMF dan Bank Dunia untuk
mengawasi sistem tersebut.
Selama periode 1944-1973 dollar merupakan mata uang yang sangat penting
dalam lalu lintas pembayaran Internasional. Peranan dollar ini timbul setelah perang
dunia II, disebabkan saat itu terjadi kekurangan dollar. Negara-negara Eropa yang
sangat memerlukan uang /dana untuk memulihkan keadaan ekonominya. Satu-
satunya sumber adalah Amerika Serikat, sehingga dollar banyak diminta.
Konsekuensinya, emas menjadi tergeser oleh dollar. Sebab, disamping memiliki
tenaga beli yang kuat di Amerika, reserves dalam bentuk dollar akan membelikan
penghasilan bunga. Dengan semakin pentingnya fungsi dollar, maka setiap anggota
menetapkan perbandingan mata uangnya terhadap dollar, yang kemudian apabila
perlu dapat ditukarkan dengan emas. beranggotakan 134 negara, diantaranya 10
negara maju mempunyai posisi yang sangat kuat di dalam mengambil keputusan.
Setiap anggota memperoleh jatah/quota, yang harus dibayar 25% dengan emas dan
sisanya 75% dengan mata uangnya. Besarnya quota menentukan hak suaranya serta
jumlah pinjaman yang dapat diperoleh dari DMI. Dana pertama DMI dengan
sendirinya 25% terdiri dari emas dan 75% berbagai mata uang negara anggota.
Pinjaman diberikan kepada dalam mata uang negara lain yang harus di tukar dengan
mata uang negara peminjam.
E. Sistem Semenjak 1973
Semenjak 1973 sistem moneter internasional merupakan campuran antara kurs
tetap dengan kurs berubah-ubah. Mata uang Yen, dollar Kanada, franc Perancis, dan
Swiss berfluktuas tergantung dari permintaan dan pernawaran. Sering juga penguasa
moneter negara-negara tersebut melakukan campur tangan di pasar valuta asing
untuk mengurangi fluktuasi kurs yang berlebihan. Caranya apabila negara
mengalami defisit dalam neraca pembayaran, kurs valuta asing cenderung naik.
Untuk mencegah hal ini bank Central menjual valuta asing. Demikian juga apabila
surplus di dalam neraca pembayaran, bank sentral membeli valuta asing di pasar
untuk mengurangi penurunan kurs. Sisitem kurs demikian di sebut “managed atau
dirty” float, sebagai lawan dari “clean” floatt di mana bank Sentral sama sekali tidak
campur tangan di dalam pasar valuta asing. Lima negara Eropa (Jerman Barat,
Belgia, Luxembrug, Swedia, Netherlan dan Norwegia) mengadakan pengaturan
secara tersendiri. Krus tetap berlaku di antara mereka, tetapi berubah-ubah secara
bersama-sama terhadap mata uang negara lain. Sisten krus semacam ini
(mengambang bersama-sama) menghasilakan fluktuasi yang menyerupai ular, yang
kemudian disebut “Snake like”. Negara-negara Eropa dan Jepang telah melepaskan
ikatan mata uangnya dengan dollar Amerika Serikat. Dengan demikian, telah
merupakan mata uang yang mengambang. Namun demikian Dollar masih
memegang peranan penting dalam lalu lintas pembayaran internasiolal. Pembayaran
luar negeri, kebijakan campur tangan dalam valuta asing oleh Bank Sentral, serta
catatan-catatan statistik Dana Moneter Internasional dan Perserikatan Bangsa-
Bangsa masih menggunakan dasar mata uang Dollar.
2.3 Dampak Krisis Moneter
Krisis moneter adalah krisis keuangan yang menerpa beberapa wilayah hampir di
seluruh Asia Timur. Krisis moneter ini menyebabkan dampak yang kurang baik bagi
negara yang tertimpa krisis dan biasanya diakibatkan lantaran kurs nilai tukar valas
khususnya dolar AS yang tinggi sehingga nila mata uangnya jatuh.
Adanya hal tersebut membuat banyak sekali perusahaan yang terpaksa
menghentikan karyawannya dengan alasan lantaran tak dapat membayar upah. Selain itu
pemerintah akan kesulitan dalam menutup APBN. Harga barang naik cukup tinggi
sehingga masyarakat sangat sulit mendapat kebutuhan pokok. Utang luar negeri
melonjak dengan harga BBM yang terus naik. Ketika krisis, banyak perusahaan yang
meminjam uang pada perusahaan negara asing dengan bunga yang tinggi pula.

2.4 Penyebab Krisis Moneter

Beberapa negara yang mengalami krisis moneter akan biasanya disebabkan oleh beberapa
faktor, yakni:

 Terjadinya kesenjangan produktifitas lantaran melemahnya alokasi aset atau faktor


produksi.
 Struktur dalam sektor produksi yang tak seimbang.
 Stok utang luar negeri swasta yang besar serta berjangka pendek. Yang pada nantinya
kondisi tidak akan stabil. Hal tersebut bisa terjadi karena para menteri di bidang
ekonomi maupun perbankan memiliki rasa terlalu percaya diri dengan syarat utang
swasta.
 Melemahnya sistem perbankan di suatu negara. Sehingga membuat masalah utang
swasta eksternal dapat beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
 Ketergantungan pada utang luar negeri yang berkaitan dengan perilaku pelaku bisnis
cenderung memobilisasi dana dalam bentuk mata uang asing.
 Perubahan politik yang tidak jelas maka akan menjadi persoalan dalam segi ekonomi.
 Berkembangnya situasi politik yang menghangat sehingga berakibat dan berdampak
besar pada perekonomian.

2.5 Ciri Negara yang Mendapati Krisis Moneter

 Mempunyai jumlah utang luar negeri yang sangat besar.


 Negara akan mendapati dan mengalami inflasi yang tidak dapat terkontrol.
 Kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang.
 Tingkat suku bunga yang melambung diatas kewajaran.

Anda mungkin juga menyukai