0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
20 tayangan11 halaman
Makalah ini membahas perkembangan sistem moneter internasional dan krisis yang terjadi. Sistem ini telah mengalami beberapa tahapan perkembangan mulai dari bimetalisme, standar emas, periode antar perang dunia, hingga sistem Bretton Woods. Krisis moneter internasional terjadi akibat berbagai faktor seperti perang, inflasi tinggi, dan keruntuhan standar emas klasik.
Makalah ini membahas perkembangan sistem moneter internasional dan krisis yang terjadi. Sistem ini telah mengalami beberapa tahapan perkembangan mulai dari bimetalisme, standar emas, periode antar perang dunia, hingga sistem Bretton Woods. Krisis moneter internasional terjadi akibat berbagai faktor seperti perang, inflasi tinggi, dan keruntuhan standar emas klasik.
Makalah ini membahas perkembangan sistem moneter internasional dan krisis yang terjadi. Sistem ini telah mengalami beberapa tahapan perkembangan mulai dari bimetalisme, standar emas, periode antar perang dunia, hingga sistem Bretton Woods. Krisis moneter internasional terjadi akibat berbagai faktor seperti perang, inflasi tinggi, dan keruntuhan standar emas klasik.
SISTEM MONETER INTERNASIONAL: PERKEMBANGAN SISTEM MONETER
INTERNASIONAL DAN KRISIS MONETER INTERNASIONAL
NAMA – NAMA KELOMPOK 6 :
ADOLFINA BALLO HEU 1901080080
RIKY RIDKAR TANEO 1901080070 BRUNO ISIDORUS BABU 1901080062 ANACE KAWAMASY 1901080042 MARSELIA BORA 1901080085 OFIR NENOLIU 1901080106 BILLY G. F. OBISURU 1901080098
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2022 BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Moneter Internasional
Dalam ekonomi internasional dikenal suatu sistem yang memungkinkansuatu negara dapat saling berhubungan satu dangan yang lain. Sistem tersebutdisebut sebagai sistem moneter internasional. Sistem moneter internasionalmenunjukkan seperangkat kebijakan, institusi, praktik, peraturan dan mekanismeyang menentukan tingkat dimana suatu mata uang ditukarkan dengan mata uanglain.(Shapiro, 1992). Sistem keuangan internasional dari sejarahnya telahmengalami begitu banyak perkembangan dan transpormasi dari masa ke masa.Perkembangan ini disebabkan oleh adanya perubahan ekonomi dan politikdomestik sertan internasional pada masing-masing masa.Para ahli beranggapan bahwa uang dan Sistem Moneter Internasionalmerupakan unsur yang bersifat netral baik ekonomis atau politis, namun anggapanini tidak terbukti dalam ekonomi modern. Norma dan konvensi yang mengaturSistem Moneter Internasional dengan ini mempunyai efek distributif yang pentingbagi power suatu negara dan kesejahteraan dalam kehidupan negara tersebut.Suatu Sistem Moneter Internasional yang berjalan dengan baik akanmelancarkan perdagangan dunia, arus investasi asing dan interdepedensi global.Kemampuan Sistem Moneter Internasional adalah prasyarat bagi sehatnyaekonomi dunia, sebaliknya runtuhnya Sistem Moneter Internasional barat menjadipenyebab terpisahnya kesuraman dalam ekonomi internasional. Jika dalam skala domestik atau nasional problema ketidak seimbanganpembayaran antar daerah dapat disesuaikan melaui pergerakan modal ataupunkebijakan fiskal dan moneter, dalam skala internasional akan sedikit lebih rumit.Pembayaran yang tidak seimbang antar negara dapat diselesaikan melaluifinancing, perubahan kebijakan domestik untuk menggeser pola perdagangan daninvestasi, melalui kontrol devisa untuk melakukan penjatahan pasokan devisa,atau dengan cara membiarkan nilai tukar mata uang berubah sesuai situasi dankondisi. Sehingga yang terpenting dalam sistem moneter internasional adalah tersedianya alat atau cara untuk menyesuaikan ketidakseimbangan pembayaran internasional. 2.2 Sejarah Sistem Moneter Internasional Sistem moneter internasional berjalan melalui lima tahap evaluasi: a. Bimetalisme Bimetalisme adalah kebijakan moneter dimana nilai mata uang ini terkait dengan nilai dua logam, biasanya (tetapi tidak selalu) perak dan emas. Dalam sistem ini, nilai dari dua logam akan dihubungkan satu sama lain-dengan kata lain, nilai perak akan dinyatakan dalam hal emas, dan sebaliknya -dan baik logam dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah. Uang kertas maka akan langsung dikonversi ke jumlah yang setara dengan baik logam-misalnya, mata uang AS digunakan untuk secara eksplisit menyatakan bahwa RUU itu ditukarkan “di koin emas dibayarkan kepada pembawa pada permintaan.” Dolar secara harfiah penerimaan untuk kuantitas aktual metal yang diselenggarakan oleh pemerintah, peninggalan dari waktu sebelum uang kertas adalah umum dan standar. Dari tahun 1792, ketika Mint AS didirikan , sampai 1900, Amerika Serikat adalah negara bimetal, dengan kedua perak dan emas diakui sebagai mata uang hukum; pada kenyataannya, Anda bisa membawa perak atau emas untuk mint AS dan telah berubah menjadi koin. AS tetap nilai perak untuk emas sebagai 15: 1 (1 ons emas bernilai 15 ons perak, ini kemudian disesuaikan dengan 16: 1). Satu masalah dengan bimetalisme terjadi ketika nilai nominal koin lebih rendah dari nilai sebenarnya dari logam yang dikandungnya. Sebuah koin perak satu dolar, misalnya, mungkin layak $ 1,50 di pasar perak. Nilai Kesenjangan ini mengakibatkan kekurangan perak separah orang berhenti menghabiskan koin perak dan memilih bukan untuk menjual mereka atau mereka dilebur menjadi bullion. Pada tahun 1853, kekurangan ini perak diminta pemerintah AS untuk merendahkan perak koin-kata lain, menurunkan jumlah perak di koin. Hal ini mengakibatkan koin perak lebih dalam sirkulasi. Sementara ini stabil ekonomi, juga pindah negara terhadap monometallism (penggunaan logam tunggal dalam mata uang) dan Standar Emas. Perak tidak lagi dilihat sebagai mata uang menarik karena koin-koin itu tidak layak nilai wajah mereka. Kemudian, selama Perang Saudara , penimbunan emas dan perak diminta Amerika Serikat untuk sementara beralih ke apa yang dikenal sebagai “ uang fiat .” Fiat uang, yang adalah apa yang kita gunakan saat ini, adalah uang pemerintah menyatakan untuk menjadi legal tender, tapi itu tidak didukung atau convertible untuk sumber daya fisik seperti logam. Pada saat ini, pemerintah menghentikan uang kertas penebusan emas atau perak. b. Standar emas (gold standard) adalah sistem moneter di mana pemerintah mematok mata uang domestik ke emas. Di bawah sistem ini, nilai nominal uang anda setara dengan emas yang akan anda peroleh ketika menukarnya. Jadi, pemerintah sepakat untuk mengkonversi uang kertas menjadi emas dalam jumlah tetap. Oleh karena itu, jumlah uang yang beredar akan berubah sesuai dengan persediaan emas di sebuah negara. Standar emas tergantung pada persediaan emas. Negara yang miskin mineral emas tidak serta merta kaya karena tidak bisa menambang emas. Mereka hanya mengandalkan pasokan dari ekspor barang. Oleh karena itu, secara umum, standar ini dianggap membatasi perekonomian untuk tumbuh. Tapi, sistem moneter ini juga mendukung stabilitas harga jangka panjang. Jumlah uang yang beredar lebih terukur daripada ketika mengadopsi uang kertas.Dalam sistem moneter dengan standar emas, anda dapat mengkonversi secara bebas menjadi sejumlah emas dengan takaran tetap. Standar emas populer di beberapa negara selama abad ke 19 hingga awal abad ke-20. Pada 1821, Inggris menjadi negara pertama yang secara resmi mengadopsi standar emas. Kemudian, standar emas internasional muncul pada tahun 1871 setelah Jerman mengadopsinya. Pada 1900, sebagian besar negara maju melakukan kebijakan serupa. Penjaminan uang kertas dengan logam berharga, seperti emas, mengalami pasang surut. Itu sejalan dengan kondisi politik dan ekonomi pada waktu itu. Bahkan, uang kertas yang sudah beredar sempat tidak dijamin sama sekali dengan simpanan emas sesaat setelah Perang Dunia I. Baru, paska Perang Dunia II akan berakhir, negara-negara Barat utama bertemu untuk mengembangkan Perjanjian Bretton Woods. Perjanjian tersebut menjadi kerangka kerja bagi sistem mata uang global sampai tahun 1971. c. Interwar period (1915-1944) Standar emas klasik berakhir pada masa setelah Perang Dunia I, dimana negara-negara yang kalah khususnya Jerman, Austria, Hungaria, Polandia, dan Rusia mengalami hiperinflasi .Contoh: Jerman mengalami kenaikan indeks harga sebesar 1 triliun kali lipat daripada saat sebelum perang Fluktuasi nilai mata uang di masa 1920-an membuat banyak negara menerapkan kebijakan depresiasi habis-habisan agar dapat memperoleh untung di pasar ekspor globa. Banyak negara sepertinya’ kembali ke standar emas klasik setelah mulai pulih dari dampak perang. Namun, itu cuma kedok saja agar mereka bisa mengimplementasikan kebijakan sterilisasi emas.Sterilisasi Emas kebijakan untuk menyesuaikan arus masuk dan keluar emas, dengan cara pengurangan jumlah uang dalam negeri dan peningkatan kredit dalam negeri. Usaha’ untuk kembali ke standar emas klasik hancur total dengan terjadinya Great Depression (1929) dan kekacauan itu mengakibatkan ditarik keluarnya emas besar- besaran dari ‘tangan’ bank-bank di negara-negara besar. Ada 4 tahap intererwar period Tahap 1: Nasionalisme Ekonomi akibat Perang Dunia I Tahap 2: Standar emas klasik gagal untuk dipulihkan(karena agenda politik masing-masing) Tahap 3: Ekonomi tak stabil dan bank-bank bangkrut karena terjadi penarikan besar-besaran Tahap 4: Investor panik, ingin melarikan modal ke luar negeri, tapi semua di luar negeri juga bernasib sama. d. Sistem Bretton Woods (1944-1976) Bretton Woods System adalah sebuah sistem perekonomian dunia yang dihasilkan dari konferensi yang diselenggarakan di Bretton Woods, New Hampshire pada tahun 1944.Konferensi ini merupakan produk kerjasama antara Amerika Serikat dan Inggris yang memiliki beberapa fitur kunci yang melahirkan tiga institusi keuangan dunia yaitu Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia. Sistem Bretton Woods dibentuk dalam rangka menyelesaikan pertarungan yang terjadi antara otonomi yang dimiliki oleh domestik dan stabilitas internasional, tetapi dasar yang terdapat dalam sistem- otonomi kebijakan nasional, nilai tukar tetap, dan kemampuan untuk mengubah mata uang-satu sama lain saling bertolak belakang. Pada akhir abad ke-19, sistem perdagangan internasional didasari atas sistem perekonomian merkantilisme. Tujuan ekonomi kaum merkantilis adalah dengan memakmurkan negara dengan memasukkan sebanyak mungkin pendapatan ke dalam kas negara. Faktor utama dalam sistem perekonomian menurut kaum merkantilis adalah negara di mana merkantilisme sangat populer bagi pemerintah yang sedang melakukan pembinaan kekuatan negara, karena tujuannya yang lebih fokus pada pencapaian kepentingan nasional negara secara maksimal. Namun sistem perdagangan ini hancur seiring dengan pecahnya Perang Dunia I yang berdampak negara-negara menjadi proteksionis terhadap komoditas atau barang-barang dari luar serta tidak stabilnya sistem mata uang selama perang terjadi.Dilatarbelakangi oleh semangat liberalisme, ide tersebut didukung oleh Amerika Serikat dan Inggris, yang bertujuan untuk meningkatkan transaksi ekonomi yang berdasarkan atas kondisi akses yang sama terhadap pasar.. Dan semangat liberalisme tersebut mendorong diselenggarakannya konferensi di Bretton Woods pada tahun 1944. Tujuan Konferensi Bretton Woods Terdapat dua tujuan utama konferensi Bretton Woods, yaitu: mendorong pengurangan tarif dan hambatan lain dalam perdagangan internasional dan menciptakan kerangka ekonomi global untuk meminimalisir konflik ekonomi yang terjadi di antara negara-negara, yang salah satu bagiannya adalah mencegah terjadinya Perang Dunia II. e. Rezim Nilai Tukar Fleksibel/Mengembang terkendali Sistem ini belaku sejak November 1978 – Agustus 1997. Pada masa ini nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat akan tetapi terhadap sekeranjang mata uang asing (basket currency). Pada periode ini telah terjadi tiga kali devaluasi yaitu pada bulan November 1978, Maret 1983, dan September 1986. Setelah devaluasi tahun 1986, nilai nominal rupiah diperbolehkan terdepresiasi sebesar 3-5% per tahun untuk mempertahankan nilai tukar riil yang lebih baik. Dengan sistem ini, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread. Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap US Dollar. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar sampai Rp 2.383/US Dollar. Dengan kata lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung tidak pasti 2.3 Sejarah dan perkembangan sistem moneter internasional A. Sistem standar emas (1876-1913) Sistem standar emas internasional muncul mulai tahun 1870 di Inggris. Pemerintah Inggris menetapkan nilai pounsterling dengan emas. Perkembangan industri yang terjadi di Inggris serta perdagangan dunia yang makin berkembang pada abad 19 menambah kepercayaan dunia terhadap emas. Kepercayaan ini diperkuat dengan ditemukannya tambang emas di Amerika dan Afrika Utara. Dengan kejadian- kejadian tersebut sistem standar emas merupakan suatu sistem yang dipakai oleh banyak negara semenjak 1970 hingga perang dunia pertama. Perdagangan yang semakin meningkat membuat kebutuhan sistem pertukaran yang lebih formal menjadi semakin terasa. Standar emas pada dasarnya menetapkan nilai tukar mata uang negara berdasarkan emas. Pemerintah atau Negara yang bersangkutan harus menjaga persediaan emas yang cukup untuk menjamin jual-beli emas. Jika pemerintah negara lain juga menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan, maka kurs antar dua mata uang bisa ditentukan. Nilai emas terhadap barang lain tidak banyak berubah dalam jangka panjang, stabilitas nilai uang dan kurs mata uang tidak banyak berfluktuasi dalam jangka panjang. Standar emas berbeda dengan mata uang fiat (fiat money). Dalam mata uang fiat, nilai mata uang ditentukan berdasarkan kepercayaan terhadap kemauan pemerintah menjaga integritas menjag mata uang tersebut. Seringkali kepercayaan tersebut disalahgunakan. Pemerintah kadang tergoda menerbitan uang baru, karena biaya produksi penerbitan tersebut adalah 0 rupiah. Dengan menggunakan standar emas, nilai mata uang didasarkan pada emas. Pemerintah tidak bisa seenaknya menambah jumlah uang yang beredar , karena suplai uang dibatasi oleh suplai emas. Dengan proses tersebut kurs mata uang bisa terjaga selama negara-negara di dunia memakai emas sebagai standar mata uangnya. Inflasi yang berkepanjangan tidak akan terjadi di dalam situasi semacam itu. Pada Perang Dunia I (1919-1923) serta depresi dunia (1931-1934) negara- negara di Eropa dilanda inflasi serta ketidaksetabilan politik. Sistem moneter Internasional menjadi kacau. Kekacauan ini menimbulkan kurang kepercayaan dunia terhadap pounsterling yang masih dikaikan dengan emas. Ponsterling makin lama makin lemah posisinya. Kelemahan ini ditambah keharusan Inggris untuk memberi bantuan kepada Jerman. Pada tahun 1931 Inggris menanggalkan standar emas dan pounsterlling jatuh nilainya, diikuti oleh dollar Amerika. B. Periode Perang Dunia (1914-1994) Perang dunia I mengakhiri standar emas klasik. Periode antara kedua perang dunia secara umum ditandai oleh kekacauan perdagangan dan keuangan internasional. Terjadinya fluktuasi kurs sejak akhir perang sampai tahun 1925 (kecuali di Amerika Serikat, yang kembali ke standar emas dalam tahun 1919). Mulai tahun 1925, suatu usaha dilakukan untuk menetapkan kembali standar emas, akan tetapi runtuh tahun 1991 pada waktu Depresi Besar. Kemudian disusul dengan periode persaingan Devaluasi, ketika negara-negara mencoba untuk mengekspor pengangguran mereka (kebijakan mengemis tetangga mereka). Tarif, quota dan pengawasan nilai tukar juga meluas, dengan akibat volume perdagangan dunia berkurang hampir setengahnya. Kecenderungan devlasioner dapat diatasi sepenuhnya suaktu negara-negara dipersenjatai kembali untuk perang dunia II. C. Periode Kurs Tetap Periode ini dimulai dengan perjanjian Bretton Woods. Melalui perjanjian ini, semua negara menetapkan nilai tukar mata uangnya melaui emas, tetapi tidak diharuskan memenuhi konverbilitas mata uang mereka dalam emas. Negara anggota diminta menjaga kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dan bersedia menjaga kurs tersebut. IMF membantu negara anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata uangnya. Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak layak lagi dipertahankan. Pasar keuangan dunia sempat tutup selama beberpa minggu dalam bulan Maret 1973. Ketika pasar tersebut dibuka, kurs mata uang dibiarkan mengambang sampai ke kurs yang ditentukan oleh kekuatan pasar. D. Masa Bretton Woods Pada tanggal 22 Juli 1944 diadakan suatu konferensi moneter Internasional, yang dikenal dengan The Bretton Woods Conference, yang dihadiri oleh 44 negara. Konferensi tersebut bertujuan untuk menyusun rencana pembuatan sistem moneter. Dua tahun setelah konferensi tersebut, didirikan IMF dan Bank Dunia untuk mengawasi sistem tersebut. Selama periode 1944-1973 dollar merupakan mata uang yang sangat penting dalam lalu lintas pembayaran Internasional. Peranan dollar ini timbul setelah perang dunia II, disebabkan saat itu terjadi kekurangan dollar. Negara-negara Eropa yang sangat memerlukan uang /dana untuk memulihkan keadaan ekonominya. Satu- satunya sumber adalah Amerika Serikat, sehingga dollar banyak diminta. Konsekuensinya, emas menjadi tergeser oleh dollar. Sebab, disamping memiliki tenaga beli yang kuat di Amerika, reserves dalam bentuk dollar akan membelikan penghasilan bunga. Dengan semakin pentingnya fungsi dollar, maka setiap anggota menetapkan perbandingan mata uangnya terhadap dollar, yang kemudian apabila perlu dapat ditukarkan dengan emas. beranggotakan 134 negara, diantaranya 10 negara maju mempunyai posisi yang sangat kuat di dalam mengambil keputusan. Setiap anggota memperoleh jatah/quota, yang harus dibayar 25% dengan emas dan sisanya 75% dengan mata uangnya. Besarnya quota menentukan hak suaranya serta jumlah pinjaman yang dapat diperoleh dari DMI. Dana pertama DMI dengan sendirinya 25% terdiri dari emas dan 75% berbagai mata uang negara anggota. Pinjaman diberikan kepada dalam mata uang negara lain yang harus di tukar dengan mata uang negara peminjam. E. Sistem Semenjak 1973 Semenjak 1973 sistem moneter internasional merupakan campuran antara kurs tetap dengan kurs berubah-ubah. Mata uang Yen, dollar Kanada, franc Perancis, dan Swiss berfluktuas tergantung dari permintaan dan pernawaran. Sering juga penguasa moneter negara-negara tersebut melakukan campur tangan di pasar valuta asing untuk mengurangi fluktuasi kurs yang berlebihan. Caranya apabila negara mengalami defisit dalam neraca pembayaran, kurs valuta asing cenderung naik. Untuk mencegah hal ini bank Central menjual valuta asing. Demikian juga apabila surplus di dalam neraca pembayaran, bank sentral membeli valuta asing di pasar untuk mengurangi penurunan kurs. Sisitem kurs demikian di sebut “managed atau dirty” float, sebagai lawan dari “clean” floatt di mana bank Sentral sama sekali tidak campur tangan di dalam pasar valuta asing. Lima negara Eropa (Jerman Barat, Belgia, Luxembrug, Swedia, Netherlan dan Norwegia) mengadakan pengaturan secara tersendiri. Krus tetap berlaku di antara mereka, tetapi berubah-ubah secara bersama-sama terhadap mata uang negara lain. Sisten krus semacam ini (mengambang bersama-sama) menghasilakan fluktuasi yang menyerupai ular, yang kemudian disebut “Snake like”. Negara-negara Eropa dan Jepang telah melepaskan ikatan mata uangnya dengan dollar Amerika Serikat. Dengan demikian, telah merupakan mata uang yang mengambang. Namun demikian Dollar masih memegang peranan penting dalam lalu lintas pembayaran internasiolal. Pembayaran luar negeri, kebijakan campur tangan dalam valuta asing oleh Bank Sentral, serta catatan-catatan statistik Dana Moneter Internasional dan Perserikatan Bangsa- Bangsa masih menggunakan dasar mata uang Dollar. 2.3 Dampak Krisis Moneter Krisis moneter adalah krisis keuangan yang menerpa beberapa wilayah hampir di seluruh Asia Timur. Krisis moneter ini menyebabkan dampak yang kurang baik bagi negara yang tertimpa krisis dan biasanya diakibatkan lantaran kurs nilai tukar valas khususnya dolar AS yang tinggi sehingga nila mata uangnya jatuh. Adanya hal tersebut membuat banyak sekali perusahaan yang terpaksa menghentikan karyawannya dengan alasan lantaran tak dapat membayar upah. Selain itu pemerintah akan kesulitan dalam menutup APBN. Harga barang naik cukup tinggi sehingga masyarakat sangat sulit mendapat kebutuhan pokok. Utang luar negeri melonjak dengan harga BBM yang terus naik. Ketika krisis, banyak perusahaan yang meminjam uang pada perusahaan negara asing dengan bunga yang tinggi pula.
2.4 Penyebab Krisis Moneter
Beberapa negara yang mengalami krisis moneter akan biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:
Terjadinya kesenjangan produktifitas lantaran melemahnya alokasi aset atau faktor
produksi. Struktur dalam sektor produksi yang tak seimbang. Stok utang luar negeri swasta yang besar serta berjangka pendek. Yang pada nantinya kondisi tidak akan stabil. Hal tersebut bisa terjadi karena para menteri di bidang ekonomi maupun perbankan memiliki rasa terlalu percaya diri dengan syarat utang swasta. Melemahnya sistem perbankan di suatu negara. Sehingga membuat masalah utang swasta eksternal dapat beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri. Ketergantungan pada utang luar negeri yang berkaitan dengan perilaku pelaku bisnis cenderung memobilisasi dana dalam bentuk mata uang asing. Perubahan politik yang tidak jelas maka akan menjadi persoalan dalam segi ekonomi. Berkembangnya situasi politik yang menghangat sehingga berakibat dan berdampak besar pada perekonomian.
2.5 Ciri Negara yang Mendapati Krisis Moneter
Mempunyai jumlah utang luar negeri yang sangat besar.
Negara akan mendapati dan mengalami inflasi yang tidak dapat terkontrol. Kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang. Tingkat suku bunga yang melambung diatas kewajaran.