Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH SISTEM MONETER INTERNASIONAL


D

OLEH

AMINAH
12040047

MATA KULIAH : KEUANGAN INTERNASIONAL

JURUSAN EKONOMI MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
LHOKSEUMAWE
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Dunia saat ini, setelah lenyapnya negara Khilafah Islam & runtuhnya
sosialisme, hidup diatas satu sistem dari aspek ekonomi dan finansial yaitu sistem
ekonomi liberal atau liberalisme pasar, terlebih lagi sistem itu -dari sisi
formalitasnya- terikat dengan lembaga Dana Moneter Internasional (IMF).
Lembaga lain yaitu Organisasi Perdagangan Internasional (WTO) sedang dalam
perjalanannya untuk mengikat semua negara di dunia. Lembaga-lembaga ini -IMF,
WTO, dan berbagai lembaga keuangan lainnnya seperti berbagai klub finansial dan
lain-lain adalah hasil dari praktek liberalisme ekonomi dengan segala
keburukannya. Mereka menjalankan kaedah: meraih tujuan dengan menghalalkan
segala cara. Mereka membentuk lembaga-lembaga seperti ini untuk mendapatkan
legalitas terhadap seluruh tindakan dan dominasi mereka atas negara-negara lain di
dunia.
Negara-negara penjajah telah memformat kaedah-kaedah dan nilai-nilai
baku yang mereka namakan dengan sistem dan undang-undang. Melalui instrumen
sistem dan perundang-undangan itu mereka mengontrol kehidupan, perekonomian,
dan transaksi moneter internasional sehingga dapat digunakan untuk menghisap
darah berbagai bangsa dan negeri sekaligus merampok kekayaannya. Untuk
mendalami bagaimana modus negara-negara imperialis itu mengontrol berbagai
transaksi moneter global dan mengeksploitasi berbagai bangsa, maka harus
dipaparkan periodisasi perkembangan dalm sistem moneter internasional.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Moneter Internasional


Peningkatan nilai tukar (kurs) yang tidak stabil merupakan salah satu
perkembangan utama ekonomi 40 tahun terakhir ini. Dengan sistem yang berlaku
pada saat ini, dimana sebagian nilai tukar mengambang (floating) sebagian tetap
(fixed), laba dari berbagai perusahaan multinasional, bank dan para investor
individual terpengaruh oleh fluktuasi riil dan diatas kertas akibat perubahan dalam
nila tukar. Kebijakan untuk memprediksi terhadap fluktuasi nilaitukar masih
berkembang sejalan dengan tumbuhnya pemahaman atas cara kerja sistem moneter
internasional, makin jelasnya peraturan akuntansi dan perpajakan untuk untung dan
rugi dari transaksi pertukaran valuta asing, dan makin dikenalnya efek ekonomi
perubahan nilai tukar terhadap cash flow dan nilai pasar dimasa depan.
Meskipun nilai tukar yang tidak stabil dapat memperbesar resiko, namun
juga menciptakan berbagai peluang yang menguntungkan bagi perusahaan maupun
investor, bila disertai pemahaman yang cukup atas manajemen resiko nilai
tukar.sistem moneter internasional (SMI) dapat didefinisikan sebagai perangkat
kebijakan, institusi, praktek, peraturan, dan mekanisme yang menentukan tingkat
dimana suatu mata uang ditukarkan dengan mata uang lain. Sistem moneter
internasional sering didefinisikan pula sebagai suatu struktur dimana mata uang
ditentukan, perdagangan internasional dan arus modal diakomodasian, dan
penyesuaian terhadap neraca pembayaran dilakukan. Termasuk instrumen, institusi
dan kesepakatan yang terkait dengan mata uang dunia dan pasar uang.

2.2 Sejarah sistem moneter internasional


Penentuan awal dimulainya sistem moneter internasional memang terdapat
perbedaan diantara para penulis. Gost, Gulde da Wolf (2002) mengelompokkan
sejarah sistem moneter internasional atas enam periode yaitu:
 Periode standar emas (Gold Standard)
 Periode dismal (Dismal Period)
 Periode standar tukar emas (Gold Exchange Standard)
 Periode nasionalisme moneter (Monetary Nasionalism)
 Periode sistem Bretton Woods (Bretton Woods Sistem)
 Periode Setelah Bretton Woods (Post-Bretton Woods Period)

Namun penulis lain (Copeland, 1989) mengelompokkan berbagai periode


sistem moneter internasional dalam empat periode, yaitu:
 Periode standar emas (Gold Standar)
 Periode sistem Bretton Woods (Bretton Woods sistem)
 Periode setelah Bretton Woods (Post-Bretton Woods Period)
Berikut ini akan dipaparkan periodesasi sistem moneter internasional
menurut Copeland. Pendapat Copeland dipilih karena lebih sederhana dan mudah
dipahami oleh pembaca.
1. Periode standar standar emas, 1870 – 1914
Muncul pada tahun 1870, dimana pemerintah Inggris menetapkan nilai
poundsterling dengan emas. Karena perkembangan industri dan perdagangan dunia
yang berkembang pada abad 19 serta diperkuat dengan ditemukannya tambang
emas di Amerika dan Afrika, maka sistem standar emas dipakai oleh banyak negara
hingga Perang Dunia I. Sistem ini sangat penting bagi sebuah negara untuk
mempertahankan cadangan emas yang cukup untuk mendukung nilai mata
uangnya. Sistem ini juga memiliki efek secara implisit membatasi nilai tukar
dimana masing-masing negara dapat memperluas cadangan uangnya.
Standar emas berfungsi cukup baik sampai meletusnya perang dunia I
mengiterupsi aliran perdagangan dan pergerakan emas secara bebas. Ini
menyebabkan negara-negaradagang utama menghentikan operasi standar emas.
2. Periode sistem Bretton Woods, 1944 – 1973
Dalam perjanjian Bretton Woods terbentuk dua badan internasional, yaitu
International Bank for Recontruction and Development, yang sekarang dikenal
dengan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Sistem kurs valuta asing yang
dipakai semula adalah kurs tetap dan tidak memperbolehkan negara anggota
melakukan pengawasan devisa (exchange control) kecuali mengalami krisis
moneter atau defisit neraca pembayaran yang hebat. Pada masa tersebut dolar
merupakan mata uang yang sangat penting dalam lalu lintas pembayaran
internasional.
3. Periode Setelah Bretton Woods, 1973 – saat ini
Sejak tahun 1973, sistem moneter internasional merupakan campuran antara
kurs tetap dengan kurs berubah-ubah. Secara umum,dolar makin kurang stabil dan
melemah sedikit dalam jangka panjang. Dilain pihak , Yen Jepang dan Mark Jerman
telah menguat. Mata uang dinegara yang baru berkembang amat sangat tidak stabil
dan pada umumnya melemah. Mata uang beberapa negara besar berfluktuasi
tergantung dari permintaan dan penawaran, dan seringkali penguasa moneter
negara tersebut melakukan campur tangan di pasar valuta asing untuk mengurangi
fluktuasi kurs yang berlebihan.

2.3 Dana Moneter Internasional


Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) adalah
organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial
global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu
masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara. Salah
satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi
yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan
kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara.
Setelah melalui pertimbangan panjang dan hati-hati, sebuah system moneter
disepakati di Bretton Woods. Negara-negara anggota sepakat untuk mengontrol
batas kurs mereka dengan cara yang sudah ditentukan. Menurut kesepakatan awal,
kurs dibolehkan berfariasi sampai satu persen dibawah atau diatas par. Bila kurs
suatu Negara mencapai atau mendekati salah satu batas, disebut ”titik pendukung
arbitrase”, bank sentralnya mengintervensi pasar untuk mencegah kurs melewati
batas itu. Inntervensi pasar mensyaratkan suatu Negara untuk mengakumulasi
cadangan devisanya, yang terdiri dari emas dan mata uang asing, diatas kebutuhan
perdagangan normal. Sebuah lembaga bernama Dana Moneter internasional IMF,
didirikan di Bretton Woods untuk mengawasi system moneter yang baru disepakati.
Ada beberapa hal yang telah dicapai dana moneter internasional. Misalnya,
lembaga itu: Berhasil mempertahankan peningkatan yang cepat dari volume
perdagangan dan investasi. Menunjukan flexibilitas dalam mengadaptasi
perubahan-perubahan dalam perdagangan internasional. Semakin efisien (bahkan
terjadi penurunan persentase cadangan devisa) Semakin tangguh (lembaga itu
berhasil melewati masa krisis awal pada tahun 1971, mengatasi kegiatan spekulatif,
dan bertahan dalam siklus bisnis yang bergejolak). Mendukung tumbuhnya kerja
sama internasional. Membangun kapasitas untuk mengakomodasi reformasi dan
perbaikan.

2.4 Sistem Nilai Tukar Valuta Asing


Secara garis besar sistem nilai tukar valuta asing terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Sistem nilai tukar tetap ( fixed rate, pegged rate ) sistem di mana nilai tukar
mata uang domestik ditetapkan pada tingkat tertentu terhadap nilai mata
uang asing. Sistem ini memaksa pemerintah untuk selalu menyesuaikan
nilai tukarnya jika tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar dengan cara
mendevaluasikan mata uangnya atau merevaluasikan. Bank sentral yang
bersangkutan mempunyai komitmen yang tinggi untuk mempertahankan
nilai tukar tersebut dengan cara melakukan intervesi aktif dipasar valuta
asing. Ketidakmampuan mempertahankan nilai tukar memaksa pemerintah
untuk melakukan devaluasi. Penggunaan sistem nilai tukar tetap ini
seringkali mengakibatkan negara terpaksa harus meminjam dalam jumlah
besar.
Penggunaan sistem nilai tukar tetap memaksa pemerintah harus melakukan
devaluasi yang ternyata dampaknya justru semakin buruk bagi ekonomi
Indonesia. Pengalaman menunjukkan bahwa jika Rupiah mengalami
overvalued, maka barang dan jasa produksi Indonesia menjadi kurang
kompetitif, pertumbuhan ekonomi rendah, pengangguran meningkat, dan
tidak jarang hutang luar negeri membengkak karena pemerintah harus
mempertahankan Rupiah yang overvalued tersebut.
2. Sistem nilai tukar mengambang ( floating rate, flexible rate ). sistem di
mana nilai tukar mata uang domestik diambangkan terhadap nilai mata uang
asing, atau sesuai dengan pergerakan pasar dimana terjadinya kurs valuta
berdasarkan pada permintaan dan penawaran mata uang asing.
Akan tetapi, dari kedua sistem tersebut dapat dibagi-bagi lagi menjadi:

 Permanently Fixed Exchange Rate (Sistem kurs tetap permanen)


 Absolutely Flexible Exchange Rate (Sistem kurs mengambang murni)
 Fixed Exchange rate bands (Sistem kurs terbatas).

Sistem kurs baku biasanya memungkinkan fluktuasi kurs sampai batas


tertentu, mengingat kurs yang benar-benar baku/tetap tidak pernah ada dalam
sejarah. Dalam sistem kurs yang didasarkan pada batas-batas fluktuasi atau sistem
kurs tetap terbatas ini negara-negara dapat memutuskan sendiri nilai patokan ( par
value ) nya, untuk kemudian membiarkan mata uangnya itu bergerak di atas atau di
bawah nilai patokan tersebut secara terbatas. Sebagai contoh, dalam sistem Bretton
Woods yang beroperasi selama periode pasca perang sampai tahun 1971, kurs
dimungkinkan untuk berfluktuasi sekitar 1% di atas atau di bawah nilai patokannya.

 Adjustable Fixed Exchange Rate – wide band (Sistem kurs tetap yang dapat
disesuaikan). Sistem ini lebih menitikberatkan pada penetapan nilai patokan
kurs daripada batas-batas nilai fluktuasi. Sepintas lalu, sistem ini mirip
dengan sistem kurs tetap terbatas ( fixed exchange rate bands ). Bedanya
dalam sistem kurs baku yang dapat disesuaikan ini, yang diubah bukan
batas-batas fluktuasinya, tapi nilai patokannya.
 Crawling Peg System (Sistem kurs merayap). Guna menghindari kelemahan
atau resiko perubahan nilai patokan yang kelewat besar (yang akan
memancing spekulasi perusak stabilitas), maka diciptakanlah sistem kurs
baku merayap atau sistem “pergeseran kurs, atau sistem paritas merayap”.
Dalam sistem ini nilai-nilai patokan masih boleh diubah, namun setiap kali
diubah, perubahannya diusahakan sekecil mungkin.
 Managed Floating Exchange Rate (Sistem kurs mengambang terkendali).
Dalam sistem ini otorita moneter di masing-masing negara dibebani
kewajiban untuk melakukan intervensi terhadap pasar-pasar valuta asing
dalam rangka mendukung fluktuasi jangka pendek tanpa mengganggu
kecenderungan jangka panjangnya. Sistem ini cukup sering membuahkan
keberhasilan, dan pada saat itu sistem tersebut dipuji sebagai satu-satunya
sistem yang sanggup memadukan kelebihan-kelebihan sistem kurs tetap dan
sistem kurs mengambang. Namun dalam prakteknya, tidak selamanya
sistem kurs ini mampu mengatasi ketidakseimbangan pada neraca
pembayaran. Salah satu kesulitan yang mungkin timbul adalah otorita
moneter bisa jadi tidak berada pada posisi yang lebih baik ketimbang para
spekulan, investor, dan pedagang uang professional dalam menduga-duga
kecendrungan kurs dalam jangka panjang.

2.5 Cara - Cara Melakukan Pembayaran Internasional


Dalam melakukan pembayaran transaksi ekonomi luar negeri, dapat
digunakan beberapacara,antara lain:
1. Cash Pembayaran dilakukan dengan menggunakan check/cheque atau bank
draft, pada saat barang dikirim oleh eksportir atau sebelumnya. Cara ini
sangat baik bagi eksportir yang keadaan keuangannya lemah dan belum
kenal baik dengan importir.
2. Open Account Merupakan kebalikan dari cara cash, yaitu pembayaran
dilakukan setelah beberapa waktu atau kebijaksanaan importir setelah
barang dikirim kepada importir tanpa surat perintah pembayaran serta
dokumen-dokumen.
3. Commercial Bill of Exchange Merupakan cara yang paling umum dipakai
dan sering disebut draft atau trade bills, yaitu surat yang ditulis oleh penjual
yang berisi perintah kepada pembeli untuk membayar sejumlah uang
tertentu pada waktu tertentu di masa datang, yang biasanya disebut trade
drafts. Jenis draft terdiri dari; clean draft dan documentary draft.
3. Letter of Credit L/C adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh bank atas
permintaan pembeli barang (importir) dimana bank tersebut yang
menyetujui dan membayar wesel yang ditarik oleh penjual barang
(eksportir). Dengan demikian L/C merupakan suatu alat pengganti kredit
bank dan dapat menjamin pembayaran bagi eksportir. Pihak yang terkait
dalam L/C adalah Opener (importir), Issuer (bank yang mengeluarkan L/C),
Beneficiary atau penjual (eksportir), dan dalam prakteknya ada satu pihak
lagi yaitu Confirming Bank, yaitu bank di negara eksportir.
4. Private Compensation Adalah penyelesaian pembayaran dengan
kompensasi utang piutang tanpa perpindahan mata uang ke negara lain.
2.6 Kelemahan Sistem Moneter Internasional
Ketika sistem moneter internasional dikaitkan dengan emas, yang pada
akhirnya menyebabkan saling ketergantungan di antara sistem mata uang sehingga
menjadi jangkar bagi nilai tukar yang tetap (fixed exchange rate) dan menstabilkan
inflasi. Ketika sistem Gold Standard hancur, fungsi yang bernilai ini tidak bertahan
lama dan dunia terjebak dalam rezim inflasi yang terus menerus. Sistem moneter
internasional saat ini tidak mengatur interdepensi (saling mengait) antara berbagai
mata uang dan juga tidak menstabilkan harga. Alih-alih mengandalkan
keseimbangan yang dihasilkan secara otomatis, AS terpaksa harus "menampar"
mitra dagangnya yang mengancam layaknya musuh. Setelah revolusi di Eropa
Timur dan hancurnya komunisme, kita tiba-tiba memiliki 10 negara baru yang
masuk dalam sistem moneter internasional, (pecahan Uni Soviet) seluruhnya
dengan mata uang yang baru atau kebutuhan baru terhadap kebijakan mata
uangnya. Sistem moneter seperti apa yang seharusnya Michel Camdessus
(Managing Director IMF saat itu) rekomendasikan kepada negeri-negeri baru itu?
Jawabannya akan menjadi nyata sebelum tahun 1971 : masing-masing negara itu
mesti menstabilkan mata uangnya terhadap Dollar AS atau terhadap salah satu mata
uang yang stabil yang berhadapan dengan Dollar AS yang dikaitkan dengan emas.
Memperbaiki nilai tukar terhadap blok Dollar yang meliputi hampir seluruh
ekonomi dunia, telah memberi negara-negara transisi baru yang relatif memiliki
tingkat harga yang stabil di antara negara-negara barat. Sekarang saya ingin
menunjukkan kontribusi amat penting oleh IMF di antara awal pendiriannya tahun
1946 dan 1971. Pada awal pendiriannyaIMF memberi negara-negara sebuah
filosofi manajemen makro ekonomik yang logis berdasarkan nilai tukar tetap atau
terkendali (fixed exchange rate). Kesepakatan yang luar biasa ini sekarang
diserahkan kepada para pemimpin moneter domestik. Untuk meyakinkan, sebuah
negara dapat memperbaiki mata uangnya terhadap salah satu mata uang utama
seperti Dollar AS. Pada praktiknya, kebijakan seperti itu memerlukan aksi dari
kepemimpinan yang kuat; rencana stabilisasi (inflasi) melibatkan nilai tukar tetap
yang diterapkan di Argentina oleh Domingo Cavallo yang menggambarkan betapa
jarang kualitas pemimpin sepertinya.
Dalam periode nilai tukar tetap sebelum 1971, kepemimpinan yang kuat
tidak diperlukan sebab ada sebuah sistem dimana mayoritas negara mematuhinya
dan IMF memiliki seperangkat aspek teknis untuk menerapkannya. Namun setelah
tahun 1971 IMF kehilangan sentuhan tersebut ketika beralih dari nilai tukar tetap
(terhadap emas) sebelum 1971 menjadi nilai tukar mengambang setelah 1971 dan
khususnya setelah 1973, tahun dimana sistem moneter internasional membatalkan
nilai tukar tetap beralih ke nilai tukar mengambang.
IMF kemudian bergeser tugasnya sebagai pusat sistem moneter
internasional menjadi peran baru sebagai konsultan makroekonomi khusus dan
pengawas utang (bahkan broker utang-pent), fungsi yang sebenarnya bias
diperankan dengan baik oleh konsultan swasta. Ketika tantangan dari negara-negara
transisi muncul, IMF tidak memiliki sistem yang saling mengait untuk stabilitas
moneter untuk menawarkan sistem yang baik dan hampir tanpa pengeculian
seringkali konsep yang ditawarkan serampangan. Kegagalan negara transisi
dibuktikan dengan fakta bahwa tidak satupun dari negara-negara tersebut di akhir
1996, mampu melampaui tingkat pendapatan sejak masa transisi bermula, dan
hanya dengan satu atau dua pengecualian, inflasi kembali mencapai 2 digit.
Perbaikan sejak akhir perang dingin sejauh ini lebih memburuk dibanding
perbaikan di akhir sebagian besar perang dunia (I dan II) yang amat
menghancurkan.
Sistem moneter internasional yang absolut di dunia saat ini tidaklah ada.
Setiap negara memiliki sistemnya sendiri. Kebanyakan orang tidak mengerti
bagaimana tidak biasanya (unusual) sistem ini. Selama ribuan tahun negara-negara
telah mematok mata uang mereka terhadap salah satu logam mulia (emas atau
perak) atau terhadap mata uang lain. Tetapi dalam seperempat abad terakhir sejak
sistem moneter internasional (bretton woods) hancur, negara-negara mengadopsi
sistem moneternya sendiri, fenomena yang tidak memiliki contoh sejarah dalam
kerjasama antar negara yang dikenal sebagai sistem moneter internasional. Para
ekonom mengetahui bahwa ketergantungan diantara sistem moneter internasional
didukung oleh fakta bahwa keseimbangan neraca pembayaran (suatu negara) saling
berhubungan satu sama lain. Apabila satu negara memiliki neraca perdagangan
yang surplus maka negara-negara lain memiliki neraca perdagangan yang defisit.
Jadi suatu negara bergerak menuju surplus atau defisit yang secara otomatis
berpengaruh terhadap negara lain. Ini memiliki pengaruh di dalam sistem nilai tukar
mata uang. Di dalam sebuah dunia dari n negara dengan n mata uang, ada n-1 nilai
tukar yang independen. Setiap negara tidak dapat menetapkan nilai tukarnya. Akan
ada banyak nilai tukar tetap di antara negara-negara. Ada satu derajat bebas (degree
of freedom), yang membiarkan kenaikan terhadap apa yang para ekonom
menyebutnya dengan (redundancy problem) masalah kelebihan. Aturan dimana
tambahan derajat kebebasan untuk memelihara kestabilan harga, atau dalam kasus
standar emas (gold standard) adalah memelihara atau menstabilkan harga emas.
Di atas kertas, pengumpulan data hampir 200 negara dengan mata uang
tunggal dan nilai tukar mengambang akan menunjukkan hasil berupa kebingungan
yang luar biasa. Dalam prakteknya, bagaimanapun juga, sistem ini tidaklah begitu
buruk. Ada hubungan yang penting dalam struktur finansial dunia berkenaan
dengan konfigurasi kekuatan dalam ekonomi dunia dan aturan khusus yang
dijalankan oleh mata uang negara AS.

2.7 Negara yang Mengalami Kepailitan


Pada tahun 1970-an adalah waktu yang baik bagi bank untuk memberikan
pinjaman kepada negara berkembang. Kondisi saat itu menggambarkan seakan
negara tidak akan mengalami kepailitan. Kenyataan memperlihatkan “ sovereign
debt ”(utang pemerintah negara berdaulat) menghantam bisnis internasional.
Beberapa negara berkembang ternyata tidak mampu mengembalikan utangnya
bahkan bunganya pun tidak terbayar. Krisis “ sovereign debt ” terjadi di Polandia
pada tahun 1981, sedangkan di Meksiko, Brazilia dan Argentina terjadi tahun 1982.
Penyebab bertambahnya utang negara berkembang yaitu melonjaknya harga
minyak. Pada tahun 1973 – 1974 harga minyak mengalami kenaikan 4 kali lipat
dan tahun 1979 – 1980 dinaikkan lagi 2 kali lipat. Kenaikan harga minyak ini
mendorong meningkatnya inflasi yang kemudian ditambah lagi dengan terjadinya
resesi dunia. Sementara itu, komoditi ekspor non migas negara berkembang
menurun, sehingga menggoncang perekonomian dan kemampuan untuk membayar
utang.
Tahun 1979 – 1980 harga minyak mulai naik lagi. Akan tetapi kenaikan
harga tersebut diikuti dengan kenaikan suku bunga yang berpengaruh pada suku
bunga pinjaman baru maupun sisa pinjaman yang pada umumnya digunakan suku
bunga variabel. Negara berkembang menanggung biaya bunga sebesar AS$ 2,5
milliar/tahun untuk setiap kenaikan 1 persen suku bunga pinjaman AS$. Hal ini
mengakibatkan naiknya nilai mata uang AS$. Negara berkembang pada umumnya
meminjam uang dalam bentuk AS$ sehingga setiap kenaikan nilai mata uang AS$
menambah beban. Beban tersebut menjadi lebih berat karena pembayaran komoditi
ekspor diterima dalam berbagai mata uang lain yang digunakan untuk membayar
utang dalam AS$.

2.7.1 Pemecahan Masalah Utang


IMF, BIS, bank-bank sentral nasional dan bank-bank komersial berusaha
keras mengatasi masalah utang ini melalui berbagai cara, jangka pendek dan jangka
panjang.
2.7.2 Pemecahan Jangka Pendek
Cara mengatasi masalah utang jangka pendek yaitu dengan melakukan
penjadwalan ulang pembayaran utang agar negara penerima pinjaman dapat
mengembalikan utangnya pada saat jatuh tempo, walaupun diperlukan negosiasi
yang cukup alot. Negara berkembang penerima pinjaman tidak dapat melaksanakan
program-program kegiatannya secara fleksibel karena adanya tekanan dari IMF.
Pertumbuhan ekonomi negara berkembang tertahan karena dana baru dari hasil
ekspornya atau pinjaman yang digunakan untuk membayar utangnya, bukan
melanjutkan programnya atau kegiatan produktif lainnya.
Negara berkembang dapat mengurangi utangnya dengan meningkatkan ekspornya
agar diperoleh surplus neraca pembayaran. Namun hasil surplus tersebut sebagian
digunakan untuk membayar utangnya, kemudian sebagian lagi untuk biaya impor
dalam upaya peningkatan ekspor. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi negara
berkembang sangat lamban dan bahkan terhenti. Negara berkembang memerlukan
banyak dana untuk menggerakkan roda perekonomiannya, tapi jika memperoleh
pinjaman juga akan memperberat beban utangnya. Negosiasi ulang utang biasanya
terlebih dahulu diikuti dengan tindakan pengetatan agar dapat mendorong
menurunnya standar kehidupan, pertumbuhan ekonomi dan ekspor. Kemudian,
meningkatkan kesadaran akan pentingnya melakukan penyesuaian dan keterpaduan
kebijaksanaan jangka pendek, karena permasalahan yang dihadapi negara
berkembang tidak hanya masalah utang tetapi juga masalah ekonomi, budaya dan
perilaku.. Beberapa contoh kegagalan sovereign debt adalah Equador, Yunani, dan
Mesir. Equador mengalami kegagalan membayar utangnya sejak tahun 1800 dan
untuk memulihkan perekonomiannya diperlukan waktu 113 tahun. Yunani
mengalami kegagalan membayar utangnya selama 87 tahun. Dua abad yang lalu
negara-negara terkenal seperti Belanda, Austria, Jepang dan Cina juga pernah
mengalami kegagalan memenuhi kewajibannya membayar utang luar negeri. Mesir
yang gagal memenuhi kewajiban utang luar negeri tahun 1976, telah
membelanjakan lebih banyak uang pinjamannya untuk penari balet dan
semacamnya daripada untuk pekerjaan umum. Paris Club, kelompok
pemberipinjaman negara Barat, memberikan ampunan berupa penghapusan
separoh utang Polandia atau senilai AS$ 17,5 milliar. Sedangkan Amerika Serikat
memberikan ampunan berupa penghapusan utang Mesir sebagai imbalan atas
bantuan Mesir kepada Amerika Serikat pada saat perang melawan Irak. Pemberian
bantuan ini didasarkan pada nilai kemanusiaan dan mendorong terciptanya
reformasi ekonomi, sehingga membangkitkan kegiatan ekonomi yang sudah rapuh.

2.7.3 Pemecahan Jangka Panjang


Beberapa saran untuk memecahkan masalah utang jangka panjang adalah
sebagai berikut:
a. Negara penerima pinjaman hendaknya memanfaatkan dana pinjaman
barunya untuk kegiatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi daripada
untuk keperluan yang bersifat konsumtif, capital flight , atau memenuhi
ambisi pemeintah.
b. Negara penerima pinjaman hendaknya membangun dana cadangan yang
cukup untuk jangka pendek maupun jangka panjang sehingga mampu
menjaga fluktuasi harga komoditi ekspor bila terjadi perubahan yang tidak
diinginkan
c. Negara maju harus terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
membuka pasarnya untuk barang ekspor dari negara berkembang melalui
persaingan yang sehat.
d. IMF dan negara pemberi pinjaman hendaknya tidak melakukan suatu
tekanan kepada negara peminjam.
e. IMF, Bank Dunia dan negara pemberi pinjaman hendaknya memberi
pinjaman dalam jumlah yang cukup sehingga dapat digunakan untuk jangka
panjang.
f. Sebagian utang negara berkembang hendaknya diubah bentuknya menjadi
bentuk equitas, sehingga mendorong timbulnya rasa memiliki atas proyek-
proyek yang dilaksanakan. Sebagian utang lainnya hendaknya diperpanjang
jatuh temponya dengan penerapan bunga ceiling.
g. Negara berkembang hendaknya mengurangi larangan investasi asing
h. Jangan menyalahkan satu pihak atas timbulnya krisis utang

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem moneter internasional adalah satu perangkat kebijakan,
institusi,praktisi, regulasi, mekanisme yang menentukan tingkat dimana mata uang
satu di tukarkan dengan mata uang yang lain. Perubahan sistem moneter
diakibatkan oleh gejolak ekonomi. Dengan mempelajari pengalaman historis akan
dapat diperoleh gambaran timbulnya ketidakstabilan ekonomi serta proses
penyesuaian neraca pembayaran internasional.
Sistem Standar Emas 1870 – 1914 Muncul pada tahun 1870, dimana
pemerintah Inggris menetapkan nilai poundsterling dengan emas. Zaman Bretton
Woods, 1944 – 1973. Dalam perjanjian Bretton Woods terbentuk dua badan
internasional, yaitu International Bank for Recontruction and Development, yang
sekarang dikenal dengan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.
Sistem Penetapan Kurs Mata Uang bisa dikategorikan menjadi beberapa kelompok
yaitu Free Float (Mengambang Bebas) Berdasarkan sistem ini, kurs mata uang
dibiarkan mengambang bebas tergantung kekuatan pasar. Float yang dikelola
(Managed Float) Sistem mengambang bebas mempunyai kerugian karena
ketidakpastian kurs cukup tinggi. Perjanjian Zona Target Tertentu Melalui
perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata uangnya
secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Cara Melakukan Transaksi
Internasional Cash,Open Account, Commercial Bill of Exchange, Letter of Credit,
private compensation.

DAFTAR PUSTAKA

http://ana-ekonomi.blogspot.com

http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&i
d=1241:sistem-nilai-tukar-uang-dalam-islam

http://embunkemuliaan.blogspot.com/search/label/Sistem%20Moneter%20Islam
%20dan%20Internasional
http://devania.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai