Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH PERKEMBANGAN KEBIJAKAN MONETER ISLAM

DAN PERBANDINGAN DENGAN KONVENSIONAL


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas UAS Mata Kuliah Ekonomi makro islam
Tahun Ajaran 2021/2022
Dosen Pengampu : Fithri Dzikrayah, M.E.Sy

Disusun oleh :

Mita Suci Aliyin (1209230136)


Email: Mitasuci69@gmail.com

JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI


BANDUNG
2021

Abstrak

Pertumbuhan ekonomi adalah dampak visual dari kebijakan pemerintah terhadap


perekonomian. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil, diperlukan kebijakan
moneter untuk mengatur stabilitas ekonomi dan keberhasilannya ditentukan oleh dua
faktor, apakah kebijakan moneter memiliki dampak yang kuat terhadap perekonomian
atau tidak, sehingga penting untuk mengetahui sejarah pembentukannya. kebijakan
moneter Islam dan mengeksplorasi perbedaannya dari kebijakan moneter konvensional.
Ketika kita mengetahui sejarah perkembangannya, kita akan mengetahui lebih jauh
tentang fungsi dan peran kebijakan moneter Islam.

Kata kunci : kebijakan moneter, ekonomi syariah


PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Dalam setiap penyelenggaraan negara, pemerintah menetapkan suatu keputusan atau


kebijakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi, politik, sosial budaya, dan
pertahanan yang di dalamnya tersirat supaya terwujud kesejahteraan seluruh masyrakat.
Kebijakan moneter ditetapkan dalam rencana pembangunan otoritas moneter yang dalam
hal ini adalah bank sentral yaitu dengan cara mengubah besaran moneter dan suku bunga
serta pelaksanaannya dilakukan oleh otoritas moneter dan lembaga keuangan.Kebijakan
moneter berperan sangat penting dalam perekonomian, kehadirannya diharapkan dapat
berfokus pada stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan.

Kebijakan moneter ini merupakan faktor penting dalam perekonomian. Namun,


perbedaan sistem ekonomi yang berlaku, akan memiliki pandangan yang berbeda tentang
kebijakan moneter. Sistem ekonomi konvensional memiliki pandangan yang berbeda
tentang kebijakan moneter dengan sistem ekonomi Islam. Sistem moneter Islam
merupakan sub sistem dari sistem ekonomi Islam yang tujuan yang hendak dicapai dalam
moneter Islam diantaranya adalah untuk mewujudkan keadilan dan kemashlahatan.

KAJIAN TEORI

TUJUAN KEBIJAKAN MONETER

Untuk mencapai atau menjamin berfungsinya sistem moneter secara baik, biasanya
otoritas moneter melakukan pengawasan pada keseluruhan sistem. Ini karena uang
bukanlah suatu selubung yang sederhana. Sektor moneter merupakan jaringan yang
penting dan mempengaruhi sektor riil. Kebijakan moneter merupakan instrument penting
dari kebijakan publik dalam sistem ekonomi. Kebijakan moneter dalam Islam bertujuan
Kesejahteraan ekonomi dengan kesempatan kerja penuh Tujuan ini erat kaitannya dengan
maqosid shar’iyah.

Kesejahteraan ekonomi mengambil bentuk terpenuhinya semua kebutuhan pokok


manusia, hapusnya semua sumber utama kesulitan dan peningkatan kwalitas hidup secara
moral dan material. Juga terciptanya suatu lingkungan ekonomi dimana kholifah Alloh
mampu memanfaatkan waktu, kemampuan fisik dan mentalnya bagi pengayaan diri,
keluarga dan masyarakatnya.

Kesejahteraan bukanlah memaksimalkan kekayaan dan konsumsi untuk diri sendiri tanpa
menghiraukan orang lain, atau untuk kelompok tertentu dan mengabaikan kelompok yang
lain. Manusia hidup didunia adalah sebagai kholifah Alloh bersama manusia lain yang juga
kholifah Alloh juga. Sumber daya yang tersedia adalah untuk semua manusia. Karena itu
pemanfaatan sumber daya oleh individu adalah syah, tetapi dibatasi sedemikian rupatidak
membahayakan bagi kebahagiaan dan kebaikan sosial. Stabilitas nilai uang adalah prioritas
utama dalam kegiatan manajemen moneter Islam. Stabilitas nilai uang yang tercermin
dalam stabilitas tingkat harga sangat berpengaruh terhadap realisasi pencapaian tujuan
pembangunan ekonomi suatu negara seperti ; pemenuhan kebutuhan pokok, pemerataan
distribusi pendapatan dan kekayaan, tingkat pertumbuhan ekonomi riil yang optimum
perluasan kesempatan kerja dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

PEMBAHASAN

TINJAUAN SEJARAH: KEBIJAKAN MONETER RASULULLAH

Perekonomian jazirah arabia ketika jaman rasul merupakan ekonomi dagang bukan
ekonomi yang berbasis sumber daya alam. Minyak bumi belum ditemukan dan sumber
daya lainnya masih terbatas. Lalu lintas perdagangan antara romawi dan India yang melalui
Arab dikenal sebagai jalur dagang selatan. Sedangkan antara Romawi dan Persia disebut
sebagai jalur dagang utara. Antara Syam dan Yaman disebut jalur dagang utara selatan.

Sistem dan kebijakan moneter sudah dimiliki oleh bangsa Quraisy, walaupun masih dalam
bentuk yang sederhana. Seiring berjalannya waktu, ketika Khalifah Umar r.a. memerintah
Islam pada 634 sampai 644 M, terdapat beberapa perubahan yang dilakukan pada saat itu.

Beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh Khalifah Umar r.a. dalam mengatur sektor
moneter antara lain:
a. Islam melarang segala sesuatu yang akan berdampak pada bertambahnya gejolak dalam
daya beli, dan ketidakstabilan nilai uang, misalnya: pengharaman perdagangan uang yaitu
dengan pengharaman riba, pengharaman penimbunan, dan pengawasan ketat terhadap
inflasi serta penyelesaian dampak-dampak inflasi.
b. Larangan bermuamalah dengan uang palsu.
c. Melindungi inflasi dengan menghimbau masyarakat untuk menginvestasikan uang,
sederhana dalam belanja, serta melarang berlebih-lebihan dan menghamburhamburkan
uang.
d. Penyatuan moneter melalui pencetakan dirham yang sesuai dengan ketentuan Islam,
yaitu sebesar enam daniq. Kebijakan moneter Rasulullah selalu terkait dengan sektor riil
perekonomian. Hasilnya adalah pertumbuhan sekaligus stabilitas. Syekh Abdul Qadim
Zallum mengatakan bahwa sistem moneter atau keuangan adalah sekumpulan kaidah
pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu negara. yang paling penting dalam
setiap keuangan adalah penentuan satuan dasar keuangan dimana dinisbahkan seluruh
nilai-nilai berbagai mata uang.
Perekonomian Arab pada jaman rosululloh, bukan ekonomi terbelakang yang hanya
mengenal barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Pada masa itu telah terjadi
(a) Valuta asing dari persia dan romawi yang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab,
bahkan menjadi alat bayar resminya adalah dinar dan dirham.
(b) Sistem devisa bebas ditetapkan, tidak ada halangan sedikitpun untuk mengimpor dinar
dan dirham.
(c) Transaksi tidak tunai diterima secara luas dikalangan pedagang.
(d) Cek dan Promissory note lazim digunakan, misalnya Umar Bin Khottob menggunakan
instrumen ini ketika melakukan impor barang-barang yang baru dari Mesir ke Madinah.
(e) Instrumen factory (anjak utang) yang baru populer pada tahun 1980-an telah dikenal
dengan nama hiwalah, tetapi tentunya bebas dari unsur riba. Pada masa itu, bila
penerimaan akan uang meningkat, maka dinar dan dirham diimpor. Sebaliknya bila
permintaan uang turun, maka komoditaslah yang diimpor. Nilai emas maupun perak yang
terkandung dalam koin dinar maupun dirham sama dengan nilai nominalnya, sehingga
dapatlah dikatakan bahwa penawaran uang cukup elastis. Kelebihan penawaran uang
dapat diubah menjadi barang perhiasan.disi ini dapat menyebabkan permintaan dan
penawaran uang cukup stabil. Permintaan akan uang hanya untuk keperluan transaksi dan
berjaga-jaga.

Permintaan uang untuk spekulasi tidak ada, dan penimbunan mata uang juga dilarang.
Transaksi Talaqqi Rukhban dengan mencegat penjual dari kampung diluar kota untuk
mendapat keuntungan dari ketidaktahuan harga juga tak diizinkan, karena akan
menimbulkan distorsi harga yang kemudian menyebabkan spekulasi.

Koin dinar dan dirham pada waktu itu, belum dicetak sendiri oleh negara. Penawaran uang
dengan demikian hanya dilakukan dengan mempercepat peredaran uang dan
pembangunan infrastruktur sektor riil. Faktor pendorong percepatan perputaran uang
adalah kelebihan likuiditas, larangan penimbunan uang, dan peminjaman dengan bunga.
Kebijakan moneter rosululloh, dengan demikian selalu terkait dengan sektor riil. Disisi lain
nilai mata uang sangat stabil. Kedua hal ini membawa pertumbuhan dan stabilitas ekonomi
yang tinggi.

Islam tidak mengenal inflasi karena mata uang yang digunakan adalah dinar dan dirham
yang mempunyai nilai stabil dan dibenarkan dalam Islam. Syeikh Taqyuddin An-Nabhani
memberikan beberapa alasan mengapa mata uang yang sesuai adalah emas, yaitu:
a. Ketika Islam melarang praktik penimbunan harta, Islam hanya mengkhususkan larangan
tersebut untuk emas dan perak, padahal harta itu mencakup semua barang yang bisa
dijadikan sebagai kekayaan.
b. Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum yang baku dan tidak berubah-
ubah. Ketika Islam mewajibkan diyat maka yang dijadikan sebagai ukurannya adalah dalam
bentuk emas.
c. Rasulullah telah menetapkan emas dan perak sebagai mata uang dan beliau menjadikan
hanya emas dan perak sebagai standar uang.
d. Hukum-hukum tentang pertukaran mata uang yang terjadi dalam transaksi uang hanya
dilakukan dengan emas dan perak, begitupun dengan transaksi lainnya hanya dinyatakan
dengan emas dan perak.

Pada masa khalifah mata uang yang berlaku adalah emas dan perak. Rasio peredaran dinar
dibandingkan dirham sebesar 1:10 hanya berlaku sampai pada masa keempat khalifah.
Setelah periode keempat khalifah, rasio ini terus berubah di berbagai negara-negara Islam
mulai dari 1:35 hingga mencapai 1:50. Ketidakstabilan rasio ini mengindikasikan bahwa
orang lebih senang menyimpan dalam mata uang dinar dan menggunakan dirham sebagai
alat transaksi sehingga peredaran dinar semakin kecil.

PERBANDINGAN KEBIJAKAN MONETER ISLAM DENGAN KONVENSIONAL

Dalam ekonomi Islam ekonomi moneter merupakan salah satu bidang yang dibahas
didalamnya. Bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari tentang sifat serta pengaruh uang
terhadap kegiatan ekomi adalah ilmu moneter. Sektor moneter merupakan jaringan yang
penting dan memengaruhi sektor ekonomi riil. Kebijakan moneter merupakan instrument
penting kebijakan publik dalam sistem ekonomi, baik modern maupun islam. Syarat
tercapainya sistem moneter secara baik adalah otoritas moneter harus melakukan
pengawasan kepada keseluruhan sistem.

Pada aktivitas ekonomi uang memiliki nilai. Dalam islam, permintaan akan uang terutama
dalam transaksi dan kebutuhan ditentukan oleh tingkat pendapatan dan distrubusinya.
Permintaan spekulatif akan uang pada dasarnya dipicu oleh flutuasi tingkat suku bunga
dalam perekonomian kapitalis. Penurunan tingakt suku bunga yang disertai dengan
harapan akan meningkat, merangsang orang atau perusahaan untuk tetap menyimpan
uangnya karena dalam sistem ekonomi kapitalis, bunga sering kali berfluktuasi. Dengan
penghapusan bunga ini dan kewajiban akan zakat 2,5% setahun, dapat meminimalkan
permintaan spekulatif akan uang.

Ada dua jenis sistem moneter, yaitu sistem moneter konevensional dan sistem moneter
syariah. Keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu menjaga stabilitas dari mata uang
sehingga pertumbuhan ekonomi yang diharapakn dapat tercapai. Walapun pencapaian
tujuan ahkirnya tidak berbeda, dalam pelaksanaannya secara prinsip berbeda dengan yang
konvensional, terutama dalam pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang
mendasar antara kedua jenis instrument tersebut adalah prinsip syariah tidak
membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun suku bunga.

Dalam ekonomi, sistem moneter konvensional mendefinisikan uang sebagai segala sesuatu
yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam pertukaran. Secara hukum, uang adalah
sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat
diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum yang menunjukan bahwa sesuatu itu
dapat digunakan sebagai alat tukar

Pelaksanaan kebijakan moneter yang dilakukan otoritas moneter sebagai pemegang


kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan moneter dilakukan dengan
menetapkan target yang akan dicapai dan dengan instrument apa target tersebut akan
dicapai. Instrument-instrumen pokok kebijakan moneter dalam teori konvensional antara
lain adalah Pertama, kebijakan pasar terbuka. Kebijakan ini merupakan kebijakan membeli
atau menjual surat berharga atau obligasi dipasar terbuka. Kedua, Penentuan cadangan
wajib minimum. Pada umumnya bank sentral akan menentukan angka rasio minimum
antara uang tunai denga kewajiban giral bank. Apabila bank sentral menurunkan angka
tersebut, dengan uang tunai yang sama, bank dapat menciptakan uang dengan jumlah
yang lebih banyak dibandingkan dengan sebelumnya.

Dalam konsep ekonomi islam, uang merupakan milik masyarakat. Barang siapa yang
menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif, berarti ia mengurangi jumlah beredar yang
dapat mengakibatkan tidak jalannnya perekonomian. Disamping itu, jumlah uang disimpan
yang tidak dimanfaatkan disektor produktif akan semakin berkurang karena adanya
kewajiban zakat bagi umat islam. Islam sangat menganjurkan bisnis/perdagangan, investasi
disektor riil.

Kebijakan moneter dalam ekonomi islam hanya bersifat pelengkap untuk memenuhi
pembiayaan sektor riil. Perbedaan utama kebijakan moneter konvensional dan islam
adalah islam tidak mengakui adanya instrument suku bunga karena jelas dalam Al Qur’an
riba itu sangat dilarang atau haram.

KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Islam memiliki kebijakan moneter tersendiri
yang berbeda dengan sistem ekonomi lainnya. Pada aspek tujuan Islam tidak hanya
menekankan equilibrium antara permintaan dan penawaran uang akan tetapi juga
mengupayakan terjadinya pemerataan dengan prinsip keadilan dan persaudaraan,
sehingga tercipta distribusi kekayaan dan pendapatan secara adil pula.
Kebijakan moneter dalam islam berpijak pada prinsip-prinsip dasar ekonomi islam sebagai
yaitu: Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah lah pemilik yang absolut, Manusia
merupakan pemimpin (kholifah) di bumi, tetapi bukan pemilik yang sebenarnya, Semua
yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin Allah, dan oleh karena itu
saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang
dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung, Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus
atau ditimbun, Kekayaan harus diputar, Menghilangkan jurang perbedaan antara individu
dalam perekonomian, dapat menghapus konflik antar golongan, dan Menetapkan
kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu, termasuk bagi anggota
masyarakat yang miskin.

TINJAUAN PUSTAKA

 Ajuna, Luqmanul Hakiem. 2017. Kebijakan Moneter Syariah. Jurnal Al-Buhuts


Vol.13, No. 1. Askari, Hossein. 2015.
 Intoduction to Islamic Economics: Theory and Application. Singapore: John Wiley
and Sons Singapore.
 Karim, Adiwarman Azwar. 2001. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta:IIIT.
Latifah, Nur. 2015.
 Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Ekonomi Syariah. Jurnal Modernisasi Vol.11,
No. 2. Mulyani, Sri. 2020.
 Uang Dalam Tinjauan Sistem Moneter Islam. Al-Iqtishad: Jurnal Ilmu Ekonomi
Syariah Vol.2, No. 1: 52–67.

Anda mungkin juga menyukai