Anda di halaman 1dari 19

PEMBAGIAN PEMBAHASAN TUGAS KELOMPOK

1. Feri Ari Gunadi (221002151)


a. Kebijakan Fiskal Pada Masa Nabi Muhammad SAW
b. Kebijakan Fiskal Pada Masa Khulafaurrasyidin
2. Lufitha Nida Pebrianty (221002147)
c. Kebijakan Fiskal Dalam Ekonomi Islam
• Pengertian Kebijakan Fiskal
• Tujuan Kebijakan Fiskal
• Bentuk Kebijakan Fiskal
• Makna Esensi Kebijakan Fiskal
3. Luthvia Risya Pratama (221002161)
d. Pengertian Kebijakan Moneter
e. Sejarah Kebijakan Moneter Dalam Islam
KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER DALAM EKONOMI ISLAM
Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah Ekonomi Makro Islam
Dosen Pengampu: Lu’liyatul Mutmainah, S.E., M.Si.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 9
Feri Ari Gunadi 221002151
Lufitha Nida Pebrianty 221002147
Luthvia Risya Pratama 221002161

STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SILIWANGI
2024
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Fiskal Pada Masa Nabi Muhammad SAW
Kebijakan fiskal terjadi pada masa Rasulullah memegang kekuasaan
pemerintahan pertama yaitu di Kota Madinah. Ketika itu terjadi negara tidak
mempunyai kekayaan apapun, karena tidak adanya sumber penerimaan negara.
Segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Rasulullah pada awal pemerintahan
dilakukan dengan penuh keihklasan sebagai bentuk bagian dari dakwah.
Umumnya para sahabat tidak meminta balasan material dalam kegiatan dakwah
tersebut (Nurul Huda et al., 2008). Islam menyebutkan, kebijakan fiskal berfungsi
sebagai instrumen penting dalam memenuhi tujuan syariah sebagaimana yang
dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali. Tujuan tersebut meliputi peningkatan
kesejahteraan dengan tetap menjungjung tinggi prinsip keimanan, kehidupan,
akal, harta dan kepemilikan (Alfian, 2023).
Haqiqi dan Kurniawan (2002) memaparkan bahwa pemerintahan pertama
pada masa Nabi Muhammad Saw, beliau secara pribadi memimpin seluruh aspek
negara, sementara arus masuk dan keluar keuangan terbilang sangat minim dan
cenderung sederhana, mencerminkan perekonomian yang kurang mendukung.
Meski demikian, Rasulullah telah menggambarkan prinsip-prinsip dasar sistem
ekonomi. Pada tahun kedua setelah hijrah, diwajibkan sedekah fitrah yang
mengharuskan pembayaran sedekah setiap bulan Ramadhan. Sementara zakat
harta yang dimana sebelumnya hanya dilakukan dalam bentuk sedekah, kemudian
menjadi wajib pada tahun kesembilan hijrah. Kemudian pada tahun kedua ini
terjadi perang badar, disitulah negara memiliki pemasukan kekayaan yang berasal
dari satu perlima rampasan perang (ghanimah) yang disebut dengan khums.
Pembagian harta ini telah sesuai dengan yang tercantum dalam Q.S Al-Anfal [8]:41
yang berbunyi:
ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِِ ٍ ِ ِ
ْ‫َواعْ لَ مُ وا أَ مَّنَا غَ ن ْم تُ مْ م ْن شَ ْي ء فَ أَ من مّلِل ُخُُسَ هُ َو ل ل مرسُ ول َو ل ذ ي ا لْ قُ ْر ََبٰ َو ا لْيَ تَ امَ ٰى َوا لْمَ سَ اك نيِ َوابْ نِ ال سم ب ي ِل إ ْن كُ نْ تُ م‬
‫اّلِلُ عَ لَ ٰى كُ ِل شَ ْي ءٍ قَدِ ير‬
‫ان ۗ َو م‬ ِ ‫ان ي و م ا لْتَ قَ ى ا ْْل م ع‬
َ َْ
ِ ِ ِ
َ ْ َ َ‫آمَ نْ تُ مْ ِِب مّلِل َو مَ ا أَنْ َزلْنَ ا عَ لَ ٰى عَ بْ د ََن يَ ْو مَ ا لْ فُ ْرق‬
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat
Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman
kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Ayat diatas menjelaskan tentang pembagian keuangan secara adil, Dimana


sepelimanya adalah milik Allah SWT, Rasulullah Saw, sahabat-sahabat Nabi
Muhammad Saw, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil. Empat perlima sisanya
diperuntukkan bagi para pejuang (mujahid) yang memiliki hak mendapat
rampasan perang. Oleh karena itu, diketahui bahwa terdapat pos sebanyak
seperlima untuk nantinya dibagi menjadi lima bagian sebagaimana disebutkan
sebelumnya.

Konsep penting ini terjadi dibawah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw


dan kemudian dijalankan oleh para sahabat berikutnya. Pada awalnya tantangan
yang dihadapi Nabi Muhammad Saw sangat berat, sebagai seorang perintis
keberadaan negara Islam tentunya serba dimulai dari nol. Banyak tantangan yang

1
dihadapinya mulai dari aspek politik, kondisi ekonomi, sosial dan budaya semua
ditata dari awal. Dari kondisi nol tersebut membutuhkan jiwa seorang pejuang
dan jiwa yang Ikhlas dalam menata sebuah rumah tangga pemerintahan,
menyatukan kelompok-kelompok Masyarakat yang sebelumnya terkenal dengan
perpecahan Dimana masing-masing kelompok menonjolkan karakter dan
budayanya. Disisi lain juga Rasulullah harus mengendalikan depresi yang dialami
kaum muslimin melalui strategi dakwahnya agar umat muslim mempunyai
keteguhan hati (beriman) dalam berjuang, mentata perekonomian yang kurang
sehat dengan menyuruh kaum muslimin bekerja tanpa pamrih dan lain
sebagainya (Haqiqi dan Kurniawan, 2002).

Upaya Rasulullah Saw dalam mencegah terjadinya perpecahan antar kaum


muslimin adalah dengan melakukan dakwah untuk menambah keimanan dan
ketaqwaan pada setiap insan individu, dengan begitu maka semakin kuat iman
dan taqwanya, dan sedikit pula terjadinya perpecahan. Adapun upaya lain dengan
mengeluarkan berupa kebijakan bahwa daerah yang dibuat Madinah dipimpin
oleh Rasulullah Sendiri. Sehinggah aka nada kebijakan-kebijakan baru yang dibuat
oleh Rasulullah. Hasil dari kepemimpinan rasul, maka munculah beberapa
kebijakan dan kreativitas baru yang banyak menguntungkan pihak kaum
muslimin, salah satunya yaitu kebijakan membangun masjid sebagai pusat
aktivitas kaum muslimin yang dikenal dengan sebutan MMC (Madinah Muslim
Center)(Haqiqi dan Kurniawan, 2002).

Menurut Sabzwari dalam jurnal Alfian (2023) terdapat tujuh kebijakan


yang dihasil oleh Rasulullah Saw sebagai kepala negara, diantaranya yaitu:

1. Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi


para pengikutnya,

2. Merehabilitasi Muhajirin Mekkah di Madinah.

3. Menciptakan kedamaian dalam negara.

4. Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya.

5. Membuat konstitusi negara.

6. Menyusun sistem pertahanan Madinah.

7. Meletakkan dasar-dasar sitem keuangan negara.

Ketika perjuangan Rasulullah dalam tataran ideologi telah teratasi, langkah


selanjutnya yang diambil oleh Rasulullah yaitu merombak seluruh kebijakan pada
bidang ekonomi, yang dimana kondisi pada saat itu masih rendah. Ditandai
dengan kondisi geografis yang tidak menguntungkan, kas negara dalam keadaan
kosong, dan seluruh kegiatan ekonomi masih dilakukan dengan cara tradisional.
Melihat kondisi ini Rasulullah Saw segera membuat kebijakan fiskal sebagai
pemimpin Madinah, yaitu:

2
1. Memfungsikan Baitul Maal

Baitul Maal sengaja dibentuk oleh Rasulullah sebagai tempat pengumpulan


dana atau pusat pengumpulan kekayaan negara Islam yang digunakan untuk
pengeluaran tertentu. Karena pada awal pemerintahan sumber utama
kekayaan yaitu khums, zakat, kharja dan jizya (bagian ini akan dibahas pada
kompenen-komponen penerimaan negara islam). Semua kebijakan ini
bertumpu pada politik ekonomi islam yang bisa menginspirasi adanya jalan
revolusi hijau, yaitu ekonomi islam (Yulia, 2019).

2. APBN Negara (Pungutan dan Belanja Negara)

Pendapatan dan partisipasi kerja menjadi salah satu kebijakan Rasulullah


Saw dalam pengaturan perekonomian yaitu peningkatan pendapatan dan
kesempatan kerja dengan mempekerjakan kaum Muhajirin dan Anshor.
Upaya tersebut tentu menimbulkan distribusi pendapatan dan kekayaan
sehingga meningkatkan permintaan agregat terhadap output yang akan
diproduksi. Disisi lain Rasulullah juga membagikan tanah kepada kaum
Muhajirin dan Anshor untuk bertani dengan begitu bisa menghasilkan
kekayaan. Kebijakan beliau sesuai dengan teori basis, yaitu dimana suatu
negara atau daerah ingin ekonomi negaranya maju maka jangan melupakan
potensi yang ada pada suatu negara atau daerah tersebut (Alfian, 2023).

Selain dari dua diatas ada juga kebijakan pungutan atas muslim dan non
muslim yaitu sebagai berikut:

1. Zakat, yaitu salah satu dari dasar ketetapan Islam yang menjadi sumber
penghasilan bagi suatu pemerintahan Islam pada periode klasik. Sebelum
adanya peraturan zakat itu wajib, zakat hanya bersifat sukarela. Peraturan
mengenai pengeluaran zakat muncul pada tahun ke Sembilan hijriyah ketika
dasar Islam telah kokoh.

2. Ushr, yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang dimana
pembayarannya dilakukan hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku
untuk barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingkat bea orang-orang
yang dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim 2,5%.

3. Wakaf, yaitu harta benda yang didedikasikan kepada umat Islam yang
disebabkan karena Allah SWT dan pendapatannya akan didepositokan di
baitul maal.

4. Amwal Fadhla, yaitu harta benda yang berasal dari kaum muslimin yang
meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim
yang meninggalkan negerinya.

5. Nawaib, yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada
kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama
masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang tabuk.

3
6. Zakat Fitrah, yaitu zakat yang diwajibkan bagi kaum muslimin dalam satu
tahun sekali sebagai pembersih harta yang mereka miliki. Tepatnya pada
bulan Ramadhan dan zakat ini masih berlaku sampai sekarang karena bersifat
wajib.

7. Khums, yaitu karun atau temuan. Khumus ini sudah berlaku pada periode
sebelum Islam.

8. Kafarat, yaitu denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada
acara keagamaan seperti berburu dimusim haji. Kafarat juga bisa terjadi pada
orang muslim yang tidak sanggup melaksanakan kewajiban seperti orang
hamil yang tidak sanggup melaksanakan kewajiban untuk berpuasa maka
dikenai kafarat sebagai penggantinya.

9. Jizyah, yaitu pajak yang dibayarkan oleh orang nonmuslim khususnya ahli
kitab sebagai jaminan perlindungan jiwa, property, bebas dari nilai-nilai dan
tidak wajib militer.

10. Kharaj, yaitu pajak tanah yang dipungut dari kaum nonmuslim khibar
ditaklukkan. Tanah yang diambil alih oleh orang muslim dan pemiliknya
menawarkan untuk mengolah tanah sebagai pengganti sewa tanah dan
bersedia memberikan sebagian hasil produksi kepada negara. Jumlah kharja
dari tanah ini tetap yaitu setengah hasil dari produksi yang diserahkan kepada
negara.

Berikut ada juga kebijakan belanja pemerintahan Islam, yaitu:

1. Penyebaran Islam, penyebaran ini dipersiapkan sesuai dengan aturan dan


etika sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab yang sesuai dengan fiqih.

2. Pendidikan dan Kebudayaan, pada masa pemerintahan Rasulullah Saw,


Pendidikan dan kebudayaan mendapat perhatian utama. Kebijakan ini
berlanjut pada masa pemerintahan berikutnya dalam upaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia.

3. Pengembangan Ilmu Pengetahuan, pengembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi yang cukup pesat terjadi pada waktu meletusnya perang haibar. Saat
iti diciptakan alat perang berupa pelempar batu dan benteng yang bisa
bergerak.

4. Pembangunan Infrastruktur, pada saat itu hal ini sangat penting dan mendapat
perhatian yang besar. Pada zaman Rasulullah dibangun infrastruktur berupa
sumur umum, pos, jalan raya, dan pasar.

5. Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial, dimana subsidi negara untuk para


fuqara dan masakin diberikan dalam jumlah besar, disamping itu mereka
dijamin oleh pemerintah selama satu tahun agar tidak kekurangan.

4
B. Kebijakan Fiskal Pada Masa Khulafaurrasyidin

1. Pada Masa Abu Bakar As-Shiddiq.

Pengangkatan Abu Bakar sebagai pemimpin menggantikan Nabi


Muhammad menjadi masalah bagi kaum Muhajirin dan Anshor serta
munculnya pembrontakan ingin memisahkan diri dari kota Madinah. Para
pemberontak ini berasal dari dua kelompok, yang pertama mereka yang
Kembali balik menyembah dibawah pimpinan Musailamah, Tulaihah, Sajah,
dan lain-lain. Sementara kelompok yang mereka yang tidak menyatakan
permusuhan terhadap Islam tetapi hanya memberontak kepada negara (Huda
et al., 2008).

Pada masa pemerintahan Abu Bakar As-Shiddiq belum banyak perubahan


dan inovasi baru yang berkaitan dengan sektor ekonomi dan keuangan negara.
Kondisinya masih sama seperti pada zaman Rasulullah Saw. Kondisi ini
dibentuk oleh konsentrasi Abu Bakar untuk mempertahankan eksistensi Islam
dan kaum Muslimin. Para sahabat juga masih fokus memerangi mereka yang
enggan membayar zakat setelah wafatnya Rasulullah (Oktaviana dan Harahap,
2020). Mereka menolak mebayar zakat dengan dalih bahwa pembayaran zakat
itu hanya sah kepada Nabi, satu-satunya orang yang mereka siap
membayarnya. Maka langkah pertama yang dilakukan semasa pemerintahan
Abu Bakar yaitu menumpas pembangkang suku-suku Arab di dalam negeri
melalui peperangan yang disebut perang Riddah (perang melawan
kemurtadan) baru melakukan perluasan wilayah. (Huda et al., 2008)

Masa Abu Bakar hasil pengumpulan zakat dijadikan sebagai pendapatan


Negara dan disimpan pada Baitul Maal untuk langsung didistribusikan
seluruhnya kepada kaum muslimin hingga tanpa ada yang tersisa. Seperti hal
nya Rasulullah, Abu Bakar juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah
hasil taklukan yang lain tetap menjadi tanggungan Negara dalam
mendistribusikan harta Baitu Maal tersebut. Abu Bakar menerapkan prinsip
kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat
Rasulullah Saw (Hamzah, 2009).

Dengan demikian, selama masa pemeritahan Abu Bakar, harta Baitul Mal
tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung
diberikan kepada seluruh kaum muslimin. Sewaktu wafat Abu Bakar hanya
ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan Negara. Apabila pendapatan
meningkat maka kaum muslimin mendapat manfaat yang sama dan tida
seorang pun dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi
pada peningkatan aggregate demand dan aggregate supply yang pada akhirnya
akan menaikkan total pendapatan nasional (Amalia, 2010).

Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam


menyempurnakan ekonomi Islam: (Huda et al., 2008).

1. Perhatian terhadap keakuratan perhitungan zakat.

5
2. Pengembangan Pembangunan Baitulmal dan penanggung jawab Baitulmal
(Abu Ubaida).

3. Menerapkan konsep balance budget policy pada baitulmal.

4. Melakukan penegakan hukum terhadap pihak yang tidak mau membayar


zakat,

5. Secara individu Abu Bakar adalah seorang praktisi akad-akad


perdagangan.

2. Pada Masa Umar bin Khatab

Khalifah Umar bin Khatab hanya memerintah selama sepuluh tahun, akan
tetapi dalam periode yang singkat banyak kemajuan yang dialami umat Islam.
Dapat dikatakan Masa Umar bin Khatab merupakan abad keemas an dalam
Sejarah Islam. Dalam aspek ekonomi sistem yang dikembangkan yaitu
berdasarkan keadilan dan kebersamaan dan ini merupakan letak ketinggian
ajaran Islam. Sistem tersebut didasarkan pada prinsip pengambilan sebagian
kekayaan orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin.
Faktor-faktor produksi yang dimiliki tidak berada dalam kekuasaan individu.
Semua faktor produksi, tenaga kerja, modal dan organisasi berada pada
komunitas (Huda et al., 2008).

Seiring dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa Umar bin
Khatab, pendapatan Negara mengalamu peningkatan yang signifikan. Beliau
membuat keputusan untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus,
tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan, bahkan
disediakan juga dana cadangan. Khalifah Umar bin Khatab juga membuat
ketentuan bahwa pihak eksekutif dilarang ikut campur dalam mengelola harta
Baitul Mal. Negara bertanggung jawab menyediakan makanan bagi para janda,
anak-anak yatim, serta anak-anak terlantar, membiayai penguburan orang-
orang miskin, membayar utang orang yang bangkrut, membayar diyat untuk
kasus-kasus tertentu (Oktaviana dan Harahap, 2020).

Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar bin Khatab


mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu yaitu:

1. Departemen Pelayanan Militer

2. Departemen Kehakiman dan Eksekutif

3. Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam

4. Departemen Jaminan Sosial

Masa pemerintahannya, Umar bin Khatab mengklasifikasi pendapatan


Negara menjadi empat bagian, yaitu: (Amalia, 2010)

6
1. Pendapatan zakat dan ‘ushr

2. Pendapatan khums dan sedekah

3. pendapatan kharaj, fai, jizyah, ‘ushr (pajak perdagangan)

4. Pendapatan lain-lain (dari semua sumber)

Berikut kontribusi yang diberikan Umar untuk mengembangkan ekonomi


Islam: (Huda et al., 2008)

1. Reorganisasi baitulmal, dengan mendirikan Diwan Islam yang pertama.

2. Pemerintah menanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan


dan pakaian kepada warga negaranya.

3. Diversifikasi terhadap objek zakat.

4. Pengembangan ushr (pajak) pertanian (misalnya, pembebanan


sepersepuluh hasil pertanian).

5. Undang-undang perubahan pemilikan tanah (land reform).

6. Pengelompokan atau klasifikasi pendapatan negara dalam empat bagian


(seperti yang telah disebutkan diatas).

3. Pada Masa Ustman bin Affan

Masa pemerintahan Ustman bin Affan berlangsung selama dua belas tahun.
Pada enam tahun pertama khalifah Ustman bin Affan melakukan penataan
baru dengan mengikuti kebijakan Umar bin Khatab. Berikut hal-hal yang
dilakukan pada enam tahun kepemimpinannya: (Huda et al., 2008)

1. Pembangunan pengairan.

2. Pembentukan organisasi kepolisian untuk menjaga keamanan


perdagangan.

3. Pembangunan Gedung pengadilan, guna penegakkan hukum.

4. Kebijakan pembagian lahan luas milik raja Persia kepada individu dan
hasilnya mengalami peningkatan bila dibandingkan pada masa Umar dari
sembilan juta menjadi lima puluh juta dirham.

5. Selama enam tahun terakhir dari pemerintahan Ustman bin Affan situasi
politik negara mulai kacau. Kepercayaan terhadap pemerintahan Usman
mulai berkurang dan puncaknya rumah Usman dikepung dan beliau
dibunuh dalam usia 82 tahun.

7
Dalam pendistribusian harta Baitul Mal, Ustman bin Affan menerapkan
prinsip keutamaan seperti yang dilakukan Umar bin Khatab. Beliau tetap
mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta memberikan
sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Sementara
dalam pengelolaan zakat Ustman mendelegasikan kewenangan menaksir
harta yang dizakati kepada para pemiliknya. Hal ini dilakukan untuk
mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan
kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat (Oktaviana
dan Harahap, 2020).

4. Pada Masa Ali bin Abi Thalib

Khalifah Ali bin Abi Thalib berkuasa selama lima tahun, sejak awal Ali
selalu dapat perlawanan dari kelompok musuhnya, yaitu kaum Khawarij dan
peperangan yang berkepanjangan dengan Muawiyah yang memproklamirkan
dirinya sebagai penguasa yang independent. Ali memiliki konsep yang jelas
tentang pemerintahan dan administrasi umum. Konsep ini dijelaskan dalam
suratnya yang terkenal yang ditunjukan kepada Malik Ashter bin Harith,
Dimana surat tersebut menerangkan tugas kewajiban dispensasi terhadap
keadilan, control terhadap pejabat tinggi dan staf, menguraikan pendapat
pegawai administrasi dan pengadaan bendahara.

Berikut beberapa perubahan kebijaksanaan yang dilakukan pada masa


Khalifah Ali anatara lain: (Huda et al., 2008)

1. Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada Baitul Mal berbeda


dengan Umar yang menyisihkan untuk Cadangan.

2. Pengeluaran Angkatan laut dihilangkan.

3. Adanya kebijakan pengetatan anggaran.

Ali bin Abi Thalib membenahi sistem administrasi Baitul Mal, baik
ditingkat pusat maupun daerah hingga semua berjalan dengan baik. Dalam
pendistribusian Baitul Mal Ali menerapkan sistem pemerataan. Selama masa
pemeritahannya Ali menetapkan pajak terhadap pemilik hutan sebesar 4000
dirham dan mengizinkan Ibnu Abas, Gubernur Kufah, memungut zakat
terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai distribusi setiap pekan
sekali untuk pertama kalinya diadopsi (Oktaviana dan Harahap, 2020).
Pemerintahan Ali berakhir dengan terbunuhnya beliau di tangan Ibnu Muljam
dari kelompok Khawarij pada usia 63 tahun setelah memerintah selama 5
tahun 3 bulan (Huda et al., 2008).

C. Kebijakan Fiskal Dalam Ekonomi Islam

1. Pengertian Kebijakan Fiskal

8
Kebijakan Fiskal merupakan salah satu perangkat untuk mencapai tujuan
syariah yang dijelaskan Imam Al-Ghazali termasuk meningkatkan
kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan, intelektualitas,
kekayaan, dan kepemilikan. (Huda et., al 2008)

2. Tujuan Kebijakan Fiskal

Menurut Muhammad Nuruddien dan Yulia, (2023) Tujuan kebijakan


meliputi :

1) Stabilitas ekonomi

Stabilitas ekonomi adalah menciptakan sistem pendapatan dan


pengeluaran negara yang dapat menjaga stabilitas ekonomi (Ihdi Aini.,
2019)

2) Pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah mendorong pertumbuhan ekonomi


yang efektif dan berkelanjutan (Ihdi Aini., 2019)

3) Distribusi pendapatan yang efektif

Distribusi pendapatan menjaga pemerataan dan memperhatikan


kesejahteraan masyarakat (M Nur Arham et all., 2024)

3. Bentuk Kebijakan Fiskal

Bentuk kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam meliputi:

1) Penerimaan dan pengeluaran pemerintah : Dalam sistem pendapatan


dan pengeluaran negara, pemerintah mengatur sumber-sumber
pendapatan seperti pajak dan pengeluaran seperti belanja publik (Ihdi
Aini,. 2019).

2) Zakat : Zakat merupakan salah satu instrumen utama dalam kebijakan


fiskal Islam. Zakat adalah wajib bagi para muslim yang mampu dan
memiliki manfaat individu maupun kolektif (Reisa dan Fidzri., 2022)

3) Mengelola bunga: Dalam ekonomi Islam, mengelola bunga merujuk


kepada praktik mengelola keuangan negara yang mematuhi prinsip-
prinsip Islam, termasuk melarang bunga (M Nur Arham et all., 2024)

4) Distribusi pendapatan: Kebijakan fiskal Islam mengedepankan nilai-


nilai spiritual, keadilan sosial, dan persaudaraan universal dalam
sistem pendapatan dan pengeluaran negara. Distribusi pendapatan
harus merata dan memperhatikan kesejahteraan publik (M Nur Arham
et all., 2024)

9
5) Integrasi prinsip-prinsip Islam: Kebijakan fiskal dalam perspektif
ekonomi Islam harus mematuhi prinsip-prinsip yang telah ada, seperti
prinsip muamalah, dan mengintegrasikan prinsip-prinsip teoritis dan
aplikatif fiskal modern (M Nur Arham et all., 2024)

6) Mengelola keuangan negara : Pengelolaan keuangan negara untuk


memajukan kesejahteraan publik merupakan tujuan utama kebijakan
fiskal dalam ekonomi Islam (M Nur Arham et all., 2024)

4. Makna Esensi Kebijakan Fiskal

Makna esensi kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam meliputi:

1) Mengatur pendapatan dan pengeluaran negara : Kebijakan fiskal dalam


ekonomi Islam mengatur pendapatan dan pengeluaran negara untuk
menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan yang efektif
(Ihdi Aini., 2019)

2) Distribusi pendapatan yang efektif : Kebijakan fiskal dalam ekonomi


Islam mengedepankan nilai-nilai spiritual, keadilan sosial, dan
persaudaraan universal dalam sistem pendapatan dan pengeluaran
negara (M Nur Arham et all., 2024)

3) Mengelola bunga : Dalam ekonomi Islam, mengelola bunga merujuk


kepada praktik mengelola keuangan negara yang mematuhi prinsip-
prinsip Islam, termasuk melarang bunga (M Nur Arham et all., 2024)

4) Integrasi prinsip-prinsip Islam : Kebijakan fiskal dalam perspektif


ekonomi Islam harus mematuhi prinsip-prinsip yang telah ada, seperti
prinsip muamalah, dan mengintegrasikan prinsip-prinsip teoritis dan
aplikatif fiskal modern (Ihda Aini 2019)

5) Menggunakan zakat sebagai instrumen distribusi : Zakat merupakan


salah satu instrumen utama dalam kebijakan fiskal Islam, yang
merupakan wajib bagi para muslim yang mampu dan memiliki manfaat
individu maupun kolektif (M Nur Arham et all., 2024)

6) Mengelola keuangan negara : Pengelolaan keuangan negara untuk


memajukan kesejahteraan publik merupakan tujuan utama kebijakan
fiskal dalam ekonomi Islam. (M Nur Arham et all., 2024)

D. Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan salah satu upaya yang dilakukan


pemerintah melalui Bank sentral dalam melakukan pengendalian serta
mengarahkan keadaan ekonomi makro yang sesuai atau yang lebih baik dengan
cara mengendalikan jumlah uang yang beredar di suatu Negara. Keadaan lebih
baik maksudnya yaitu meningkatkan kesetimbangan serta pemeliharaan

10
stabilitas harga, dengan adanya kebijakan ini pemerintah bisa menambah,
mengurangi serta mempertahankan sejumlah uang yang beredar secara
berlebihan di suatu Negara. (Abdianti et all., 2023)

Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan


ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui
pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut
dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan
output keseimbangan. Hampir semua sektor ekonomi kapitalis terkait dengan
sistem bunga sehingga sektor moneter lebih cepat berkembang dari pada sektor
riil. Hal ini disebabkan karena sektor moneter lebih cepat memberikan
keuntungan dari pada sektor rill. (Ahmad fuad 2020)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter ini sangat identik


dengan beredarnya jumlah uang dan bertujuan untuk menjaga kestabilan
ekonomi pada suatu Negara yang dilakukan oleh bidang keuangan. Jika sejumlah
uang yang beredar tidak sesuai atau tidak mencukupi maka negara tersebut
mengalami deflasi pada perekonomiannya. Begitu pula sebaliknya apabila jumlah
uang yang tersebar melebihi kebutuhan di negaranya maka dapat dipastikan
bahwa akan terjadi inflasi di Negara tersebut.

Moneter dalam islam tidak hanya menekankan pada permintan atau


penawaran uang saja, tetapi juga mengupayakan terjadinya pemerataan dengan
prinsip keadilan. Dalam ekonomi Islam, Islam mengambil sikap kemanusiaan,
pembangunan ekonomi yang seimbang atau pengaturan sistem perbankan, yang
menciptakan ekonomi yang sehat. Namun, untuk mempertahankan sikap
kemanusiaan, umat islam harus memberlakukan pembatasan konsumsi, yang
mana sesuai dengan fitrahnya umat islam.

Kebijakan moneter dalam Islam merupakan pengaturan moneter yang


berdasarkan kepada unsur-unsur Islam. Kebijakan moneter ini sama saja
berperan penting untuk mengatur dan menjaga stabilitas perekonomian. Secara
syariah kebijakan moneter dalam Islam wajib bebas dari riba dan bunga. Riba
yang masuk ke dalam bunga bank sangat dilarang dalam Islam. Pengelolaan uang
dalam Islam juga didasarkan pada prinsip bagi hasil. Banyak uang yang beredar
dalam suatu perusahaan diatur dengan ditambah atau dikurangi banyak uang
yang beredar.

Menurut Anisa dan Maryam dalam Wahyudi (2013) dijelaskan kebijakan


moneter dalam islam berpijak pada prinsip-prinsip dasar ekonomi islam adalah
sebagai berikut:

a. Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah pemilik yang absolut.

b. Manusia merupakan pemimpin di bumi, tetapi bukan pemilik


sebenarnya.

c. Semua yang dimiliki dan didaptkan oleh manusia adalah karena seizin
Allah, dan oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung

11
memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya
yang lebih beruntung.

d. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.

e. Kekayaan harus diputar

f. Menghilangkan jurang perbedaan anatar individu dalam perekonomian,


dapat menghapus konflik antara golongan.

g. Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua


individu termasuk Bagi anggota masyarakat yang miskin.

Kebijakan moneter islam harus terbebas dari unsur riba dan bunga bank.
Dalam islam, riba dan yang termasuk didalamnya yaitu bunga bank diharamkan
secara tegas. Dengan adanya pengharaman ini maka bunga bank dalam ekonomi
konvensional yang menjadi instrumen utama manajemen moneter menjadi tidak
berlaku lagi. Manajemen moneter dalam islam ini didasarkan pada prinsip bagi
hasil.

Jadi, Kebijakan moneter dalam islam dapat diartikan sebagai pengelolaan


mata uang berdasarkan unsur-unsur islam untuk menciptakan ekonomi yang
stabil dan menguntungkan secara syariah dan memfasilitasi pencapaian tujuan
pembangunan ekonomi Negara.

E. Sejarah Kebijakan Moneter dalam Islam

Kebijakan Moneter Pada Masa Rasullah

Perekonomian arab pada jaman Rasullah, bukan ekonomi terbelakang


yang hanya mengenal barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Pada masa
Rasullah telah terjadi:

a. Valita asing dari persa dan romawi yang dikenal oleh seluruh lapisan
asayarakat arab, Bahkan menjadi alat bayar resminya adalah dinar dan
dirham.

b. Sistem devisa bebas ditetapkan, tidak ada halangan sedikitpun untuk


mengimpor dinar dan dirham.

c. Transaksi tidak tunai diterima secara luas dikalangan pedagang.

d. Cek dan Prommsory nota lazim digunakan, misalnya umar bin khattab
menggunakan instrumen ini ketika melakukan impor barang-barang
yang baru dari mesir ke madinah.

12
e. Instrumen factory (anjak utang) yang baru populer pada tahun 1980-an
telah dikenal dengan nama hiwalah, tetapi tentunya bebas dari unsur
riba.

Pada saat itu, bila penerima uang meningkat, maka dinar dan dirham
diimpor. Sebaliknya jika permintaan uang turun maka komoditaslah yang
diimpor. Sebaliknya jika penerimaan uang turun, maka komoditaslah yang
diimpor. Nila emas maupun perak yang terkandung dalam koin dinar maupun
dirham sama dengan nilai nominalnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa
penawaran uang uang cukup elastis. Kelebihan penawaran uang dapat diubah
menjadi barang perhiasan. Kondisi ini dapat meyebabkan permintaan dan
penawaran uang cukup stabil. Kebijakan moneter Rasullah, dengan demikian
selalu terkait dengan sektor riil. Disisi lain mata uang sangat stabil. Kedua hal ini
membawa pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang lebih tinggi. (Nasution dan
Batubara 2023)

Luqmanul dalam Adiwarman Karim (2010) Sistem moneter sepanjang


zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan inilah yang
paling banyak di lakukan studi empiris maupun historis bila di bandingkan
dengan disiplin ilmu ekonomi lainnya. Sistem keuangan pada zaman Rasulullah
saw. Di gunakan bimatalic standard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar)
karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di
masyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada masa Rasulallah saw. Ini relativ
stabil dengan nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun demikian, setabilitas nilai kurs
pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan
demand. Misalkan pada masa Bani Umayyah (41/662-132/750) rasio kurs antara
dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa Abbasiyah (132/750-656/1258)
berada pada kisaran 1:15.

Pada masa yang lain nilai tukar dirham-dinar mengalami fluktuasi dengan
nilai paling rendah pada level 1:35-1:50. Instabilitas dalam nilai tukar yang ini
akan mengakibatkan terjadinya bad coins out of circulations atau kualitas buruk
akan menggantikan uang kualitas baik, dalam literatur konvensional peristiwa ini
di sebut hukum Gresham. Seperi yang pernah terjadi pada masa pemerintahan
Bany Mamluk (1263-1328), dimana mata uang yang beredar tersebut dari fulus
(tembaga) mendesak keberadaan uang logam emas dan perak . Oleh ibnu taimiyah
di katakana bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang keluar uang
kualitas baik.

Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga


kali evolusi yaitu:

1) The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif
dalam peredaran

2) The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam
menentukan nilai tukar uang yang beredar.

13
3) The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas
moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign
currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang
dimiliki.

Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat telah


memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak
diback-up oleh emas dan perak.

F. Studi Kasus

Judul : Analisis Kebijakan Fiskal Pasca Pandemi Covid-19 Studi Kasus


Indonesia

Penulis : Leni Lenza Latifah dan Slamet Rosyadi

Hasil : Implementasi kebijakan fiskal Indonesia pasca pandemi


Pembahasan Covid-19 menghadapi tantangan yang kompleks akibat
dampak ekonomi yang signifikan di berbagai sektor. Resesi
ekonomi dan ketidakpastian global menjadi faktor utama
yang mempengaruhi kebijakan fiskal negara dalam upaya
memulihkan perekonomian dan menstabilkan kondisi
ekonomi masyarakat. Pemerintah Indonesia terpaksa
merancang strategi kebijakan fiskal yang cermat untuk
mengatasi krisis ekonomi pasca pandemi, dengan fokus pada
pengaturan pendapatan dan pengeluaran negara sebagai
langkah utama dalam mendukung pemulihan ekonomi.
Selain kebijakan fiskal, pemerintah Indonesia juga
memberikan insentif pajak dan subsidi kepada sektor usaha
dan masyarakat yang terdampak pandemi sebagai bagian dari
upaya stimulus ekonomi. Langkah-langkah ini diarahkan
untuk memberikan dorongan yang diperlukan dalam
menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi yang terhenti
akibat dampak pandemi Covid-19. Meskipun tantangan yang
dihadapi cukup besar, implementasi kebijakan fiskal yang
tepat dan insentif yang diberikan telah membantu Indonesia
dalam mengatasi krisis ekonomi dan menciptakan stabilitas
ekonomi yang lebih baik.
Dengan demikian, hasil pembahasan dalam jurnal tersebut
menyoroti pentingnya keberhasilan implementasi kebijakan
fiskal pasca pandemi Covid-19 sebagai langkah krusial dalam
memulihkan perekonomian Indonesia. Langkah-langkah yang
diambil oleh pemerintah Indonesia dalam merespons dampak
ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19
menunjukkan upaya serius dalam menghadapi tantangan
ekonomi yang kompleks. Melalui kebijakan fiskal yang terarah
dan insentif yang diberikan, Indonesia berhasil mengatasi
krisis ekonomi dan menciptakan landasan yang kuat untuk

14
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di masa
mendatang.
Kesimpulan : Pemerintah Indonesia telah berhasil merespons dampak
ekonomi dari pandemi Covid-19 melalui implementasi
kebijakan fiskal yang tepat. Strategi kebijakan fiskal yang
difokuskan pada pengaturan pendapatan dan pengeluaran
negara telah membantu dalam memulihkan perekonomian
negara dan menstabilkan ekonomi masyarakat. Pemerintah
juga memberikan insentif pajak dan subsidi kepada sektor
usaha dan masyarakat yang terdampak pandemi untuk
mendukung pemulihan ekonomi. Dengan upaya-upaya ini,
Indonesia berhasil membangkitkan pertumbuhan ekonomi
dan menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih baik.
Kebijakan fiskal tahun 2022 yang bertema pemulihan
ekonomi dan reformasi struktural terbukti mampu
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kesimpulannya, implementasi kebijakan fiskal pasca pandemi
Covid-19 di Indonesia telah memberikan dampak positif
dalam memulihkan perekonomian negara dan menstabilkan
ekonomi masyarakat.

Jurnal : Latifah, Leni Lenza dan Slamet Rosyadi. (2024). Analisis


Kebijakan Fiskal Pasca Pandemi Covid-19 Studi Kasus
Indonesia,
https://www.semanticscholar.org/paper/Analisis-
Kebijakan-Fiskal-Pasca-Pandemi-Covid-19-Latifah-
Rosyadi/e2d726b58e5ff068eecbb2b69282ceba3315ee20

15
KESIMPULAN
Kebijakan fiskal dan moneter dalam ekonomi Islam berbeda dengan
konvensional. Kebijakan fiskal Islam bersumber dari Al-Quran yang menjadi
sumber utama dalam sistem kebijakan fiskal. Metode pendistribusian pada waktu
kepemimpinan Rasulullah saw dan Khulafaurrasidin dilakukan dengan cara tepat
sasaran dan langsung tanpa ada harta yang disembunyikan. Islam tidak
mengizinkan praktik bunga dan riba dalam pinjaman luar negeri, yang dianggap
sebagai strategi untuk menjaga kestabilan ekonomi.
Kebijakan moneter dalam Islam dilakukan melalui pengumpulan pajak
yang diperlukan untuk mengendalikan inflasi dan mempertahankan kemampuan
ekonomi untuk tumbuh. Kebijakan fiskal khusus yang dilakukan Rasulullah saw
mencakup penerimaan zakat, yang berisi emas, perak, dan lain-lain. Kebijakan
fiskal dan moneter harus berjalan saling beriringan dan saling mendukung untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang mensejahterakan rakyat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aini, I. (2019). Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam. Kajian Ilmu-ilmu Hukum.
Ajuna, L. H. (2017). Kebijakan Moneter Syariah. Al-Buhuts.
Alfian, W. (2023). Kebijakan Fiskal Rasulullah SAW. JEBESH, 43-52.
Amalia, E. (2010). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer.
Jakarta: Granada Press.
Andri Tenri Gading Nurul Azizah, A. A. (2024). Analisis Kebijakan Fiskal dan Belanja
Negara dalam Perspektif Islam. Ekonomi Syariah.
Batubara, A. M. (2023). Penerapan Kebijakan Moneter Islam pada Sistem Perekonomian
Indonesia. Penelitian Ekonomi Akuntansi.
Dini Abdianti, A. R. (2023). Konsep Kebijakan Moneter dalam Perspektif Ekonomi Islam.
Ekonomi, Akuntansi dan Manajemen.
Fuad, A. (2020). Kebijakan Moneter Islam. Syariah.
Hamzah, A. (2009). Khazanah Fiqih Islam. Kerinci: STAIN Kerinci.
Huda, N. (2008). Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis. Jakarta: Prenadamedia Group.
Mike Oktaviana, S. B. (2020). Kebijakan Fiskal Zaman Rasulullah dan Khulafarasyidin.
Nazharat, 283-307.
Musyaddad, A. (2013). Kebijakan Fiskal di Masa Pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Jurnal Ekonomi Islam , 212-227.
Nasywa Rihadatul Aisy, J. A. (2024). Stabilisasi Ekonomi Masa Nabi Muhammad Saw.
Journal Of Social Science Research, 4272-4282.
Putri Fauziyah Haqiqi, R. R. (n.d.). Sejarah Ekonomi Islam Pada Masa Rasulullah dan
Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq. STEI.
Reisa Nadika Markavia, F. N. (2022). Instrumen Kebijakan Fiskal dalam Perspektif
Ekonomi Islam. Ekonomi, Keuangan, dan Perbankan Syariah.
Rosyadi, L. L. (2024). Analisis Kebijakan Fiskal Pasca Pandemi Covid-19 Studi Kasus
Indonesia. Kajian Ekonomi dan Bisnis Islam.
Yulia, D. (2019). Revolusi Hijau Kebijakan Ekonomi Pemerintah Bidang Pertanian di
Kanagarian Selayo Tahun 1974-1998. Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah,
78-89.
Zakiyatul Miskiyah, A. Z. (2022). Kebijakan Fiskal dalam Perspektif Ekonomi Makro Islam.
Istithmar.

17

Anda mungkin juga menyukai