NIM : 1801103010096
Catatan pengeluaran secara rinci pada masa ini juga tidak ada. Namun demikian, tidak
bisa diambil kesimpilan bahwa sistem keuangan yang ada tidak dijalankan sebagaimana
mestinya. Dalam banyak kasus, pencatatan diserahkan kepada pengumpul zakat dan
setiap orang umumnya terlatih dalam masalah pengumpulan zakat. Setiap perhitungan
yang ada disimpan dan diperiksa sendiri oleh Rasulullah SAW. beliau juga menyita setiap
hadiah yang diterima oleh para pengumpul zakat, sekaligus memberikan teguran
kepadanya.
Kebijakan Ekonomi Pada Masa Rasulullah SAW
Kebijakan Moneter
Mata uang yang digunakan bangsa Arab adalah dinar dan dirham. Dirham diasumsikan
sebagai satuan uang, nilai dinar adalah perkalian dari dirham, sedangkan jika diasumsikan sinar
sebagai unit moneter, nilainya adalah sepuluh kali dirham. Walaupun demikian, dalam
perkembangan berikutnya, dirham lebih umum digunakan daripada dinar. Hal ini sangat
berkaitan erat dengan penaklukan tentara Islam terhadap hampir seluruh wilayah kekaisaran
Persia.[14]
Kebijakan moneter sebenarnya bukan hanya mengotak atik suku bunga. Bahkan sejak
zaman Rasulullah Saw dan Khulafaur Rasyidin, kebijakan moneter dilaksanakan tanpa
menggunakan instrumen bunga sama sekali.
Perekonomian Jazirah Arabia ketika itu adalah ekonomi dagang, bukan ekonomi yang berbasis
sumber daya alam; minyak bumi belum ditemukan dan sumber daya alam lainnya terbatas.
Perekonomian Arab di zaman Rasulullah Saw bukanlah ekonomi terbelakang yang hanya
mengenal barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Valuta asing dari Persia dan Romawi
dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab, bahkan menjadi alat bayar resmi : Dinar dan
Dirham. Sistem devisa bebas diterapkan, tidak ada halangan sedikitpun untuk mengimpor dinar
atau dirham.
Bila para pedagang mengekspor barang, berarti dinar/dirham diimpor. Sebaliknya, bila mereka
mengimpor barang, berarti dinar/dirham diekspor. Jadi, dapat dikatakan bahwa
keseimbangan supply dan demand di pasar uang adalah derived market dari
keseimbangan aggregate supply dan aggregate demand di pasar barang dan jasa.
Nilai emas dan perak yang terkandung dalam dinar dan dirham sama dengan nilai nominalnya,
sehingga dapat dikatakan penawaran uang elastis sempurna terhadap tingkat pendapatan.
Tidak adanya larangan impor dinar/dirham berarti penawaran uang elastis; kelebihan
penawaran uang dapat diubah menjadi perhiasan emas atau perak. Tidak terjadi kelebihan
penawaran atau permintaan sehingga nilai uang stabil. Untuk menjaga kestabilan ini, beberapa
hal berikut dilarang:
a. Permintaan yang tidak riil. Permintaan uang adalah hanya untuk keperluan transaksi dan
berjaga-jaga.
b. Penimbunan mata uang (At-Taubah:34-35) sebagaimana dilarangnya penimbunan
barang.
Kebijakan Fiskal
Ketika keadaan perekonomian masih lesu dan pemerintah baru saja mendapat hutang
baru dari Consultative Group on Indonesia (CGI) dan Dana Moneter Internasional (IMF),
perlunya kebijakan fiskal yang tepat mengemuka di antara beberapa usulan kebijakan dari para
ekonom.
Sebenarnya kebijakan fiskal telah sejak lama dikenal dalam teori ekonomi Islam, yaitu sejak
zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, dan kemudian dikembangkan oleh para ulama.
Pada jaman Rasulullah Saw, sisi penerimaan APBN terdiri atas kharaj ( sejenis pajak tanah ),
zakat, khums (pajak 1/5), jizya (sejenis pajak atas badan orang non muslim), dan penerimaan
lain-lain (di antaranya kaffarah/denda). Di sisi pengeluaran, terdiri atas pengeluaran untuk
kepentingan dakwah, pendidikan dan kebudayaan, iptek, hankam, kesejahteraan sosial, dan
belanja pegawai.
Penerimaan zakat dan kums dihitung secara proporsional, yang dalam persentase dan bukan
ditentukan nilai nominalnya. Secara ekonomi makro, hal ini akan menciptakan built-in stability.
Ia akan menstabilkan harga dan menekan inflasi ketika permintaan agregat lebih besar daripada
penawaran agregat. Dalam keadaan stagnasi, misalnya permintaan agregat turun menjadi lebih
kecil daripada penawaran agregat, ia akan mendorong ke arah stabilitas pendapatan dan total
produksi. Sistem zakat perniagaan tidak akan mempengaruhi harga dan jumlah penawaran
karena zakat dihitung dari hasil usaha. Dalam istilah finansialnya disebut tax on quasi rent. Ini
berbeda dengan sistem pajak pertambahan nilai (PPN) yang populer sekarang; PPN dihitung
atas harga barang, sehingga harga bertambah mahal dan jumlah yang ditawarkan lebih sedikit
atau dalam istilah ekonominya up-ward shift on supply curve.
Khusus untuk zakat ternak, Islam menerapkan sistem yang progresif untuk memberikan insentif
meningkatkan produksi. Makin banyak ternak yang dimiliki makin kecil rate zakat yang harus
dibayar. Ia akan mendorong tercapainya skala produksi yang lebih besar dan terciptanya
efisiensi biaya produksi. Sistem progresif ini hanya berlaku untuk zakat ternak karena bila
terjadi kelebihan pasokan, ternak tidak akan busuk seperti sayur atau buah-buahan. Harga tidak
akan jatuh karena kelebihan pasokan. APBN jarang sekali mengalami defisit, yaitu pengeluaran
hanya dapat dilakukan bila ada penerimaan. Pernah sekali mengalami defisit, yaitu sebelum
perang Hunain, namun segera dilunasi setelah perang. Bahkan di jaman Umar dan Utsman r.a.,
malah APBN mengalami surplus. Dengan tidak ada defisit berarti tidak ada uang baru dicetak
dan ini berarti tidak akan terjadi inflasi yang disebabkan ekspansi moneter. Inflasi terjadi di
jaman Rasulullah dan KhulafaurRasyidin akibat turunnya pasokan barang ketika musim paceklik
atau ketika perang.
Pada masa presiden soekarno kebijakan prekeonomian dalam mengatasi permasalahan dari
tahun ke tahun terus dilakukan untuk merubah perekonomian Indonesia sedikit demi sedikit
Dan Pada saat Demokrasi Terpimpin sekitar tahun 1959-1967. Sebagai akibat dari dekrit
Presiden 5 Juli 1959 Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin yang isinya segala
sesuatu baik stuktur ekonomi indonesia diatur sepenuhnya oleh pemerintah. Hal ini di lakukan
agar dapat membawa kemakmuran masyarakat indonesia. Akan tetapi, kebijakan ini belum
dapat memperbaiki keadaan kondisi di negara ini. hal ini di lihat ketika pemerintah menjadikan
uang Rp 1.000 menjadi Rp. 1 Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang
rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi.
Dengan adanya tindakan pemerintah dalam menekan angka inflasi ini malah meningkatkan
angka inflasi maka harus adanya kebijakan perbankan terhadap kestabilan perekonomian.
Beberapa kebijakan yang diambil dibawah pemerintahan Soekarno diantaranya:
1. Nasionalisasi Bank Java menjadi Bank Indonesia
Dalam menghadapi”watak kolonial”yang masih bercokol terutama di lapangan ekonomi,
pemerintah berupaya mengambil langkah untuk menyelamatkan sektor yang dianggap
strategis, terutama perbankan. Pada tahun 1953, dilakukan nasionalisasi terhadap Bank Java
dan kemudian namanya berubah menjadi ”Bank Indonesia”. Serta membentuk dua Financial
Bank yaitu: Bank Industri Negara (BIN) yang akan membiayai proyek-proyek indutri; dan Bank
Negara Indonesia (BNI) yang menyediakan foreign-exchange sekaligus membiayai kegiatan
impor.
2. Mengamankan usaha-usaha yang menyangkut harkat hidup orang banyak
Langkah pemerintah berikutnya adalah mengamankan usaha-usaha yang menyangkut harkat
hidup orang banyak, seperti: balai gadai, beberapa wilayah pertanian yang penting, pos,
telepon, listrik, pelabuhan, pertambangan batu bara dan rel kereta. Selanjutnya pemerintah
membiayai perusahan negara melalui BIN di sektor produksi semen, tekstil, perakitan mobil,
gelas, dan botol.
3. Berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan ekspor-impor
Langkah terakhir pemerintah adalah berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang
perdagangan ekspor-impor dengan mendirikan Pusat Perusahaan Perdagangan pada tahun
1948 untuk mengekspor produk pertanian Indonesia. Pemerintah juga mendirikan USINDO
pada tahun 1956 untuk mengekspor industri manufaktur -yang dibiayai oleh BIN- dan
mengimpor bahan mentah untuk keperluan industri mereka.
4. kebijakan lainya yang ditujukan untuk memajukan perekonomian indonesia
Hampir seluruh program ekonomi pemerintahan Soekarno kandas di tengah jalan. sistem
ekonomi terpimpin menuntut seluruh unsur perekonomian Indonesia menjadi alat revolusi.
Dalam ekonomi terpimpin, kegiatan perekonomian ditekankan pada konsepsi gotong royong
dan kekeluargaan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 33 UUD 1945. Dalam perkembangan
selanjutnya, kegiatan ekonomi pada masa terpimpin juga dilandaskan atas strategi dasar
ekonomi Indonesia yang diamanatkan dalam Deklarasi Ekonomi (DEKON) oleh Presiden
Soekarno pada tanggal 28 Maret 1963.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Dua Puluh Lima Tahun Pertama bukanlah
merupakan rencana pembangunan yang muluk-muluk. Rencana Pembangunan tersebut
merupakan rencana yang didasarkan kepada situasi objektif dan bisa diwujudkan. Secara
singkat arah dari rencana pembangunan ekonomi tadi, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Repelita I (tahun 1969/70-1973/74) pembangunan difokuskan pada stabilitas ekonomi
dengan melakukan pengendalian inflasi dan penyediaan kebutuhan pangan dan sandang dalam
jumlah yang cukup.
2. Repelita II (Tahun 1974/75-1978/79) difokuskan kepada peningkatan kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat melalui upaya peningkatan ketersediaan lapangan kerja.
Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu prioritas utamanya, guna
mendorong terciptanya lapangan kerja.
3. RepelitaIII (tahun 1970/80-1983/84) diletakkan kepada swasembada pangan, peningkatan
ekspor nonmigas dan pengupayaan terjadinya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Pada
Repelita III ini dilakukan berbagai upaya untuk memperlancar proses transisi ekonomi, dari
sektor pertanian ke industri.
4. Repelita IV (tahun 1984/85-1988/89) ditujukan kepada upaya peningkatan kemampuan
ekonomi dalam negeri dengan mengurangi ketergantungan pada sektor migas dan mendorong
ekspor nonmigas. Hal ini juga merupakan reaksi atas memburuknya perekonomian dunia dan
neraca pembayaran Indonesia pada Repelita III. Disamping itu, diupayakan juga peningkatakan
industri manufaktur dengan tetap memperhatikan peningkatan kesempatan kerja. Dalam
periode ini dilakukan perbaikan di sektor riil maupun moneter, melalui berbagai kebijakan
seperti melakukan evaluasi untuk mendorong ekspor, deregulasi perbankan untuk memobilisasi
dana masyarakat melalui tabungan domestik, deregulasi sektor riil untuk mengurangi hambatan
tarif dan memacu infestasi.
5. Repelita V (tahun 1989/90-1993/94) tidak jauh berbeda dengan fokus Repelita IV, yakni
mengupayakan peningkatan kemampuan dalam negeri. Pemerintah juga berupaya
meningkatkan kemampuan berusaha bagi seluruh warga dengan menghilangkan berbagai
kendala yang dapat menghambat keikut sertaan masyarakat dalam pembangunan. Deregulasi
sektor riil dan sektor moneter terus dilakukan untuk mendorong tercapainya perekonomian
yang lebih efisien.
6. Repelita VI (tahun 1994/95-1998/99) ditujukan kepada pemantapan dan penataan industri
nasional, peningkatan diversifikasi usaha dan hasil pertanian serta peningkatan ekstensifikasi
dan intesifikasi pertanian yang didukung oleh industri pertanian. Peningkatan dan pemantapan
koperasi, peningkatan peran pasar dalam negeri serta perluasan pasar luar negeri. Disamping
itu dilakukan pula peningkatan pemerataan yang meliputi peningkatan kegiatan ekonomi
rakyat, kesempatan usaha, lapangan kerja serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
rakyat. Yaitu merupakan Repelita yang memperkuat landasan sebelum tinggal landas.
Dengan segala kelemahan dan kekurangan yang baru dapat diketahui secara retrospektif, dapat
dikatakan bahwa secara umum pembangunan nasional yang dilakukan dari 1969 hingga 1998
hasilnya sangat mengagumkan. Dengan ukuran apa pun dan oleh pengritik yang paling tajam
sekalipun harus diakui bahwa pembangunan nasional berhasil dilaksanakan dengan baik.
Produksi pangan, khususnyaa beras, yang merupakan bahan pokok makanan rakyat terus
meningkat dari tahun ke tahun. Swasembada beras dicapai pada 1984 dan pada November
1984, Indonesia menerima penghargaan dari FOA, sebagai Negara yang berhasil meningkatkan
produksi beras dan mencapai swasembada, dari Negara yang sebelumnya pernah menjadi
importir beras yang terbesar di dunia. Sektoir industri juga mengalami pertumbuhan yang
signifikan. Bahkan peran industri berat telah mulai meningkat. Apabila pada 1975 peranan
industri ringan dan industri berat masing-masing sebesar 20,6 persen dan 10 persen, maka
pada 1980 peranan industri ringan menurun dan industri berat meningkat, masing-masing
mejadi 18,6 persen dan 37,3 persen.
C. Perekonomian Masa BJ Habibie
1. Merekapitulasi perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus
mengurusi perekonomian.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independent berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh 3 (tiga) pilar yang merupakan 3 (tiga)
bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu :
a) Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter
b) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
c) Mengatur dan mengawasi Bank
2. Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban
atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. Banyaknya utang perusahaan
swasta yang jatuh tempo dan tak mampu membayarnya dan pada akhirnya pemerintah
mengambil alih bank-bank yang bermasalah dengan tujuan menjaga kestabilan ekonomi
Indonesia yang pada masa itu masih rapuh.
3. Menaikan nilai tukar rupiah
Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berfluktuasi.
Selama triwulan pertama, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai sekitar Rp9200,- dan
selanjutnya menurun menjadi sekitar Rp8000 dalam bulan April hingga pertengahan Mei. Nilai
tukar rupiah cenderung di atas Rp10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei. Kecenderungan
meningkatnya nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi sosial politik yang
bergejolak. nilai tukar rupiah menguat hingga Rp. 6500 per dollar AS di akhir masa
pemerintahnnya.
Pada tanggal 15 januari 1998 (masih orde baru ) Indonesia telah menandatangani 50 butir
kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF. Salah satunya adalah memberikan bantuan
(pinjaman) kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas. Skema ini dilakukan
berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pemberian
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan konsekuensi diterbitkannya kebijakan
pemerintah yang tertuang dalam Kepres No.26/1998 dan Kepres No.55/1998. Keppres itu terbit
setelah sebelumnya didahului munculnya Surat Gubernur BI (Soedradjad Djiwandono, ketika
itu) tertanggal 26 Desember 1997 kepada Presiden dan disetujui oleh Presiden Soeharto sesuai
surat Mensesneg No.R 183/M.sesneg/12/19997. Atas dasar hukum itulah Bank Indonesia
melaksanakan penyaluran BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) kepada perbankan nasional.
Total BLBI yang dikucurkan hingga program penyehatan perbankan nasional selesai mencapai
Rp144,5 triliun, dana itu tersalur ke 48 bank. Pada tahun 1999 di zaman Presiden BJ Habibie
sebanyak 48 Bankir penerima BLBI melakukan penyelesaiaan settlement aset atas BLBI yang
diterimanya melalui berbagai macam perjanjian dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN) yang terdiri dari lima bankir mengikat perjanjian dengan skema Master of Settlement
Acquisition Agreement (MSAA) dimana nilai aset yang diserahkan kepada pemerintah sama
dengan total hutang BLBI yakni sebesar Rp89,2 triliun, tiga bankir menyelesaikan utang dengan
mengikat perjanjian Master of Refinancing and Notes Issuence Agreement (MRNIA) dimana
nilai aset lebih kecil dibandingkan hutang BLBI yang diterima sehingga harus ditambah personal
guarantee dengan total utang BLBI sebesar Rp22,7 triliun.Selain itu terdapat 25 bankir mengikat
perjanjian penyelesaian hutang melalui skema Akte Pengakuan Utang (APU) sebesar Rp20.8
triliun, sementara 15 bankir semua asetnya langsung ditangani oleh Bank Indonesia yang
sampai hari ini belum jelas pertanggung jawabannya sebesar Rp11,8 triliun. Jadi untuk MSAA
dan MRNIA saja sudah 77 % mewakili penyelesaain BLBI. Khusus untuk perjanjian APU tidak
semua menandatanganinnya di era Presiden Habibie, sebagian di era Presiden Abdurahman
‘Gusdur’ Wahid, sebagian lagi dimasa Presiden Megawati. Sementara sebagian yang tidak
kooperatif dan diserahkan kepolisi pada masa pemerintahan Megawati jumlahnya delapan
orang, diantarannya Atang Latief (Bank Bira), James Januardy (Bank Namura), Ulung Bursa
(Lautan Berlian).
Beberapa keberhasilan ekonomi di era Habibie sebenarnya tidak lepas dari usaha kerja keras
para kabinetnya yang reformis. Namun, perlu disadari bahwa Habibie bukanlah presiden yang
benar-benar reformis dalam menolak kebijakan ekonomi ala IMF. Dengan keterbatasannya,
beliau terpaksa menjalani 50 butir kesepakatan (LoI) antara pemerintah Indonesia dengan IMF,
sehingga penangganan krisis ekonomi di Indonesia pada hakikatnya lebih pada penyembuhan
dengan “obat generik”, bukan penyembuhan ekonomi “terapis” ataupun “obat tradisional”.
Sehingga ketika meninggalkan tampuk kekuasaan, Indonesia masih rapuh. Disisi lain, Habibie
masih sangat mempercayai tokoh-tokoh Orde baru duduk di kabinetnya, padahal masyarakat
menuntut reformasi. Dan tampaknya, Habibie memang menempatkan dirinya sebagai Presiden
Transisi, bukan Presiden yang Reformis.
1. Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara
Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM),
2. kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut
diberhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan.
3. kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara
Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam perekonomian
Indonesia terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang sampai saat ini belum terselesaikan
bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk menyelesaikan kasus Bank Century ini.
4. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi
dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.
5. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6
persen pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek
ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. pemulihan ekonomi global
berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Kinerja
ekspor nonmigas Indonesia yang pada triwulan IV-2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi
yakni mencapai sekitar 17 persen dan masih berlanjut pada Januari 2010. Salah satu penyebab
utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang
berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK selama lima tahun menjadi 6,4%, angka
yang mendekati target 6,6%. Kebijakan Kenaikan harga BBM tersebut telah mendorong tingkat
inflasi Oktober 2005 mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat inflasi bulanan
selama tahun 2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per Desember 30, 2005 (YoY).
Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya transportasi lebih 40% dan harga bahan
makanan 18%.Core inflation pun naik menjadi 9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank
Indonesia (BI) sebagai pemegang otoritas moneter menjadi tidak sepenuhnya efektif. Inflasi
yang mencapai dua digit ini jauh melampaui angka target inflasi APBNP II tahun 2005 sebesar
8,6%. Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi 17,92%, bandingkan dengan
Februari 2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY) yang hanya 4,6%. yang menjadi referensi
suku bunga simpanan di dunia perbankan.
1. Proyeksi IHS dengan tujuan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2 persen pada 2014 ini dan
5,5 persen pada 2015. Akan tetapi, outlook untuk 2015 dan rencana jangka menengah sebagian
besar masih tergantung pada bagaimana pemerintah yang baru melanjutkan managemen
ekonomi makro yang sehat dan melakukan reformasi pasar yang berkelanjutan.
2. Outlook jangka menengah masa depan Indonesia dalam kebijakan presiden serta para
menteri bidang ekonomi yang ditunjuk. Sebab dalam dua tahun terakhir telah ada kebijakan
nasionalis yang cukup signifikan, khususnya disektor sumber daya alam. Perhatian utama bagi
para investor global adalah apakah hal tersebut bisa diterapkan dalam sektor industri lainnya.
3. Beberapa prioritas dalam pemerintahan Jokowi adalah mengakselerasi perkembangan
infrastruktur untuk pembangkit listrik, transmisi, pelabuhan, bandara dan jalan raya. Secara
signifikan meningkatkan mutu pendidikan serta pelatihan kejuruan untuk membangun modal
sumber daya manusia Indonesia dalam sektor-sektor industri kunci
4. Undang-undang yang larangan memproses biji besi pada 2017. Tujuan pemerintah
menerapkan aturan ini adalah untuk mendorong perusahaan-perusahaan tambang melakukan
shift produksi ke negara lain, jika pengolahan di Indonesia kurang komptitif